Anda di halaman 1dari 6

Latar Belakang lahirnya Zaman Kegelapan

09 January 2014 - dalam Umum Oleh siti-alvi-fisip12


Sejarah Eropa memiliki bentangan waktu yang panjang dimulai dari zaman
paleolithikum ribuan tahun yang lalu. Secara garis besar, sejarah Eropa
dibagi menjadi 3 periode, yaitu: Eropa klasik, Eropa pertengahan, dan
Eropa modern. Di sini kita akan membahas tentang Eropa abad
pertengahan pada masa abad kegelapan.
Abad pertengahan adalah periode sejarah yang terjadi di daratan Eropa
yang ditandai sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan
Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 hingga munculnya monarkhi-
monakhi nasional. Dimulainya penjelajahan samudera, kebangkitan
humanisme, serta reformasi Protestan dengan dimulainya renaissance
pada tahun 1517.
Abad pertengahan sering diwarnai dengan kesan-kesan yang tidak baik.
Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya kalangan yang memberikan
stereotipe kepada abad pertengahan sebagai periode buram sejarah Eropa
mengingat dominasi kekuatan agama yang begitu besar sehingga
menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip moralitas
yang agung membuat kekuasaan agama menjadi begitu luas dan besar di
segala bidang.
Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa
ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan
manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang
telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu
sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan.
Eropa dilanda Zaman Kegelapan sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Yang
dimaksud Zaman Kelam atau Zaman Kegelapan ialah zaman masyarakat
Eropa menghadapi kemunduran intelektual dan kemunduran ilmu
pengetahuan Menurut Ensikopedia Amerikana, zaman ini berlangsung
selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi
dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.
Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi
masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu
gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta
mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat
hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran,
politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri
daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat.
Pemikiran mereka pun ditolak dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa
yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja
akan ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh. segala keputusan
pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di
parlemen seperti ketika zaman kekasiaran Roma. Keputusan tersebut
diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak
berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-
keputusan adalah para ahli agama. (lihat perilaku kaum Salafy yang kini
justru meniru mereka) Bahkan segala sesuatu yang bertentangan dengan
penafsiran dewan gereja merupakan pelanggaran hukum berat.
Akibatnya setiap inovasi yang berasal dari kaum ilmuan selalu digagalkan
oleh dewan gereja. Ya itu tadi pokoknya bila dewan gereja tidak paham dan
tidak memiliki dasar argumen yang kuat di dalam injil maka inovasi
tersebut merupakan perkara pelanggaran agama berat. Salah satu yang
menjadi korbannya adalah Nicholas Coppernicus yang berakhir tragis
akibat teorinya yang mengataAkibat terlalu banyak intervensi dewan
Gereja pada sendi-sendi kehidupan, termasuk juga pelarangan terhadap
temuan maupun inovasi baru yang tidak ada pada injil maka akhirnya
terjadi stagnasi secara multi dimensi yang lambat laun berimbas pada
timbulnya krisis multi dimensi.

Zaman Kegelapan (Dark Ages)


Abad kegelapan merupakan sebuah zaman antara runtuhnya Kekaisaran
Romawi dan Renaisannce atau munculnya kembali peradaban lama. Dari
masa sebelum masehi yang kental dengan Filsafat Relativisme (Kebenaran)
Sofisme Yunani Kuno, berlanjut ke apa yang kemudian dinamakan Jaman
Abad Pertengahan yang berlangsung lama, kurang lebih selama lima belas
Abad, dari sekitar Abad I sampai Abad XV M.
Masa ini disebut juga sebagai Era atau masa Medieval atau juga Abad
Kegelapan atau Dark Ages) dan dimulai setelah masa Nabi Isa bin Maryam
‘alaihis salam menapakkan kaki di muka Bumi dan berdakwah. Beliau
dikenal juga sebagai Isa bin (anak) Maryam, yang dengan sejumlah
perkecualian dan catatan perbedaan mendasar adalah hampir dapat
dikenal sama juga sebagai Yesus Kristus atau Yesus dari Nazareth dalam
khazanah Kristen.
Kegemparan akan datangnya ’Yesus dari Nazareth’ yang tak memiliki ayah
dan nasabnya ditahbiskan kepada Maryam (Maria), ibunya, dan dalam
hidup singkatnya menampilkan berbagai mukjizat luar-biasa itu,
mengguncang peradaban manusia di sekitarnya saat itu, dan banyak orang
yang kemudian berspekulasi akan kenyataan ini.
Di masa ini, lahir pula agama Kristen, dan ide-idenya mendominasi relung
kehidupan masyarakat Eropa dan pengikutnya, termasuk para Pemikirnya.
Dan wajah peradaban Barat pada Abad Pertengahan ini, karenanya,
didominasi oleh Filsafat Kristen.
Filsafat Kristen atau Abad Pertengahan ini, antara lain bertokohkan Filsuf
Plotinus, (Santo atau Saint) Augustinus atau Augustine, (Saint) Anselmus,
Robert Grosseteste, Roger Bacon, Albert Agung, Thomas Aquinas, dsb.
Yang kesemuanya sepakat mengedepankan iman dogmatis (tak boleh
dibantahi) Kristiani, dan telaahnya pun bersifat religius-dogmatis.Akibat
pengaruh hebat dan dominan Agama Kristen yang didominasi oknum
kaum Gerejawan dan Monarki Baratnya dengan segala ragam tafsir
dogmatisnya.
Dan tak pelak pemanfaatan Platonisme ala Yunani Kuno (dicetuskan Plato)
yang mengajarkan bahwa kebenaran itu sudah ada dengan sendirinya dan
berpusat kepada Tuhan namun berjenis dan berbungkus baru, yang disebut
sebagai Neo-Platonisme, menjadi gencar dan ditahbiskan sepenuhnya
tanpa telaah kristis kepada iman Kristiani. Ini, mau tak mau mendukung
pula klaim dogmatis akan kebenaran Kristen.
Para ahli Filsuf dan Agamawan mereka di saat itu karenanya teguh
bermottokan ”Credo et intelligam” atau ”Keyakinan (keimanan agama)
berkedudukan di atas pemikiran (logika), keyakinan mengungguli
pemikiran” atau lebih mudahnya, ”Yakini dulu sesuatu, baru carikan alasan
untuk menjelaskannya”.
Maka, dengan sendirinya, Akal (di Barat) benar-benar kalah pada masa ini
(terutama terlihat pada isi Filsafat dari Plotinus, Augustinus, Anselmus).
Bahkan potensi pemanfaatan akal diganti mutlak oleh Augustinus dengan
Iman dogmatis, sebelum penghargaan terhadap potensi Akal sempat
muncul kembali kemudian pada masa Thomas Aquinas di akhir masa Abad
Pertengahan itu.
Dan karenanya pula, Aquinas kemudian ditentangi hebat dan dibenci
sebagian besar masyarakat gereja yang terlanjur menjadi pendukung jalur
hati iman Kristiani yang dalam hal ini sebagaimana telah disebutkan di
atas adalah iman mutlak dogmatis kristiani yang tidak mengindahkan
telaah kritis akal.
Ini juga tak pelak menyebabkan masyarakat Barat di masa itu secara luas
menjadi percaya dan beriman dogmatis akan ‘rasa hati’ (atau yang adalah
agama, Kristen, lebih tepatnya Kristen Katolik, bagi mereka), karena
menurut mereka agama adalah rasa hati dan Filsafat adalah pemikiran.
Filsafat dan Agama itu sendiri, satu hal yang di masa sesudahnya terutama
masa Thomas Aquinas, dicoba untuk disatu-padukan namun menemui
sejumlah kendala sampai masa Modern merebak.
Keyakinan Kristiani yang mendominasi di masa Abad Pertengahan ini,
menjadikannya tidak boleh atau tidak mudah untuk dapat dikritiki,
sekaligus membuat kedudukan mereka yang berada dalam struktur otoritas
agamanya menjadi tinggi dan tak dapat disalahkan. Dan karenanya ini juga
membuat mereka makmur secara ekonomi juga sebagai pemegang mandat
negara dengan mandat Otokrasi dan Teokrasi Kristiani.
Dan kenyataan ini bagi sebagian orang lain, misalnya rakyatnya yang
mereka pimpin, artinya juga adalah kesemena-menaan yang
diorganisasikan. Kekuasaan absolut negara dan pusat-pusat kesejahteraan
masyarakat saat itu dipegang mutlak oleh Gereja dan Kerajaan, dengan
pajak sistem Feodalisme berdasarkan tafsir mereka terhadap iman
Kristiani dan bahwa Gereja adalah wakil Tuhan di Bumi dan bahwa sistem
pemerintahan yang terbenar adalah Kerajaan Kristiani penyokongnya.
Golongan Ksatria, dan Raja adalah pelindung rakyat dan rakyat harus
membayar pajak kepada mereka yang penafsirannya seringkali dianggap
semena-mena oleh rakyat.
Tak pelak juga, maka, perkembangan ilmu-pengetahuan yang biasanya
berdasarkan kepada gelitikan pemikiran, rasa penasaran, kebertanya-
tanyaan pemikiran pun menjadi lambat pula. Pendeknya, potensi telaah
akal pada masa ini dihambati.
Di saat Zaman Kegelapan, segala keputusan pemerintah dan hukum negara
tidak diambil berdasarkan demokrasi di parlemen seperti ketika zaman
Kekaisaran Romawi. Keputusan tersebut diambil oleh majelis dewan
Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena pada zaman itu
yang berhak mengeluarkan pendapat keputusan adalah para ahli agama.
Gagasan tentang Dark Age berasal dari Petrarch (seorang
humanis,cendekiawan dan penyair Italia) pada tahun 1330-an. Dia menulis
tentang orang-orang yang hidup sebelum dia, ia berkata: "Di
tengah kesalahan bersinar seorang genius, mata mereka melihat
dengan tajam meskipun mereka dikelilingi oleh kegelapan yang sangat
pekat ". Para penulis yang beragama Kristen, termasuk Petrarch sendiri
telah lama menggunakan kiasan " terang melawan gelap "untuk
menggambarkan" kebaikan melawan kejahatan ". Petrarch adalah orang
pertama yang menggunakan kiasan dan memberikan makna sekuler
dengan membalikkan penerapannya. Zaman klasik telah lama dianggap
sebagai zaman "gelap" karena kurangnya kekristenan yang dilihat oleh
Petrarch sebagai zaman "cahaya" karena prestasi dan pencapaian kultural,
sedangkan pada zaman Petrarch, diduga kurang prestasi budaya sehingga
Petrarch memandangnya sebagai zaman kegelapan (dark age).
Abad pertengahan merupakan zaman dimana Eropa sedang mengalami
masa suram. Berbagai kreativitas sangat diatur oleh gereja. Dominasi
gereja sangat kuat dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Kristen sangat
mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seolah
raja tidak mempunyai kekuasaan, justru malah gereja lah yang mengatur
pemerintahan. Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan gereja, tetapi
hal-hal yang merugikan gereka akan mendapat balasan yang sangat kejam.
Contohnya, pembunuhan Copernicus mengenai teori tata surya yang
menyebutkan bahwa matahari pusat dari tata surya, tetapi hal ini bertolak
belakang dari gereja sehingga Copernicus dibunuhnya.
Pemikiran manusia pada Abad Pertengahan ini mendapat doktrinasi dari
gereja. Hidup seseorang selalu dikaitkan dengan tujuan akhir (ekstologi).
Kehidupan manusia pada hakekatnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka
tujuan hidup manusia adalah mencari keselamatan. Pemikiran tentang
ilmu pengetahuan banyak diarahkan kepada theology. Pemikiran filsafat
berkembang sehingga lahir filsafat scholastik yaitu suatu pemikiran filsafat
yang dilandasi pada agama dan untuk alat pembenaran agama. Oleh karena
itu disebut Dark Age atau Zaman Kegelapan.
Abad pertengahan merupakan abad kebangkitan religi di Eropa. Pada masa
ini agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan
manusia, termasuk pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, sains yang
telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu
sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan.
Eropa dilanda Zaman Kegelapan sebelum tiba Zaman Pembaharuan. Yang
dimaksud Zaman Kelam atau Zaman Kegelapan ialah zaman masyarakat
Eropa menghadapi kemunduran intelektual dan kemunduran ilmu
pengetahuan Menurut Ensikopedia Amerikana, zaman ini berlangsung
selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi
dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.
Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi
masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu
gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta
mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat
hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran,
politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri
daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat.
Pemikiran mereka pun ditolak dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa
yang mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja
akan ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh. segala keputusan
pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di
parlemen seperti ketika zaman kekasiaran Roma. Keputusan tersebut
diambil oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak
berpendapat, karena pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-
keputusan adalah para ahli agama. (lihat perilaku kaum Salafy yang kini
justru meniru mereka) Bahkan segala sesuatu yang bertentangan dengan
penafsiran dewan gereja merupakan pelanggaran hukum berat.
Akibatnya setiap inovasi yang berasal dari kaum ilmuan selalu digagalkan
oleh dewan gereja. Ya itu tadi pokoknya bila dewan gereja tidak paham dan
tidak memiliki dasar argumen yang kuat di dalam injil maka inovasi
tersebut merupakan perkara pelanggaran agama berat. Salah satu yang
menjadi korbannya adalah Nicholas Coppernicus yang berakhir tragis
akibat teorinya yang mengatakan akibat terlalu banyak intervensi dewan
Gereja pada sendi-sendi kehidupan, termasuk juga pelarangan terhadap
temuan maupun inovasi baru yang tidak ada pada injil maka akhirnya
terjadi stagnasi secara multi dimensi yang lambat laun berimbas pada
timbulnya krisis multi dimensi

Skolstisisme adalah nama sebuah periode pada yang dimulai sejak abad ke-9 hingga abad ke-
15. Masa ini ditandai dengan munculnya banyak sekolah (dalam bahasa Latin schola) berbasis
keagamaan dan banyak pengajar ulung menganalisis pemecahan masalah dogmatis secara
rasional. Selain itu, skolastik juga merujuk pada metode keilmuan tertentu berbasis dogmatika
rasional untuk memecahkan diskursus keilmuan melalui nilai-nilai spiritualisme Barat. Ciri dari
metode skolastik adalah kerasionalan dari apa yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai