Anda di halaman 1dari 16

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

MODUL : LUMPUR AKTIF

PEMBIMBING : Endang Kusumawati, MT

Tanggal Praktikum : 20 Maret 2013

Tanggal Penyerahan laporan : 27 Maret 2013

Oleh :
Kelompok : 5
Nama : Nevy Puspitasari NIM. 111431020
Nur Fauziyyah Ambar NIM. 111431021
Nurul Latipah NIM. 111431022
Octaviani Ratnasari NIM. 111431023
Kelas : 2A

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2013
A. Tujuan Praktikum
1. Menentukan konsentrasi awsal kandungan organik dalam lumpur aktif dan
konsentrasi kandungan organik setelah percobaan berlangsung selama seminggu
2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Solid (MLVSS) yang mewakili
kandungan mikroorganisme dalam lumpur aktif
3. Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah dalam
lumpur aktif
4. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
lumpur aktif terhadap kandungan bahan organik mula-mula

B. Dasar Teori
Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan
metode Biologi. Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan dengan
metode Kimia dan Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah
metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material
yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan
menghilangkan kandungan material, juga menjadikan material yang terurai tadi sebagai
tempat berkembang biaknya. Metode pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah
merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme
tersebut.Metode lumpur aktif banyak dikembangkan da lam pengolahan limbah cair
dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Telah diteliti bahwa penggunaan metode
lumpur aktif dalam pengolahan limbah dapat menurunkan BOD dan COD.
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi
material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Proses ini
menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui
aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan
pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air
limbah. Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri,
sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang
terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi
(membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang
terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reactor yang
dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Oksigen yang dibutuhkan untuk
reaksi mikroorganisme tersebut diberikan dengan cara memasukkan udara ke dalam
tangki aerasi dengan blower.Aerasi ini juga berfungsi untuk mencampur limbah cair
dengan lumpur aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.Sesudah tangki aerasi,
campuran limbah cair yang sudah diolah dan lumpur aktif dimasukkan ke tangki
sedimentasi di mana lumpur aktif diendapkan, sedangkan supernatant dikeluarkan
sebagai effluen dari proses.
Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis
bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab
terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan
polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi.
Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium,
Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium,
dan Acinetobacter, disamping itu ada pula mikroorganisme berfilamen, yaitu
Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang dapat menyebabkan sludge bulking.
Dikarenakan tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik menurun
karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam flok yang relatif besar
membuat kondisi berkembangnya bakteri anaerobik seperti metanogen. Kehadiran
metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan beberapa kantong anaerobik didalam
flok atau dengan metanogen tertentu terhdap oksigen (Wu et al., 1987). Oleh karena itu
lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit bagi pengoperasian awal reaktor
anaerobik.
C. Alat dan Bahan

Alat Bahan Jumlah


Labu erlenmeyer 100 mL 2 buah
Cawan pijar 1 buah
Pipet gondok 10 mL 1 buah
Botol semprot 1 buah
Penjepit krustang 1 buah
Kaca masir 1 buah
Gelas ukur 100 mL 1 buah
Tabung hach 5 buah
Batang pengaduk 2 buah
Gelas kimia 100 mL 2 buah
Gelas kimia 250 mL
Oven
Furnace
Pipet tetes
Dosimat
Pipet ukur 10 mL
Kertas saring 1 buah
glukosa 8 gram
KH2PO4 1 gram
HgSO4 1 gram
K2Cr2O7 50 mL
Sampel limbah 100 mL
Aquadest 100 mL
FAS 50 mL
Indikator feroin 10 tetes
KNO3 1 gram

D. Langkah Kerja
1. Penentuan COD sebelum proses pendekomposisian oleh mikroba
a. Standarisasi Larutan FAS

Pemipetan 25 mL K2Cr2O7
kedalam erlenmeyer

Penambahan 10 mL H2SO4
kedalam erlenmeyer
Penambahan indikator
feroin 3 tetes

Penitrasian dengan larutan


FAS dari hijau menjadi
coklat

b. Penentuan COD

Sampel limbah

Pengenceran sampel 100x (pencampuran


1 mL sampel dengan 99 mL aquadest)

pengambilan sampel 2,5 mL kedalam tabung


hach dan penambahan 3,5 mL K2Cr2O7

Penambahan 1,5 mL H2SO4 pekat

Pemindahan tabung Hach pada Hach COD


digester serta pemanasan 150oC selama 2
jam

Pengeluaran tabung hach dari digester


hingga larutan sama dengan suhu ruang

penambahan indikator feroin 3 tetes dan


penitrasian dengan larutan FAS dari hijau
menjadi coklat
2. Penentuan MLVSS sebelum proses pendekomposisian oleh mikroba

Pemanasan cawan pijar selama 1 jam dalam


furnace 600oC dan kertas saring pada oven 105oC

Penimbangan kertas saring dan cawan


pijar hingga konstan

Penyaringan 40 mL air limbah dengan


kertas saring yang diketahui beratnya

Pemindahan kertas saring kedalam cawan


pijar dan pemanasan pada oven 105oC 1 jam

Penimbangan cawan pijar yang berisi


kertas saring dan endapan hingga konstan

Pemindahan cawan pijar yang berisi kertas


saring dan endapan kedalam furnace dengan
pemanasan 600oC 2 jam

Penimbangan cawan pijar yang berisi


kertas saring dan endapan hingga konstan
3. Proses pendekomposisian oleh mikroba

Penambahan nutrisi yaitu glukosa


sebanyak 7,0384 gram, KNO3 sebanyak
2,5368 gram dan KH2PO4 sebanyak
0,3088 gram kedalam sampel limbah
yang telah di aerasi

Pendiaman sampel hingga 5 hari

E. Data pengamatan
Proses Pengamatan
Standarisasi FAS Ketika K2Cr2O7 ditambahkan larutan asam
sulfat, warnanya tidak berubah tetap
berwarna orange. Ketika ditambah feroin
warnanya berubah menjadi warna hijau dan
ketika dititrasi warnanya menjadi coklat
(TA)
Penentuan COD Ketika sampel ditambah K2Cr2O7 dan
asam sulfat larutan berwarna orange.
Setelah direfluks larutan terdapat 3 warna
yaitu coklat kuning dan orange. Ketika
dititrasi dengan penambahan indikator
feroin awalnya larutan berwarna hijau dan
berubah warna menjadi coklat (TA)
F. Data percobaan dan Perhitungan
Pengukuran Keadaan Awal
- DO = 5,4 mg/L
- pH = 7,13
- Temperatur = 26,40C

a. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) Sebelum Proses


Penimbangan Kertas saring Cawan pijar Cawan pijar + Cawan pijar +
ke- (gram) (gram) kertas saring kertas saring
+endapan pada +endapan pada
oven (gram) furnace (gram)
1 1,0875 33,1559 34,6614 33,1575
2 1,0837 33,1559 34,6614 33,1576
Rata-rata 1,0856 33,1559 34,6614 33,15755

(𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑝𝑖𝑗𝑎𝑟+𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛+𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑜𝑣𝑒𝑛)− (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑝𝑖𝑗𝑎𝑟)


TSS (mg/L) = × 106
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(34,6614 𝑔𝑟𝑎𝑚 )− 33,1559 𝑔𝑟𝑎𝑚


TSS (mg/L) = × 106
40 𝑚𝐿

TSS (mg/L) = 37.637,5 mg/L

VSS (mg/L) =
(𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑝𝑖𝑗𝑎𝑟+𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛+𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑜𝑣𝑒𝑛)− (𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑝𝑖𝑗𝑎𝑟+𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛+𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑓𝑢𝑟𝑛𝑎𝑐𝑒)
× 106
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

34,6614 𝑔𝑟𝑎𝑚− 33,15755 𝑔𝑟𝑎𝑚


VSS (mg/L) = × 106
40 𝑚𝐿

VSS (mg/L) = 37.596,25 mg/L

FSS (mg/L) = TSS – VSS

FSS (Mg/L) = 37.637,5 mg/L – 37.596,25 mg/L

FSS (Mg/L) = 41,25 mg/L


b. COD (Chemical Oxygen Demand)
1. Standarisasi K2Cr2O7
NK2Cr2O7 : 0,2500 N
Volume K2Cr2O7 : 10 mL

Titrasi ke- Volume (mL)


1 10, 900
2 11,104

NFAS x VFAS = NK2Cr2O7 x VK2Cr2O7


- NFAS x 10,900 = 0,2500 x 10
0,2500 x 10
NFAS =
10,900
NFAS = 0,2294 N

- NFAS x 11,104 = 0,2500 x 10


0,2500 x 10
NFAS =
11,104
NFAS = 0,2251 N

0,2394 N + 0,2251 N
Rata − Rata = = 0,2273 N
2

2. Penentuan COD pada sampel

Pengenceran : 100 X

Titrasi ke- Volume (mL)


sampel 1 0,840
2 0,906
Rata-rata 0,873
Blanko 1 0,952
2 0,978
Rata-rata 0,965

(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)𝑋 𝑁𝐹𝐴𝑆 𝑋 1000 𝑋 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛𝑋𝐵𝐸 𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛


COD (mg/L) = 𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

(0,965 𝑚𝐿−0,873 𝑚𝐿)𝑋 0,2273 𝑋 1000 𝑋 100𝑋8


COD (mg/L) =
2,5 𝑚𝐿

COD (mg/L) = 6691,72 mg/L


Nilai COD sebelum proses Nilai COD setelah proses lumpur
lumpur aktif aktif (hari ke-5)

6691,72 mg/L 275 mg/L

Efisiensi pengolahan

Kandungan COD awal = 6691,72 mg/L

Kandungan COD akhir = 275 mg/L


𝑘𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑘𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Efisiensi pengolahan = 𝑘𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶𝑂𝐷 𝑎𝑤𝑎𝑙
X 100%

6691,72 − 275
Efisiensi pengolahan = × 100%
6691,72

Efisiensi pengolahan = 95,89 %

3. Nutrisi
C6H12O6 + 6O2  6CO2 + 6 H2O

Volume Lumpur Aktif = 15 Liter


BOD = 500 mg/L
(O2) = 500 mg/L = 0,5 mg/L
Mr O2 = 32 mg/mol
Mr C6H12O6 = 180 g/mol
gram O2 = 500 mg/L x 15 L
= 7500 mg = 7,5 gram O2

gram
Mol =
Mr

Perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1


- Kebutuhan Glukosa
7,5
Mol O2 = = 0,2344 mol
32

1
Mol C6 H12 O6 = x 0,2344 = 0,0391 mol
6
Gram C6 H12 O6 = 0,0391 x 180

= 7,0380 gram
Hasil penimbangan glukosa pada praktikum = 7,0389 gram
- Kebutuhan Nitrogen
5
gram N = x 7,038 = 0,3519 gram
100
101
gram KNO3 = x 0,3519 = 2,5387 gram
14
Hasil penimbangan KNO3 pada praktikum = 2,5368 gram

- Kebutuhan Fosfor
1
gram P = x 7,038 = 0,0704 gram
100

136
gram KH2 PO4 = x 0,0704 = 0,3089 gram
31

Hasil penimbangan KH2 PO4 pada praktikum = 0,3088 gram


NAMA: NEVY PUSPITASARI
NIM : 111431020

Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif.
Kedalam sampel limbah ditambahkan nutrisi, nutrisi yang ditambahkan adalah sumber
makanan untuk mikroorganisme yang akan mendekomposisi bahan organik, hal ini yang
menyebabkan kandungan organik dalam sampel dapat diturunkan. Untuk mengetahui
efisiensi pengolahan maka dilakukan pengukuran kandungan organik sebelum dan setelah
proses sehingga dilakukan pengukuran COD sebelum dan setelah proses. Sedangkan MLVSS
untuk mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Pada proses
pendokomposisian oleh mikroba ini yang diperhatikan adalah adanya oksigen (aerasi) sebagai
sumber oksigen bagi mikroba untuk menghasilkan energi untuk mendekomposisi bahan
organik.
Sebelum dilakukan pengukuran COD setelah proses pendekomposisian, kedalam
sampel dimasukan sejumlah nutrisi sebagai sumber makanan untuk mikroba pendekomposisi.
Nutrisi yang ditambahkan adalah glukosa, KNO3 dan KH2PO4. Untuk glukosa ditambahkan
sebagai sumber karbohidrat atau gula, sedangkan KNO3 sebagai sumber nitrogen dan
KH2PO4 sebagai sumber posfor dimana perbandingan yang diberikan adalah glukosa:
KNO3:KH2PO4 100:5:1, hal ini dikarenakan mikroba dapat tumbuh pada komposisi nutrien
tersebut.
Pada percobaan dilakukan pengukuran COD yaitu untuk mengetahui kandungan
organik dalam sampel, pengukuran COD ini untuk mengetahui berapa banyak oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel, sehingga bila semakin
banyak zat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik maka semakin banyak pula
kandungan zat organiknya. Artinya semakin tinggi nilai COD maka kandungan organik
dalam sampel semakin banyak atau kualitas air semakin buruk. Sebelum dilakukan analisis
pada COD, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu standarisasi FAS oleh K2Cr2O7, dimana
reaksi yang terjadi reaksi redoks dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4 dimana
dalam keadaan asam ini berfungsi untuk mengasamkan larutan sehingga K2Cr2O7 dapat
mengoksidasi Fe dengan reaksi:
Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O
Fe2+ Fe3+ + e
Cr2O72- + 14H+ + 6 Fe2+ 2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+
Berdasarkan percobaan terlihat bahwa nilai COD pada sampel limbah sebelum proses
degradasi adalah tinggi yaitu sebesar 6691,72 mgO2/L. Nilai COD sebelum proses masih
tinggi sehingga dilakukanlah proses dekomposisi bahan organik untuk menurunkan
kandungan organiknya. Sedangkan nilai COD setelah proses selama 5 hari adalah sebesar
275 mgO2/L. Nilai COD setelah proses ini lebih kecil dibanding nilai COD sebelum proses.
Hal ini menunjukan adanya penurunan kandungan organik pada sampel limbah, dimana
penurunan kandungan organik ini disebabkan mikroorganisme yang mendekomposisi bahan
organik tersebut menjadi CO2, H2O dan NH4 sehingga kandungan organik setelah proses
menjadi turun. Besarnya penurunan kandungan organik ini menghasilkan efisiensi sebesar
95,89%, sedangkan berdasarkan literatur pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif
dapat menurunkan konsentrasi COD >85 % (Lestari, 2003). Bila dibandingkan dengan
literatur, hasil percobaan efisiensi penurunan COD sudah melebihi dari 85%, sehingga dapat
dikatakan bahwa proses ini sudah optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air limbah.
Walaupun penurunan bahan organik dalam sampel limbah telah optimum, akan tetapi hasil
akhir dari proses ini menghasilkan kandungan organik yang masih tinggi dimana nilai ini
masih lebih besar bila dibandingkan dengan standar kualitas air bersih dimana batas COD
adalah 100 mgO2/L ( Peraturan Menteri Kesehatan RI. 416/Menkes/Per/IX/1990), sehingga
dapat dikatakan dari hasil COD setelah proses ini kandungan organiknya masih tinggi dan
tidak memenuhi syarat kualitas air bersih. Maka hasil proses pengolahan ini bila diterapkan
tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan sehingga harus diolah kembali untuk
menurunkan nilai COD hingga batas yang diperbolehkan. Kandungan organik setelah proses
dekomposisi yang masih tinggi dari nilai yang diperbolehkan diakibatkan karena pada
percobaan ini kurangnya pengecekan lingkungan pada bak proses seperti pH dan suhu.
Dimana kedua parameter ini tentunya harus selalu dicek secara rutin, untuk pH seharusnya
pH dalam keadaan netral dimana mikroba dapat bekerja, serta temperatur tidak boleh terlalu
tinggi ataupu terlalu rendah, sehingga temperatur berada pada suhu dimana mikroba dapat
bekerja optimal. Selain pH dan temperatur yang harus diperhatikan adalah oksigen yang
ditambahkan (aerasi), dimana keadaan aerasi ini seharusnya dicek secara rutin dimana adanya
oksigen tidak boleh kurang (jika kurang oksigen tidak akan cukup digunakan oleh mikroba
untuk mendekomposisi bahan organik) dan juga tidak boleh lebih (jika oksigen berlebih maka
akan menjadi racun untuk mikroba itu sendiri), sehingga jumlah oksigen kedalam bak aerasi
harus cukup mengingat bak aerasi dan dekomposisi ini adalah bak diam dan statis/tidak
mengalir sehingga jumlah oksigen yang ditambahkan adalah faktor penting. Parameter-
parameter ini merupakan kondisi yang mendukung untuk proses lumpur aktif, sehingga
kemungkinan tidak optimalnya parameter ini memungkinkan mikroba yang mendekomposisi
bahan organik tidak bekerja secara optimal yang menyebabkan efisiensi pengolahan belum
efektif.
Sedangkan untuk pengukuran MLVSS dilakukan pada sampel limbah sebelum proses
dimana nilai MLVSS sama dengan nilai VSS. Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah
teruapkan, dimana jumlahnya mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal
ini dikarenakan bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa, dll.
ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri didalam sampel. Dari
hasil percobaan nilai TSS dari sampel adalah sebesar 37.637,5 mg/L. Berdasarkan literatur,
nilai TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/L (Pergub Bali No. 8 Tahun 2007). Bila
dibandingkan hasil percobaan dengan nilai literatur maka nilai TSS pada sampel, diatas nilai
yang diperbolehkan sehingga padatan tersuspensi yang terendapkannya cukup tinggi.
Sedangkan untuk mengetahui jumlah mikroba yang mendekomposisi bahan organik
dilakukan dengan mengukur VSS dimana pengukuran VSS ini didapat dari berat yang
dipanaskan pada oven dengan berat yang dipanaskan pada furnace, sehingga dapat diketahui
berat yang teruapkan dimana berat ini menunjukan banyaknya mikroorganisme yang ada
pada sampel. Dari hasil VSS didapat nilai VSS adalah sebesar. 37.596,25 mg/L. Hal ini
mewakili banyaknya kandungan organik yang akan didekomposisi oleh mikroorganisme pada
proses lumpur aktif. Dari nilai yang didapat, nilai VSS masih tinggi sehingga kandungan
organik yang akan didekomposisipun tinggi, sehingga membutuhkan banyak mikroba untuk
mendekomposisinya pada proses. Sedangkan untuk FSS atau padatan yang tidak mudah
teruapkan yang didapat adalah sebesar 41,25 mg/L. Pada ketiga parameter tersebut baik nilai
VSS, TSS maupun FSS masih tinggi dalam sampel limbah, hal ini dikarenakan belum adanya
pengolahan bahan organik pada limbah yang menyebabkan masih tingginya kandungan
padatan organik dan anorganik. Pada proses pengolahan limbah, padatan organik dalam
sampel didekomposisi oleh organik sehingga bila MLVSS diukur setelah proses maka jumlah
MLVSS akan berkurang (Kadarohman, 2004).
Sedangkan untuk pengukuran DO pada awal proses DO pada sampel air limbah adalah
sebesar 5,4 mg/L dimana oksigen terlarut pada sampel masih kecil (bila dibandingkan dengan
literatur SNI 01-3553-1996 dimana DO tidak boleh kurang dari 500 mg/L), bila nilai DO
diukur setelah proses lumpur aktif maka seharusnya nilai DO akan meningkat, dimana dari
hasil proses akan terjadi aerasi yang akan mengalirkan O2 kedalam sampel sehingga akan
menghasilkan okigen yang akan larut dalam sampel (McKinney, 1962). sedangkan pH pada
sampel limbah sudah netral.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan:
1. Konsentrasi awal kandungan organik atau nilai COD sebelum proses adalah sebesar
6691,72 mg O2/L serta nilai COD setelah proses adalah sebesar 275 mg O2/L
2. Nilai efisiensi pengoalahan adalah sebesar 95,89%. Berdasarkan litertur efisiensi yang
efektif untuk penurunan COD adaah >85% (Lestari, 2003) sehingga penurunan COD
pada percobaan ini sudah efektif
3. Nilai TSS pada sampel adalah sebesar 37.637,5 mg/L, nilai FSS adalah sebesar 41,25
mg/L sedangakan nilai MLVSS atau VSS pada sampel adalah sebesar 37.596,25
mg/L
4. Nutrisi yang ditambahkan pada sampel, glukosa sebanyak 7,0384 gram, KNO3
sebanyak 2,5368 gram dan KH2PO4 sebanyak 0,3088 gram kedalam sampel limbah
yang telah di aerasi
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai