Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.

3 November 2017

Tingkat Kecemasan Terhadap Kematian Pada ODHA

Gina Nur Ahdiany1, Efri Widianti2, Nita Fitria3


1,2,3 Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

Email: ahdianygina93@gmail.com

ABSTRACT
One of the psychological impact suffered by PLWHA after HIV-AIDS was death anxiety.
Excessive death anxiety would cause emotional function disorder such as neurotisma,
depression, and psychosomatic disorders. The purpose of research was to describe the
level of death anxiety in PLWHA in cilincing Puskesmas North Jakarta. The research was
quantitative descriptive. The population was PLWHA in Puskesmas Cilincing. The samples
were 30 respondents with consecutive sampling technique. The instruments used were
Templer Death Anxiety Scale had done the validity test with the results of a range of values
from 0.30 to 0.74 and test the reliability of 0.734. Univariat data were analyzed by
frequency distribution. The results of this analysis, it is known that more than half of
respondents (56.7%) had high death anxiety, and almost half of respondents (43.3%) had
low. It could be concluded that the newly diagnosed PLWHA over the past year to
experience anxiety about the high mortality.
Keywords: anxiety, death Anxiety, PLWHA

ABSTRAK
Salah satu dampak psikologis yang dialami ODHA setelah mengidap HIV-AIDS yaitu
kecemasan terhadap kematian. Kecemasan terhadap kematian yang berlebih akan
menimbulkan gangguan fungsi emosional seperti neurotisma, depresi, dan gangguan
psikosomatis. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tingkat kecemasan terhadap
kematian pada ODHA di Puskesmas Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Rancangan
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah ODHA di
Puskesmas Kecamatan Cilincing. Sampel pada penelitian ini sebanyak 30 responden
dengan teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu
Templer Death Anxiety Scale yang sudah dilakukan uji validitas dengan hasil rentang nilai
0,30-0,74 dan uji reliabilitas sebesar 0,734. Analisis data univariat dilakukan dengan
menggunakan distribusi frekuensi. Hasil dari penelitian ini yaitu diketahui bahwa lebih dari
setengah responden (56,7%) mengalami kecemasan terhadap kematian yang tinggi, dan
hampir setengah responden (43,3%) lainnya mengalami kecemasan terhadap kematian
yang rendah. Dapat disimpulkan bahwa ODHA yang baru di diagnosa dalam satu tahun
terakhir mengalami kecemasan terhadap kematian tinggi.
Kata kunci: Kecemasan, Kematian, ODHA

199
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

PENDAHULUAN tidak nyaman padahal ia tidak


HIV merupakan virus yang dapat mengetahui objek penyebab terjadinya
menyerang siapa saja tanpa ketidaknyamanan tersebut (Comer,1992
memandang jenis kelamin, status, ras, dalam Videbeck, 2008).
maupun tingkat sosial (Wahyu, Taufik & Banyak faktor yang membuat
Ilyas, 2012). Penyakit HIV/AIDS seseorang merasakan kecemasan
merupakan penyakit kronis paling terhadap kematian diantaranya yaitu
berbahaya sekarang. Tidak bisa manusia tidak mengetahui apa yang
dipungkiri masalah HIV/AIDS ini tidak dihadapinya nanti setelah kematian,
saja menjadi permasalahan kesehatan, masyarakat yang menganggap bahwa
tetapi juga menjadi permasalahan dan amalannya di dunia tidak menjamin
konsekuensi pada aspek sosial, spiritual, kebahagiaan di akhirat nanti, gambaran
dan psikologis (Nursalam & Kurniawati, kepedihan pengalaman mati dan
2007). Permasalahan pada aspek sesudah mati, khawatir pada keluarga
psikososial dan spiritual pada ODHA yang akan ditinggalkannya kelak,
akan menimbulkan permasalahan yang kurangnya pemahaman makna hidup
kompleks yang dapat mempengaruhi dan mati, serta sebagainya (Lehto &
perjalanan penyakit dan kondisi fisik Stein, 2009).
ODHA (Armiyanti, Rahayu & Aisah, Sependapat dengan Henderson
2015). Dampak HIV/AIDS pada aspek (2009) disebutkan bahwa usia,
sosial dan spiritual seperti stigma, lingkungan, keyakinan agama, dukungan
diskriminasi, dan kehilangan iman pada sosial, dan integritas ego menjadi faktor-
ODHA akan menambah beban pada faktor yang mempengaruhi kecemasan
aspek psikologis ODHA itu sendiri terhadap kematian. Pendapat lain
(Diatmi & Fridari, 2014). Maka dari itu, menambahkan bahwa jenis kelamin
penanganan pada aspek psikologis (Schumaker, Barraclough & Vagg, 1988),
dianggap penting untuk menangani status pernikahan, kondisi fisik, dan
dampak-dampak yang terjadi karena budaya (Lehto & Stein, 2009) dapat
penyakit HIV/AIDS ini. menjadi faktor yang mempengaruhi
Gangguan psikologis yang kecemasan terhadap kematian.
dialami ODHA tersebut dikelompokkan Terdapat perbedaan antara
menjadi empat kelompok oleh Djoerban kecemasan secara umum dengan
(1999, dalam Irawati, Subandi, & kecemasan terhadap kematian, yaitu
Kumolohadi, 2011) menjadi empat jenis objek dari rasa ketidaknyamanan
gangguan, yaitu gangguan afektif, tersebut dan dampak yang
gangguan kecemasan menyeluruh, ditimbulkannya. Kecemasan terhadap
keinginan untuk bunuh diri, dan kematian adalah kondisi individu yang
gangguan otak organik (delirium atau tidak menyenangkan meliputi gelisah,
demensia primer) yang disebabkan sulit tidur, bingung, was-was, dan tidak
adanya infeksi oportunistik. Hal utama nyaman akibat objek yang tidak jelas
yang dirasakan pada saat ODHA atau bahkan belum terjadi berupa
pertama di diagnosa yaitu kecemasan peristiwa saat terlepas jiwa dari raga.
terhadap kematian, walaupun tidak Satiadarma & Zamarlita (2008)
mengesampingkan kecemasan lainnya menyatakan bahwa kecemasan terhadap
(Irawati, Subandi & Kumolohadi, 2011). kematian muncul pada penderita
Kecemasan terjadi saat individu merasa penyakit kronis seiring dengan semakin

200
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

melemahnya kondisi fisik, sosial, dan Berdasarkan studi pendahuluan


psikologis penderita. Kecemasan yang dilakukan di Puskesmas
terhadap kematian yang dirasakan Kecamatan Cilincing kepada 7 ODHA,
ODHA membuat ODHA menjadi sangat diperoleh hasil bahwa ketujuh ODHA
sensitif seperti gemetar, panas dingin, mengalami gejala-gejala kecemasan
bahkan sampai kehilangan kesadaran, terhadap kematian seperti merasa tidak
jika mendengar atau melihat berita nyaman, gelisah, sulit tidur, bahkan
tentang bencana, berita berduka dari selalu terlintas kematian saat ingin tidur.
kerabat ataupun hal-hal yang mendekati Tidak hanya itu, para responden juga
kematian. mengeluhkan bahwa mereka
Dampak lain yang mengkhawatirkan kondisi keluarga yang
membahayakan akibat kecemasan ialah akan ditinggalkannya nanti ketika
pada gejala gangguan mental seperti kematian mereka datang dan mudah
kurang konsentrasi, depresi, perasaan merasa gelisah saat mendengar
bersalah, menutup diri, pikiran tidak pembicaraan tentang bencana atau
teratur, kehilangan kemampuan kematian. Dua responden dari 7 ODHA
persepsi, phobia, ilusi, dan halusinasi yang di wawancara juga mengatakan
(Lutfa & Maliya, 2008). Kecemasan bahwa dirinya merasa hancur setelah di
terhadap kematian yang berlebihan akan diagnosa HIV/AIDS sehingga
menimbulkan gangguan fungsi-fungsi mengganggu aktivitas sosial mereka
emosional normal manusia, seperti karena mengucilkan diri dari lingkungan.
neurotisma, depresi, dan gangguan Perawatan paliatif menurut
psikosomatis (Feifel & Nagy,1981 pada HIV/AIDS Palliative Care Guideance US
Irawati, Subandi, & Kumolohadi, 2011). Dept Of State (2006, dalam Nugroho,
Penelitian tentang kecemasan terhadap 2008) yaitu tindakan pelayanan
kematian dianggap penting untuk perawatan untuk mencegah,
mencegah dampak negatif yang muncul memperbaiki, mengurangi gejala-gejala
dari kecemasan tersebut yang yang timbul dari HIV/AIDS, namun tidak
seharusnya tidak perlu terjadi. untuk menyembuhkan, dan bertujuan
Provinsi DKI Jakarta menempati untuk mencapai kualitas hidup yang
peringkat pertama jumlah penderita HIV optimal pada ODHA dan keluarganya
terbanyak di Indonesia dengan jumlah dengan meminimalisir kesakitan dengan
kasus 32.782 sampai September 2014 perawatan klinis, psikolgis, spiritual, dan
(Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014). sosial sepanjang perjalanan penyakit
Jakarta Utara merupakan salah satu HIV/AIDS.
daerah epidemi penyebaran virus Perawat sebagai profesional
HIV/AIDS. Puskesmas Kecamatan kesehatan yang terlibat langsung dalam
Cilincing merupakan salah satu perkembangan kesehatan klien
puskesmas dengan kasus HIV/AIDS khususnya klien dengan HIV/AIDS
yang tinggi di Jakarta Utara (Komisi memiliki peran penting sebagai care
Penanggulangan AIDS Indonesia, 2015). provider, advocator, dan health educator
Terhitung dari Januari 2016 sampai dalam membantu klien menjalani
minggu pertama April 2016 sudah pengobatan. Perawat merupakan faktor
terdapat 19 kasus baru HIV/AIDS. yang berperan penting dalam
Jumlah ODHA baru sejak Januari 2015 pengelolaan kecemasan khusunya
menjadi 76 orang. dalam memfasilitasi dan mengarahkan

201
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

koping pasien yang konstruktif agar Instrumen yang digunakan yaitu


pasien dapat beradaptasi dengan Templer Death Anxiety Scale berupa 15
sakitnya (Nursalam & Kurniawati, 2007). pernyataan mengenai kecemasan
Berdasarkan fenomena yang terhadap kematian yang sudah dilakukan
ditemukan pada studi pendahuluan, uji validitas dengan hasil rentang nilai
maka peneliti tertarik untuk melakukan 0,30-0,74 dan uji reliabilitas sebesar
penelitian mengenai gambaran tingkat 0,734. Analisis data analisa data
kecemasan kematian pada Orang dilakukan secara univariat yang
dengan HIV/AIDS (ODHA) di Puskesmas bertujuan untuk mengetahui distribusi
Kecamatan Cilincing Jakarta Utara frekuensi dari berbagai tingkat
dengan menggunakan pendekatan teori kecemasan pada responden penelitian.
Templer Death Anxiety Scale.
HASIL
METODE PENELITIAN Instrumen yang digunakan pada
Rancangan penelitian ini adalah penelitian ini yaitu Templer Death
deskriptif kuantitatif. Penelitian ini Anxiety Scale yang terdiri dari 15
bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat pernyataan yang berisi mengenai tanda-
kecemasan terhadap kematian pada tanda kecemasan terhadap kematian,
ODHA di Puskesmas Kecamatan seperti pada tabel 1. Berdasarkan
Cilincing Jakarta Utara. Populasi distribusi frekuensi pada tabel 1,
penelitian ini adalah ODHA di diketahui bahwa lebih dari setengah
Puskesmas Kecamatan Cilincing Jakarta responden mengalami ketakutan saat
Utara yang berjumlah 62 ODHA. Sampel memikirkan sakaratul maut yang
pada penelitian ini sebanyak 30 menyakitkan, dan merasa ngeri ketika
responden dengan teknik pengambilan mendengar orang berbicara tentang
sampel yang digunakan yaitu bencana yang mungkin dapat
consecutive sampling dengan kriteria menyebabkan terjadinya kematian.
inklusi: ODHA yang baru di diagnosa Gambaran tingkat kecemasan
dalam rentang waktu Januari 2015- terhadap kematian pada ODHA di
januari 2016, datang ke Puskesmas saat Puskesmas Kecamatan Cilincing Jakarta
waktu pengumpulan data yaitu 13 Mei Utara dapat diketahui pada tabel 1
2016, dan kooperatif. Adapun kriteria dibawah ini:
ekslusi yaitu ODHA yang di diagnosa
sebelum januari 2015 atau lebih dari
januai 2016, sedang sakit, dan menolak
menjadi responden.

202
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Instrumen

No Pernyataan Total Skor Mean


1. Saya sangat takut terhadap kematian 19 0,63
2. Pikiran tentang kematian jarang menganggu pikiran saya 17 0,57
3. Pembicaraan tentang kematian tidak membuat saya gugup 10 0,33
4. Saya takut ketika berfikir tentang tindakan operasi yang harus saya jalani 19 0,63
5. Saya sama sekali tidak takut terhadap kematian 11 0,37
6. Saya tidak teralu takut dengan penyait AIDS yang saya alami 11 0,37
7. Pikiran tentang kematian tidak pernah mengganggu saya 15 0,50
8. Saya sering merasa tertekan (stres) karena waktu berlalu begitu cepat 13 0,43
9. Saya takut mengalami sakaratul maut yang menyakitkan 20 0,67
10. Berfikir tentang kehidupan setelah kematia sangat mengganggu 13 0,43
11. Saya benar-benar takut terkena serangan jantung 19 0,63
12. Saya sering berfikir tentang betapa pendeknya hidup ini 16 0,53
13. Saya merasa ngeri ketika saya mendengar orang berbicara tentang bencana 20 0,67
14. Melihat mayat mengerikan bagi saya 15 0,50
15. Saya merasa tidak ada yang perlu saya takutkan tentang masa depan 7 0,23

Tabel 2. Distribusi frekuensi Tabel 3. Tabulasi silang tingkat kecemasan


tingkat kecemasan terhadap terhadap kematian dengan sumber kecemasan
kematian pada ODHA di yang dirasakan ODHA (n=30).
Puskesmas Kecamatan Cilincing
Jakarta Utara (n=30). Kategori Kecemasan Total
terhadap Kematian
Kategori F % Rendah Tinggi
Rendah 13 43,33 f % f % f %
Tinggi 17 56,67 Proses kematian 9 69,24 6 35,30 15 50,00
Kehidupan 2 15,38 0 0,00 2 6,67
setelah kematian
Berdasarkan tabel 2, tingkat Keluarga yang 2 15,38 11 64,70 13 43,33
kecemasan terhadap kematian pada 30 ditinggalkan
ODHA di Puskesmas Kecamatan Total 13 100 17 100 30 100
Cilincing Jakarta Utara diketahui bahwa
lebih dari setengah responden yaitu keluarga yang ditinggalkan. Berdasarkan
sebanyak 17 ODHA (56,67%) hasil pengumpulan data yang sudah
mengalami kecemasan terhadap dilakukan diketahui bahwa lebih dari
kematian tinggi, sedangkan 13 ODHA setengah responden (64,70%) yang
(43,33%) lainnya mengalami kecemasan mengalami kecemasan terhadap
terhadap kematian rendah. kematian tinggi mencemaskan keluarga
Setelah dilakukan analisis lebih lanjut yang ditinggalkannya kelak, dan lebih
dengan melakukan tabulasi silang antara dari setengah responden yang
tingkat kecemasan terhadap kematian mengalami kecemasan terhadap
dengan sumber kecemasan yang kematian rendah mencemaskan proses
dirasakan didapatkan hasil seperti pada kematian dibandingkan dengan
tabel 4 berikut ini: kehidupan setelah kematian ataupun
Kecemasan terhadap kematian keluarga yang ditinggalkan.
timbulkan dari beberapa faktor, salah
satunya yaitu proses kematian,
kehidupan setelah kematian, dan

203
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

PEMBAHASAN hanya menyebabkan menurunnya


Berdasarkan hasil penelitian kondisi fisik, gangguan psikologis pada
pada tabel 3 dapat diketahui bahwa ODHA terutama kecemasan terhadap
tingkat kecemasan yang dirasakan oleh kematian yang berlebih akan berdampak
30 ODHA di Puskesmas Kecamatan pada fungsi emosional normal individu
Cilincing Jakarta Utara menunjukkan seperti depresi. Sejalan dengan
bahwa lebih dari setengah responden pendapat yang dikemukakan oleh Christ
yaitu sebanyak 17 ODHA (56,67%) (1961); Rhudick & Dibner (1961) yang
mengalami kecemasan terhadap menyatakan bahwa indidvidu yang
kematian tinggi, sedangkan 13 ODHA mengalami kecemasan terhadap
lainnya (43,33%) mengalami kecemasan kematian yang tinggi dipengaruhi oleh
terhadap kematian rendah. masalah pada kesehatan fisik dan
Berdasarkan uraian tersebut emosional yang buruk (Yuliana, 2015).
dapat diketahui bahwa tingkat Pendapat lain juga mengemukakan
kecemasan terhadap kematian yang bahwa satu dari tiga tantangan utama
dialami ODHA di Puskesmas Kecamatan yang dihadapi oleh individu yang
Cilincing Jakarta Utara adalah lebih dari menderita HIV-AIDS adalah
setengah responden mengalami mengembangkan koping individu efektif
kecemasan terhadap kematian tinggi. untuk mempertahankan kondisi fisik dan
Kecemasan kematian tinggi berdasarkan psikis ODHA (Sari & Haryati, 2015).
Templer Death Anxiety Scale (1970) Kecemasan terhadap kematian dapat
yaitu jika total skor responden dalam disebabkan oleh beberapa hal salah
rentang 7-15. Kecemasan terhadap satunya yaitu penyakit yang sedang
kematian adalah kondisi seseorang yang dialami (Chan & Yap, 2009). Sehingga
menunjukkan rasa ketidaknyamanan dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik
yang terjadi terus menerus secara menjadi salah satu faktor yang
konstan, dan individu tersebut sibuk berpengaruh menimbulkan kecemasan
memikirkan proses sakaratul maut, terhadap kematian.
kehilangan, ataupun yang akan terjadi Kecemasan biasanya timbul saat
setelah kematian nantinya (Langs, 1997 individu baru di diagnosa suatu penyakit
dalam Yuliana, 2015). akut ataupun kronis (Kirunda 2007).
ODHA sebagai responden pada Sesuai dengan hasil pengumpulan data
penelitian ini, menyadari bahwa rentang yang sudah dilakukan, diketahui bahwa
terhadap penyakit yang akan 17 ODHA (56,7%) dari 30 responden
menggangu kesehatan fisik mereka yang baru didiagnosa dalam 1 tahun
karena sistem imunitas yang menurun terakhir merasakan kecemasan terhadap
dan jika koping individu tidak baik maka kematian yang tinggi. Sembilan (69,2%)
akan mengganggu kesehatan psikologi. dari tiga belas responden yang di
Gangguan psikologi yang dirasakan diagnosa pada bulan September 2015
pada ODHA jika terjadi terus menerus sampai Januari 2016 mengalami
akan berpengaruh pula pada kesehatan kecemasan terhadap kematian yang
fisik ODHA, karena membuat ODHA tinggi. ODHA yang baru di diagnosa
semakin rentan dengan infeksi sehingga akan mengalami proses berduka seperti
kemungkinan terjadinya infeksi yang dikemukakan oleh Kubler Ross
oportunistik semakin tinggi dan resiko yaitu tahap denial, tahap kemarahan,
mengalami kematian lebih tinggi. Tidak tahap negosiasi, tahap depresi, dan

204
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

tahap penerimaan. Tidak semua individu sebelumnya ia melewati fase


dapat melewati kelima tahapan berduka penerimaan dengan berat hati.
dengan baik, dan individu yang Terdapat lima faktor komponen
mengalami kegagalan adapatasi akan yang terbagi-bagi di dalam instrumen
menyebabkan reaksi-reaksi lain (Dalami, Templer Death Anxiety Scale (Tavakoli,
et al, 2009). Banyak hal yang dipikirkan Ali, & Behrooz, 2011). Faktor pertama
oleh ODHA saat baru didagnosa seperti yaitu kecemasan terhadap kematian
kondisi kesehatannya mendatang, sisa mutlak yang terdiri dari penyataan nomor
usia yang ada, respon dari keluarga 1, 5, dan 7. Diketahui memiliki jumlah
serta lingkungan mengenai penyakitnya, nilai 45 (50%), yang berarti setengah dari
pekerjaannya, dan lain sebagainya, responden merasakan kecemasan
sehingga emosi yang dirasakan menjadi terhadap kematian melalui pemikiran-
tidak stabil, dan salah satu akibat dari pemikiran dirinya sendiri. Kecemasan
gangguan tersebut yaitu timbulnya kematian yang dirasakan para ODHA
kecemasan. menimbulkan pikiran-pikiran tentang
Pada hasil penelitian ini kematian yang mengganggu
diketahui bahwa hampir setengah kehidupannya, bahkan pada beberapa
responden yaitu 13 ODHA (43,3%) individu merasakan sulit tidur, gelisah,
mengalami kecemasan terhadap selalu terlintas tentang kematian, sampai
kematian yang rendah. Tingkat mengucilkan diri dari lingkungannya
kecemasan yang rendah ini dapat karena tahu bahwa dirinya sebentar lagi
disebabkan oleh koping individu yang akan meninggal. Seseorang yang
baik. Individu yang sudah menerima mengalami kecemasan terhadap
keadaannya cenderung akan kematian akan merasakan
mempersiapakan kematiannya, seperti ketidaknyamanan seperti kegelisahan,
memanfaatkan waktu yang tersisa ketegangan, dan pikiran penuh dengan
dengan melakukan hobi, berkumpul bayangan proses sakaratul maut,
dengan keluarga, meraih cita-cita yang kehilangan, dan setelah kematian
belum tercapai, dan lain sebagainya. (Abdel-Khalek, 2005). Dapat disimpulkan
Mereka mengganggap lebih baik bahwa individu yang mengalami
memanfaatkan waktu yang tersisa kecemasan kematian akan menimbulkan
sebaik mungkin dibandingkan dengan ketidaknyaman pada dirinya yang dapat
memikirkan hal-hal yang mengganggu mengganggu aktivitas kesehariannya.
kenyamanan mereka seperti kematian. Dari beberapa sumber penyebab
Sesuai dengan pendapat Ollich, et al kecemasan terhadap kematian yang
dalam Winarto (2007) bahwa seseorang dikaji saat penelitian, dari 30 responden
yang memiliki pertahanan diri yang baik sebanyak 15 ODHA (50%) mengatakan
atau sering disebut mekanisme koping bahwa ia mencemaskan proses
efektif akan menurunkan kemungkinan kematian. Tiga belas ODHA lainnya
terjadinya kecemasan dan depresi. (43,3%) menyebutkan bahwa keluarga
Sependapat dengan Dalami, et.al (2009) yang ditinggalkan menjadi penyebab
bahwa individu yang berhasil melewati kecemasan terhadap kematian mereka.
proses berduka dapat menerima Dua responden lainnya (6,67%)
keadaanya dengan lapang dada, bahkan mengatakan mencemaskan kehidupan
siap menghadapi apapun yang terjadi setelah kematian. Kematian merupakan
dengan perasaan damai, walaupun suatu proses yang hakiki yang akan

205
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

dilewati oleh setiap orang, tidak lama, bahkan tidak sedikit ODHA yang
mengenal usia, jenis kelamin, kondisi menjadi mengalami komplikasi penyakit,
fisik atau apapun latar belakangnya, dan keadaan ini akan memungkinkan ODHA
kematian itu sendiri akan datang pada menderita sakit sampai datang waktu
waktu yang tidak kita ketahui. Sampai kematiannya. Ini menjadi beban
sekarang belum ada penjelasan secara pemikiran ODHA, yang bila tidak
ilmiah yang dapat menjelaskan kepastian ditangani dapat menyebabkan tekanan
datangnya kematian pada seseorang psikologis pada ODHA yang bisa
(Zubair, 2008 dalam Wijayanti & memperburuk kondisi kesehatannya.
Lailatushifah 2012). Hal tersebut Penelitian ini sesuai dengan asumsi dari
sependapat dengan Shibab (2007) Abdel-Khalek (2005) yang mengatakan
mengatakan bahwa kecemasan bahwa kecemasan terhadap kematian
terhadap kematian dirasakan oleh berhubungan dengan kesakitan atau
seseorang karena belum ada penderitaan individu yang mungkin
pengalaman tentang kematian pada diri disertai dengan datangnya kematian dan
individu dan tidak adanya kepastian juga cara kematian dari individu tersebut.
mengenai datangnya hari kematian pada Faktor ketiga yaitu kematian
individu tersebut (Wijayanti & berhubungan dengan pemikiran terdiri
Lailatushifah, 2012). Individu yang dari pernyataan nomor 3, 10, dan 14.
mengalami kecemasan tidak dapat Faktor ketiga memiliki jumlah skor 38,
menjelaskan dengan pasti objek dari maka kurang dari setengah responden
rasa ketidaknyamanan yang dirasakan, (42,3%) merasakan kecemasan
termasuk pada individu yang mengalami kematian karena pemikiran mereka
kecemasan terhadap kematian. Individu tentang kematian. Lingkungan sebagai
tersebut hanya dapat menunjukkan faktor eksternal sangat berpengaruh
tanda gejala mengalami kecemasan pada mekanisme koping manusia. Jika
terhadap kematian seperti jantung suatu lingkungan tersebut terdapat
berdebar-debar, keringat dingin, banyak kasus kematian ataupun
gemetar, merinding, bahkan sampai penyebab-penyebab kematian akan
pingsan saat mendengar atau meningkatkan kecemasan terhadap
membayangkan hal-hal yang berkaitan kematian. Ditambah lagi dengan
dengan kematian misalnya bencana atau pengetahuan individu mengenai
kabar kematian dari kerabat. kematian yang kurang akan berpengaruh
Faktor kedua yaitu ketakutan pada kecemasan terhadap kematian
dari kegelisahan dan nyeri, yang terdiri yang dirasakan dan tak jarang justru
dari pernyataan nomor 4, 6, 9 dan 11. akan meningkatkan kejadian kecemasan
Pada penelitian yang sudah dilakukan terhadap kematian. Saat individu tidak
faktor kedua ini memiliki jumlah skor 69 mengetahui makna dari hidup dan mati,
(57,5%), sehingga diketahui bahwa lebih individu tersebut akan menimbulkan
dari setengah responden merasakan kecemasan terhadap kematian.
ketakutan dari kegelisahan dan rasa Sependapat dengan yang dikemukakan
nyeri. Penyakit HIV-AIDS yang ODHA oleh Lehto dan Stein (2009) bahwa
derita akan menyebabkan dirinya manusia memiliki emosional negatif,
rentang terhadap penyakit terutama sehingga hanya dengan memikirkan atau
pada infeksi oportunistik dan waktu membayangkan kematian atau melihat
kesembuhan pada ODHA menjadi lebih mayat saja dapat menimbulkan

206
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

kecemasan terhadap kematian. terhadap kematian hanya dialami pada


Dikatakan juga dalam teori Templer individu yang tidak mempunyai
(1970) yang menyebutkan bahwa salah pengetahuan mengenai hakikat
satu faktor kecemasan terhadap kematian, atau tujuan setelah datangnya
kematian yaitu pengalaman tentang kematian. mengetahui hakikat kematian,
kematian. Faktor tersebut didasari oleh atau tidak mengetahui tujuan setelah
prinsip belajar dan pengaruh lingkungan. mati (Maskawaih dalam Zubair, 2008).
Faktor keempat yaitu masa lalu Individu kurang memaknai makna hidup
dan kehidupan yang pendek terdiri dari mati menduga apa yang dikerjakan di
pernyataan nomor 2, 8, dan 12. Dari 30 dunia tidak akan menjamin kebahagiaan
responden, lebih dari setengah di akhirat nanti.
responden (51,1%) merasakan
kehidupan yang pendek dan bermasalah KESIMPULAN
dengan masa lalu. Berfikir tentang waktu ODHA di Puskesmas
kehidupan merupakan gejala yang Kecamatan Cilincing Jakarta Utara lebih
ditimbulkan dari kecemasan. Waktu dari setengah mengalami kecemasan
kehidupan hanya sebagai objek yang terhadap kematian yang tinggi
tidak pasti akibat dari kecemasannya sedangkan responden lainnya
terhadap kematian. Individu tersebut mengalami kecemasan terhadap
mencemaskan kedatangan kematian kematian rendah. Kecemasan terhadap
pada dirinya sehingga ia beranggapan kematian tinggi dialami oleh seseorang
bahwa waktu yang ia jalani sangat yang merasakan ketidaknyamanan yang
pendek. Individu juga beranggapan terjadi secara terus menerus dan
bahwa masih banyak hal yang belum pikirannya dipenuhi dengan proses
dilakukan olehya seama masa hidupnya sakaratul maut, kehilangan, atau yang
ini, dan tak jarang keadaan ini membuat akan terjadi setelah kematian.
individu rentang merasakan gelisah. Puskesmas Kecamatan Cilincing Jakarta
Faktor terakhir yaitu takut masa Utara dapat melakukan program promotif
depan yang terdiri dari pernyataan 13, dan preventif untuk menurunkan tingkat
dan 15. Hampir dari setengah kecemasan terhadap kematian kepada
responden (45%) merasa takut terhadap ODHA di Poli Infeksi Menular Seksual
masa depan. Hampir setiap orang yang dengan meningkatkan dukungan sosial
mendengar pembicaraan tentang dan spiritual.
bencana akan merasa takut, mereka
membayangkan jika bencana tersebut DAFTAR PUSTAKA
terjadi kepada dirinya ataupun Abdel-Khalek, A. M., & Tomas-Sabado,
keluarganya. Begitu pun yang terjadi J. (2005). Anxiety and death
pada ODHA, saat pengumpulan data anxiety in Egyptian and Spanish
yang dilakukan 20 responden nursing students. Death
mengatakan bahwa dirinya merasa ngeri Studies, 29(2), 157-169.
jika mendengarkan ada orang yang Armiyati, Y., Rahayu, D. A., & Aisah, S.
membicarakan tentang bencana, mereka (2015). Manajemen masalah
beranggapan bahwa bencana yang psikososiospiritual pasien
terjadi sangat dekat dengan kematian, hiv/aids di kota semarang.
dan mereka merasa cemas jika mereka In Prosiding seminar nasional &
yang mengalaminya. Kecemasan international. 548-556.

207
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.3 November 2017

Chan, L. C., & Yap, C. C. (2009). Age, Sari, M. D. I., & Hayati, E. N. (2015).
gender, and religiosity as related Regulasi emosi pada penderita
to death anxiety. Sunway HIV/AIDS. EMPATHY Jurnal
Academic Journal, 6, 1-16. Fakultas Psikologi, 3(1), 23-30.
Diatmi, K., & Fridari, D. (2014). Wijayanti, A., & Lailatushifah, S. N. F.
Hubungan Antara Dukungan (2012). Kebermaknaan Hidup
Sosial dengan Kualitas Hidup dan Kecemasan terhadap
pada Orang Dengan HIV dan Kematian pada Orang dengan
AIDS (ODHA) Di Yayasan Spirit Diabetes Melitus. Jurnal
Paramacitta. Jurnal Psikologi INSIGHT, 10(1), 49-63
Udayana, 1(2), 353-362.
Tavakoli, M, A & Behrooz, A. (2011).
Miller, A. K., Lee, B. L., & Henderson, C. Investigation of validity and
E. (2012). Death anxiety in reliability of templer death
persons with HIV/AIDS: a anxiety scale. Throught &
systematic review and meta- behaviour in clinical psychology
analysis. Death studies, 36(7), 6 (21), 72-80.
640-663. Templer, D. I. (1970). The Construction
Irawati, D., Subandi, M. A., & and Validation of a Death
Kumolohadi, R. (2011). Terapi Anxiety Scale. The Journal of
Kognitif Perilaku Religius untuk General Psychology, 82, 165-
Menurunkan Kecemasan 177.
terhadap Kematian pada
Viedebeck, S.L. (2008). Buku Ajar
Penderita HIV/AIDS. Jurnal
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Intervensi Psikologi, 3(2), 169-
186. Wahyu, S., Taufik, T., & Ilyas, A. (2012).
Konsep Diri dan Masalah yang
Kemenkes RI. (2014). Situasi dan Dialami Orang Terinfeksi
analisis HIV AIDS. Jakarta: HIV/AIDS. Konselor, 1(2), 1-12.
Pusat data dan informasi
Kemenkes RI. Yuliana. (2015). Mengatasi kecemasan
terhadap kematian pada pasien
Lehto, R. H., & Stein, K. F. (2009). Death sakit parah melalui konseling
Anxiety: An Analysis of an kelompok. Psychology Forum
Evolving Concept. Research and UMM, 978-979-796-324-8, 458-
Theory for Nursing Practice: An 463.
International Journal,
10.189/1541-6577.23.1.23, 23- Ziapour, S.S., Dusti, Y.A., & Asfajir, A.A.
41. (2014). The Correlation Between
Happines And Death Anxiety: A
Wahjudi, N. (2008). Keperawatan Case Study In Health Personel
Gerontik dan Geriatrik. Jakarta:
Of Zareh Hospital Of Sari.
EGC.
European Journal of
Nursalam, D. K., & Dian, N. (2007). Experimental Biology, 4(2), 172-
Asuhan keperawatan pada 177.
pasien terinfeksi HIV. Jakarta:
Salemba Medika.

208

Anda mungkin juga menyukai