BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apa Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia ?
2. Apa sajafaktor – faktor penyebab pelanggaran Hak Asasi Manusia?
3. Apa contoh dari kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
1. Mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia di Indonesia.
2. Mendeskripsikan contoh-contoh kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang pernah ada di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada
diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu
anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi.
Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan
upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui
aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusiamenjadi kewajiban dan tangung
jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan
baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia Menurut Pasal 1
Ayat 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak
asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi
dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pada
tingkatan operasional, berbagai perencanaan program nasional telah
dicanangkan untuk menangani masalah pelanggaran HAM pada anak
antara lain penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak,
penghapusan perdagangan perempuan dan anak, penghapusan
eksploitasi seksual komersial pada anak, penanganan terhadap anak
jalanan. Namun berbagai peraturan perundang-undangan yang ada
terhadap anak itu belum dapat memberikan jaminan bagi peningkatan
kualitas anak Indonesia. Banyaknya faktor yang menghambat
implementasi peraturan perundang-undangan di lapangan
menunjukkan bahwa masalah pembinaan kualiatas anak merupakan
masalah yang kompleks.
Faktor yang menghambat pengimplementasian ketentuan tersebut
dapat bersifat internal maupun eksternal. Untuk dapat mengentaskan
anak-anak dari kondisi demikian, yang perlu dilakukan pertama-tama
adalah: kenali masalah yang terdapat di dalam lingkungan terdekat
anak, yaitu keluarga.
Fungsi perlindungan atau proteksi kepada anak merupakan salah
satu fungsi yang penting karena dimaksudkan untuk menumbuhkan
rasa aman dan kehangatan dalam keluarga. Bila fungsi ini dapat
dikembangkan dengan baik, keluarga akan menjadi tempat
perlindungan yang aman secara lahiriah dan batin bagi seluruh
anggotanya. Namun, selain fungsi perlindungan keluarga juga
memiliki fungsi ekonomi. Fungsi itu menjadi pendukung kemampuan
kemandirian keluarga dan anggotanya dalam batas-batas ekonomi
masyarakat, bangsa, dan negara dimana keluarga itu hidup. Apabila
dikembangkan dengan baik fungsi ini dapat memberikan kepada
setiap keluarga kemampuan untuk mandiri dalam bidang ekonominya,
sehingga mereka dapat memilih bentuk dan arahan sesuai
kesanggupannya.
Dengan berkembangnya waktu, fenomena pekerja anak banyak
berkaitan erat dengan dengan alasan ekonomi keluarga (kemiskinan)
dan kesempatan memperoleh pendidikan. Pendapatan orangtua yang
sedikit tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehingga
memaksa mereka untuk bekerja. Di lain pihak, biaya pendidikan di
Indonesia yang masih tinggi telah pula ikut memperkecil kesempatan
untuk mengikuti pendidikan.
Perbenturan kepentingan antara kedua fungsi inilah yang kadang
menimbulkan dilema bagi keluarga yag kehidupan ekonominya
kurang membahagiakan. Di satu sisi, keluarga harus mampu
memberikan perlindungan kepada anggotanya, termasuk anak-anak.
Namun di sisi lain, adanya fungsi ekonomi juga telah menuntut para
anggotanya untuk ikut memberikan sumbangan agar kebutuhan hidup
keluarga dapat terpenuhi, yaitu dengan bekerja. Karena itu tidak heran
jika kemudian muncul fenomena pekerja anak.
Fenomena pekerja anak di Indonesia pada awalnya banyak
berkaitan dengan tradisi atau budaya membantu orangtua, yang
banyak dianut oleh masyarakat Indonesia pada umunya. Ada beberapa
alasan yang dapat dikemukakan mengapa anak dilatih untuk bekerja.
Pertama, sebagian orangtua masih beranggapan bahwa memberi
pekerjaan kepada anak-anak merupakan upaya proses pembelajaran
agar anak mengerti arti tanggung jawab. Kedua, tindakan itu juga
dapat melatih dan memperkenalkan anak kepada dunia kerja. Ketiga,
untuk membantu meringankan beban kerja keluarganya.
Bahkan lebih parah lagi, saat ini fenomena pekerja anak masih
ditambah dengan munculnya fenomena anak jalanan di kota-kota
besar, yang makin menambah kompleksnya permasalahan. Jika kita
menyusuri jalan-jalan di sekitar Jakarta, dengan mudah kita akan
mendapatkan anak-anak usia sekolah yang mengamen atau sekedar
meminta-minta di lampu merah. Tidak jarang pula kita menemukan
mereka di dalam bis-bis kota. Mereka kemudian dikenal dengan
sebutan ‘anak jalanan’. Entah sebutan itu cocok atau tidak untuk
mereka. Sebagaimana anak-anak lain, anak jalanan juga menginginkan
hidup normal. Mereka anak kita juga yang membutuhkan tempat
untuk tinggal, rasa aman, nyaman, dan ingin diterima oleh masyarakat.
Fenomena anak jalanan merupakan ekses lingkaran setan
kemiskinan bangsa Indonesia. Kendala yang dihadapi mobilitas anak-
anak itu cukup tinggi. Anak-anak yang dibimbing di rumah singgah,
setelah keluar, kadang kembali menjadi anak-anak jalanan. Sebab,
kebutuhan ekonomi tidak terelakkan. Sayangnya, perhatian kepada
anak-anak terkesan digelar pada momen-momen tertentu saja. mereka
yang hidup di jalanan sebagai, pengamen, pedagang asongan,
pengemis, dan pelacur. Paru-paru mereka tidak hanya menghirup
kerasnya udara yang mengandung timbal dan karbon monoksida tapi
juga menghisap asap kekerasan purba langsung dari akarnya.
Secara, struktural negara bisa disalahkan sebagai penyebab
buruknya kondisi anak-anak di negeri ini. Karena negara sebagai
pemegang kekuasaan membuat kebijakan yang sering tak berpihak
pada masyarakat bawah. Kebijakan itu menyebabkan orang miskin
yang makin terbelenggu dan tidak berdaya. Kemiskinan menjadi satu
faktor pemicu terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada
anak. Anak dalam keluarga miskin mengalami subordinasi ganda,
yaitu ada supremasi dari yang kaya dan orang dewasa. Hak anak bisa
dilanggar karena dia anak-anak dan miskin.
Menyalahkan negara sebagai satu-satunya pihak yang
bertanggung jawab tak secara otomatis membawa kehidupan anak
menjadi lebih baik. Kita semua, tanpa disadari, telah menjadi orang
dewasa, para orang tua yang merangkap sebagai eksekutor bagi anak-
anak kita sendiri. Algojo yang menghukum anak secara tidak
proporsional. Hukuman yang menghabiskan seluruh energi kehidupan
dan masa depan anak-anak dalam bayang-bayang trauma jalanan, dan
debu peperangan.
BAB III
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai
dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-
nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah
melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan
bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh
seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara
akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
B. Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan
memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus
bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM
kita
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2007. “Pendidikan Kewarganegaraan”. Paradigma. Jogjakarta
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri
setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Undang-Undang Dasar
1945 sebagai norma hukum tertinggi telah memuat pasal-pasal yang
menjamin perlindungan, pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan
HAM. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik, kita
mempunyai kewajiban untuk menjunjung tinggi nilai hak asasi
manusia tanpa membeda-bedakan golongan, status, keturunan, dan
lain-lain. Sehingga, melanggar hak asasi seseorang bertentangan
dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan dengan kita
melanggar hak asasi sesorang, berarti kita telah merenggut hak asasi
orang tersebut.
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28A yang berbunyi: “Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.” Dalam pasal 28A tersebut jelas diterangkan bahwa
pasal tersebut menjamin hak seseorang untuk hidup. Tetapi, dalam
kasus Tragedi Trisakti 1998, para anggota polisi dan militer/TNI
yang terlibat dalam kasus itu telah merenggut hak hidup mahasiswa
Universitas Trisakti dengan cara menginjak, memukuli, dan
menembak mahasiswa secara brutal. Akibat dari peristiwa itu, 6
orang dinyatakan tewas dan 16 orang lainnya mengalami luka parah.
Kita tidak bisa membiarkan kasus-kasus seperti itu terjadi lagi dan
lagi. Oleh karena itu, sebaiknya hak asasi manusia untuk hidup perlu
adanya peningkatan jaminan perlindungan, pemenuhan, pemajuan,
dan penegakkannya. Tanpa adanya jaminan yang lebih menjamin,
seperti penegakkan hukum, maka kasus-kasus tersebut akan terus
terjadi. Karena jika penegakkan hukum tidak dilakukan, khawatir
nantinya akan banyak orang yang tidak segan untuk melanggarnya.
Selain itu, alasan mengapa hak asasi manusia untuk hidup penting
untuk dijamin perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan
penegakkannya adalah karena jika tidak terjamin akan menimbulkan
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Alasan lainnya adalah karena pemerintah yang berwenang dalam
perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakkan hak asasi
manusia mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak warga negara
Indonesia untuk hidup. Jika pemerintah tidak menjaminnya, maka
pemerintah telah melanggar kewajibannya. Sehingga, penting bagi
kita khususnya pemerintah yang berwenang untuk menjamin
perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakkan hak asasi
manusia.
6 Juni 1998
18 Juni 2001
9 Juli 2001
30 Juli 2001
Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Trisakti
Semanggi I dan II dibentuk oleh Komnas HAM.
Januari 2002
21 Maret 2002
11 Maret 2003
30 Juni 2005
Komisi Hukum dan HAM DPR merekomendasikan
kepada pimpinan DPR RI agar kasus Trisakti
Semanggi I dan II dibuka kembali. Putusan terhadap
hal ini akan dinyatakan dalam rapat paripurna DPR
RI, 5 Juli 2005. Dukungan juga datang dari Fraksi-
fraksi di DPR, yaitu F PKS, F PDIP dan F PDS.
6 Juli 2005
5 Maret 2007
13 Maret 2007
April 2015
30 Januari 2017