Anda di halaman 1dari 41

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pentingnya Bahasa

Manusia merupakan makhluk sosial. Makhluk yang tidak dapat hidup sendiri atau individu.
Manusia sangat membutuhkan manusia lain dalam menjalankan aktivitas. Salah satu contoh
penggunaan bahasa yaitu komunikasi dengan orang lain.

Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai sistem lambang
bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama,
berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri. Gorys Keraf (1994:1) memberikan pengertian
bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia. Bahasa juga mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal dan arti atau
makna. Bahasa sebagai bunyi vokal berarti sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
berupa bunyi yang merupakan getaran yang merangsang alat pendengar. Sedangkan bahasa
sebagai arti atau makna berarti isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan
reaksi atau tanggapan orang lain.

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat Indonesia. Bahasa juga menunjukkan
perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat
kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat
dan kebiasaan masyarakat. Selain itu, fungsi bahasa juga melambangkan pikiran atau gagasan
tertentu, dan juga melambangkan perasaan, kemauan bahkan dapat melambangkan tingkah laku
seseorang.

Tanpa adanya bahasa didalam kehidupan bermasyarakat, maka kita akan sulit untuk
menyampaikan maksud dalam melakukan suatu tindakan. Baik itu secara langsung melalui
ucapan yang keluar dari ucapan kita, ataupun tulisan yang kita tulis untuk disampaikan.

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan
seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi,
sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi
tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.

2.2 Pengertian Ragam Bahasa

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang
baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya
ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat
menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah
penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di
dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di
rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa
terdiri dari:

(1) Ragam bahasa lisan

(2) Ragam bahasa tulis

Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar
dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan
dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa
lisan, kita menggunakan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita menggunakan tata cara penulisan
(ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki
hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam
bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama.
Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki
seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada
kedekatan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang
berbeda satu dari yang lain.

2.3 Sebab Terjadinya Ragam Bahasa

Ragam bahasa timbul seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa variasi-variasi
bahasa yang dipakai sesuai keperluannnya. Agar banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih
variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam standar.

2.4 Macam-Macam Ragam Bahasa

Ragam bahasa memiliki jumlah yang sangat banyak karena penggunaan bahasa sebagai alat
komunikasi tidak terlepas dari latar budaya penuturnya yang berbeda-beda. Selain itu, pemakaian
bahasa juga bergantung pada pokok persoalan yang dibicarakan serta keperluan pemakainya.

Ragam bahasa di bagi berdasarkan beberapa cara yang pertama berkomunikasi yaitu: (1) Ragam
Lisan, dan (2) ragam tulisan, kedua berdasarkan cara pandang penutur yaitu: (1) Ragam Dialek,
(2) ragam terpelajar, (3) ragam resmi, dan (4) ragam tak resmi, berdasarkan pesan komunikasi
yaitu (1) ragam politik, (2) ragam hukum, (3) ragam pendidikan, (4) ragam sastra, dan
sebagainya.

2.4.1 Ragam Bahasa Menurut Cara Berkomunikasi

1. Ragam Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian,
ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami
makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan,
hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya
tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam

bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing,
ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Ciri-ciri ragam lisan:

1. Memerlukan orang kedua/teman bicara;


2. Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
3. Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
4. Berlangsung cepat;
5. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
6. Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
7. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
8. Di pengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Contoh ragam lisan

Penggunaan Bentuk Kata

– Nia sedang baca surat kabar.

– Ari mau nulis surat.

– Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.

– Mereka tinggal di Medan.

– Jalan layang itu untuk mengatasi kamacetan lalu lintas

Penggunaan Kosa Kata

– Alzeta bilang kalau kita harus belajar.

– Kita harus bikin karya tulis.


– Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.

Penggunaan Struktur Kalimat

– Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur.

– Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Jakarta

1. Ragam Tulis

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak
ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang

diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan
unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata
dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan media tulis seperti
kertas dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara
penulisan dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya
kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata atau pun susunan kalimat, ketepatan pilihan
kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca daam mengungkapkan ide.
Ragam tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar,
poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam majalah remaja, iklan,
atau poster.

Ciri-ciri ragam tulis :

1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara.


2. Bersifat objektif.
3. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu.
4. Mengemban konsep makna yang jelas.
5. Harus memperhatikan unsur gramatikal.
6. 6. Berlangsung lambat.
7. Jelas struktur bahasanya, susunan kalimatnya juga jeas, dan runtut.
8. 8. Selalu memakai alat bantu;
9. 9. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
10. 10. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan
tanda baca.

Ketentuan-ketentuan ragam tulis :

1. Memakai ejaan resmi.


2. Menghindari unsur kedaerahan.
3. Memakai fungsi gramatikal secara eksplisit.
4. Memakai bentuk sintesis.
5. Pemakaian partikel secara konsisten.
6. Menghindari unsur leksikal yang terpengaruh bahasa daerah

Kelebihan ragam bahasa tulis :

1. Informasi yang disajikan bisa pilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang
menarik dan menyenangkan.
2. Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
3. Sebagai sarana memperkaya kosakata.
4. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau
mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :

1. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan tidak ada akibatnya
bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
2. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti
kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cendrung miskin daya pikat dan nilai jual.
3. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu
dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’

Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa
kata):

Tata Bahasa

(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)

1. Ragam bahasa lisan:

– Nia sedang baca surat kabar

– Ari mau nulis surat

1. Ragam bahasa tulis:

– Nia sedang membaca surat kabar.

– Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.

– Mereka bertempat tinggal di Menteng

– Akan saya tanyakan soal itu.


Kosa kata

Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata:

1. Ragam Lisan

– Ariani bilang kalau kita harus belajar

– Kita harus bikin karya tulis

– Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak

1. Ragam Tulis

– Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar

– Kita harus membuat karya tulis.

– Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar
dan nonstandar. Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan
tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan
berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).

Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan:

1. Topik yang sedang dibahas,


2. Hubungan antarpembicara,
3. Medium yang digunakan,
4. Lingkungan, atau
5. Situasi saat pembicaraan terjadi

Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandard adalah sebagai
berikut:

 Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,


 Penggunaan kata tertentu,
 Penggunaan imbuhan,
 Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
 Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam
nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung
menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita,
dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita
akan menggunakan kata gue.

Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar
dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku
atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar
kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.

Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar.
Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup
mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat
dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang.
Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk
menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan
di atas adalah Intonasi. Misalnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan
tidak terwujud dalam ragam tulis. Beberapa penyusun buku seperti E.Zaenal Arifin dan S.Amran
Tasai (1999:18-19) mengatakan bahwa pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula
atas ragam baku dan ragam tidak baku.

Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat
pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam
penggunaannya atau ragam bahasa yang dipakai jika kawan bicara adalah orang yang dihormati
oleh pembicara, atau jika topik pembicaraan bersifat resmi (mis. Surat-menyurat dinas,
perundang-undangan, karangan teknis), atau jika pembicara dilakukan didepan umum. Ragam
tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang
dari norma ragam baku.

Ragam baku itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. a) Kemantapan dinamis

Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa, kalau katarasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk
kata perasa. Kataraba dibubuhi pe-, akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut
kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe-, akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita
berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima.

Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang
yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebutlangganan dan
orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.

1. b) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud
ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan
pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal (sekolah).

Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak
pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam
otak pendengar atau pembaca.

1. c) Seragam

Ragam baku bersifat seragam, pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses
penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik

keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai


istilah pramugara danpramugari. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal
terbang disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam
baku.

Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepekati untuk dipakai.
Yang timbul dalam masyarakat ialahpramugara atau pramugari.

Dalam berbahasa Indonesia, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan
ragam tidak baku. Oleh sebab itu muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku
tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah
lainnya. Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu
dilakukan dengan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan.

Dalam masalah ragam baku lisan, ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar
atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dikatakan berbahasa lisan
yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek
daerahnya.

Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara pandang penutur

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa dibagi menjadi empat, yaitu: Ragam Dialek,
Ragam Terpelajar, Ragam Resmi, dan Ragam Takresmi.

1. Ragam Dialek

Ragam daerah/dialek adalah variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok banhasawan ditempat
tertentu(lihat Kridalaksana, 1993:42). Dalam istilah lama disebut dengan logat.logat yang paling
menonjol yang mudah diamati ialah lafal (lihat Sugono, 1999:11). Logat bahasa Indonesia orang
Jawa tampak dalam pelafalan /b/pada posisi awal nama-nama kota, seperti mBandung,
mBayuwangi,atau realisai pelafalan kata seperti pendidi’an, tabra’an, kenai’an, gera’an. Logat
daerah paling kentara karena tata bunyinya. Logat indonesia yang dilafalkan oleh seorang
Tapanuli dapat dikenali, misalnya, karena tekanan kata yang amat jelas; logat indonesia orang
bali dan jawa, karena pelaksanaan bunyi /t/ dan /d/-nya. Ciri-ciri khas yang

meliputi tekanan, turun naiknya nada, dan panjang pendeknya bunyi bahasa membangun aksen
yang berbeda-beda.

1. Ragam Terpelajar

Tingkat pendidikan penutur bahasa indonesia juga mewarnai penggunaan bahasa indonesia.
Bahasa indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur berpendidikan tampak jelas
perbedeaannya dengan yang digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan.
Terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, seperti contoh dalam tabel
berikut.

Tidak Terpelajar Terpelajar


Pidio Video
Pilem Film
Komplek Kompleks
Pajar Fajar
Pitamin Vitamin

1. Ragam Resmi dan Tak Resmi

Kedua ragam bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

1. Ragam resmi

Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti pertemuan-pertemuan,
peraturan-peraturan, dan undangan-undangan.

Ciri-ciri ragam bahasa resmi :

1. Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;


2. Menggunakan imbuhan secara lengkap;
3. Menggunakan kata ganti resmi;
4. Menggunakan kata baku;
5. Menggunakan EYD;
6. Menghindari unsur kedaerahan.

2. Ragam tak resmi

Ragam takresmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi takresmi, seperti dalam pergaulan,
dan percakapan pribadi, seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi (lihat
Keraf,1991:6). Ciri- ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi. Ragam
bahasa bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak normal.

Ragam bahasa resmi atau takresmi ditentukan oleh tingkat keformalan bahasa yang digunakan.
Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, derarti semakin resmi bahas yang digunakan.
Sebaliknya semakin rendah pula tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan
bahasa yang digunakan- (lihat Sugono, 1998:12-13). Contoh: Bahasa yang digunakan oleh
bawahan kepada atasan adalah bahas resmi sedangkan bahasa yang digunakan oleh anak

muda adalah ragam bahasa santai/takresmi.

2.4.3 Ragam bahasa Indonesia menurut topik pembicaraan.

Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa dibagi menjadi: ragam politik, ragam hukum,
ragam pendidikan, ragam jurnalistik, dan Ragam sastra dan sebagainya. Kelima jenis ragam
bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

1. Ragam politik

Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata dan mengatur
kehidupan masyarakat. dengan sendirinya penguasa merupakan salah satu sumber penutur
bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan bahasa di masyarakat.

1. Ragam hukum

Salah satu ciri khas dari bahasa hukum adalah penggunaan kalimat yang panjang dengan pola
kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu memperhatikan sifat dan ciri
khas bahasa Indonesia dalam strukturnya. Hal ini disebabkan karena hukum Indonesia pada
umumnya didasarkan pada hukum yang ditulis pada zaman penjajahan Belanda dan ditulis dalam
bahasa Belanda. Namun, terkadang sangat sulit menggunakan kalimat yang pendek dalam
bahasa hukum karena dalam bahasa hukum kejelasan norma-norma dan aturan terkadang
membutuhkan penjelasan yang lebar, jelas kriterianya, keadaan, serta situasi yang dimaksud.

1. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional

Ragam sosial dapat didefinisikan sebagai ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya
didasarkan atas kesepakantan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam
masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan bahasa berdasarkan hubungan orang
misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab dan atau sebaya, serta tingkat status sosial
orang yang menjadi lawan bicara. Ragam sosial ini juga berlaku pada ragam tulis maupun ragam
lisan. Sebagai contoh orang takkan sama dalam menyebut lawan bicara jika berbicara dengan
teman dan orang yang punya kedudukan sosial yang lebih tinggi. Pembicara dapat menyebut
“kamu” pada lawan bicara yang merupakan teman tetapi takkan melakukan itu jika berbicara
dengan orang dengan status sosial yang lebih tinggi atau kepada orang tua.

Ragam fungsioanal, sering juga disebut ragam professional merupakan ragam bahasa yang
diakitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Sebagai
contoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam kedokteran, ragam teknologi dll. Kesemuaan
ragam ini memiliki fungsi pada dunia mereka sendiri.

1. Ragam jurnalistik

Bahasa Jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh dunia persurat-kabaran (dunia
pers = media massa cetak). Dalam perkembangan lebih lanjut, bahasa jurnalistik adalah bahasa
yang dipergunakan oleh seluruh media massa. Termasuk media massa audio (radio), audio visual
(televisi) dan multimedia (internet). Hingga bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa,
yang dibentuk karena spesifikasi materi yang disampaikannya. Ragam khusus jurnalistik
termasuk dalam ragam bahasa ringkas.

Ragam ringkas mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut.

ü Bahasanya padat

ü Selalu berpusat pada hal yang dibicarakan

ü Banyak sifat objektifnya daripada subjektifnya

ü Lebih banyak unsure pikiran daripada perasaan

ü Lebih bersifat memberitahukan daripada menggerakkan emosi

Tujuan utama ialah supaya pendengar/pembaca tahu atau mengerti. Oleh karena itu, yang
diutamakan ialah jelas dan seksamanya. Kalimat-kalimatnya disusun selogis-logisnya.

Bahasa jurnalistik ditujukan kepada umum, tidak membedakan tingkat kecerdasan,

kedudukan, keyakinan, dan pengetahuan.

1. Ragam sastra

Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur, konotatif, kreatif dan inovatif.
Dalam bahasa yang beragam khusus terdapat kata-kata, cara-cara penuturan, dan ungkapan-
ungkapan yang khusus, yang kurang lazim atau tak dikenal dalam bahasa umum. Bahasa sastra
ialah bahasa yang dipakai untuk menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran, fantasi dan
lukisan angan-angan, penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan, dengan bentuk
istimewa. Istimewa karena kekuatan efeknya pada pendengar/pembaca dan istimewa cara
penuturannya. Bahasa dalam ragam sastra ini digunakan sebagai bahan kesenian di samping alat
komunikasi. Untuk memperbesar efek penuturan dikerahkan segala kemampuan yang ada pada
bahasa. Arti, bunyi, asosiasi, irama, tekanan, suara, panjang pendek suara, persesuaian bunyi
kata, sajak, asonansi, posisi kata, ulangan kata/kalimat dimana perlu dikerahkan untuk
mempertinggi efek. Misalnya, bahasa dalam sajak jelas bedanya dengan bahasa dalam karangan
umum.
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang
tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi
sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam
imajinasi pembaca.

Jika ditelusuri lebih jauh, ragam berdasarkan cara pandang penutur dapat dirinci lagi berdasarkan
ciri (1) kedaerahan, (2) pendidikan, dan (3) Sikap penutur sehingga di samping ragam yang
tertera diatas, terdapat pula ragam menurut daerah, ragam menurut pendidikan, dan ragan
menurut sikap penutur. Ragam menurut daerah akan muncul jika para penutur dan mitra
komunikasinya berasal sari suku/etnik yang sama. Pilihan ragam akan beralih jika para
pelakunya multietnik atau suasana berubah, misalnya dari takresmi menjadi resmi.

Penetapan ragam yang dipakai bergantung pada situasi, kondisi, topik pembicaraan, serta bentuk
hubungan antar pelaku. Berbagai faktor tadi akan mempengaruhi cara pandang penutur untuk
menetapkan salah satu ragam yang digunakan (dialeg, terpelajar, resmi, takresmi).

Dalam praktek pemakaian seluruh ragam yang dibahas diatas sering memiliki kesamaan satu
sama lain dalam hal pemakaian kata. Ragam lisan (sehari-hari) cenderung sama dengan ragam
dialek, dan ragam takresmi, sedangkan ragam tulis (formal) cenderung sama dengan ragam resmi
dan ragam terpelajar. Selanjutnya, ragam terpelajar tentu mirip dengan ragam ilmu.

Dibawah ini akan diberikan contuh ragam-ragam tersebut. Ragam ilmu sengaja dipertentangkan
dengan ragam nonilmu demi kejelasan ragam ilmu itu sendiri.

Ragam Contoh
a.Lisan Sudah saya baca buku itu.

b.Tulis Saya sudah membaca buku itu.

c.Dialek Gue udah baca itu buku.

d.Terpelajar Saya sudah membaca buku itu

e.Resmi Saya sudah membaca buku itu

f.Takresmi Sudah saya baca buku itu.


Ragam
Nonilmu (nonilmiah) Ilmu (ilmiah)
– Ayan bukan penyakit menular.
– Epilepsi bukan penyakit menular.
– Polisi bertugas menanyai tersangka.
– Polisi bertugas menginterogasi
– Setiap agen akan mendapatkan potongan.
tersangka.
– Jalan cerita sinetron itu membosankan.
– Setiap agen akan mendapatkan rabat.

– Alur cerita sinetron itu membosankan

Ciri-ciri ragam ilmiah:

1. Bahasa Indonesia ragam baku;


2. Penggunaan kalimat efektif;
3. Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda;
4. Penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan
istilah yang ber
5. makna kias;

5. Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan;


6. Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea.

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan:

1. Dia dihukum karena melakukan tindak pidana.(ragam hukum)


2. Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon.(ragam bisnis)
3. Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra)
4. Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran)
5. Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam psikologi)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara. Dalam konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan bahasa
baku tulis.

Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas :

 Ragam bahasa undang-undang

Yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam pembuatan undang-undang negara maupun sesuatu
yang berkaitan dengan perundang-undangan. Seperti UUD, dll.

 Ragam bahasa jurnalistik

Yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam media massa. Seperti reporter, majalah, koran, dll.
 Ragam bahasa ilmiah

Yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam pembuatan suatu karya ilmiah.

 Ragam bahasa sastra

Yaitu bahasa yang biasa digunakan oleh seorang sastrawan untuk membuat sebuah sastra.

Catatan Anak Kampung


Edi Susilo

Selasa, 25 November 2014


RAGAM BAHASA, RAGAM BAHASA ILMIAH, RAGAM BAHASA SASTRA,
RAGAM BAHASA BISNIS, RAGAM BAHASA FILOSOF, DAN RAGAM
BAHASA JURNALISTIK

RAGAM BAHASA
3.1 Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan
dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek,
aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu
sendiri. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya
atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu
variasi atau ragam tersendiri.
Fungsi bahasa dalam masyarakat antara lain:
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat mengidentifikasi diri.
Setelah mengetahui fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia dalam berbagai sudut
pandang, kita pun perlu mengetahui ragam atau variasi Bahasa Indonesia. Keragaman bahasa
ini disebabkan karena adanya keragaman situasi, kondisi, waktu, dan hal-hal lain yang
memerlukan penyesuaian bahasa. Keanekaragaman penggunaan bahasa Indonesia itulah yang
dinamakan ragam bahasa. Ragam ini ada beberapa macam, yaitu
a. Ragam Bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap dengan fonem sebagai
unsur dasar. Ragam ini berhubungan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Pengguna
bahasa lisan (pembicara) dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka
(mimik), gerak tangan atau isyarat untuk menyampaikan maksud pembicaraannya. Yang
termasuk ragam ini antara lain ragam percakapan ragam pidato, ragam kuliah, dan ragam
panggung.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan adalah :
a. Memerlukan kehadiran orang lain sebagai lawan bicara
b. Unsur gramatikal tidak terlihat atau dinyatakan secara lengkap
c. Terikat ruang dan waktu
d. Dipebgaruhi oleh tinggi rendahnya suara (intonasi)
Kelebihan ragam bahasa lisan :
a. Penggunaannya dapat disesuaikan dengan situasi
b. Lebih efisien
c. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekanan suara dan
gerak anggota badan untuk lebih memperjelas maksud pembicaraannya kepada
pendengar.
d. Pembicara dapat segera mengetahui reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya.
Kelemahan ragam bahasa lisan :
a. Berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
b. Pembicara seringkali mengulang beberapa kalimat.
c. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan dengan baik, terlebih orang yang telah
terbisa menggunakan bahasa daerah setempat dalam berbahasa lisan.
d. Aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.
b. Ragam Bahasa Tulis
Merupakan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya. Ragam ini berhubungan dengan tata cara penulisan dan kosakata yang
menuntut adanya kelengkapan unsur kata seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,
pilihan kata yang tepat, penggunaan ejaan dan tanda baca yang benar.
Yang termasuk ragam tulis adalah ragam teknis, ragam undang-undang, ragam catatan, dan
ragam surat-menyurat
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu.
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Kelebihan ragam bahasa tulis :
a. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang
menarik dan menyenangkan.
b. Biasanya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c. Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, memberikan informasi yang dapat
menambah pengetahuan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :


a. Tidak ada alat atau sarana untuk memperjelas pengertian bahasa lisan, sehingga tulisan
harus disusun dengan sebaik-baiknya.
b. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti
kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
Ragam bahasa lain adalah ragam bahasa fungsional yaitu ragam bahasa yang
dihubungkan dengan profesi , lembaga, lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya serta
dikaitkan juga dengan keresmian keadaan pengunaannya. Ada beberapa ragam bahasa
fungsional, antara lain:
1. Ragam Bahasa Ilmiah
2. Ragam Bahasa Bisnis
3. Ragam Bahasa Sastra
4. Ragam Bahasa Filosof
5. Ragam Bahasa Jurnalistik
3.2 Ragam Bahasa Ilmiah
Ragam ilmiah ialah ragam bahasa keilmuan, yaitu corak dan ciri bahasa yang digunakan
dalam penulisan karya ilmiah. Ragam bahasa ilmiah harus dapat menjadi wahana pemikiran
ilmiah yang tertuang dalam teks karya ilmiah. Pengertian ragam bahasa ilmiah dan karakteristik
ragam ilmiah dalam bahasa Indonesia diuraikan berikut ini.
1. Pengertian Ragam Ilmiah
Ilmiah itu merupakan kualitas dari tulisan yang membahas persoalan-persoalan dalam
bahasa Indonesia bidang ilmu tertentu. Kualitas keilmuan itu didukung juga oleh pemakaian
bahasa dalam ragam ilmiah. Jadi, ragam bahasa ilmiah itu mempunyai sumbangan yang tidak
kecil terhadap kualitas tulisan ilmiah. Ragam ilmiah merupakan pemakaian bahasa yang
mewadahi dan mencerminkan sifat keilmuan dari karya ilmiah. Sebagai wadah, ragam ilmiah
harus menjadi ungkapan yang tepat bagi kerumitan (sofistifikasi) pemikiran dalam karya ilmiah.
Dari pemakaian ragam itu juga bukan saja tercermin sikap ilmiah, melainkan juga kehati-hatian,
kecendekiaan, kecermatan, ke bijaksanaan (wisdom), dan kecerdasan dari penulisnya.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia yang
digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Sebagai bahasa yang digunakan untuk memaparkan
fakta, konsep, prinsip, teori atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan dapat
menjadi media yang efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun lisan.
2. Karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Karakteristik ragam bahasa ilmiah ialah: (1) mencerminkan sikap ilmiah, (2) transparan,
(3) lugas, (4) menggunakan paparan (eksposisi) sebagai bentuk karangan yang utama, (5)
membatasi pemakaian majas (figures of speech), (6) penulis menyebut diri sendiri sebagai orang
ketiga (penulis, peneliti), (7) sering menggunakan definisi, klasifikasi, dan analisis, (8)
bahasanya ringkas tetapi padat, (9) menggunakan tata cara penulisan, dan format karya ilmiah
secara konsisten (misalnya dalam merujuk sumber dan menyusun daftar pustaka), (10) dan
menggunakan bahasa Indonesia baku.
Sikap ilmiah yang harus tercermin dalam ragam ilmiah ialah sikap objektif, jujur, hati-
hati, dan saksam. Ragam ilmiah bersifat cendekia (intelektual), artinya bahasa Indonesia ragam
ilmiah itu dapat digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis, yaitu mampu
membentuk pernyataan yang tepat dan saksama.
Ragam ilmiah bersifat transparan dalam arti kata-kata itu membawa pembaca langsung
ke maknanya; kata-kata yang digunakan hendaknya tidak bermakna ganda (ambigu). Kata-kata
yang dipilih hendaknya kata-kata yang denotatif bukan konotatif.
Bahasa ragam ilmiah bersifat lugas, dalam arti menggambarkan keadaan atau fakta
sebagaimana adanya. Ragam ilmiah tidak berbunga-bunga penuh ornamen seperti ragam bahasa
sastra. Ragam ilmiah tidak berputar-putar dalam menuju ke satu tujuan, bahasa ragam ilmiah
langsung menuju ke sasaran, langsung ke pokok masalah.
Bentuk karangan utama yang digunakan dalam tulisan ilmiah ialah paparan atau
eksposisi, dan dapat diselingi deskripsi, argumentasi, narasi. Dalam tulisan ilmiah ada sesuatu
yang perlu dideskripsikan, kadang diceritakan, atau beberapa definisi diperbandingkan dan
dibahas secara lebih tepat. Seperti yang sudah disebutkan, dalam paparan banyak digunakan
definisi, klasifikasi atau analisis.
Berbeda dengan tulisan ragam sastra, dalam ragam ilmiah pemakaian majas dibatasi.
Majas itu sebenarnya juga menjelaskan, tetapi lebih mengacu pada imajinasi daripada realitas.
Dalam ragam sastra, majas dapat menumbuhkan “keremang-remangan” suatu hal yang kadang
memang diupayakan dalam karya sastra yang berbentuk puisi. Mengapa majas hanya dibatasi
dan tidak disingkirkan? Karena dalam ragam bahasa ilmiah terdapat kata atau istilah yang
sebenarnya semula berupa majas, misalnya mewatasi, melahirkan, membuahkan.
Dalam ragam ilmiah, penyebutan penulis bukan aku atau saya melainkan penulis atau
dalam hal laporan hasil penelitian, peneliti, atau kalimat-kalimatnya menggunakan bentuk pasif,
sehingga penyebutan penulis dapat dilesapkan.
Ragam bahasa ilmiah bersifat ringkas berpusat pada pokok permasalahan. Kalimat-
kalimatnya harus hemat, tidak terdapat kata-kata yang mubazir. Namun kalimat-kalimatnya
harus lengkap, bukan penggalan kalimat.
Ragam bahasa ilmiah harus mengikuti tata tulis karya ilmiah yang standar. Misalnya
penggunaan salah satu sistem penulisan rujukan atau catatan kaki diterapkan secara konsisten,
demikian pula dalam menyusun daftar pustaka.
Pemakaian bahasa dalam tulisan ilmiah termasuk pemakaian bahasa dalam situasi
resmi. Pemilihan kata (diksi) harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu ketepatan, kebakuan,
keindonesiaan, dan kelaziman. Dalam prinsip ketepatan, kata yang dipilih secara tepat sesuai
dengan yang dimaksudkan. Prinsip kebakuan menekankan pemakaian kata baku. Prinsip
keindonesiaan menyarankan penggunaan kata-kata bahasa Indonesia. Prinsip kelaziman,
menyarankan penggunaan kata-kata yang sudah umum.
3.3 Ragam Bahasa Bisnis
Ragam bahas bisnis adalah ragam bahasa yang digunakan dalam berbisnis, yang biasa
digunakan oleh para pebisnis dalam menjalankan bisnisnya. Ciri-ciri ragam bahasa bisnis antara
lain:
1. Menggunakan bahasa yang komunikatif.
2. Bahasanya cenderung resmi.
3. Terikat ruang dan waktu.
4. Membutuhkan adanya orang lain.
3.4 Ragam Bahasa Sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) arti kata sastra adalah “karya tulis yang
jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian,
keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya”. Karya sastra berarti karangan yang
mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah. Sastra memberikan
wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual, dengan caranya
yang khas. Pembaca sastra dimungkinkan untuk menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan
wawasannya sendiri.
Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan suatu kecakapan dalam menggunakan
bahasa yang berbentuk dan bernilai sastra. Jelasnya faktor yang menentukan adalah kenyataan
bahwa sastra menggunakan bahasa sebagai medianya. Berkaitan dengan maksud tersebut, sastra
selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih luas daripada yang bersifat estetik
saja. Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi, dan agama.
Berbagai segi kehidupan dapat diungkapkan dalam karya sastra.
Sastra dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada pembacanya. Seringkali
dengan membaca sastra muncul ketegangan-ketegangan (suspense). Dalam ketegangan itulah
diperoleh kenikmatan estetis yang aktif. Adakalanya dengan membaca sastra kita terlibat secara
total dengan apa yang dikisahkan. Dalam keterlibatan itulah kemungkinan besar muncul
kenikmatan estetis. Menurut Luxemburg dkk (1989) sastra juga bermanfaat secara rohaniah.
Dengan membaca sastra, kita memperoleh wawasan yang dalam tentang masalah manusiawi,
sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sastra adalah hasil cipta
manusia dengan menggunakan media bahasa tertulis maupun lisan, bersifat imajinatif,
disampaikan secara khas, dan mengandung pesan yang bersifat relatif.
Ragam bahasa sastra adalah ragam bahasa yang banyak menggunakan kalimat tidak
efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering
dipakai dalam ragam bahasa sastra. Ciri-ciri ragam bahasa sastra antara lain:
1. Menggunakan kalimat yang tidak efektif.
2. Menggunakan kata-kata yang tidak baku.
3. Adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi.
3.5 Ragam Bahasa Filosof
Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat. Ilmu ini menyelidiki
kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis
linguistik. Filsafat bahasa dibagi menjadi filsafat bahasa ideal dan filsafat bahasa sehari-hari.
Filsafat bahasa ialah teori tentang bahasa yang berhasil dikemukakan oleh para filsuf,
sementara mereka itu dalam perjalanan memahami pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa ialah
usaha para filsuf memahami conceptual knowledge melalui pemahaman terhadap bahasa.
Dalam rangka mencari pemahaman ini, para filsuf telah juga mencoba mendalami hal-
hal lain, misalnya fisika, matematika, seni, sejarah, dan lain-lain. Cara bagaimana pengetahuan
itu diekspresikan dan dikomunikasikan di dalam bahasa, di dalam fisika, matematika dan lain-
lain itu diyakini oleh para filsuf berhubungan erat dengan hakikat pengetahuan atau dengan
pengetahuan konseptual itu sendiri. Jadi, dengan meneliti berbagai cabang ilmu itu, termasuk
bahasa, para filsuf berharap dapat membuat filsafat tentang pengetahuan manusia pada
umumnya.
Letak perbedaan antara filsafat bahasa dengan linguistik adalah linguistik bertujuan
mendapatkan kejelasan tentang bahasa. Linguistik mencari hakikat bahasa. Jadi, para sarjana
bahasa menganggap bahwa kejelasan tentang hakikat bahasa itulah tujuan akhir kegiatannya,
sedangkan filsafat bahasa mencari hakikat ilmu pengetahuan atau hakikat pengetahuan
konseptual. Dalam usahanya mencari hakikat pengetahuan konseptual itu, para filsuf
mempelajari bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai objek sementara agar pada
akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual itu.
Para filsuf juga tertarik untuk memperbaiki bahasa. Bahasa seharusnya diperbaiki
karena kegiatan keilmuan para filsuf boleh dikatakan tergantung kepada pemakaian bahasa. Di
lain pihak, telah banyak keluhan dari sarjana di berbagai bidang bahwa bahasa yang mereka
pakai mengandung banyak kelemahan.
Keluhan para filsuf terhadap kelemahan bahasa terwujud dalam beberapa bentuk.
Sebagai misal, Plotinus dan Bergson menganggap bahwa bahasa itu tidak cocok untuk dipakai
sebagai dasar formulasi kebenaran yang fundamental. Menurut pendapat mereka, orang akan
dapat memahami kebenaran hanya kalau mereka itu menyatu dengan kenyataan dan tanpa
bahasa. Paling-paling bahasa hanya mampu menggambarkan kebenaran itu dengan gambaran
yang bengkok.
Jadi, dalam hal ini, ada dua pandangan yang berbeda terhadap bahasa ini. Pertama,
pandangan yang mengatakan bahwa bahasa itu masih dapat berfungsi untuk menjadi sarana
pengantar filsafat. Akan tetapi, dalam pengalaman pemakaian ini tidak baik, karena si pemakai
sendirilah yang salah. Si pemakai menyimpang dari cara pemakaian bahasa yang baik dan yang
benar, tanpa memberikan makna apa-apa terhadap penyimpangan yang mereka lakukan. Dalam
kelompok ini terdapatlah misalnya orang-orang seperti Locke dan Ludwig Wittgenstein. Locke
tidak menyukai jargon scholastik. Wittgenstein berkata bahwa kebanyakan masalah yang timbul
dalam pembicaraan filsafat berasal dari kenyataan bahwa para filsuf menggunakan terminologi
(istilah) secara menyimpang, berlainan dengan makna yang sebenarnya.
Orang-orang dari kelompok kedua berpendapat bahwa bahasa yang kita pakai sehari-
hari ini memang kurang kuat, kurang cermat, kurang memenuhi syarat, kurang sesuai untuk
dipakai sebagai sarana pengantar filsafat. Bahasa kita itu samar, tidak eksplisit (tidak lugas),
mengandung keraguan (ambigu), kurang mandiri atau suka tergantung pada konteks (context
dependent) dan sering menimbulkan salah paham. Di dalam kelompok ini terdapatlah orang-
orang seperti Leibniz, Russel, dan Carnap yang menginginkan timbulnya suatu bahasa buatan
manusia yang lebih sesuai untuk filsafat. Bahasa buatan manusia itu perlu diusahakan agar
kelemahan-kelemahan yang ada di dalam bahasa alamiah dapat dikoreksi.
3.5.1 Hubungan Bahasa dengan Filsafat
Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan
antarmanusia, tetapi, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya, bahwa
bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia. Kearifan Melayu mengatakan :
“Bahasa adalah cermin budaya bangsa, hilang budaya maka hilang bangsa”. Jadi bahasa adalah
sine qua non, suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat manusia.
Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang
filosof (ahli filsafat) tidak mungkin bisa mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada
orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buah pikiran
kefilsafatan. Louis O. Katsooff berpendapat bahwa suatu system filsafat sebenarnya dalam arti
tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang
sebagai suatu upaya penyusunan bahasa tersebut. Karena itu filsafat dan bahasa senantiasa akan
beriringan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini karena bahasa pada hakikatnya
merupakan sistem symbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah mencari jawab
dan makna dari seluruh symbol yang menampakkan diri di alam semesta ini.
Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia symbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi yang
sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas (sebab musabbab dan akibat) yang tidak
dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung
maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan
terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun. Bahasa memiliki daya tarik
tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan
tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks. Salah satu
kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna, sebagaimana mata
tidak dapat melihat dirinya sendiri.
3.5.2 Fungsi Filsafat terhadap Bahasa
Kerja filsafat adalah dimulai dari suatu peranyataan kritis tentang sesuatu realitas yang
tidak hanya mempertanyakan tentang dunia yang konkrit, tetapi juga sebagian realitas yang oleh
sebagian orang dianggap tabu untuk dipertanyakan. Bagi filsafat seluruh realitas adalah layak
untuk dipertanyakan. Bagi filsafat pertanyaan itu bukanlah sekedar bertanya, tapi diharapkan
berupa pertanyaan yang kritis tentang apa saja.
“Filsafat harus mengkritik pertanyaan-pertanyaan yang tidak mamadai dan harus ikut
mencari jawaban yang benar”, kata Franz Magnis-Suseno. Atau seperti kata Robert Spaemann :
”Yang baik tidak dapat terletak dalam pertanyaan sendiri, melainkan harus dalam jawaban”. Itu
sudah menjadi pertanyaan para filosof tempo dulu, dari Socrates sampai Ibnu Rusd dari
Andalusia.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kebahasaan yang memerlukan analisis
atau kerja filsafat dalam memahami dan memecahkannnya, antara lain :
1. Masalah “bahasa’ pertama dan mendasar adalah apa hakikat bahasa itu ? mengapa bahasa
itu harus ada pada manusia dan merupakan cirri utama manusia. Apa pula hakikat manusia
itu, dan bagaimana hubungan antara “bahasa” dan “manusia” itu.
2. Apakah perbedaan utama antara “bahasa” manusia dan bahasa di luar manusia, seperti
bahasa binatang dan atau bahasa makhluk lain. Apa persamaannya dan apa pula
perbedaannya.
3. Apa hubungan antara bahasa dan akal, dan juga apa hubungannya antara bahasa dengan
hati, intuisi dan fenomena batin manusia lainnya.
Problem-problem tersebut, merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika
kebahasaan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang dalam dan
sistematis atau analisis filsafat. Agar ada sedikit gambaran, berikut ini akan diuraikan secara
singkat mengenai hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Filsafat, dalam arti analisis merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para filosof
dan ahli filsafat dalam memecahkan, seperti mengenai apakah hakikat bahasa itu, atau
pernyataan dan ungkapan bahasa yang bagaimana yang dapat dikategorikan ungkapan
bahasa bermakna dan tidak bermakna.
2. Filsafat, dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas, misalnya filsafat
idealisme, rasionalisme, realisme, filsafat analitif, Neo-Posotovisme, strukturalisme,
posmodernisme, dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan para ahli bahasa dalam
mengembangkan teori-teorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan
memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut. Sebut saja
“Sausurian”, adalah suatu aliran linguistic dan ilmu sastra yang dikembangkan di atas
bangunan filsafat strukturalisme Ferdinand de Saussure.
3. Filsafat, juga berfungsi member arah agar teorai kebahasaan yang telah dikembangkan para
ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu,
memiliki relevansi dan realitas kehidupan ummat manusia.
4. Filsafat, termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk
dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan menjadi ilmu bahasa (linguistic) atau
ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan yang dikembangkan oleh suatu aliran filsafat tertentu,
akan menghasilkan forma aliran ilmu bahasa tertentu pula. Hal ini akan sangat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu kebahasaan secara berkelanjutan.
3.5.3 Aturan-Aturan Terpokok Suatu Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam uraian kefilsafatan terdiri dari seperangkat istilah dan
seperangkat pernyataan yang dibentuk dari istilah-istilah tertentu ditambah dengan istilah-istilah
lain dalam maknanya yang lazim, yang diambilkan dari bahasa yang digunakan oleh sang filsuf
(misalnya bahasa Inggris). Suatu bahasa yang lengkap terdiri dari seprangkat istilah dan tiga
perangkat aturan.
Perangkat aturan pertama bersifat semantik. Aturan-aturan ini menerangkan hubungan antara
ungkapan-ungkapan bahasa dengan hal-hal yang ditunjukkan. Aturan-aturan tersebut dapat
dibagi lebih lanjut sebagai berikut:
1. Aturan-aturan pembentukan. Aturan-aturan ini menerangkan kapankah seperangkat tanda
menunjukkan suatu pertanyaan. Misalnya, ada aturan : “Bila ada ungkapan yang terdiri dari
suatu kata benda, kata kerja ‘adalah’, dan suatu kata sifat, maka hasilnya akan berupa suatu
pernyataan.”
2. Aturan-aturan yang melukiskan apakah yang ditunjuk oleh macam-macam tanda tertentu.
Aturan-aturan ini mengatakan bahwa kata-kata benda menunjukkan orang, tempat, atau barang,
dan bahwa sebutan menunjukkan ciri-ciri.
3. Aturan-aturan yang melukiskan bilamanakah suatu pernyataan dikatakan mengandung
‘kebenaran’. Aturan-aturan ini dapat memberikan batasan pengertian mengenai hubungan
kebenaran. Misalnya, pernyataan sederhana seperti “Saya merasa dingin,” dikatakan benar jika,
dan hanya jika, saya sungguh-sungguh merasa dingin.
Perangkat aturan kedua bersifat pragmatis. Aturan-aturan ini menerangkan latar istilah-
istilah atau pernyataan-pernyataan yang bersifat kejiwaan, emosional, geografik, dan sebagainya.
Misalnya nama ‘Tuhan’ senantiasa dipakai dengan perasaan hormat.
Perangkat aturan ketiga bersifat sintaksis. Aturan-aturan ini menerangkan cara-cara
menyimpulkan ungkapan-ungkapan berdasarkan ungkapan-ungkapan yang lain dengan jalan
perubahan bentuk. Misalnya, jika (1) ‘p’ dan (2) ‘p’ meliputi ‘q’, maka (3) dapatlah disimpulkan
‘q’. Yang tersangkut dalam hal ini ialah aturan-aturan logika, definisi bukti, dan sebagainya.
3.6 Ragam Bahasa Jurnalistik
3.6.1 Pengertian Bahasa Jurnalistik
Bahasa Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita.
Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut pula
Newspaper Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa,
baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun komunikasi tertulis
(media cetak), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.
3.6.1 Ciri Utama Bahasa Jurnalistik
Secara lebih seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya
menurut media menjadi bahasa jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio, bahasa
jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa jurnalistik media cetak,
misalnya, kecuali harus mematuhi kaidah umum bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang
sangat khusus yang membedakannya dari bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik TV, dan
bahasa jurnalistik media online internet. Ada beberapa ciri-ciri utama bahasa jurnalistik yang
berlaku untuk semua bentuk media berkala tersebut.
1. Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak
diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat
intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan kalimat
yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa
jurnalistik.
2. Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah, tidak bertele-tele, tidak berputar-putar,
tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia
pada kolom-kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas, sementara isinya
banyak dan beraneka ragam. Konsekwensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh
bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.

3. Padat
Menurut. Patmono S.K., redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik
(1996: 45), padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragrap
yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti
terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat yang singkat
tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat yang padat mengandung lebih
banyak informasi.
4. Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata
dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi.
Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari kemungkinan adanya
penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.
5. Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam
adalah wara yang jelas. Putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu disandingkan,
maka terdapat perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula yang disebut putih. Pada.
Kedua warna itu sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu. Perbedaan warna hitam
dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas
susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan (SPOK),
jelas sasaran atau maksudnya.
6. Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan
sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Sebagai bahan bandingan,
kita hanya dapat menikmati keindahan ikan hias arwana atau oscar hanya pada akuarium dengan
air yang jernih bening. Oscar dan arwana tidak akan melahirkan pesona yang luar biasa apabila
dimasukkan ke dalam kolam besar di persawahan yang berair keruh.
Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang
tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali fakta,
kebenaran, kepentingan public. Dalam bahasa kiai, jermh berarti bersikap berprasangka baik dan
sejauh mungkin menghindari prasangka buruk. Menurut orang komunikasi, jernih berarti
senantiasa mengembangkan pola piker positif (positive thinking) dan menolak pola pikir
negative (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif kita akan dapat melihat semua
fenomena dan persoalan yang terdapat dalam masyarakat dan pemerintah dengan kepala dingin,
hati jernih dan dada lapang.
Pers, atau lebih luas lagi media massa, di mana pun tidak diarahkan untuk membenci siapa
pun. Pers ditakdirkan untuk menunjukkan sekaligus mengingatkan tentang kejujuran, keadilan,
kebenaran, kepentingan rakyat. Tidak pernah ada dan memang tidak boleh ada, misalnya
hasutan pers untuk meraih kedudukan atau kekuasaan politik sebagaimana para anggota dan
pimpinan partai politik.
7. Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan
perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur,
terjaga seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku. Wartawan
sering juga disebut seniman. Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman
atau bahkan cubitan sayang, bukan dengan mimik muka tegang atau kepalan tangan dengan
pedang. Karena itulah, sekeras apa pun bahasa jurnalistik, ia tidak akan dan tidak boleh
membangkitkan kebencian serta permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun. Bahasa
jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah
normatif. Tidak semena-mena, tidak pula bersikap durjana. Perlu ditegaskan salah satu fungsi
pers adalah edukatif. Nilai dan nuansa edukatif itu, juga harus tampak pada bahasa jurnalistik
pers.
8. Demokratis
Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis
berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak
yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di jumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan
bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional. Bahasa jurnalistik
memperlakukan siapa pun apakah presiden atau tukang becak, bahkan pengemis dan pemulung
secara sama. Kalau dalam berita disebutkan presiden mengatakan, maka kata mengatakan tidak
bisa atau harus diganti dengan kata bersabda. Presiden dan pengemis keduanya tetap harus
ditulis mengatakan. Bahasa jurnalistik menolak pendekatan diskriminatif dalam penulisan berita,
laporan, gambar, karikatur, atau teks foto. Secara ideologis, bahasa jurnalistik melihat setiap
individu memiliki kedudukan yang sama di depan hukum schingga orang itu tidak boleh diberi
pandangan serta perlakuan yang berbeda. Semuanya sejajar dan sederajat. Hanya menurut
perspektif nilai berita (news value) yang membedakan diantara keduanya. Salah satu penyebab
utama mengapa bahasa Indonesia dipilih dan ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa pengikat
persatuan dan kesatuan bangsa, karena bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia
memang sangat demokratis. Sebagai contoh, prisiden makan, saya makan, pengemis makan,
kambing makan.
9. Populis
Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya
jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar,
atau. pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua
lapisan masyarakat. Mulai dari pengamen sampai seorang presiden, para pembantu rumah tangga
sampai ibu-ibu pejabat. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa yang elitis adalah bahasa
yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama mereka yang
berpendidikan dan berkedudukan tinggi.
10. Logis
Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik
harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat. Bahasa jurnalistik harus dapat
diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini berlaku hokum logis. Sebagai contoh,
apakah logis kalau dalam berita dikatakan: “jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan
banjir bandang itu 225 orang, namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor.”
Jawabannya tentu saja sangat tidak logis, karena mana mungkin korban yang sudah tewas, bisa
melapor?
11. Gramatikal
Gramatikal berarti kata, istilah, atau kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa
jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai
dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman
pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling besar
pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok masyarakat. Contoh
berikut adalah bahasa jurnalistik nonbaku atau tidak gramatikal: “Ia bilang, presiden menyetujui
anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 15 persen dari total APBN dalam tiga tahun ke depan.”
Contoh bahasa jumalistik baku atau gramatikal: “Ia mengatakan, presiden menyetujui anggaran
pendidikan dinaikkan menjadi 25 persen dari total APBN dalam lima tahun ke depan.”
12. Menghindari kata tutur
Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal.
Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota,
atau di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh pihak yang
diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan
pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh
kata-kata tutur: bilang, dilangin, bikin, diksih tahu, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin.
13. Menghindari Kata dan Istilah Asing
Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan
makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-
kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan. Menurut teori
komunikasi, khalayak media massa terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-
ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik,
memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis, kita udarakan atau kita tayangkan,
sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri di tengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri,
juga mencelakakan orang lain.
14. Pilihan Kata (diksi) yang Tepat
Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya
harus produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang
dipilih, memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan
kepada khlayak. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik, tidak sekadar hadir sebagai
varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan
matang untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak. Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat
dalam setiap kata jurnalistik, bisa menimbulkan akibat fatal.
15. Mengutamakan Kalimat Aktif
Kalimat akif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada
kalimat pasif. Sebagai contoh, “Presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presiden. Contoh
lain, “pencuri mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, dan bukan diambilnya perhiasan
itu dari dalam almari pakaian oleh pencuri.” Bahasa jurnalistik harus.jelas susunan katanya, dan
kuat maknanya. Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman.
Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.
16. Menghindari Kata atau Istilah Teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami,
ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah
satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis.
Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu
yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa tidak boleh
dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Kecuali tidak efelitf, juga mengandung unsur
pemerkosaan. Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran, atau berbagai
istilah teknis dalam dunia mikrobiologi, tidak akan bisa dipahami maksudnya oleh khalayak
pembaca apabila dipaksakan untuk dimuat dalam berita, laporan, atau tulisan pers. Supaya
mudah dicerna dan mudah dipahami maksudnya, maka istilah-istilah teknis itu harus diganti
dengan istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan, maka
istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kerung.
Surat kabar, tabloid, atau majalah yang lebih banyak memuat kata atau istilah teknis,
mencerminkan media itu : (1) kurang melakukaii pembinaan dan pelatihan terhadap
wartawannya yang malas, (2) tidak memiliki editor bahasa, (3) tidak memiliki buku panduan
peliputan dan penulisan berita serta laporan, atau (4) tidak memiliki sikap profesional. dalam
mengelola penerbitan pers yang berkualitas.
17. Tunduk kepada Kaidah Etika
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educated), Fungsi ini bukan saja
harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-aritikelnya, melainkan juga
harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan
pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu. Dalam menjalankan fungsinya mendidik
khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa
pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata
yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma
sosial budaya agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera rendah
lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

Diposting oleh Edi Susilo di 03.35


Reaksi:
BATASAN RAGAM BAHASA
Bahasa Indonesia sangatlah bervariasi dalam pemakaian sehari-hari, banyak
variasi pengunaan dan pengucapannya, variasi tersebut disebut ragam. Adapun ragam
bnahasa menurut KBBI adalah varian bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicaraan.
Kridalaksana (dalam Nasucha, dkk., 2012:14) mengemukakan bahwa ragam
bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakainya yang dibedakan menurut
topic,hubungan pelaku, dan medium pembicaraan.
B. JENIS-JENIS RAGAM BAHASA
Jenis-jenis ragam bahasa ada beberapa kategori seperti jenis yang berdasarkan
pokok pembicaraan, media pembicaraan, menurut hubungan antar pembicara.
Adapun ragam bahasa yang berdasarkan pokok pembicaraan/ pokok persoalan
dibedakan antara lain:
1. Ragam bahasa Ilmiah.
Ragam bahasa ilmiah adalah ragam bahasa yang berdasarkan pada
pengelompokan menurut jenis pemakaian dalam bidang kegiatan yang
bersifat keilmuan, dan ditujukan kepada lingkungan keahlian tertentu yang
bertumpu pada pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah,
dengan langkah-langkah yang teratur, tertata, dan terkontrol.
Ciri- ciri ragam bahasa ilmiah antara lain:
- Menggunakan bahasa baku;
- Menggunakan kalimat yang efektif;
- Menghindari makna ganda;
- Menggunakan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari
pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias;
- Menghindari penonjolan pesona dalam pemakaian dengan tujuan
menjaga objektivitasnya.
2. Ragam bahasa Jurnalistik.
Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang sering digunakan oleh para wartawan/
jurnalis dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa.
Bahasa jurnalistik memiliki karakter berbeda-beda berdasarkan jenis berita
apa yang akan diberitakan. Karakteristik bahasa jurnalistik tersebut
dipengaruhi oleh penentuan masalah, jenis tulisan, pembagian tulisan, serta
sumber/bahan tulisan. Tapi bahasa jurnalistik ini tidak boleh meninggalkan
kaedah bahasa baku dalam hal pemakaian kosa kata, struktur sintaksis, dan
wacana.
Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat yang khas yaitu; singkat, padat, jelas,
sederhana, lugas, menarik, dan kosa kata yang digunakan mengikuti
perkembangan bahasa dalam masyarakat.
3. Ragam bahasa Sastra.
Ragam bahasa sastra adalah salah satu bahasa yang digunakan untuk
menymapaikan pikiran dan perasaan, fantasi dan imajinasi, penghayatan
lahir dan batin, peristiwa atau kejadian dan khayalan dengan bentuk-bentuk
bahasa menurut tatanan khusus dalam penuturannya, tetapi kekhususan
tatanan tersebut bukan merupakan rancak atau sedapnya didengar atau
dibaca, melainkan karena kekuatan efek kepada pendengar atau
pembacanya. Adapun yang biasa digunakan sastrawan untuk mempertinggi
efek penuturannya menggunakan arti, bunyi, asosiasi, irama, tekanan, suara,
penyesuaian bunyi kata, sajak, asonansi, aliterasi ulangan kata/kalimat.
Ciri-ciri dari ragam bahasa sastra antara lain;
- Menggunakan bahasa yang tidak baku;
- Menggunakan kalimat yang tidak efektif;
- Adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi.
4. Ragam bahasa Bisnis.
Ragam bahasa bisnis adalah ragam yang digunakan dalam urusan bisnis.
Ciri-ciri ragam bahasa bisnis antara lain:
- Menggunakan bahasa yang komunikatif;
- Menggunakan bahasa yang cenderung resmi;
- Terikat oleh ruang dan waktu;
- Membutuhkan adanya orang lain.
Adapun berdasarkan media pembicaraan dibedakan atas:
1. Ragam bahasa Lisan.
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang diungkapkan lewat media lisan,
yang terkait oleh masalah waktu dan tempat sehingga situasi pengungkapan
dapat membantu pemahaman. Ciri dari bahasa lisan antara lain:
- Memerlukan orang kedua atau teman bicara;
- Tergantung situasi, kondisi, ruang, dan waktu;
- Hanya perlu intonasi dan gerak tubuh;
- Berlangsung cepat;
- Sering berlangsung tanpa alat bantu;
- Kesalahan dapat langsung dikoreksi.
Dan yang termasuk dari ragam bahasa lisan antara lain:
- Ragam bahasa cakapan.
- Ragam bahasa pidato.
- Ragam bahasa kuliah.
- Ragam bahasa panggung.

2. Ragam bahasa Tulis.


Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Ragam bahasa
tulis ini berurusan dengan tata cara penulisan(ejaan) disamping aspek tata
bahasa dan kosa kata
- Ragam bahasa teknis.
- Ragam bahasa undang-undang.
- Ragam bahasa catatan.
- Ragam bahasa surat.
Adapun berdasarkan menurut hubungan antar pembicara dibedakan dari akrab
tidaknya pembicara.
1. Ragam bahasa resmi.
2. Ragam bahasa akrab.
3. Ragam bahasa agak resmi.

4. Ragam bahasa santai.

. Ragam Lisan
Ragam bahasa lisan adalah suatu ragam bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap (organ of speech).
Dalam ragam bahasa lisan ini, kita harus memperhatikan beberapa hal seperti tata bahasa, kosakata,
dan lafal dalam pengucapannya. Karena dengan memperhatikan hal-hal tersebut, pembicara dapat
mengatur tinggi rendah suara atau tekanan yang dikeluarkan, mimik/ekspresi muka yang
ditunjukkan, serta gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide dari sang pembicara.

Ciri-ciri ragam lisan:


a. Memerlukan orang kedua/teman bicara;
b. situasi, kondisi, ruang & waktu;
c. Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh;
d. Berlangsung cepat;
e. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
f. Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
g. dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Contoh dari ragam bahasa lisan antara lain meliputi: Ragam bahasa cakapan, ragam bahasa pidato,
ragam bahasa kuliah, serta ragam bahasa panggung. Contoh penggunaan ragam lisan adalah ‘Sudah
saya baca buku itu.’

2. Ragam Bahasa Tulis


Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di
samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut
adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan
pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam tulis :
a. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
b. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu.
c. Harus memperhatikan unsur gramatikal;
d. Berlangsung lambat;
e. Selalu memakai alat bantu;
f. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
g. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis
perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan
karya-karya ilmiah. Contoh penggunaan ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’

Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi


1. Ragam Resmi
Ragam Resmi (formal) yakni penggunaaan bahasa dalam situasi resmi. Dalam situasi resmi (formal)
ini bahasa yang digunakan seperti dalam jurnal ilmiah, Karya tulis ilmiah,surta resmi, pidato resmi,
dan lain-lain semua bentuk komunikasi tersebut harus sesuai dengan EYD.
Ciri-ciri ragam resmi:
a. Digunakan dalam situasi resmi
b. Nada bicara yang cenderung datar
c. Kalimat yang digunakan kalimat lengkap
Contoh penggunaan bahasa situasi resmi atau ragam resmi adalah ‘saya sudah selesai menyeleaikan
pekerjaan rumah tersebut.’
2. Ragam Tak Resmi
Ragam tak resmi (informal) yakni penggunaan bahasa dlam situasi tidak resmi. Bahasa Indonesia
yang digunakan dalam situasi tak resmi seperti dalam pembicaraan antara penjual dan pembeli
dipasa, berbicara dengan orang disekitar lingkungan, dan berbicara dengan teman sebaya. Itu
merupakan komunikasi yang tidak harus sesuai dengan EYD.
Ciri-ciri dalam ragam tak resmi:
a. Digunakan dalam situasi tak resmi
b. Sering menggunakan kalimat-kalimat yang tidak lengkap.
Contoh penggunaan bahasa dalam situasi tak resmi atau ragam tak sermi adalah ‘pr itu sudah aku
selesaikan.’
3. Ragam Bahasa Akrab
Penggunaan kalimat-kalimat pendek merupakan ciri ragam bahasa akrab. Kalimat-kalimat pendek ini
menjadi bermakna karena didukung oleh bahasa nonverbal seperti anggukan kepala , gerakan kaki
dan tangan tangan,atau ekspresi wajah.
Contoh ragam bahasa akrab biasanya ditemui dalam penulisan pesan singkat di ponsel ataupun media
sosial.
4. Ragam Bahasa Konsultasi
Ketika kita mengunjunggi seorang dokter, ragam bahasa yang kita gunakan adalah ragam bahasa
resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa resmi yang digunakan,
melainkan bahasa santai. Itulah ragam bahasa konsultasi.
Contoh ragam bahasa konsulatisi biasa digunakan oleh jurnalis, psikiater, karyawan di bidang marketing
dan orang yang bekerja sebagai konsultan.

Sumber :
Modul Bahasa Indonesia tentang Ragam Bahasa oleh Tri Wahyu
http://merrycmerry.blogspot.co.id/2011/10/makalah-bahasa-indonesia-ragam-bahasa.html
http://handokoari03.blogspot.co.id/2014/10/ragam-bahasa.html

Pengertian Ragam Bahasa.

Ragam bahasa adalah varian dari bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan varian dialek
sesuai dengan pengguna. Variasi mungkin termasuk dialek, aksen, laras, gaya, atau berbagai
sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa standar itu sendiri.

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Seiring dengan perkembangan zaman yang
sekarang ini banyak masyarakat yang mengalami perubahan. Bahasa pun juga mengalami
perubahan. Perubahan itu berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar
banyaknya variasi tidak mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam
bahasa timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu
yang disebut ragam standar (Subarianto, 2000).

Ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek
yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek, aksen,
laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri.
Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya atau
tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi
atau ragam tersendiri.

Variasi dalam tingkat leksikon, seperti slang dan dialek, sering dianggap terkait dengan gaya
atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai variasi
atau keragaman saja.

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut media pembicara.
Pengertian ragam bahasa menurut para ahli.

Pengertian ragam bahasa menurut Bachman (1990),

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara.

Pengertian ragam bahasa menurut Dendy Sugono (1999).

bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu
masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor,
atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi,
seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

Pengertian ragam bahasa menurut Fishman ed (1968).

suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan
untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi
masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah
kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi
pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.

Fungsi Ragam Bahasa.

 Fungsi bahasa Indonesia dalam kapasitasnya sebagai bahasa nasional:


 Mampu menyatukan ribuan bahasa yang beragam di Indonesia
 Speaker Indonesia mampu
 Simbol kebanggaan nasional
 Simbol identitas nasional
 Berarti menyatukan berbagai kelompok etnis
 Pemersatu alat perhubungan antara budaya dan antar-regional

Fungsi sebagai bahasa negara:

 bahasa resmi negara


 bahasa pengantar dalam pendidikan
 berarti komunikasi di tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan pembangunan
nasional dan pelaksanaan
 budaya dan pengembangan alat-alat ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jenis - Jenis Ragam Bahasa.

Berbagai macam bahasa sastra adalah bahasa yang menggunakan banyak kalimat yang tidak
efektif. Jelas penggambaran melalui konotasi serangkaian kata tersebut sering digunakan dalam
berbagai bahasa sastra.
Berbagai macam bahasa ilmiah adalah bahasa berdasarkan pengelompokan berdasarkan jenis
penggunaan di bidang kegiatan sesuai dengan berbagai properti keilmuannya. 4 bahasa ilmiah
dapat juga diartikan sebagai alat verbal yang efektif, efisien, baik, dan benar.

Berdasarkan pokok pembicaraan, ragam bahasa dibedakan antara lain atas:

 Ragam bahasa undang-undang


 Ragam bahasa jurnalistik
 Ragam bahasa ilmiah
 Ragam bahasa sastra

Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan atas:

Ragam lisan yang antara lain meliputi:

 Ragam bahasa cakapan


 Ragam bahasa pidato
 Ragam bahasa kuliah
 Ragam bahasa panggung

Ragam tulis yang antara lain meliputi:

 Ragam bahasa teknis


 Ragam bahasa undang-undang
 Ragam bahasa catatan
 Ragam bahasa surat

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara

 Ragam bahasa resmi


 Ragam bahasa akrab
 Ragam bahasa agak resmi
 Ragam bahasa santai
 dan sebagainya

Ragam Bahasa Indonesia dibagi menjadi 3 jenis yaitu

1. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media.

Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa
terdiri dari :

Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan dinamakan ragam bahasa
lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai
unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan
dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya

Ragam lisan.

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian,
ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami
makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan,
hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya
tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam
bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing,
ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Ciri-ciri ragam lisan:

 Memerlukan orang kedua/teman bicara;


 Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
 Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
 Berlangsung cepat;
 Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
 Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
 Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi

Contoh ragam lisan adalah ‘Sudah saya baca buku itu.

Ragam tulis.

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak
ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang
diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan
unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata
dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ciri-ciri ragam tulis :

 Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;


 Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
 Harus memperhatikan unsur gramatikal;
 Berlangsung lambat;
 Selalu memakai alat bantu;
 Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
 Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda
baca.

Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.

2. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara pandang penutur.

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa ragam diantara
nya adalah:
Ragam dialek
Contoh : ‘Gue udah baca itu buku.’
Ragam terpelajar
Contoh : ‘Saya sudah membaca buku itu.’
Ragam resmi
Contoh : ‘Saya sudah membaca buku itu.’
Ragam tak resmi
Contoh : ‘Saya sudah baca buku itu.’

3. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan topik pembicaraan.

Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri dari beberapa ragam diantara nya adalah :

 Ragam bahasa ilmiah


 Ragam hukum
 Ragam bisnis
 Ragam agama
 Ragam sosial
 Ragam kedokteran
 Ragam sastra

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan:

 Dia dihukum karena melakukan tindak pidana. (ragam hukum)


 Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon.(ragam bisnis)
 Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra)
 Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran)
 Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam psikologi)
 Ragam bahasa baku dapat berupa: ragam bahasa baku tulis dan ragam bahasa baku lisan.

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya keragaman bahasa, diantaranya :

 Faktor Budaya atau letak Geografi


 Faktor Ilmu pengetahuan
 Faktor Sejarah

Pembagian Ragam Bahasa.

Ragam bahasa terbagi dua jenis yaitu bahasa lisan dan bahasa baku tulis.

Pada ragam bahasa baku tulis kita harus menguasai penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar dan menguasai EYD, sedangkan untuk ragam bahasa lisan kita harus mampu
mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan.

Ragam bahasa adalah variasi pemakaian bahasa. Bachman (1990, dalam Angriawan, 2011:1),
menyatakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dengan kata lain, ragam bahasa adalah variasi
bahasa yang berbeda-beda yang disebabkan karena berbagai faktor yang terdapat dalam
masyarakat, seperti usia, pendidikan, agama, bidang kegiatan dan profesi, latar belakang budaya
daerah, dan sebagainya.

Akibat berbagai faktor yang disebutkan di atas, maka Bahasa Indonesia pun mempunyai ragam
bahasa. Chaer (2006:3) membagi ragam Bahasa Indonesia menjadi tujuh ragam bahasa.

 Pertama, ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Ragam bahasa ini disebut dengan
istilah idiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang menjadi ciri khas individu atau
seseorang pada saat berbahasa tertentu.
 Kedua, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari wilayah
tertentu, yang biasanya disebut dengan istilah dialek. Misalnya, ragam Bahasa Indonesia
dialek Bali berbeda dengan dialek Yogyakarta.
 Ketiga, ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari
golongan sosial tertentu, biasanya disebut sosiolek. Misalnya ragam bahasa masyarakat
umum ataupun golongan buruh kasar tidak sama dengan ragam bahasa golongan terdidik.
 Keempat, ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu, seperti
kegiatan ilmiah, sastra, dan hukum. Ragam ini disebut juga dengan istilah fungsiolek,
contohnya ragam bahasa sastra dan ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa sastra biasanya
penuh dengan ungkapan atau kiasan, sedangkan ragam bahasa ilmiah biasanya bersifat
logis dan eksak.
 Kelima, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi.
Biasa disebut dengan istilah bahasa baku atau bahasa standar. Bahasa baku atau bahasa
standar adalah ragam bahasa yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.
Bahasa baku biasanya dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan,
surat menyurat dan rapat resmi, serta tidak dipakai untuk segala keperluan tetapi hanya
untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum, dan pembicaraan
dengan orang yang dihormati. Di luar itu biasanya dipakai ragam tak baku.
 Keenam, ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi informal atau tidak resmi
yang biasa disebut dengan istilah ragam nonbaku atau nonstandar. Dalam ragam ini
kaidah-kaidah tata bahasa seringkali dilanggar.
 Ketujuh, ragam bahasa yang digunakan secara lisan yang biasa disebut bahasa lisan.
Bahasa lisan sering dibantu dengan mimik, gerak anggota tubuh, dan intonasi. Sedangkan
lawannya, ragam bahasa tulis tidak bisa dibantu dengan hal-hal di atas. Oleh karena itu,
dalam ragam bahasa tulis harus diupayakan sedemikian rupa agar pembaca dapat
menangkap dengan baik bahasa tulis tersebut.

Selain itu, Moeliono (1988, dalam Abidin, 2010:1) juga membagi ragam bahasa menurut
sarananya menjadi ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan yaitu ragam bahasa yang
diungkapkan melalui media lisan yang terikat oleh kondisi, ruang dan waktu sehingga situasi saat
pengungkapan dapat membantu pemahaman pendengar. Sedangkan ragam tulis adalah ragam
bahasa yang dipergunakan melalui media tulis, yang tidak terikat oleh ruang dan waktu.

Penggunaan kedua ragam bahasa ini juga umumnya berbeda. Penggunaan ragam bahasa lisan
mempunyai keuntungan, yaitu karena ragam bahasa lisan digunakan dengan hadirnya lawan
bicara, serta sering dibantu dengan mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan intonasi ucapan.
Sedangkan dalam bahasa tulis, mimik, gerak gerik anggota tubuh, dan intonasi tidak mungkin
diwujudkan.

Jadi bisa kita simpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi dalam pemakaian bahasa, yaitu
perbedaan penutur, media, situasi, dan bidang, berikut ini adalah penjelasan singkatnya :

Perbedaan penutur
Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa
antarindividu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga
menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek.

Perbedaan media
Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang
digunakan, sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan.

Perbedaan situasi
Situasi pada saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa yang
digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan situasi resmi.

Perbedaan bidang
Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula,
misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.

Anda mungkin juga menyukai