Anda di halaman 1dari 3

Memahami cerita fiksi dengan baik

1. Cara membuat cerita fiksi

 Dari Buku diary

 Syarat:

1. Punya seiling-point atau nilai jual. Artinya, menarik untuk dibaca

oranglain dan di pasaranb laku dijual (sebab penerbit hanya mau

menerbitkan naskah yang diperkirakan laku untuk dijual)

2. Tidak sulit diolah dan digarap menjadi story.

3. Ada bahan pendukung untuk mengubah dan mengembangkan diary

menjadii story. Sebab dari diary menjadi story, yang berarti menjadi

karya fiksi, maka perlu ‘bumbu’ imajinasi dan ruh untuk

menghidupkannya. Jadi, diary yang dijadikan story tidak terasa garing.

4. Hindari rasa malu atau ragu-ragu dalam membuat diary menjadi story.

Sebab rasa malu dan keraguan akan menggagalkan proses penulisan.

5. Jangan menunda proses penulisan. Maksudnya bila ingin menulis,

langsung saja menulis, jangan ditunda-tunda. Sebab keinginan yang

kuat merupakan energy dahsyat untuk berproduktivitas dan biasanya,

hasilnya optimal.

 Materi yang diolah

1. Pilih bagian isi diary yang dianggap paling menarik untuk dijadikan

story agar banyak pembacanya dan itu artinya bias dijual.

2. Kemudahan penggarapannya.

3. Unsur logika tetap jalan (masuk akal)


4. Mengandung unsur-unsur isi yang dapat dijual, misalnya cerita

yang bersifat romantis, tragis, misterius, persahabatan, satire.

Bahkan, mungkin cerita lucu/komedi.

 Elemen yang bias menghidupkannya menjadi menarik

1. Imajinasi

2. ‘Feelings’ (Perasaan)

3. Ruh atau jiwa untuk memberikan daya hidup pada cerita yang

ditulis, baikdalam bentuk cerpen, novelet, maupun novel.

 Member ruh cerita

1. Tokoh-tokoh yang disajikan dalam cerita

2. Tokoh-tokoh tersebut diberi watak yang berbeda berdasarkan

diary, plus tokoh khayal lainnya yang bersifat kontroversial,

antagonis, protagonis, heroik, penebar pesona, atau white angel.

Hal yang penting, tokoh-tokoh ini bias member daya hidup cerita

dengan adanya pro dan kontra serta konflik (pertentangan).

Dengan demikian, pembacanya menjadi gemas dan hanya mau

melepas buku yang dibacanya setelah selesai. Bahkan akan

dibacanya berulang-ulang.

3. Setting (tempat terjadinya cerita) -> bila diperlukan.

4. Membangun konflik dan ‘feelings’ yang diolah dari diary. konflik

dan ‘feelings’ ini biasanya yang punya selling point, sumber dari

watak para tokoh.


5. Konflik itu tidak harus selalu berupa pertengkaran antara tokoh A

dengan tokoh B atau C, tetapi bias juga konflik batin seorang

tokoh saja. Kemudian, berimbas pada tokoh lain.

6. Konflik dari isi diary bila diolah menjadi story dapat dibangun

dengan cara menata rasa atau mengelola dan mengolah perasaan.

Anda mungkin juga menyukai