Anda di halaman 1dari 97

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr .R DAN Sdr .

F YANG MENGALAMI
DEFISIT PERAWATAN DIRI DENGAN PEMBERIAN STRATEGI
PELAKSANAAN 1 DAN 2 DI RUANG GATOTKACA RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH
Dr. ARIF ZAINUDDIN SURAKARTA

DI SUSUN OLEH :

ASTRID RISTIYANA PUTRI

NIM.P14065

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr .R DAN Sdr .F YANG MENGALAMI
DEFISIT PERAWATAN DIRI DENGAN PEMBERIAN STRATEGI
PELAKSANAAN 1 DAN 2 DI RUANG GATOTKACA RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH
Dr. ARIF ZAINUDDIN SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma Tiga Keperawatan

DI SUSUN OLEH :

ASTRID RISTIYANA PUTRI

NIM.P14065

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2017

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Astrid Ristiyana Putri

NIM : P14065

Program Studi : D3 Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah :Asuhan Keperawatan pada Sdr.R dan Sdr.F yang
mengalami defisit perawatan diri dengan
pemberian strategi pelaksanaan 1 dan 2 di Ruang
Gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif
Zainuddin Surakarta.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 4 Agustus 2017

Yang Membuat pernyataan

ASTRID RISTIYANA PUTRI

NIM . P14065

ii
MOTTO

“Masa lalu adalah pelajaran untuk kedepannya, masa kini adalah kesempatan
untuk mengukir & meraih prestasi dan masa depan adalah tempat menata harapan
dan meraih kebahagiaan”

“Orang bijaksana tidak sesekali duduk meratapi kegagalan, tapi dengan lapang
hati mencari jalan bagaimana memulihkan kembali kerugian yang dideritanya”

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KE PERA WATAN PADA Sdr . R DAN Sdr . F YANG MEN GALA MI DEFISIT
PERAWATAN DIRI DENGAN PEMBERIAN STRATEGI PELAKSANAAN 1 DAN 2 DI
RUANG GATOTKACA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
Dr. ARIF ZAINUDDIN SURAKARTA

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

Ahli Madya Keperawatan (Amd. Kep.)

Oleh :

ASTRID RISTIYANA PUTRI


P14065

Surakarta, Juli 2017

Menyetujui,

Pembimbing

Joko Kismanto S.Kep., Ns


NIK. 200670020

iv
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI

Telah Di Uji Pada Tanggal : 4 Agustus 2017

Dewan Penguji :

Penguji 1 :
1. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M.Kep ( )
NIK : 201185071

Penguji 2 :
2. Joko Kismanto S.Kep., Ns ( )
NIK : 200670020

v
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Astrid Ristiyana Putri

Nim : P14065

Program Studi : D3 Keperawatan

Judul :Asuhan Keperawatan pada Sdr.R dan Sdr.F yang


mengalami defisit perawatan diri dengan pemberian
strategi pelaksanaan 1 dan 2 di Ruang Gatotkaca Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan

Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah

Prodi D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Ditetapkan di : Surakarta

Hari/Tanggal : Kamis/ 10 Agustus 2017

DEWAN PENGUJI

Ketua

Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi D3 Keperawatan

STIKes Kusuma Husada Surakarta

Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M. Kep


NIK. 200981037

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami defisit
perawatan diri dengan pemberian strategi pelaksanaan 1 dan 2 di Ruang Gatotkaca
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.”

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat


bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:

1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua STIKes


yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi
D3 Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program
Studi D3 Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk
dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
4. Joko Kismanto S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus
sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta
memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen penguji
yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.

vii
6. Semua dosen Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tuaku yang selaku menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu


keperawatan dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 4 Agustus 2017

Astrid Ristiyana Putri

viii
HALAMAN JUDUL .................................................................................
PERNYTAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................
MOTTO ....................
LEMBAR PERSETUJUAN .....................................................................
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI .......................................
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

BAB I PENDAH
1.1 Latar b
1.2 Batasan
1.3 Rumus
1.4 Tujuan
1.5 Manfaa

BAB II TINJAUA
2.1 Konsep
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
2.1.6

2.2 Konsep
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4 Imple
2.2.5

ix
BAB III METODE STUDI KASUS
3.1 Desain Studi Kasus 27
3.2 Batasan Istilah 27
3.3 Partisipan 27
3.4 Lokasi dan Waktu 27
3.5 Pengumpulan Data 28
3.6 Uji Keabsahan Data 30
3.7 Analisa Data 30

BAB IV HASIL
4.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data........................................32
4.2 Pengkajian..........................................................................................32
4.3 Analisa Data......................................................................................41
4.4 Diagnosa Keperawatan..................................................................43
4.5 Perencanaan Keperawatan............................................................44
4.6 Implementasi Keperawatan..........................................................46
4.7 Evaluasi...............................................................................................48

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan.......................................................................................50
5.2 Diagnosa keperawatan....................................................................59
5.3 Intervensi keperawatan..................................................................60
5.4 Implementasi keperawatan............................................................61
5.5 Evaluasi keperawatan.....................................................................65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan........................................................................................67
6.2 Saran....................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 1 Pohon Masalah...............................................................................11

xi
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar konsultasi

Lampiran 2. Daftar riwayat hidup

Lampiran 3. Lembar jurnal

Lampiran 4. Asuhan keperawatan

Lampiran 5. Lembar audiensi

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

World Health Organitation (WHO dalam Yusuf dkk, 2015),

menjelaskan kriteria orang yang sehat jiwa merupakan orang yang dapat

melakukan, diantaranya menyesuaikan diri secara konstruktif pada

kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk, merasa bebas secara relatif dari

ketegangan dan kecemasan, memperoleh kepuasan dari usahanya dan

perjuangan hidupnya, merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.

Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling

memuaskan, mempunyai daya kasih sayang yang besar, menerima

kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran dikemudian hari,

mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan

konstruktif.

Orang dinyatakan memiliki jiwa yang sehat apabila mampu

mengendalikan diri dalam menghadapi stressor di lingkungan sekitar dengan

selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan

psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada

kestabilan emosional (Rochmawati, 2013). Kesehatan jiwa adalah suatu

kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional

yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan

1
2

keadaan orang lain (UU No 36 tahun 2009 dalam Dermawan, 2013).

Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola psikologis atau

perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan

dikaitkan dengan adanya distres atau disabilitas (kerusakan pada satu atau 2

lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan resiko kematian

yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan

(Sheila, 2008). Sedangkan menurut (Yosep, 2007) Gangguan jiwa

merupakan gejala-gejala patologok dominan berasal dari unsur psikis. Hal

ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu.

Menurut WHO, sampai tahun 2011 tercatat penderita gangguan jiwa

sebesar 542.700.000 jiwa atau 8,1% dari jumlah keseluruhan penduduk

dunia yang berjumlah sekitar 6.700.000.000 jiwa sekitar 10% orang dewasa

mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini

biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun. Menurut

National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari

penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi

25% ditahun 2030 (WHO dalam Rochmawati 2013 ) data tersebut

menunjukan bahwa data pertahun di indonesia yang mengalami gangguan

jiwa selalu meningkat, Pasien yang mengalami gangguan jiwa seringkali

kurang mempedulikan perawatan diri.

Berdasarkan dari data yang diluncurkan Riset Kesehatan Dasar tahun

2013 (Riskesdas, 2013) oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat


3

Jenderal Kementrian Kesehatan RI mengatakan, dari temuan di lapangan

terlihat prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan

gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun

ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevelensi gangguan jiwa

berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar

400.000 orang. Berdasarkan jumlah tersebut, ternyata 14,3% diantaranya

atau sekitar 57.000 orang pernah atau sedang dipasung. Angka pemasungan

dipedesaan adalah sebesar 18,2% Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan

dengan angka diperkotaan yaitu sekitar

10,7% (Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan

RI, 2014)

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi

akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk

melakukan aktifitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak

dari ketidak mampuan merawat kebersihan diri, makan secara 3 mandiri,

berhias secara mandiri, dan toileting, buang air besar/buang air kecil

(Damaiyanti, 2008). Personal Hygiene merupakan perawatan diri sendiri

yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun

psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor

diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu, atau kelurga, pengetahuan

terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri (Hidayat,

2006).
4

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk

mengambil judul karya tulis ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Sdr.R dan

Sdr.F yang mengalami defisit perawatan diri dengan pemberian strategi

pelaksanaan 1 dan 2 di ruang gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif

Zainuddin Surakarta.

1.2 Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini di batasi pada Asuhan Keperawatan pada

klien dengan prioritas masalah gangguan merawat kebersihan diri dan

kurang mampu untuk berhias/berdandan, pada pasien dengan defisit

perawatan diri merupakan gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas

perawatan diri biasanya ditandai dengan keadaan fisik, psikologis dan

sosial yang tidak terawat yang berdampak pada keadaan fisik dan

psikososial sehingga harus ditingkatkan rasa kepercayaan diri dan

membimbing klien untuk melakukan perawatan diri dengan menggunakan

strategi pelaksanaan 1 dan 2 di ruang gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah

dr. Arif Zainudin Surakarta

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang dapat dirumuskan

adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Sdr.R dan Sdr.F yang

mengalami defisit perawatan diri dengan pemberian strategi pelaksanaan 1

dan 2 di ruang gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin

Surakarta?”
5

1.4 Tujuan Masalah

1.4.1 Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami

defisit perawatan diri dengan pemberian strategi pelaksanaan 1 dan 2 di

ruang gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.

1.4.2Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Sdr.R dan Sdr.F

yang mengalami gangguan defisit perawatan diri.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada

Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami gangguan defisit perawatan diri.

c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada

Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami gangguan defisit perawatan diri.

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Sdr.R dan

Sdr.F yang mengalami gangguan defisit perawatan diri

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Sdr.R dan Sdr.F

yang mengalami gangguan defisit perawatan diri

1.5 Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

Hasil studi kasus ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep asuhan

keperawatan terutama pada pasien dengan defisit perawatan diri

gangguan merawat kebersihan diri dan kurang mampu untuk


6

berhias/berdandan.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan

dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya bagi pasien yang

mengalami gangguan defisit perawatan diri gangguan merawat

kebersihan diri dan kurang mampu untuk berhias/berdandan.

b. Bagi Institusi akademi

Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan masukan

pada perawat untuk melakukan tindakan pemenuhan kebutuhan

personal hygiene pada pasien agar pasien dapat melakukan

aktifitas perawatan diri secara mandiri

c. Bagi Perawat

Mampu memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif pada klien yang mengalami defisit perawatan diri

dengan memberikan tindakan pemenuhan kebutuhan personal

hygiene pada pasien untuk memandirikan pasien agar mampu

melakukan perawatan diri secara mandiri.

d. Bagi Penulis

Sebagai sarana ilmu untuk mengaplikasikan asuhan

keperawatan khusus nya pada klien dengan gangguan defisit

perawatan diri gangguan merawat kebersihan diri dan kurang

mampu untuk berhias/berdandan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan teori

2.1.1. Pengertian Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang

yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau

melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi

(hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting)

(Fitria, 2009).

Defisit perawatan diri toileting adalah Klien memiliki

keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau

kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakain

untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,

dan menyiram toilet atau kamar kecil (Keliat, 2010).

2.1.2. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri

Menurut Herman, (2011), tanda dan gejala seseorang yang

mengalami gangguan defisit perawatan diri adalah

a. Mandi / hygiene

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,

memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu, atau

aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan

tubuh, serta masuk dan keluar dari kamar mandi.

7
8

b. Berpakaian / berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil

potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta memperoleh atau

menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk

mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat

tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,

menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada

tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan

sepatu.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,

mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah

makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,

membuka container, memanipulasi defisit perawatan diri makanan

dalam mulut, mengambil makanan dalam wadah lalu

memasukkannya dalam mulut, melengkapi makanan, mencerna

makanan menurut cara yang diterima di masyarakat, mengambil

cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.

d. BAB / BAK

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam

mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari

jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri

setelah BAB / BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar

kecil.
9

2.1.3 Dampak

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:

Wartonah (2006)

1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik

yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan

membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan

fisik pada kuku.

2. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi social

2.1.4 Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah dalam Dermawan dan Rusdi

(2013), penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :

a. Kelelahan fisik.

b.Penurunan kesadaran

Menurut Depkes (2009), penyebab kurang perawatan diri adalah:

a)Faktor prediposisi

1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan

memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.


10

2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak

mampu melakukan perawatan diri.

3. Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa

dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan

ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

4. Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan

perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi

latihan kemampuan dalam perawatan diri.

b) Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah

kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,

cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan

individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

2.1.5 Patofisiologi

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi

akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk

melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri

tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara

mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting buang air besar (BAB)

atau buang air kecil (BAK) secara mandiri.


11

2.1.6 Pohon Masalah

Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial Defisit Perawatan Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Mekanisme Koping : Tidak Efektif

( Damaiyanti,2013)

2.2 Asuhan keperawatan Defisit Perawatan Diri

2.2.1 Pengkajian

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang di

perlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008 ).

Data yang dikumpulkan bisa berupa data objektif yaitu

data yang dapat secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan

langsung oleh perawat. Sedangkan data subjektif yang

disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarganya. Data ini

didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarganya

(Keliat, 2007 )
12

Untuk dapat menyaring data yang diperlukan, umumnya

yang dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis

pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Sistematika

pengkajian menurut Keliat (2007) meliputi :

1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin,

agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian

nomor rekam medik, diagnosa medis dan identitas

penanggung jawab.

2) Keluhan utama dan alasan masuk, tanyakan pada

klien atau keluarga apa yang menyebabkan klien datang ke

rumah sakit saat ini serta bagaimana hasil dari tindakan orang

tersebut.

3) Faktor predisposisi, menanyakan kepada klien atau

keluarganya

a) Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa atau


tidak.

b) Apakah ya, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya.

c) Klien pernah melakukan, mengalami atau

menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari

lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan

kriminal.

d) Apakah anggota keluarga ada yang mengalami

gangguan jiwa.

e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan

(kegagalan yang terulang lagi, penolakan orang tua,


harapan orang tua yang tidak realitas) atau faktor lain,

misalnya kurang mempunyai tanggung jawab personal.


13

4) Aspek fisik atau biologis, observasi tanda – tanda

vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien), ukur tinggi

badan dan berat badan klien.

5) Psikososial, membuat genogram minimal tiga

generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dengan

keluraga. Masalah yang terkait dengan komunikasi

pengambilan keputusan dan pola asuh.

6) Status mental meliputi pembicaraan, penampilan,

aktivitas motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama

wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,

emosi, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan

penilaian dan daya tilik diri.

7) Kebutuhan persiapan pulang, kemampuan klien

dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat, tidur,

penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam

rumah dan di luar rumah.

8) Mekanisme koping, didapat melalui wawancara

pada klien atau keluarga baik adaptif maupun maladaptif.

9) Masalah psikolosial dan lingkungan, didapat dari

klien atau keluarga bagaimana tentang keadaan lingkungan

klien, masalah pendidikan dan masalah pekerjaan.

10) Pengetahuan, apakah klien mengetahui tentang

kesehatan jiwa.
14

11) Aspek medis, obat – obatan klien saat ini baik obat

fisik, psikofarmako dan therapy lain.

12) Masalah Keperawatan Perawat dapat menyimpulkan

kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang

dikumpulkan, kemungkinan kesimpulan adalah sebagai

berikut:

a) Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan Klien tidak

memerlukan peningkatan kesehatan, klien hanya

memerlukan pemeliharaan kesehatan secara periodik

karena tidak ada masalah.

b) Ada masalah dengan kemungkinan

1)Resiko terjadi masalah karena ada faktor yang dapat

menimbulkan masalah.

2)Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung

2.2.2 Diagnosa

1.Defisit perawatan diri

2.Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

3.Isolasi sosial

2.2.3 Rencana Keperawatan

1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

a. Tujuan: klien dapat membina hubungan saling

percaya. Kriteria Evaluasi :


15

Intervensi :
1)
1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya.
2) Ekspresi wajah bersahabat.

3) Ada kontak mata.

4) Menunjukkan rasa senang.

5) Mau berjabat tangan.

6) Mau menjawab salam.

7) Klien mau duduk berdampingan.

8) Klien mau mengutarakan masalah yang


dihadapi.

Bina hubungan saling percaya.

a) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun

nonverbal.

b) Perkenalkan diri dengan sopan.

c) Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan

yang disukai klien.


d) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan menepati

janji.

e) Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa

adanya.

f) Beri perhatian pada klien.

2) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan

tentang penyakit yang dideritanya.

3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.


16

4) Katakan pada klien bahwa ia adalah seorang yang

berharga dan bertanggung jawab serta mampu mendorong

dirinya sendiri.

Rasional: hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk

hubungan selanjutnya.

b.Tujuan: klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif

yang dimiliki.

Kriteria Evaluasi: klien mampu mempertahankan aspek yang

positif. Intervensi :

1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki klien dan diberi pujian atas kemampuan

mengungkapkan perasaannya.

2) Saat bertemu klien, hindarkan memberi penilaian


negatif.

3) Utamakan memberi pujian yang realitis.

1) Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai

realitas, kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuhan

keperawatan.

2) Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri.

3) Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan

kegiatan hanya karna ingin mendapatkan pujian.

c. Tujuan: klien dapat menilai kemampuan yang dapat

digunakan. Kriteria Evaluasi :

1) Kebutuhan klien terpenuhi.


17

2) Klien dapat melakukan aktivitas

terarah. Intervensi :

1) Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat

digunakan selama sakit.

2) Diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan

penggunaan di rumah sakit dan di rumah nanti.

1) Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang

dimiliki adalah prasarat untuk berubah.

2) Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri motivasi

untuk tetap mempertahankan penggunaannya.

d.Tujuan: klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki.

Kriteria Evaluasi :

1) klien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.

2) klien mengikuti terapi aktivitas kelompok.

1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan

setiap hari setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri,

kegiatan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan bantuan

total.

2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.


18

Rasional:

1) Klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap

dirinya sendiri.

2) Klien perlu bertindak secara realiatis dalam kehidupannya.

3) Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien

untuk melaksanakan kegiatan.

e. Tujuan: klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan

kemampuannya.

Kriteria Evaluasi: klien mampu beraktivitas sesuai

kemampuan. Intervensi :

1) Beri kesempatan klien untuk mncoba kegiatan yang

direncanakan.

2) Beri pujian atas keberhasilan klien.

3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

1) Memberikan kesempatan klien mandiri dirumah.

2) Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan keluarga

serta dapat meningkatkan harga diri.

3) Memberi kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan

kegiatan yang biasa dilakukan.

f. Tujuan: klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Kriteria Evaluasi: klien mampu melakukan apa yang diajarkan.


19

Intervensi :

1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang

cara merawat klien harga diri rendah.

2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien


dirawat.

3) Bantu keluarga meniapkan lingkungan di rumah.

Rasional:

1) Mendorong keluarga untuk mampu untuk merawat klien

dirumah.

2) Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam

mempercepat proses penyembuhan.

3) Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien

dirumah.

2. Isolasi sosial

Tujuan : Klien mampu berin

optimal

Kriteria evaluasi :

1)

2)

3)

4)

5)

6)

7)

8)
20

intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

prinsip komunikasi terapeutik

2) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

3) Perkenalkan diri dengan sopan

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran

hubungan interaksi selanjutnya.

3. Defisit perawatan diri

Tujuan Umum :Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri

kriteria evaluasi :

1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara


mandiri

2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara


baik

3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik

4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara

mandiri Intervensi :

1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri

a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri

c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga


kebersihan

diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias

Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :


21

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Bercukur

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Berhias

3) Melatih pasien makan secara mandiri

a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan

b) Menjelaskan cara makan yang tertib

c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah


makan

d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

a)Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan


BAK

c)Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

2.2.4 Implementasi Keperawatan

a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.

Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat

melakukan tahapan tindakan berikut :

1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.


22

4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.

b) Melatih pasien berdandan/berhias.

Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan.

Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan dengan

wanita.

1) Untuk pasien laki-laki meliputi :

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Bercukur

2) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Berhias

c) Melatih pasien makan secara mandiri.

Untuk melatih makan pasien, anda dapat melakukan tahapan

sebagai berikut :

1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.

2) Menjelaskan cara makan yang tertib.

3) Menjelaskan cara merapihkan makan setelah makan

4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

d) Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri.

Anda dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai

tahapan berikut :

1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK


23

3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

2.2.5 Evaluasi

1) Pasien dapat menyebutkan hal berikut.

a. Penyebab tidak merawat diri.

b. Manfaat menjaga perawatan diri.

c. Tanda-tanda bersih dan rapi.

d. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.

2) Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri

dalam hal berikut.

a. Kebersihan diri

b. Berdandan

c. Makan

d. BAB/BAK

2.3 Strategi Pelaksanaan Komunikasi

2.3.1 Pengertian Strategi Pelaksanaan Komunikasi

Strategi pelaksanaan komunikasi merupakan standar asuhan

keperawatan terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga klien

yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang

ditangani. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan alat

yang dijadikan sebagai panduan oleh seseorang perawat jiwa ketika

berinteraksi dengan klien (Fitria, 2009).


24

2.3.2 Tujuan strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri menurut

Purba (2009) adalah sebagai berikut:

a. Pada Klien

1) Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.

2) Klien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.

3) Klien mampu melakukan makan dengan baik.

4) Klien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.

2.3.3 Pembagian Strategi Pelaksanaan Komunikasi Defisit Perawatan Diri

Pembagian strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri

menurut Purba (2009) adalah sebagai berikut:

1.Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)

Untuk melatih klien dalam menjaga kebersihan diri dapat melakukan

tahapan tindakan yang meliputi:

a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.

d) Melatih klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.

2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP2)

Untuk melatih klien dalam berhias/ berdandan. Untuk pasien laki-laki

harus dibedakan dengan wanita.

Untuk pasien laki-laki latihannya meliputi :

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Bercukur
25

Untuk pasien wanita latihannya meliputi :

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Berhias

Untuk melatih klien dapat melakukan tahapan sebagai berikut:

a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.

b) Menjelaskan cara makan yang tertib.

c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan.

d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

Melatih klien BAB dan BAK secara mandiri sesuai tahapan berikut:

a) Menjelaskan tempat BAB/BAK.

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.

c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

2.4 Evaluasi Strategi Pelaksanaan Komunikasi Defisit Perawatan Diri

Tanda- tanda strategi pelaksanaan komunikasi yang diberikan

kepada klien kurang perawatan diri berhasil menurut Purba (2009) adalah

sebagai berikut:

a. Klien dapat menyebutkan:

1. Penyebab tidak merawat diri.

2. Manfaat menjaga perawatan diri.

3. Tanda-tanda bersih dan rapi.

4. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.


26

b. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal:

1. Kebersihan diri

2. Berdandan

3. Makan

4. BAB/BAK

c. Keluarga memberi dukungan dalam melakukan perawatan diri:

1. Keluarga menyediakan alat-alat untuk perawatan diri.

2. Keluarga ikut seta mendampingi klien dalam perawatan diri.

3. Kemampuan Dalam Perawatan Diri


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Studi kasus ini adalah studi untuk mengeskplorasi masalah Asuhan

Keperawatan Pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami defisit perawatan diri

dengan pemberian strategi pelaksanaan 1 dan 2 di ruang gatotkaca Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.

3.2. Batasan Istilah

Batasan istilah pada asuhan keperawatan pada Sdr.R dan Sdr.F yang

mengalami gangguan defisit perawatan diri dengan pemberian strategi

pelaksanaan 1 dan 2 di ruang gatotkaca di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta , maka penulis hanya menjabarkan konsep defisit perawatan diri

beserta asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi

yang disusun secara naratif.

3.3. Partisipan

Pada sub bab ini di deskripsikan tentang karakteristik partisipan/ unit

dialysis / kasus yang akan diteliti unit partisipan. Unit partisipan dalam

keperawatan pada umumnya adalah klien dan atau keluarganya. Subyek yang

digunakan adalah 2 klien dengan masalah keperawatan dan diagnosis medis

yang sama yaitu pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami Gangguan Defisit

Perawatan Diri

27
28

3.4. Lokasi dan Waktu

Lokasi studi kasus ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Surakarta dan waktu pelaksanaan pada tanggal 22 Mei – 3 Juni 2017.

3.5. Pengumpulan Data

1. Data primer dengan cara :

a. Pemeriksaan fisik menurut (Handayani,2015)

1) Inspeksi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau

rabaan, metode ini dilakukan untuk mendeterminasi ciri - ciri

jaringan atau organ.

2) Auskultasi

Auskultasi adalah metode pengkajian yang menggunakan

stetoskop untuk memperjelas pendengaran.

3) Perkusi

Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian

permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian

tubuh lainnya .

b. Wawancara

Menurut Hidayat (2014), bahwa wawancara adalah metode

pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden

yang diteliti, sehingga metode ini memberikan hasil secara langsung.

Hal ini digunakan untuk hal-hal dari responden secara lebih

mendalam. Pada kasus ini wawancara dilakukan pada pasien.


29

c. Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk

mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam metode

observasi ini instrument yang dapat digunakan, antara lain lembar

observasi, panduan pengamatan observasi atau lembar checklist

(Hidayat, 2014).

2. Data

sekunder a.

Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara

mengambil data yang berasal dari dokumen asli, dokumen asli

tersebut dapat berupa gambar, table, daftar pustaka dan film

dokumenter (Hidayat, 2014). Pada kasus ini pendokumentasian

tentang gangguan defisit perawatan diri diperoleh dari rekam medik di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

b. Studi Kepustakaan

Menurut Hidayat (2014), studi kepustakaan adalah kegiatan

peneliti yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka mencari landasan

teoritis dari permasalahan peneliti. Pada kasus ini studi kepustakaan

diperoleh dari buku-buku yang membahas tentang gangguan defisit

perawatan diri dari tahun 2007 sampai tahun 2017.

3.6. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas

data/informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas


30

tinggi. Uji keabsahan mempunyai dua fungsi yaitu melaksanakan

pemeriksaan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat

dipercaya, dan memperlihatkan derajat kepercayaan hasil – hasil penemuan

dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti

(Prastowo, 2011).

Uji keabsahan data dilakukan dengan: memperpanjang waktu pengamatan

/ tindakan, dan sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari

tiga sumber data yaitu klien, perawat, dan keluarga klien yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti yaitu pada pasien yang mengalami gangguan

defisit perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

3.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan

data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan dengan

cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang

ada dan selanjutnya di tuangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis

yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban jawaban yang diperoleh

dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab

rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh

peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya

diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk

memberikan rekomendasikan dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisi

adalah :
31

1. Pengumpulan data

Data dikumpulan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen ).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam

bentuk transkip ( catatan terstruktur).

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data

subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi .

Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,

perencanaan, tindakan, dan evaluasi.


BAB IV

HASIL

4.1 Gambaran lokasi pengambilan data

Pengambilan data dilakukan di rumah sakit dr. Arif Zainudin Surakarta, di bangsal

Gatotkaca. Di dalam bangsal Gatotkaca terdapat 1 ruang perawat dan 4 ruang

perawatan diantaranya: 2 untuk dewasa, 2 untuk anak dan remaja. Bangsal ini

khusus untuk perawatan klien yang berjenis kelamin laki-laki.

4.2 Pengkajian

1. Identitas Klien

IDENTITAS KLIEN
Inisial
Umur
Jenis Kelamin
No. RM
Ruang Rawat
Tanggal Dirawat
Tanggal Pengkajian
Informan

2. Alasan Masuk

ALASAN MASUK

32
3. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi

Faktor predisposisi

Faktor presipitasi

4. Fisik

FISIK
1. TTV
Nadi
Tekanan darah
RR
Suhu
2. Ukur
Tinggi badan
Berat badan
3. Keluhan Fisik
Masalah keperawatan
34

5. Psikososial

PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Penjelasan

Masalah keperawatan

2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien
kurus dan tid
di tubuhnya.

b. Identitas
Klien adalah
sebelumnya
bekerja di te
ayam
c. Peran
Klien
berperan seb
keluarganya,
sebagai penj

d. Ideal diri
Klien
sembuh dan
ingin
mendapat
keluarganya

e. Harga diri
Klien menga
pulang dan
diterima di m

Masalah keperawatan
Tidak ada

3. Hubungan sosial
Masalah keperawatan

4. Spiritual
a.

b.

Masalah keperawatan

6. Status Mental

STATUS MENTAL
1. Penampilan

Masalah keperawatan

2. Pembicaraan

Masalah keperawatan

3. Aktivitas motorik

Masalah keperawatan
36

4. Klien mengatakan
perasaannya sedih karena
jarang ditengok oleh
keluarganya.

Masalah keperawatan Tidak ada

5. Saat berbincang-bincang
terkadang klien tiba-tiba
pergi
Masalah keperawatan Tidak ada

6. Saat berinteraksi dengan


klien, klien terkadang
menangis dan lebih banyak
diam.

Masalah keperawatan Tidak ada

7. Klien mengatakan tidak


pernah mendengar suara-
suara atau bisikan, dan tidak
pernah melihat bayangan.
Klien tidak mengalami
gangguan persepsi.

Masalah keperawatan Tidak ada

8. Klien mengalami perseversi


yaitu klien mengatakan
ingin segera pulang dan di
ucapkan berulang kali.

Masalah keperawatan Tidak ada

9. Klien tidak pernah


mempunyai pikiran yang
aneh-aneh.

Masalah keperawatan Tidak ada.

10. ketika diajak berbincang


anggota tubuh klien terlihat
kaku dan canggung.

Masalah keperawatan Tidak ada.

11. Klien mengalami gangguan


daya ingat jangka pendek,
klien tidak mampu
Masalah keperawatan

12. Tingkat konsentrasi


dan berhitung

Masalah keperawatan

penilaian

Masalah keperawatan

14. Daya tilik diri

Masalah keperawatan

7. Kebutuhan Persiapan Pulang

1.

2.

3.

4.
5. Istirahat dan tidur

6. Penggunaan obat

7. Pemeliharaan
kesehatan
sistem dukungan

8. Aktivitas di dalam Klien perlu latihan dan Saat di rumah sakit,


klien
rumah

9. Aktivitas di luar saat di rumah sakit, klien saat di rumah sakit


klien
rumah

Masalah keperawatan
39

10. Mekanisme Koping

Mekanisme Koping
Adaptif
Maladaptif

Masalah keperawatan

11. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Masalah Psikososial dan


Lingkungan

12. Pengetahuan Kurang Tentang

Pengetahuan
Tentang

Masalah keperawatan

13. Aspek Medik

ASPEK MEDIK
Diagnosa medis

Terapi medis

14. Daftar Masalah Keperawatan


Daftar
Keperawatan
4.3 Analisis Data

Hari/ Tanggal

Selasa,
23 Mei 2017
10.30 WIB

Selasa,
23 Mei 2017
10.30 WIB

Selasa,
23 Mei 2017
11.45 WIB

Selasa,
23 Mei 2017
11.45 WIB
42

berinteraksi
Kontak mata kurang.
Sering menangis jika diajak
bicara

4.4 Diagnosa Keperawatan

Hari/ Tanggal

Selasa,
23 Mei 2017
10.30 WIB

Selasa,
23 Mei 2017
10.30 WIB

KLIEN 2
Selasa,
23 Mei 2017
11.45 WIB

Selasa,
23 Mei 2017
11.45 WIB
43

Klien lebih senang menyendiri Harga diri rendah


dirumah.

Do:
Malu
Ekspresi wajah kosong
Senang menyendiri dan jarang
berinteraksi
Kontak mata kurang.
Sering menangis jika diajak
bicara

4.5 Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan

Defisit perawatan
diri
44

seperti mandi pakai sabun dan BAB/BAK yang sesuai.


disiram pakai air sampai bersih, 2. Menjelaskan cara
mengganti pakaian bersih membersihkan diri
sehari–hari, dan merapikan setelah BAB dan BAK.
penampilan. 3. Menjelaskan cara
TUK 4 : membersihkan tempat
Klien dapat melakukan BAB dan BAK.
kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria hasil :
Setelah satu minggu klien dapat
melakukan perawatan
kebersihan diri secara rutin dan
teratur tanpa anjuran, seperti
mandi pagi dan sore, ganti baju
setiap hari, penampilan bersih
dan rapi.
KLIEN 2
Defisit perawatan
diri
45

TUK 4 :
Klien dapat melakukan
kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria hasil :
Setelah satu minggu klien dapat
melakukan perawatan
kebersihan diri secara rutin dan
teratur tanpa anjuran, seperti
mandi pagi dan sore, ganti baju
setiap hari, penampilan bersih
dan rapi.
4.6 Penatalaksanaan

Diagnosa
Keperawatan
23 Mei 2017
10.30 WIB

Defisit SP 1:
perawatan diri 6. Membina
percaya.
7. Menjelaskan
kebersihan diri.
8. Menjelaskan
kebersihan diri.
9. Membantu
mempraktekkan
kebersihan diri.
10. Menganjurkan
memasukkan
kegiatan harian .

46
Diagnosa
Keperawatan
23 Mei 2017
11.45 WIB

Defisit SP 1:
perawatan diri 1. Membina
percaya.
2. Menjelaskan
kebersihan diri.
3. Menjelaskan
kebersihan diri.
4. Membantu
mempraktekkan
kebersihan diri.
5. Menganjurkan
memasukkan
kegiatan harian .

47
4.7 Evaluasi

EVALUASI

Defisit S:
perawatan diri “baik saya mau berbincang 15 menit”
“saya merasa kebersihan itu tidak
penting”
“saya malas melakukan kebersihan
diri,saya tidak pernah kramas”
“saya jarang menggunakan sabun jika
mandi”
“s
O:
Klien terlihat tidak bersih, pakaian
tidak rapi, tidak pernah ganti baju,
rambut acak-acakan, gigi kotor serta
bau mulut.
A:
SP1P tercapai.
P:
Perawat: lanjutkan SP2P tanggal 24
Mei 2017 jam 08.00 WIB.
Klien: motivasi klien untuk mandi,
mengganti baju sehari 2 kali.

48
EVALUASI 23 Mei 2017
14.15 WIB

Defisit S:
perawatan diri “saya mau berbincang 10 menit”
“saya jarang gosokgigi,jarang
kramas”
“saat saya mandi rambut hanya saya
basahi”
“saya ”
“saya akan latihan setiap pagi jam
06.00 saat saya mandi”
O:
Klien terlihat tidak rapi, mengganti
pakaian jika hanya diingatkan, kuku-
kuku jari tangan dan kaki panjang dan
kotor, rambut acak-acakan, jika mandi
jarang di keringkan dengan handuk.
A:
SP1P tercapai.
P:
Perawat: lanjutkan SP2P tanggal 24
Mei 2017 jam 08.30 WIB.
Klien: motivasi klien untuk mandi,
mengganti baju sehari 2 kali.

49
BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada

Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami defisit perawatan diri dengan pemberian strategi

pelaksanaan 1 cara merawat kebersihan diri dan strategi pelaksanaan 2 cara

berhias/berdandan yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2017 di ruang

gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.

5.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Format pengkajian

meliputi aspek-aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,

psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,

masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik. Format

pengkajian ini dibuat agar semua data relevan tentang semua masalah klien

saat ini, lampau atau potensial didapatkan sehingga diperoleh suatu data dasar

yang lengkap (Damaiyanti dan Iskandar, 2012).

Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 23 Mei 2017

didapatkan data identitas 2 klien yaitu klien 1 bernama Sdr.R, usia 17 tahun,

berjenis kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal gatotkaca, klien masuk

rumah sakit pada tanggal 12 April 2017. Sedangkan klien 2 bernama Sdr.F,

50
51

usia 18 tahun, berjenis kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal gatotkaca,

klien masuk rumah sakit pada tanggal 5 April 2017.

Tanda dan gejala yang dialami pada Sdr.R dan Sdr.F, dengan defisit

perawatan diri adalah klien tidak pernah kramas, jarang menggunakan sabun

jika mandi, jarang gosok gigi, jika mandi jarang dikeringkan dengan handuk,

pakaian tidak rapi, tidak pernah ganti baju, kuku-kuku jari tangan dan kaki

panjang dan kotor. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala defisit peraawatan

diri yaitu : klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan diri,

mengeringkan tubuh, memperoleh atau menukar pakaian, mempertahankan

penampilan pada tingkat yang memuaskan (Herman, 2011).

Alasan masuk Sdr.R yaitu saat pulang kerumah pasien tiba-tiba

keadaannya bingung tidak tahu arah jalan pulang kerumahnya pasien juga

sebelum dibawa kerumah sakit pasien melempar ibunya dengan gelas dan

piring. Sedangkan alasan Sdr.F dibawa ke Rumah Sakit Jiwa karena pasien

mengamuk memecahkan kaca jendela rumah dan merusak motor, pasien juga

pernah memukul ayah,ibu dan adiknya karena jengkel.

Faktor predisposisi defisit perawatan diri terdapat beberapa teori yang

menjadi penyebab munculnya defisit perawatan diri , salah satunya dari segi

kemampuan realitas turun (Depkes, 2009). Dari pengkajian Sdr.R didapatkan

faktor menjadi penyebab kurang perawatan diri yaitu klien malas untuk

beraktifitas dan membersihkan diri. Pengkajian Sdr.F didapatkan faktor yang

menjadi penyebab kurang perawatan diri yaitu klien menganggap kebersihan

itu tidak penting.


52

Menurut Depkes (2009), Yang merupakan pengkajian dalam faktor

presipitasi defisit perawatan diri adalah kurangnya penurunan motivasi,

kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu

sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri..

Dari pengkajian Sdr.R didapatkan data faktor pancetus terjadinya gangguan

jiwa yaitu klien di PHK dari tempat kerjanya. Pengkajian Sdr.F didapatkan

data faktor pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu klien mengalami trauma

akibat perceraian kedua orang tuanya.

Konsep diri di definisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan

kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk

waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam

dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan realitas dunia. Harga diri (self

esteem) merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri.

Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari peneriman diri

sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan

kegagalan, tetap merasa seseorang yang penting dan berharga. Harga diri

rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri termasuk

kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada

harapan dan putus asa (Stuart, 2006 dalam Gumilar, 2016). Menurut

Towsend(1998 dalam Nengsi, 2014), harga diri rendah adalah perilaku

negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang

negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.


53

Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap

tidak berharga dan berguna. Klien kesal kemudian marah dan kemarahan

tersebut diekspresikan secara tak konstruktif, seperti memukul orang lain,

membanting-banting barang atau mencederai diri sendiri. Berdasarkan teori

yang telah disampaikan tersebut sama dengan data pengkajian konsep diri

harga diri yang ditemukan pada kasus klien Sdr.F yaitu klien merasa malu

karena orang lain menjauhinya, klien lebih sering menyendiri, sering

menangis jika diajak berbicara dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Achlis (2011 dalam Fauziah & Latipun, 2016) keberfungsian

sosial merupakan kemampuan individu melaksanakan tugas dan perannya

dalam berinteraksi dengan situasi sosial tertentu yang bertujuan mewujudkan

nilai diri untuk mencapai kebutuhan hidup. Terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi keberfungsian sosial individu yaitu, adanya kebutuhan

yang tidak terpenuhi, individu mengalami frustasi dan kekecewaan,

keberfungsian sosial juga dapat menurun akibat individu mengalami

gangguan kesehatan, rasa duka yang berat, atau penderitaan lain yang

disebabkan bencana alam. (Ambari, 2010 dalam Fauziah & Latipun, 2016).

Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data

pengkajian hubungan sosial yang ditemukan pada Sdr.R yaitu klien

mempunyai peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat dan pernah

bekerja disuatu pabrik namun klien di PHK sehingga klien ingin cepat

pulang, diterima dimasyarakat dan bisa bekerja kembali sedangkan Sdr.F

klien tidak mempunyai peran serta dalam masyarakat karena klien merasa
54

malu karena orang lain menjauhinya, klien lebih sering menyendiri, sering

menangis jika diajak berbicara dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

Data yang didapat dari pengkajian spiritual, kedua klien mengatakan

beragama islam, tetapi terdapat perbedaan pada kegiatan ibadah pada masing-

masing klien yaitu Sdr.R rajin beribadah dengan sholat 5 waktu, sedangkan

Sdr.F jarang bahkan tidak pernah beribadah. Dari kegiatan strategi

pelaksanaan 1 dan 2 terdapat perbedaan dari kedua klien Sdr.R saat diajarkan

SP 1 lebih tenang, mudah menerima saran dari perawat, sedangkan Sdr.F saat

dilakukan cara menjaga kebersihan diri dan berhias/berdandan klien terlihat

gelisah, tidak mau duduk diam terlalu lama, sehingga klien kurang mampu

untuk mengingat apa yang diajarkan oleh perawat. Penelitian psikiatrik

membuktikan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara

komitmen agama dan kesehatan. Orang yang sangat religius dan taat

menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan atau mampu mengatasi

penderitaan penyakitnya sehingga proses penyembuhan penyakit lebih cepat

(Zainul Z, 2007 dalam Sulistyowati & Prihantini, 2015).

Pengkajian status mental Sdr.R dari penampilan klien terlihat tidak

rapi, pakaian yang dikenakan tidak pernah ganti, pasien tidak pernah kramas,

gosok gigi hanya 1 kali sehari, pasien jarang menggunakan sabun untuk

mandi, rambut acak-acakan, gigi kotor serta bau mulut.Dilihat dari cara

bicara, klien berbicara dengan irama lambat dan nada pelan. Aktivitas

motorik klien terlihat hanya diam dikamar dan tidak berbincang dengan orang

lain. Alam perasaan, klien merasa sedih karena ingin segera pulang dan

berkumpul dengan keluarganya. Afek klien datar, tidak ada roman muka pada
55

saat stimulasi yang menyenangkan atau menyedihkan. Saat berinteraksi

dengan klien, klien lebih banyak menunduk dan tidak mau menatap lawan

bicara. Klien tidak mengalami gangguan persepsi. Pembicaraan klien lambat,

saat diajak bicara tiba-tiba pembicaraaan terhenti tanpa gangguan external

namun kemudian dilanjutkan kembali. Tingkat kesadaran klien bingung

karena pasien tidak tahu dimana sekarang ia dirawat. Klien tidak mengalami

gangguan daya ingat pasien dapat menyebutkan dimana dia bekerja 3 tahun

lalu, di pengkajian tingkat konsentrasi dan berhitung klien mampu berhitung

dengan angka sederhana. Kemampuan penilaian klien mampu memilih

berbincang dulu sebelum kekamar mandi atau kekamar mandi dulu sebelum

berbincang. Klien mengatakan sudah sehat dan tidak perlu dirawat lagi.

Pengkajian status mental Sdr.F dari penampilan klien terlihat tidak

rapi, baju diganti jika diingatkan saja, kuku-kuku jari tangan dan kaki kotor

dan panjang,rambut pasien acak-acakan,jarang gosok gigi, jika mandi jarang

dikeringkan dengan handuk. Dilihat dari cara menjawab pertanyaan pasien

hanya menggeleng kepala dan manggut-manggut saja. Aktivitas motorik klien

terlihat ketika sendiri sering mondar-mandir dan lebih banyak didalam kamar.

Alam perasaan, klien mengatakan sedih karena jarang ditengok oleh

keluarganya. Afek klien labil, saat berbincang-bincang tiba-tiba klien pergi.

Saat berinteraksi dengan klien terkadang pasien menangis jika ditanya

tentang dirinya dan lebih banya diam. Klien tidak mengalami gangguan

persepsi. Klien mengalami perseversi, pasien mengatakan ingin segera pulang

dan diucapkan berulang-ulang. Klien tidak pernah mempunyai pikiran yang

aneh-aneh. Tingkat kesadaran klien yaitu stupor, yaitu ketika diajak berbicara
56

anggota tubuhnya kaku dan canggung. Klien mengalami gangguan daya ingat

jangka pendek, saat di tanya apa latihan rehabilitasi minggu lalu, klien tidak

bisa menjawab. Pada pengkajian tingkat konsentrasi dan berhitung, klien

tidak mampu berhitung dan tidak mampu berkonsentrasi lama. Klien mampu

mengambil keputusan yang sederhana klien dapat memilih mandi dulu

sebelum potong kuku atau potong kuku dulu sebelum mandi. Klien tidak tahu

apa yang diderita saat ini. Menurut Herman (2011), tanda gejala klien yang

mengalami defisit perawatan diri adalah klien yang tidak mamppu untuk

melakukan Mandi (kebersihan diri), Berpakaian/Berhias, Makan, BAB/BAK

( Toileting).

Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program

pengobatan klien yang dimulai dari saat klien masuk rumah sakit. Hal ini

merupakan proses yang menggambarkan usaha kerjasama antara tim

kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep, 2007

dalam Sambodo, 2013). Pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan

data sebagai berikut: Makan, kedua klien makan 3x sehari dengan menu yang

disediakan dari rumah sakit, klien mampu makan secara mandiri dan klien

selalu mencuci piringnya setelah selesai makan. BAB/ BAK, kedua klien

mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri. Mandi, kedua klien

membutuhkan bantuan minimal untuk di motivasi, menjaga kebersihan diri

dan dekatkan alat-alat mandi klien agar mudah dijangkau, selesai mandi

terkadang klien lupa dan malas untuk mengeringkan badannya dengan

handuk. Berpakaian/ berhias, kedua klien membutuhkan bantuan minimal

dalam berpakaian karena klien harus di motivasi untuk ganti baju yang rapi
57

dan bersih, dan memotivasi klien untuk menyisir rambut dan memotong

kuku. Istirahat dan tidur, kedua klien tidur siang selama 1-2 jam, tidur malam

selama 7-8 jam, ajarkan klien untuk merapikan tempat tidur sebelum dan

sesudahnya. Dalam penggunaan obat, kedua klien membutuhkan bantuan

minimal yaitu klien harus diingatkan untuk meminum obatnya, klien diberi

obat 2x sehari. Pemeliharaan kesehatan dan sistem dukungan, kedua klien

berusaha untuk rutin minum obat dan kontrol, klien mendapat dukungan

penuh dari keluarga dalam proses penyembuhannya. Aktivitas didalam

rumah, Sdr.R perlu latihan dan diajarkan untuk membantu aktifitas di dalam

rumah, saat di rumah sakit klien juga selalu mencuci piring setelah selesai

makan. Tn.SR ,saat di rumah sakit, klien selalu mencuci piring setelah selesai

makan. Aktivitas di luar rumah, Sdr.R saat di rumah sakit, klien rajin

mengikuti rehabilitasi setiap pagi, klien mengatakan jika sudah pulang ke

rumah nanti klien ingin bekerja lagi. Sdr.F saat di rumah sakit, jarang

mengikuti rehabilitasi,karena malas.

Pengkajian mekanisme koping Sdr.F yaitu maladapif, klien

mengatakan jika mempunyai masalah klien langsung marah-marah, jika

sudah tidak tahan lagi klien kemudian mengamuk atau merusak barang yang

ada di sekitar nya. Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien

sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping

yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya (Dermawan & Rusdi,

2013).

Pengkajian masalah psikososial dan lingkungan, Sdr.R mempunyai

masalah dengan lingkungan, klien mengatakan setelah klien di PHK, klien


58

jarang bergaul dengan tetangganya dan klien ingin diterima lagi di

masyarakat. Sdr.F mempunyai masalah dengan lingkungan, klien mengatakan

tidak pernah bergaul di masyarakat. Masalah psikososial dan lingkungan

pasien dapat yang mempengaruhi diagnosis, penanganan, serta prognosis

gangguan mental. Masalah psikososial dan lingkungan dapat berupa

pengalaman hidup yang tidak baik, kesulitan atau defisiensi lingkungan, stres

interpersonal ataupun familial, kurangnya dukungan sosial atau penghasilan

pribadi, ataupun masalah lain yang berkaitan dengan kesulitan seseorang

untuk dapat berkembang (Lubis, dkk, 2010).

Pengkajian tentang pengetahuan, Sdr.R tidak mengetahui tentang

penyakit jiwa. Sdr.F tidak mengetahui tentang penyakit jiwa, koping dan

obat-obatan. Aspek medik, diagnosa medis kedua klien yaitu skizofrenia tak

terinci F.20.3. Terapi medis yang di berikan kepada Sdr.R yaitu Risperidon

2x2mg, Trihexyphenidyl (THP) 2x2mg, Chlorpromazine (CPZ) 2x100mg.

Terapi medis yang di berikan kepada Sdr.F yaitu Trihexyphenidyl (THP)

2x2mg, Chlorpromazine (CPZ) 1x100mg. Risperidon merupakan antipsikosis

untuk terapi skizofrenia akut, kronik dan kondisi psikosis lain, efek

sampingnya antara lain insomnia, cemas, sakit kepala, somnolen dan lelah.

Trihexyphenidyl (THP) merupakan jenis obat pada pengobatan segala bentuk

parkinson karena pengaruh obat untuk susunan syaraf, efek sampingnya

adalah mulut kering, pusing, mual, muntah, bingung, takikardi.

Chlorpromazine (CPZ) adalah obat yang termasuk golongan antispikotik

fenotiazina, obat ini digunakan untukmenangani berbagai gangguan mental

seperti skizofrenia dan gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang
59

membahayakan pasien atau orang lain, kecemasan, kegelisahan yang parah,

efek sampingnya antara lain sakit kepala, mengantuk, pandangan kabur,

mulut kering (Nurul falah, 2014).

5.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat

profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan

klien, baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisa dan

interpretasi data hasil pengkajian. Pernyataan diagnosis keperawatan harus

jelas, singkat, dan lugas terkait masalah kesehatan klien berikut penyebabnya

yang dapat diatasi melalui tindakan keperawatan (Asmadi, 2008).

Menurut Dermawan & Rusdi (2013), masalah keperawatan yang

mungkin muncul untuk masalah perilaku kekerasan adalah harga diri rendah,

perilaku kekerasan/ resiko perilaku kekerasan, koping individu tidak efektif,

perubahan persepsi sensori: halusinasi, dan resiko mencederai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan.

Diagnosa utama yang diangkat pada Sdr.R dan Sdr.F yaitu defisit

perawatan diri, diagnosa ini didukung dengan data subjektif kedua klien

jarang gosok gigi, jarang kramas, jarang menggunakan sabun jika mandi.

Kemudian data objektifnya klien terlihat tidak rapi, tidak bersih, tidak pernah

ganti baju, rambut acak-acakan, gigi kotor serta bau mulut, kuku-kuku jari

tangan dan kaki kotor dan panjang. Diagnosa ini diambil sebagai prioritas

utama karena pada saat pengkajian data-data diatas yang paling aktual

dibandingkan dengan diagnosa harga diri rendah dan isolasi sosial.


60

Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem

adalah defisit perawatan diri, etiologinya yaitu isolasi sosial, dan sebagai efek

yaitu penurunan kemampuan dan realitas turun (Fitria,2009). Berdasarkan

teori yang disebutkan ada sedikit perbedaan dengan kasus, pada kasus yang

menjadi core problem adalah defisit perawatan diri, etiologinya yaitu isolasi

sosial dan harga diri rendah, dan sebagai efek yaitu penurunan kemampuan

dan realitas turun. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada

seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan

melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),

berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009).

5.3 Intervensi

intervensi keperawatan adalah yang diharapkan dari klien dan/ atau

tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi harus spesifik dan

dinyatakan dengan jelas dimulai dengan kata kerja aksi/ kalimat perintah

(Doengoes, 2000 dalam Damaiyanti dan Iskandar, 2012). Perencanaan terdiri

dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan

keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan dari

diagnosis tertentu, tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus

telah tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologidari

diagnosis tertentu (Direja, 2011).

Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Sdr.R dan Sdr.F

berdasarkan pada teori keperawatan jiwa, dimana terdapat tujuan umum yaitu

klien dapat melakukan kebersihan dan perawatan diri dan terdapat tiga tujuan
61

khusus yaitu tujuan khusus pertama yaitu klien dapat membina hubungan

saling percaya. Rasionalnya hubungan saling percaya merupakan landasan

utama untuk hubungan selanjutnya. Tujuan khusus kedua yaitu dapat

mengenal tentang kebersihan diri. Rasionalnya memberi penjelasan pada

klien tentang pentingnya kebersihan diri. Tujuan khusus ketiga yaitu klien

dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat. Rasionalnya

memotivasi klien untuk mandi, mengganti baju, dan mengkaji keinginan klien

untuk memotong kuku dan merapikan rambut.

Dalam rencana keperawatan yang penulis susun pada masalah

keperawatan Sdr.R dan Sdr.F, penulis sesuaikan dengan teori diatas.

5.4 Implementasi

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,

perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih

sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini. Semua tindakan yang telah

dilaksanakan beserta respon klien didokumentasikan (Prabowo, 2014).

Menurut Purba (2009), strategi pelaksanaan klien dengan defisit perawatan

diri ada tiga yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih klien dalam menjaga

kebersihan diri. Strategi pelaksanaan kedua melatih klien dalam berhias/

berdandan. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien cara makan. Strategi

pelaksanaan keempat membantu klien latihan dalam BAB/BAK ( Toileting).

Implementasi SP 1 pada Sdr.R dan Sdr.F yaitu menjelaskan

pentingnya kebersihan diri dan menjaga kebersihan diri. Pada Sdr.R


62

mengatakan malas beraktifitas , tidak pernah kramas, jarang menggunakan sabun

jika mandi. Sedangkan Sdr.F mengatakan jarang gosok gigi, jarang kramas,

rambut hanya dibasahi saja. Setelah diberi penjelasan pentingnya menjaga

kebersihan diri kedua klien sepakat untuk mempraktekan cara menjaga

kebersihan diri. Kemudian dilakukan kegiatan pada Sdr.R tanggal 23 Mei 2017

pukul 10.30 WIB dengan mengajarkan klien cara menggunakan shampoo untuk

kramas yaitu membasahi rambut dengan air secara merata lalu, tuangkan shampo

di tangan usapkan di kepala sampai berbusa dan merata yang terakhir bilas

dengan air sampai bersih. Sedangkan untuk Sdr.F tanggal 23 Mei 2017 pukul

11.45 WIB dengan mengajarkan klien untuk menggosok gigi dengan cara ambil

sikat gigi dan odol lalu tuangkan odol di sikat gigi lalu,kumur dengan air bersih

sikat gigi dari atas ke bawah, dari dalam keluar, setelah bersih kumur dengan air

hingga tidak ada busa di mulut, sebelum dilakukan kegiatan tersebut kedua

pasien tidak tahu cara menjaga kebersihan diri yang benar yaitu kramas dan

menggosok gigi dengan benar, kemudian diajarkan menjaga kebersihan diri.

Respon kedua pasien ketika akan diajarkan cara menjaga kebersihan diri pasien

bersedia untuk melakukan kegiatan tersebut. Setelah diajarkan kegiatan tersebut

didapatkan hasil pada Sdr.R mampu mempraktekan cara merawat kebersihan diri

yaitu kramas dan Sdr.F mampu untuk mempraktekan cara merawat kebersihan

diri yaitu gosok gigi yang benar. Perbedaan dari pelaksanaan SP 1 dari Sdr.R,

klien tidak pernah kramas, jarang menggunakan sabun jika mandi, sehingga

Sdr.R diajarkan cara bagaimana kramas yang benar dan menggunakan sabun saat

mandi, sedangkan Sdr.F, klien jarang gosok gigi, jarang kramas, sehingga
63

Sdr.F diajarkan cara mengosok gigi dan kramas. Hal ini memberikan

gambaran bahwa tingkat kemandirian personal hygiene(mandi dan

berpakaian) sesudah menerima aktivitas mandiri: personal hygiene, pasien

dengan kategori buruk mengalami peningkatan menjadi kategori baik,

dikarenakan penerimaan yang positif dari pasien terhadap pengajaran

aktivitas mandiri.

Implementasi SP 2 yaitu mempraktekan cara berdandan/ berhias pada

pasien. Untuk berhias/ berdandan pasien laki-laki yaitu cara berpakaian dan

menyisir rambut, kemudian untuk Sdr.R karena pakaian pasien terlihat tidak

rapi, tidak bersih, tidak pernah ganti baju, rambut acak-acakan sehingga pada

tanggal 24 Mei 2017 pukul 08.15 WIB pasien diajarkan cara untuk memakai

pakaian yang rapi dan bersih yaitu ganti pakaian setiap habis mandi, pakaian

yang kotor ditaruh di boks tempat pakaian kotor, gunakan pakaian yang rapi

dan sesuai, setelah itu mengajarkan klien untuk menyisir rambut yaitu

gunakan sisir yang tidak tajam, sisir sesuai dengan belahan rambut.

Sedangkan untuk Sdr.F karena pakaian pasien terlihat tidak rapi, mengganti

pakaian hanya jika diingatkan, kuku-kuku jari tangan dan kaki panjang dan

kotor, rambut acak-acakan sehingga pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 09.30

WIB pasien diajarkan untuk memakai pakaian yang rapi dan bersih yaitu

ganti pakaian setiap habis mandi, pakaian yang kotor ditaruh di boks tempat

pakaian kotor, gunakan pakaian yang rapi dan sesuai, setelah itu mengajarkan

pasien untuk memotong kuku agar rapi, dan memotivasi klien untuk

memotong kuku jika sudah panjang. Klien tersebut hanya berkonsentrasi

pada pikirannya sendiri dan memberikan perhatian yang minimal dalam hal
64

makanan, istirahat, kebersihan, dan berpenampilan rapi (Susanti, 2010). Klien

dengan isolasi sosial sering kali didahului oleh adanya gambaran diri yang

rendah, kemiskinan, pasif, berkurangnya interaksi dengan orang lain dan

berdampak pada berkurangan minat untuk melakukan perawatan diri

(Varcarolis, et al, 2010).

Fungsi fisiologis pasien seperti halnya kemampuan melakukan

perawatan diri sering kali terpengaruh akibat adanya masalah emosional.

Akibat masalah emosional, seseorang menjadi malas makan atau malas

mandi. Klien dengan skizofrenia sering kali mengalami masalah waham,

halusinasi, kekerasan fisik dan isolasi sosial yang disertai dengan peningkatan

kecemasan. Hal ini menyebabkan klien mengalami defisit perawatan diri

yang signifikan, tidak memperhatikan kebutuhan higiene dan berhias. Klien

menjadi sangat preokupasi dengan pikiran waham, atau halusinasi sehingga ia

gagal melaksanakan aktivitas dasar dalam kehidupan sehari-hari. Klien juga

gagal mengenali sensasi seperti rasa lapar atau haus sehingga terkadang klien

mengalami malnutrisi (Videbeck, 20068). Menurut Stuart (2013), penurunan

kemampuan perawatan diri dapat dipicu oleh adanya peningkatan kecemasan

yang timbul akibat pikiran waham, halusinasi, perilaku kekerasan (bizar),

selain itu adanya hambatan hubungan sosial, harga diri rendah yang

dipengaruhi oleh adanya anhedonia, avolition dan defisit perhatian terhadap

realita dapat memperburuk kemampuan perawatan diri. Selain faktor umur,

pemberian obat psikotik dapat mengakibat penurunan fungsi kognitif mudah

lupa, pusing dan kelemahan fisik, hal ini dapat mengakibatkan penurunan

kemampuan dalam melakukan perawatan diri.


65

Sdr.R sudah dirawat selama 6 minggu, sedangkan Sdr.F sudah dirawat

selama 7 minggu di Rumah sakit jiwa, tetapi klien mengalami defisit

perawatan diri karena yang difokuskan untuk penyembuhan klien dirumah

sakit adalah resiko perilaku kekerasan yang dilakukan klien sebelum dirumah

sakit, sehingga klien mengalami penurunan motivasi, lemah yang dialami

individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan

perawatan diri. (Depkes, 2009).

5.5 Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada

respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau evaluasi formatif

yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi hasil atau

sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan

tujuan umum serta tujuan khusus yang telah ditentukan (Direja, 2011).

Evaluasi yang akan dilakukan pleh penulis disesuaikan dengan kondisi

pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan

dengan SOAP, subjektive, objektive, analisis, dan planning (Dermawan,

2012).

Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri SP 1 pada Sdr.R

pada hari selasa tanggal 23 Mei 2017, evaluasi dengan menggunakan metode

SOAP didapatkan hasil sebagai berikut: subjektif pasien mengatakan malas

beraktifitas, tidak pernah kramas jarang menggunakan sabun jika mandi,


66

objektif pasien tampak terlihat tidak bersih, pakaian pasien tidak rapi, tidak

pernah ganti baju, rambut pasien acak-acakan, gigi kotor serta bau mulut,

analisa masalah pada Sdr.R adalah masalah teratasi SP 1 tercapai, Planning

perawat : lanjutkan SP 2, planning Pasien : motivasi klien untuk mandi,

mengganti baju sehari 2 kali.

Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri SP 1 pada Sdr.F

pada hari selasa tanggal 23 Mei 2017, evaluasi dengan menggunakan metode

SOAP didapatkan hasil sebagai berikut: subjektif pasien mengatakan jarang

gosok gigi, jarang kramas, rambut hanya dibasahi saja, objektif pasien terlihat

tidak rapi, mengganti pakaian hanya jika diingatkan, kuku-kuku jari tangan

dan kaki panjang dan kotor, rambut acak-acakan, jika mandi jarang

dikeringkan dengan handuk, analisa masalah pada Sdr.F adalah masalah

teratasi SP 1 tercapai, Planning perawat : lanjutkan SP 2, planning pasien :

motivasi klien untuk mandi, mengganti baju sehari 2 kali.

Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri SP 2 pada Sdr.R

pada hari rabu tanggal 24 Mei 2017, evaluasi dengan menggunakan metode

SOAP didapatkan hasil sebagai berikut: subjektif pasien mengatakan tidak

pernah menyisir rambut, objektif pasien tampak terlihat sudah mandi, pakaian

pasien sudah diganti, wajah lebih bersih, rambut acak-acakan analisa

masalah pada Sdr.R adalah masalah teratasi SP 1 tercapai, Planning perawat :

lanjutkan SP 2, planning Pasien : motivasi klien untuk merapikan diri,

memotong kuku dan menyisir rambut.


67

Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri SP 2 pada Sdr.F

pada hari rabu tanggal 24 Mei 2017, evaluasi dengan menggunakan metode

SOAP didapatkan hasil sebagai berikut: subjektif pasien mengatakan tidak

pernah memotong kuku, objektif pakaian pasien tampak belum rapi, bau

mulut agak berkurang, analisa masalah pada Sdr.F adalah masalah teratasi SP

1 tercapai, Planning perawat : lanjutkan SP 2, planning Pasien : motivasi

klien untuk latihan merapikan diri, mandi dan mengganti baju.

Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri SP 2 pada Sdr.R

pada hari kamis 25 Mei 2017, evaluasi dengan menggunakan metode SOAP

didapatkan hasil sebagai berikut: subjektif pasien mengatakan sudah menyisir

rambut tadi pagi, objektif pakaian pasien tampak rapi, rambut tersisir rapi,

analisa masalah pada Sdr.R adalah masalah teratasi SP 1 tercapai, Planning

perawat : lanjutkan SP 2, planning Pasien : motivasi klien untuk merapikan

diri, memotong kuku dan menyisir rambut.

Hasil evaluasi pada diagnosa defisit perawatan diri SP 2 pada Sdr.F

pada hari kamis 25 Mei 2017, evaluasi dengan menggunakan metode SOAP

didapatkan hasil sebagai berikut: subjektif pasien mengatakan tidak pernah

memotong kuku, objektif pasien tampak terlihat agak rapi, bau mulut agak

berkurang, analisa masalah pada Sdr.F adalah masalah teratasi SP 1 tercapai,

Planning perawat : lanjutkan SP 2, planning Pasien : motivasi klien untuk

latihan merapikan diri, mandi, memotong kuku, menyisir rambut dan

mengganti baju.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai

berikut :

A. Pengkajian

Pengkajian diperoleh pada Sdr.R data subjektif klien mengatakan malas

beraktifitas, tidak pernah kramas, jarang menggunakan sabun jika mandi.

Sedangkan data objektif klien tampak tidak bersih, pakaian klien tidak rapi,

tidak pernah ganti baju, rambut acak-acakan, gigi kotor serta bau mulut. Pada

Sdr.F didapat data subjektif klien mengatakan jarang gosok gigi, jarang kramas,

rambut hanya dibasahi saja. Sedangkan data objektif klien tampak pakaian

pasien tidak rapi, mengganti pakaian hanya jika diingatkan, kuku-kuku jari

tangan dan kaki panjang dan kotor, rambut acak-acakan, jika mandi jarang

dikeringkan dengan handuk.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada Sdr.R dan Sdr.F

yaitu Defisit Perawatan Diri

68
69

C. Intervensi keperawatan

Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan yang

pertama yaitu membina hubungan saling percaya, tujuan yang kedua yaitu dapat

mengenal kebersihan diri.

D. Implementasi Keperawatan

Dalam asuhan keperawatan Sdr.R dan Sdr.F dengan defisit perawatan

diri di Ruang Gatotkaca Rumah sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainudin Surakarta

telah sesuai dengan intervensi yang dibuat oleh penulis. Penulis melakukan

strategi pelaksanaan 1 yaitu menjaga kebersihan diri, strategi pelaksanaan 2

yaitu berhias/berdandan, strategi pelaksanaan 3 yaitu cara makan yang baik.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang penulis dapatkan pada Sdr.R dan Sdr.F adalah tercapainya

tujuan yang pertama yaitu membina hubungan saling percaya dengan perawat,

hasil evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan yang kedua sesuai dengan

kriteria evaluasi pada perencanaan yaitu klien mampu mengetahui cara menjaga

kebersihan diri, evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan yang ketiga yaitu

mampu mempraktekkan cara berhias/ berdandan serta menganjurkan untuk

memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.


70

6.2 Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis dapat memberikan saran

sebagai berikut :

A. Bagi Perawat

Diharapkan dapat memberikan pelayanan dan meningkatkan komunikasi

terapeutik kepada pasien, sehingga dapat mempercepat penyembuhan pasien.

B. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa

secara maksimal, sehingga mahasiswa mendapatkan gambaran dalam

memberikan asuhan keperawatan yang benar.

C. Bagi Penulis

Penulis dapat meningkatkan pengkajian dengan baik melalui penyusunan

rencana kerja dengan baik dalam mendapatkan data yang lebih akurat.

D. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan

keperawatan khususnya bagi pasien yang mengalami gangguan defisit

perawatan diri gangguan merawat kebersihan diri dan kurang mampu untuk

berhias/berdandan.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika


Aditama
Depkes .2013. Riset Kesehatan Dasar. Diakses tanggal 6 April 2017.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
s%202013.pdf.

Depkes RI. 2009. Riset Kesehatan Dasar Gangguan Jiwa. Dalam


http//www.google. di akses tanggal 16 april 2017 pukul 19.25 wib
Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta: Gosyen Publishing.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Di akses tanggal 9 April 2017.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PRO
VINSI_2015/13_JATENG_2015.pdf.

Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7
diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S-1 Keperawatan.
Jakarta: salemba Medika.

Hidayat, A.A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Herman, Ade. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Keliat, B A. dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic


Course). Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Kemenkes RI. 2014. Stop Stigma dan Diskrimminasi Terhadap Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ). Dipublikasikan tanggal 10 Oktober 2014,
diakses tanggal 9 April 2017.
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html.

Kemenkes RI. 2016. Peran Keluarga Dukung


Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Dipublikasikan tanggal 6 Oktober 2016, diakses tanggal 9 April 2017.
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukungan-kesehatan-jiwa-masyarakat.html.

Khaeriyah, U., &Sujarwo , S. (2013).Pengaruh Komunikasi Terapeuttik (SP 1-4)


Terhadap Kemauan DanKemampuan Personal Hygiene Pada Klien
Defisit Perawatan Diri Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang.Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan volume 1, No 3.
Nur Laili, D., Rochmawati, D. H., & Targunawan. (2014). Pengaruh Aktivitas
Mandiri : Persoanal hygiene Terhadap Kemandirian Pasien Defisit
Perawatann Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa.Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan Vol 1, No 5
Nursalam. 2011. Aplikasi Keperawatan. Jakarta:Gramedia
Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan RI. 2014.
Stop Stigma Dan Diskriminasi Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa
(ODGJ). www.depkes.go.id
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogjakarta:
Nuha Medika.

Rochmawati, D.H., Budi, A. K., Ice, Y. W. (2013) .Manajemen Kasus Spesialis


Jiwa Defisit Diri Pada Klien Gangguan Jiwa di Rw 12 Kelurahan
Barangsiang Kecamatan Bogor Timur. Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume
1,No.2;107-120

Santoso, Budi, dkk. 2013. Kementrian Kesehatan RI: Pokok Pokok Hasil Riskesdas
Provinsi Jawa Tengah. Diakses tanggal 10 April 2017.
http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/lpb/catalog/book /
93

Sheila.2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Semarang:Gramedia


Tarwonto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
keperawatan Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai