Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

EPISTEMOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen pengampu :

M. Fathun Nadhor, M.Ag.

Disusun oleh :

1. Irma Risa Meilinda (12208183156) 15


2. Lazulfah Nadhifatul Maulani (12208183157) 16
3. Ilmi Indah Ayu Nur Fahmawati (12208183029) 46
4. Lutfi Eka Nur Laili (12208183105) 48

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI 2B

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Epistimologi dalam
Pendidikan Islam” ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada
baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Pendidikan
Islam” dan juga sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang
semoga bisa bermanfaat.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini, maka penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Maftukin, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung.
2. Ibu Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.
3. Ibu Dr. Eny Setiyawati, S.Pd., M.M., selaku Ketua Jurusan Tadris Biologi.
4. Bapak M. Fathun Nadhor, M.Ag., selaku Dosen Pengampu Matakuliah Filsafat
Pendidikan Islam.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penyusunan makalah
ini.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT. dan
tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya, karya ini penulis suguhkan kepada segenap
pembaca dengan harapan adanya kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya.
Tulungagung,19 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi ........................................................................... 4
B. Metode dan Macam-Macam Epistemologi .............................................. 8
C. Jenis dan Sumber Pengetahuan ................................................................ 13
D. Kedudukan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam ............................................ 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 21
B. Saran .................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan merupakan hal pokok. Tujuan dari
pendidikan sendiri adalah meningkatkan pengetahuan. Manusia dituntut untuk terus
meningkatkan ilmu pengetahuannya karena kehidupan manusia bersifat dinamis dan
terus berkembang, tidak berhenti pada satu masalah saja. Dengan menguasai ilmu
pengetahuan diharapkan manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan lebih
mudah melalui penerapan-penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan merupakan hasil olah pikir manusia, oleh karena itu
ilmu pengetahuan bahasan pokok dalam ilmu filsafat.

Dalam ilmu filsafat terdapat tiga cabang yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Epistemologi adalah teori
pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapat pengetahuan dari
objek yang dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang
dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah teori tentang
nilai yang membahas manfaat, fungsi maupun kegunaan dari objek yang dipikirkan.
Ketiganya merupakan landasan dalam sebuah pengetahuan. Secara sederhana
konsep pengetahuan memiliki ciri mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan itu disusun1. Dari ketiga
cabang tersebut, epistemologi menjadi cabang filsafat yang berkaitan erat dengan
pengembangan ilmu pengetahuan.

Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas seluk beluk


pengetahuan. Epistemologi berfungsi menganalisis secara kritis proses terbentuknya
sebuah ilmu pengetahuan beserta kebenarannya. Di dalam epistemologi sendiri,
sebuah pengetahuan akan dinilai, akan dikaji dari segi sumber, dasar, hakikat,
metode memeroleh, ruang lingkup dan batasanya. Mudlor Ahmad merinci cakupan
epistemologi menjadi enam aspek, diantaranya hakikat, unsur, macam, tumpuan,

1
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), halaman 1

1
2

batas, dan sasaran pengetahuan2. Dengan demikian epistemologi tidak hanya


membahas mengenai metode mendapatkan ilmu pengetahuan, meskipun secara
sederhana epistemologi mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana manusia
mendapat ilmu pengetahuan.

Mengetahui proses terbentuknya ilmu pengetahuan tentu merupakan hal penting.


Dengan mengetahui seluk beluk dan proses terbentuknya ilmu pengetahuan,
seseorang dapat bersikap kritis dan mengembangkan ilmu pengetahuan karena
benar-benar paham dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Itulah kenapa
epistemologi berperan penting terhadap peradaban, karena peradaban akan
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Peradaban manusia
yang maju didukung dengan konsep epistemologis yang matang sehingga ilmu
pengetahuan yang diperoleh dapat dikembangkan. Meskipun demikian, dalam kajian
epistemologi tidak jarang terjadi perbedaan pandangan terhadap ilmu pengetahuan
yang walaupun redaksi yang dibahas sama, hal inidiakibat oleh perbedaan unsur-
unsur seperti sumber dan metode yang digunakan dalam mendapatkan ilmu
pengetahuan.

Begitu pentingnya epistemologi dalam ilmu pengetahuan sehingga dunia


pendidikan harus mampu membangunepistemologi, terutama dunia pendidikan
Islam. Agama Islam sendiri memiliki pedoman ajaran yaitu Al-Quran dan Hadist.
Sebenarnya ajaran Islam sendiri telah menerapkan epistemologi dalam mengambil
hikmah dan ilmu dari kedua pedoman tersebut, salah satu produknya yaitu ilmu
hukum Islam yaitu fiqh dengan menggunakan pendekatan (metode) qiyas, maslahah
mursalah, istihsan, dan sebagainya. Dengan memelajari epistemologi inilah
diharapkan mahasiswa dapat menerapkan epistemologi di dalam dunia pendidikan
Islam, sehingga mampu mendapatkan ilmu sesuai dengan Al-Quran dan Hadits.

2
Mudlor Ahmad, Ilmu dan Ingin Tahu (Epistemologi dalam Filsafat), (Bandung: Trigenda Karya, 1994),
halaman 61
3

B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan dibahas beberapa rumusan masalah berikut.
1. Apa pengertian epistemologi?
2. Apa saja metode dan macam epistemologi?
3. Apa saja jenis dan sumber pengetahuan?
4. Bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah.
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari epistemologi.
2. Mahasiswa mengetahui metode dan macam-macam epistemologi.
3. Mahasiswa mengetahui jenis dan sumber pengetahuan.
4. Mahasiswa mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi
1. Epistemologi

Epistemologi sebagai cabang dari filsafat memiliki banyak makna atau


pengertian yang kadang tidak mudah dipahami. Para ahli dalam memberikan
pemaknaan terhadap epistemologi dengan sudut pandang yang berbeda-beda ketika
mengungkapkanya sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda pula.

Agar lebih mudah dalam memahami makna sebenarnya dari epistemologi perlu
mengetahui pengertian dasar epistemologi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani
yaituepisteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu yang sistematis,
teori, uraian atau alasan3. Dalam KBBI epistemologi diartikan sebagai cabang ilmu
filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan4. Sedang dalam pengertian
terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang dasar-dasar
pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan
validitas atau sah berlakuknya pengetahuan itu5.

Ada beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan pengertian dari epistemologi,


diantaranya.

a. D.W Hamlyn menyatakan epistemologi sebagai cabang filsafat meyangkut


pembahasan mengenai hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya
sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
b. P. Hardono Hadi mengungkapkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat
yang memelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.

3
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Surabaya: eLKAF, 2006), halaman 71
4
KBBI
5
Abd. Aziz, …opcit, halaman 74

4
5

c. Dagobert D. Runes dalam bukunya Dictionary of Philoshopy menyatakan


bahwa epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas sumber,
struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
d. Abdul Aziz dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengungkapkan
bahwa epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan
suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif
pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri lingkungan sosial dan
alam sekitarnya.
e. Azyumardi Azra menambahkan bahwa epistemologi sebagai Ilmu yang
membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas dari
ilmu pengetahuan6

Epistemologi secara sederhana menekankan bagaimana manusia memeroleh


ilmu pengetahuan. Jika melihat pengertian tersebut epistemologi sering
diidentikan dengan metode pengetahuan. Padahal epistemologi tidak membahas
semata tentang metode, namun lebih luas lagi epistemologi membahas segala
sesuatu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan baik syarat dancara
memerolehnya, ruang lingkup dan batasan-batasannya.Dalam epistemologi suatu
pengetahuan ditelusuri sumbernya dan dinilai kebenarannya. Suatu pengetahuan
dinilai secara epistemologis berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh melalui
metode-metode yang terstruktur, kemudian lebih lanjut pengetahuan-
pengetahuan tersebut disusun menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Al-Farabi
mengungkapkan bahwa epistemologi atau teori demonstrasi terpusat pada
analisis terhadap syarat-syarat yang harus dipenuhi agar memeroleh ilmu atau
pengetahuan7, menurut pernyataan tersebut dapat dipahami bahwaepistemologi
tidak hanya membahas sebatas bagaimana sebuah pengetahuan diperoleh tetapi
juga apa yang harus dipenuhi untuk memeroleh pengetahuan.

6
Mujamil Qomar, Epistemologi … opcit, halaman 3-4
7
Zaprulkhan, Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), halaman 30
6

Oleh karena itu, epistemologi berkaitan dengan masalah-masalah yang


bersangkutan dengan :

1. Filsafat, karena epistemologiberperan sebagai cabang filsafat yang


mencari hakikat dan kebenaran ilmu pengetahuan.
2. Metode. Epistemologi memiliki tujuan untuk mengantar manusia
mencapai pengetahuan.
3. Sistem, karena epistemologi bertujuan memeroleh realitas kebenaran
pengetahuan.8

Selain itu, epistemologi sebagai suatu ilmu memiliki sifat evaluatif,


normatif, dan kritis. Evaluatifberarti menilai, epistemologi menilai apakah suatu
keyakinan, sikap , pernyataan pendapat, teori dapat dibenarkan atau dijamin
kebenarannya, atau memiliki dasar sehingga kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Normative berarti bahwa epistemologi
menentukan tolak ukur pengetahuan, yaitu kebenaran pengetahuan, yang sesuai
dengan norma empirik. Sedang sifat kritis maksudnya proses maupun hasil
kegiatan manusia mengetahui perlu dipertanyakan dan diuji kenalarannya. Yang
perlu dipertanyakan adalah asumsi-asumsi metode, pendekatan yang digunakan
mauapun kedimpulan yang ditarik dari kegiatan berpikir manusia.9

Dari pengertian yang diungkapkan oleh beberapa ahli filsafat tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa epistemologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan
pengetahuan. Epistemologi merupakan ilmu yang membahas bagaimana sebuah
pengetahuan diperoleh manusia melalui proses memikirkan hakikat dan dasar
objek yang dipikirkan, menentukan metode memeroleh ilmu dan
membuktikannya sehingga pengetahuan yang dihasilkan dari pengalaman
tersebut dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya, kemudian
menentukan struktur dan pengandaian-pengandaianya agar mudah dipahami.

8
Arman Arief, ….opcit, halaman 4
9
Abd. Aziz, …opcit, halaman 78
7

2. EpistemologiIslam dalam Pendidikan Islam

Epistemologi Islam merupakan epistemologi dengan karakter ke-Islamannya


dalam menggali ilmu pengetahuan. Karakter ke-Islaman yang dimaksud adalah
sesuai dengan apa yang dituntukan Allah dalam Alquran dan Hadits. Jika
epistemologi adalah suatu ilmu untuk mengetahui ilmu pengetahuan, maka
epistemologi Islam merupakan ilmu untuk mengetahui ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan Alquran dan Hadits. Epistemologi di dunia barat berbeda dengan
epistemologi Islam. Perbedaan ini berkaitan dengan sudut pandang mengenai
sumber ilmu pengetahuan. Epistemologi dunia barat mengutamakan rasionalitas
dan empirisme, dimana secara tidak langsung epistemologi dunia barat
menjunjung tinggi manusia sebagai sumber ilmu. Sedangkan dalam Islam
sumber ilmu berasal dari Allah yang disediakannya melalui ayat-ayat (tanda)
yang ada di dalam Alquran dan Hadits, manusia hanya bertugas untuk mencari,
memahami, mengolah dan mengembangkan ilmu. Ilmu pengetahuan Islam
dalam dunia pendidikan Islam memiliki ciri dimana wahyu Allah berada di atas
rasio manusia. Sehingga dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Alquran dan
Hadits menjadi sumber kebenaran mutlak10. Pandangan ini tentu berbeda dengan
epistemologi dunia barat yang mengagungkan nalar manusia.

Penalaran manusia memiliki batas, tidak heran jika epistemologi barat


memiliki ruang lingkup yang sebatas pada sifat inderawinya. Islam memiliki
ruang lingkup yang luas, tidak terbatas pada sifat inderawi atau keduniaan saja.
Dalam ajaran Islam terdapat kepercayaan adanya surga dan neraka, pahala dan
pembalasan bahkan keberadaan Tuhan, dimana pembahasan ini di luar nalar
manusia. Untuk itu Alquran menampilkan ayat (tanda) untuk manusia agar
manusia menggunakan akalnya untuk memikirkan tanda-tanda tersebut
kemudian membangun ilmu pengetahuan berdasarkan ijtihad. Alquran memang
bukan buku ilmiah, melaikan merupakan pedoman hidup berisi petunjuk
beragama, hidup bersama manusia yang lain membentuk sebuah ukhuwah.
Alquran menyediakan berbagai informasi dan rahasia alam namun tidak secara
langsung agar manusia menggunakan akalnya secara maksimal untuk

10
Mujamil Qomar, Epistemologi …Opcit, halaman 130
8

mengungkapnya11. Pada akhirnya tujuan ilmu pengetahuan tersebut adalah agar


manusia mengenal Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Demikian epistemologi dalam pendidikan Islam merupakan epistemologi


atau proses membangun ilmu yang berdasarkan Alquran dan Hadist dengan
tujuan akhirnya menggunakan ilmu untuk mengenal dan mendekatkan diri
kepada Allah.

B. Metode dan Macam – Macam Epistemologi

Dalam pengertian umum, metode dartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu.


Cara itu mungkin baik dan mungkin juga tidak baik. Dalam pengertian letterlijk, kata
metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari meta yang berarti “melalui” dan
hodos yang berarti “jalan”. Sehingga jika digabungkan menjadi “jalan yang dilalui”.
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakam alat yang digunakan untuk
menapai tujuan pendidikan.12 Metode mengandung implikasi bahwa proses
penggunaannya bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran dari pengguna dari
metode adalah manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Metode sendiri merupakan bagian yang penting dalam epistemologi, karena


epistemologi mencakup banyak pembahasan termasuk metode. Penggunaan istilah
metode epistemologi pendidikan Islam berbeda dengan metode pendidikan Islam. Jika
metode pendidikan Islam ini dimaksudkan untuk membahas mengenai metode – metode
yang dipakai untuk menyampaikan materi pendidikan Islam, maka metode epistemologi
pendidikan Islam adalah metode yang dimaksudkan untuk menggali, menyusun, dan
mengembangkan pendidikan Islam. Metode epistemologi pendidian Islam lebih
merupakan alat filsafat yang membahas mengenai pengetahuan tentang pendidikan
Islam, sedangkan metode pendidikan Islam lebih merupakan alat ilmu pendidikan
Islam.13 Metode epistemologi pendidikan Islam berusaha membangun, merumuskan,
dan memproses pengetahuan tentang pendidikan Islam, sedangkan metode pendidikan

11
ibid, halaman 133
12
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (PT Bumi Aksara:Jakarta, 2012), hlm. 89
13
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik,
(Erlangga:Jakarta, 2005), hlm. 271
9

Islamberusaha menemukan pengetahuan pendidikan Islam. Adapun metode-metode


epistemologi pendidikan Islam terdiri dari 5 metode, yaitu metode rasional, metode
intuitif, metode dialogis, metode komparatif, dan metode kritik.

a. Metode rasional (manhaj ‘aqli)

Metode rasional adalah metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan


dengan menggunakan pertimbangan- pertimbangan dan kriteria kebenaran yang bisa
diterima akal manusia. Menurut metode ini, sesuatu dianggap benar apabila diterima
oleh akal, seperti sepuluh lebih besar daripada lima yang memang merupakan suatu
pernyataan yang menurut akal manusia adalah benar. Metode ini dapat dipakai
dalam mencapai pengetahuan tentang pendidikan Islam, terutama yang bersifat
apriori. Metode ini lebih menekankan pada penjelasan – penjelasan yang logis
daripada menekankan pada aspek – aspek lainnya, karena batas kebenaran yang
dicapai adalah sebatas jangkauan akal.

Para filosof kita mulai mengambil dalil, bahwa syariat mewajibkan berpikir
filosofis, sebagaimana mewajibkan penggunaan bukti logis dalam mengetahui Allah
dan makhluk Nya. Hal ini sesuai dengan dengan firman Allah dalam surat Al Hasyr
(59):2. Filosof muslim berpandangan bahwa sebagian nas syariat mengandung
makna zahir bagi kalangan sedangkan sebagian lagi mengandung makna
tersembunyi yang hanya dimengerti oleh kalangan tertentu melalui ta’wil.

Oleh karena itu, mestinya metode rasional ini telah lama menjadi pegangan para
filosof pendidikan Islam dalam merumuskan teori – teori tentang pendidikan Islam.
Namun, dalam kenyataannya belum banyak ahli filsafat pendidikan Islam yang
memanfaatkan metode rasional tersebut secara optimal dalam membangun ilmu
pendidikan Islam. Menurut Ismail Raji Al-Faruqi, beliau mengatakan bahwa
pemimpin – pemimpin pendidikan didunia Islam merupakan orang – orang yang
tidak memiliki ide, gagasan, tanpa kultur, dan tanpa tujuan 14. Implikasinya adalah
mereka tidak mampu mengembangkan pendidikan Islam. Mereka hanya
melanjutkan tradisi dalam pendidikan Islam yang teah berlaku. Jika hal ini terus

14
Mujamil Qomar, Epistemologi … opcit, hlm. 279
10

terjadi, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan Islam jelas akan mengalami
kemunduran dan bahkan mengalami kemandekan. Seharusnya mereka bisa lebih
berpikir lagi untuk memberikan kontribusi terhadap pengembangan pendidikan
Islam karena akal yang dipakai berpikir secara aktif lebib mudah menemukan solusi
dari masalah – masalah pendidikan yang sedang dihadapi.

b. Metode intuitif (manhaj zawqi)

Metode ini cukup mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu


pengetahuan, termasuk juga didalamnya pengetahuan tentang pendidikan Islam.
Metode ini merupakan metode yang cukup unik karena metode ini jarang digunakan
oleh ilmuwan barat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun sebaliknya,
dikalangan ilmuwan muslim metode ini sering dipakai dalam mengembangkan
pengetahuan tentang pendidikan Islam. Muhammad Iqbal menyebut intuisi ini
dengan artian makna “cinta” atau kadang juga bisa diartikan sebagai “pengalaman
kalbu”.15 Metode ini dikenal sebagai metode yang penerapannya melalui bisikan
hati, tidak dipelajari, dan terjadi secara tiba – tiba tanpa adanya pengalaman terlebih
dahulu.

Sebagai suatu metode epistemologi, intuisi itu bersifat netral. Artinya ia bisa
dimanfaatkan untuk mendapatkan berbagai macam pengetahuan. Hakekat intuisi
menurut Al-Tahawuny, bisa bertambah dan berkurang. Bila kita mengamati
pengalaman kita sehari-hari tampaknya ada perbedaan frekuensi intuisi muncul
dalam rentang waktu tertentu. Adakalanya dalam waktu yang berurutan muncul
beberapa kali, tetapi terkadang dalam waktu yang lama juga tidak kunjung tiba.
Akal adalah suatu substansi ruhaniah yang melihat pemahaman yang kita sebut hati
atau kalbu, yang merupakan tempat terjadinya intuisi. Penggunaan akal dan intuisi
secara integral dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
pengembangan metode-metode yang dipakai menggali pengetahuan. Intuisi itu bisa
didatangkan untuk memberikan pencerahan konsentrasi, kontemplasi, dan imajinasi.
Sebaiknya kita memiliki tradisi ketiganya ini dalam mengembangkan atau

15
K.G.Saiyidain, Percikan Filsafat Muhammad Iqbal Mengenai Pendidikan, (Bandung: CV
Diponegoro,1986), hlm. 103
11

menyusun konsep pendidikan Islam yang bisa dipertanggung jawabkan secara


ilmiah di hadapan kriteria ilmu pengetahuan dan secara normatif di hadapan wahyu.

c. Metode dialogis (manhaj jadali)

Metode dialogis yang dimaksudkan disini adalah upaya menggali pengetahuan


pendidikan Islam yang dilakukan melalui karya tulis ilmiah dalam bentuk tanya –
jawab antara dua orang ahli atau lebih berdasarkan argumentasi – argumentasi yang
bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Menurut Mohammad Anwar, banyak
ayat – ayat Al-Qur’an memulai dengan kata yasaluunaka (mereka bertanya).16Ada
sekitar 15 kali kata ini dipergunakan dalam Alquran.

Pendidikan Islam perlu didialogkan dengan nalar kita untuk memperoleh


jawaban-jawaban yang signifikan dalam mengembangkan pendidikan Islam
tersebut. Nalar itu akan memiliki daya analisis yang tajam manakala menghadapi
tantangan-tantangan. Ilmu pendidikan Islam harus bertumpu pada gagasan-gagasan
yang dialogis dengan pengalaman empiris yang terdiri atas fakta atau
informasi untuk diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat berpijaknya
suatu pengetahuan ilmiah. Untuk menerapkan metode ini, dapat disiapkan
wadahnya dengan beberapa cara, misalnya dengan menetapkan pasangan dialog,
membentuk forum dialog, mempertemukan dua forum dialog, maupun dengan
mengundang pakar-pakar pendidikan Islam, apabila difungsikan secara maksimal.
wadah-wadah dialog itu hanya berbeda skalanya saja, sedang misi dan fungsinya
relative sama. Semuanya sebagai wadah untuk menggali pengetahuan pendidikan
Islam dari Al-Quran, hadits dan praktek-praktek pendidikan Islam, kemudian
dirumuskan dalam teori-teori ilmiah tentang pendidikan Islam.

d. Metode komparatif (manhaj muqaaran)

Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan khususnya yang


berkaitan dengan pendidikan Islam dengan cara membandingkan teori – teori
maupun praktek pendidikan, baik sesama pendidikan Islam, maupun pendidikan
Islam dengan pendidikan lainnya. Metode ini digunakan untuk mengetahui

16
Mohammad Anwar, Research Methodology InIslamic Perspective, (New delhi: Institute of objective
studies, 1994), hlm. 252
12

kelebihan – kelebihan serta memadukan pemahaman, supaya didapatkan suatu


kejelasan dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam pendidikan Islam.

Metode komparatif ini memiliki mekanisme kerja sebelum diaplikasikan


kedalam pengembangan pendidikan Islam. Mekanisme kerja yang pertama adalah
menelusuri permasalahan-permasalahan yang setara tingkat dan jenisnya.
Kemudian, mekanisme selanjutnya adalah mempertemukan permasalahan-
permasalahan yang setara tersebut. Setelah itu mengungkapkan ciri-ciri dari objek
yang dibandingkan tersebut secara jelas dan terperinci. Kemudian mengungkapkan
hasil perbandingan. Sedangkan untuk mekanisme yang terakhir adalah menyusun
teori-teori yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah, logis, dan objektif.

e. Metode kritik (manhaj naqdi)

Metode kritik disini dimaksudkan sebagai usaha menggali pengetahuan tentang


pendidikan Islam dengan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep atau
aplikasi pendidikan, kemudian memberikan solusi sebagai alternatif pemecahannya.
Kritik ini penting sekali dilakukan dalam menguji kualitas pendidikan Islam.
Sejarah filsafat sendiri banyak diwarnai oleh kritikan-kritkan yang tentu saja
kritikan-kritikan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara logis, ilmiah, dan
objektif. Contohnya saja dikalangan filosof muslim, kita mengetahui bagaimana Al-
Farabi menentang Ibn Al-Rawandi dan Ar-Razi tentang penolakan terhadap nabi
yang kemudian kritikan dari Al-Farabi ini dikenal dengan falsafat kenabian.17

Adapun macam-macam epsitemologi berdasarkan cara kerjanya dapat dibedakan


menjadi 3 macam, yaitu:

1. Epistemologi metafisis
Epistemologi metafisi dimulai daru suatu paham tertentu tentang
realita/kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui
kenyataan tersebut.
2. Epistemologi skeptis

17
Mujamil Qomar, Kritik Terhadap Pemikiran Hegel Jurnal Ilmiah Tarbiyah,(Tulungagung: STAIN
Tulungagung,1998), hlm. 32
13

Epistemologi skeptis ini merupakan salah satu jenis epistemologi yang


meragukan terlebih dahulu suatu kebenaran demi mencapai kebenaran yang
paling dapat diterima dan tidak dapat diragukan lagi.

3. Epistemologi kritis
Metode kritis ini berangkat dari asumsi, prosedur, dan kesimpulan
pemikiran akal sehat atau ilmiah yang kita temukan dalam kehidupan sehari-
hari, kemudian kita coba menanggapi secara kritis asumsi, prosedur, dan
kesimpulan tersebut.

Sedangkan, berdasarkan titik tolak pendekatan secara umumepistemologi dapat


dibedakan menjadi 2, yaitu:

1) Epistemologi individual yang membahas mengenai kajian tentang bagaimana


struktur pikiran manusia sebagai individu bekerja dalam proses pengembangan
pengetahuan.
2) Epistemologi sosial yang merupakan kajian filosofis tentang pengetahuan sebagai
data sosiologis. Dalam hal ini hubungan sosial, lembaga sosial, dan kepentingan
sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses,
cara maupun perolehan pengetahuan.

C. Jenis dan Sumber Pengetahuan


1. Jenis-Jenis Pengetahuan

Filsafat merupakan usaha untuk memasuki persoalan tertentu daripada sebagai


penguasaan terhadap seperangkat jawaban yang terumuskan, filsafat merupakan
pembukaan mata terhadap apa yang telah dialami, filsafat yang utama merupakan
refleksi. Dan refleksi selalu bersifat kritis. Kemudian bagaimana dengan pengetahuan?
pengetahuan adalah “Sui Generis” artinya hubungan dengan apa yang paling sederhana
dan paling mendasar. Sebab mengetahui merupakan peristiwa paling dasar dan tidak
dapat dijelaskan dengan istilah yang lebih dasar dari padanya. Pengetahuan yang seperti
ini disampaikan oleh Heidegger adalah a-letheiha yang artinya pengetahuan adalah
pernyataan diri dari ada. secara tradisional epistemologi cenderung untuk membatasi
14

diri pada resepsi indrawi dan pemahaman intelektual, di mana pemahaman tersebut
dimengerti secara sempit. Pengetahuan juga bisa diartikan peristiwa yang menyebabkan
kesadaran manusia memasuki keterangan yang ada. Kita tidak bisa meramalkan
bagaimana ada itu dianggap suatu kenyataan. Sikap awal yang tepat bagi filosuf
pengetahuan adalah kerendahan hati dalam menghadapi pengalaman. Dari beberapa
refleksi di atas sesungguhnya kita bisa membedakan pengetahuan manusia menjadi tiga
jenis pengetahuan yaitu pengetahuan ilmiah, pengetahuan moral dan jenis pengetahuan
religius.

a. Pengetahuan ilmiah adalah suatu jenis pengetahuan yang diperoleh dan


dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan
cara kerja atau metode ilmiah. Sedangkan yang dimaksud metode ilmiah adalah
merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis yang perlu diambil guna
memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan
uji coba hipotesis serta teori secara terkendali. Karena pengamatan indrawi
biasanya mengawali maupun mengakhiri proses kerja ilmiah maka cara kerja
ilmiah.18
b. Pengetahuan moral kalau adanya pengetahuan ilmiah sering tidak begitu
diperdebatkan, lain halnya dengan adanya pengetahuan moral cukup banyak
orang yang menganggap dalam hal moral tidak ada kebenaran yang bersifat
objektif maupun universal.19
c. Pengetahuan religius persoalan tentang kemungkinan adanya pengetahuan
religius sedikit berbeda dari persoalan tentang kemungkinan adanya
pengetahuan moral. Begitu beberapa konsep dan prinsip yang berlaku dalam
membahas kemungkinan adanya pengetahuan moral dapat dipakai untuk
memberi titik terang pada persoalan tentang pengetahuan religius. Persoalannya
adalah apakah pengetahuan religius itu mungkin. Persoalan ini muncul berkaitan
dengan klaim bahwa pengetahuan religius termasuk pengetahuan kita tentang
Tuhan, sesungguhnya berada di luar lingkup pengetahuan manusia. Pernyataan
bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat-sifat tertentu seperti maha kuasa, maha
pengasih, maha penyayang, dan sebagainya merupakan pokok iman dan bukan
18
P. Harsono Hadi, Epistimologi, filsafat pengetahuan, (Yogyakarta: Kanisius,1994) hlm 25
19
J.Sudirman, Epistimologi dasar,Pengantar Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta:Kanisius,2002)
hlm 164
15

materi pengetahuan manusia. Benar salahnya pernyataan tersebut tidak dapat


ditentukan. Dengan kata lain baik tolak ukur kebenaran rasio maupun kebenaran
faktual atau empiris tidak berlaku untuk pernyataan-pernyataan religius.

2. Sumber-sumber pengetahuan

Selanjutnya kita akan membahas tentang sumber pengetahuan, Perlu diketahui


bahwa masing-masing kita memiliki pengetahuan tertentu, contohnya tentang alam
sekitar, kehidupan yang kita alami, prinsip-prinsip matematika, tentang baik buruk
tentang indah dan jelek dan sebagainya. Maka timbullah pertanyaan dari mana kita
mendapat pengetahuan itu? Benar dan berlakunya bergantung pada sumber
perolehannya. Contohnya terdapat pada suatu kata berikut yaitu: Apabila ada sumber air
yang bersih, maka dia akan mengalir arus yang jernih. Sebaliknya kalau kotor maka air
akanmengalirkan arus yang kotor. Apabila sumber pengetahuan itu benar, maka benar
pula pengetahuan yang dipancarkan, begitu pula sebaliknya. Wahyu sebagai sumber asli
seluruh pengetahuan memberikan inspirasi yang sangat besar terhadap dasar pondasi
pengetahuan manusia yang hidup di muka bumi ini sehingga apabila mampu merubah
berbagai bentuk ajaran normatif-doktriner menjadi teori-teori yang bisa diandalkan.
Disamping itu, wahyu memberikan bantuan intelektual yang tidak terjangkau serta tidak
dapat digapai oleh kekuatan rasional dan empiris sehingga pengetahuan yang
berdasarkan wahyu memiliki kebaikan intelektual yang lebih lengkap dari pada sains.
Wahyu bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan baik pada saat seseorang menemui
jalan buntu, atau ketika melakukan perenungan secara radikal maupun dalam kondisi
biasa, artinya wahyu bisa dijadikan sebagai rujukan pencarian pengetahuan kapan saja
dan dimana saja dibutuhkan baik yang bersifat inspiratif maupun eksplisit. Dengan
begitu pengetahuan yang bersumber dari wahyu memiliki sambungan vertikal yakni
Allah sebagai pemilik ilmu di seluruh alam jagat raya ini.

Dalam sejarah filsafat lazim dikatakan bahwa pengetahuan diperoleh melalui


salah satu dari:

a. Pengetahuan diperoleh dari budi


b. Pengetahuan diperoleh dari bawaan lahir
16

c. Pengetahuan diperoleh dari indra khusus yaitu penglihatan, pendengaran,


penciuman, dan rabaan
d. Pengetahuan berasal dari penghayatan langsung atau ilham
Bentuk pengetahuan yang amat sederhana adalah kesadaran seperti apa yang
berlangsung pada suatu organisme ketika ia dipengaruhi oleh suatu objek. Apabila
organisme mulai memberikan jawaban terhadap suatu rangsangan sesudah itu
memberikan respon khusus terhadap suatu situasi, maka situasi itu mulai mengandung
makna, misalnya ia menarik, memberi harapan, atau mengancam. Hubungan yang
saling timbul tersebut disebut sebagai perkenalan. Sesudah itu datanglah bahasa dengan
nama-nama barang dan kejadian, secara garis besar arah tujuan manusia dibagi
menjajadi tiga tahap. Tahap pertama, mengetahui kebenaran tahap kedua memihak
kebenaran tahap ketiga berbuat ikhsan baik secara individu maupun sosial yang
terealisasi dalam hal ibadah.20

Demikian pula karena fungsi normatifnya manusia sebagai khalifatullah, maka


orientasi tindakan manusia ke depan berarti bertindak sebagai khalifah di muka bumi
yakni memimpin, mengarahkan, dan membimbing hidup duniawi. Sesuai dengan
petunjuk Allah SWT, dengan demikian maka objek pertama pengetahuan manusia
adalah petunjuk Allah. Selanjutnya dirinya sendiri dan alam sekitar, objek pengetahuan
tersebut merupakan sistem sehingga dari ketiganya merupakan satu kesatuan yang
merupakan konsekuensi logis. Pentingnya mengetahui karena fungsinya petunjuk Allah
justru terletak setelah manusia mengetahui dalam arti memahami petunjuk tersebut.
Dalam konteks ini maka sesungguhnya tujuan hidup manusia tidak lain hanya
mengetahui itu sendiri, artinya adalah secara intrinsik mengandung makna memahami
dan bertindak atas pengetahuannya. Selanjutnya posisi duniawi manusia yang terarah
kepada masa depan atau akhirat yang bermakna dinamis memberi pengertian bahwa
pengetahuan manusia haruslah mengandung dimensi dinamisitas sehingga mampu
memberi arah yang tepat kepada masa depan tersebut. Pengetahuan dengan demikian
merupakan prinsip umum pencapaian tujuan kehidupan manusia dalam hidup duniawi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan ialah:

20
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam
dan dakwah, (Yogyakarta: SIPRESS,1993),195.
17

a. Batasan kajian ilmu: secara ontologis ilmu membatasi pada pengkajian objek yang
berada dalam lingkup manusia tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat
transendental.
b. Cara menyusun pengetahuan: untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu
diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode
ilmiah.
c. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologis dan aksiologis ilmu itu sendiri.
d. Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang
terikat dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses
terjadinya.
e. Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit.
f. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tergolong pada
kelompok ilmu tersebut.
g. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan yang
bersifat umum dan impersonal.
h. Karakteristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritis:
1) ilmu eksakta
2) ilmu sosial

Dalam konteks lain dalam kehidupan ini sumber pengetahuan ini sesungguhnya
beragam dan berbeda sebagaimana aliran pemikiran manusia. Selain pengetahuan itu
mempunyai sumber juga seseorang ketika hendak mengadakan kontak dengan sumber-
sumber itu maka dia menggunakan alat. Para filosuf Islam menyebutkan beberapa
sumber sekaligus alat pengetahuan, yaitu:

a. Alam tabiat atau alam fisik


b. Alam Akal
c. Analogi
d. Hati dan Ilham

Alam tabiat atau alam fisik manusia sebagai wujud yang materi, maka selama di
alam materi ini ia tidak akan lepas dari hubungannya dengan materi secara interaktif
dan hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan alat yang sifatnya
18

materi pula yakni indra. Karena sesuatu yang materi tidak bisa dirubah menjadi yang
tidak materi.

Alamakal merupakan sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga


sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akallah yang sebenarnya menjadi alat
pengetahuan sedangkan indra hanya membantu saja.

Aktivitas-aktivitas akal:

1. Menarik kesimpulan yang dimaksud menarik kesimpulan adalah mengambil


sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general.

2. Pengelompokan wujud, akal mempunyai kemampuan mengelompokkan


segala yang ada di alam realita ke dalam beberapa kelompok. Misalnya realita yang
dikelompokkan ke dalam substansi, pemilahan, penggabungan dan penyusunan serta
kreativitas analogi.

Tamsil (analogi) merupakan alat pengetahuan manusia yang dalam terminologi


disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hukum atas sesuatu dengan hukum yang telah
ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua sesuatu itu.

Hati atau ilham yang dimaksud disini merupakan sumber pengetahuan yang
realitanya berupa rasa sedih, sakit, lapar, dan hal-hal yang intuitif yang diyakini
keberadaannya oleh semua orang tanpa terkecuali.

D. Kedudukan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam

Islam sebagaimana dijelaskan dalam puluhan ayat al-Qur’an mendudukkan ilmu


dan para ilmuwan di tempat yang terhormat. Ini tidak terlepas dengan fungsi dan peran
ilmu. Ilmu jelas merupakan modal dasar bagi seseorang dalam memahami berbagai hal
baik terkait urusan duniawi maupun ukhrawi. Salah satu bukti nyata kemuliaan ilmu
dalam Islam adalah ayat yang pertama diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
berhubungan dengan ilmu. Allah swt. berfirman, “Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah Yang mengajarkan (manusia) dengan perantara qalam (pena). Dia
19

mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya sedikit demi sedikit sehingga
seseorang tersebut menjadi paham tentang pengertian dan fungsi-fungsi dari ilmu.21

Kehadiran Nabi Adam a.s. berarti berbekal seperangkat ilmu pengetahuan.


Dengan ilmu tersebut, Adam dan anak cucunya terangkat derajatnya sehingga kelak,
anak cucunya tidak akan tertinggal oleh zaman maupun tumpul akan ilmu. Oleh karena
itu, ilmu pengetahuan dapat dibuat sebagai standar kualitas stratifikasi manusia. Di
samping itu, ilmu pengetahuan mempunyai kedudukan tertinggi dalam pandangan
Islam, diantaranya adalah:

1. Ilmu pengetahuan adalah alat untuk mencari kebenaran.


Dengan menggunakan kekuatan intelegensi yang di bimbing oleh hati nurani,
manusia dapat menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun
hasilnya relatif. Kebenaran-kebenaran tersebutdigunakan sebagai tonggak sejarah
yang pasti dilalui oleh semua manusia dalam perjalanan untuk mencapai kebenaran
mutlak (Allah SWT). Keyakinan akan adanya kebenaran mutlak itu pada suatu saat
dapat di capai oleh manusia ketika ia telah memahami benar-benar seluruh alam dan
sejarahnya sendiri. (QS. 41:53)

2. Ilmu pengetahuan sebagai prasarat amal shaleh.


Tidak semua orang dapat berjalan terus di atas kebenaran. Hanya seorang yang
dibimbing oleh ilmu pengetahuan yang dapat berjalan diatas kebenaran, yang
membawa tanpa syarat kepada Tuhan YME (QS. 35:28). Karena jika orang tersebut
memiliki ilmu, maka seseorang tersebut tidak akan berbuat menyimpang dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan YME.

3. Ilmu pengetahuan adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam guna


mencapai ridha Allah SWT.
Ilmu pengetahuan merupakan instrumen untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki Allah SWT, yaitu mensejahterakan diri dan manusia lain, guna
mencapai ridhanya. Kesejahteraan itu bisa diperoleh jika manusia mengelola
sumber-sumber alam (natural resources) dengan mengetahui hukum-hukum dan

21
Mulyono, Jurnal:Kedudukan Ilmudan Belajar Dalam Islam, (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)
20

aturan-aturan yang memungkinkan manusia dapat mengelola dan memanfaatkan


bumi dengan baik (QS. 31:10). Hal itu akan terjadi bila manusia berbekal ilmu
pengetahuan.
Oleh karena itu, tujuan ilmu pengetahuan adalah menghilangkan hambatan-
hambatan pada jalan perkembangan yang benar bagi pribadi muslim dengan
memanfaatkan kekuatan-kekuatan alam yang ada, guna memperluas kehidupan dan
memperkaya dalam segala sisi.

4. Ilmu pengetahuan sebagai alat penghubung daya pikir.


Ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua visi, yaitu sebagai produk berpikir atau
sebagai kegiatan dan pengembangan daya pikir. Sebagai pengembangan daya pikir
karena ilmu pengetahuan merupakan alat untuk memahami dan membiasakan diri
untuk berpikir secara keilmuan yang dapat mempertajam daya pikir manusia.

5. Ilmu pengetahuan sebagai hasil pengembangan daya pikir


Manusia merupakan makhluk yang berfikir, mulai dari ia lahir sampai ia masuk
liang lahat. Hampir semua masalah tidak lepas dari kegiatan berpikir, baik soal
paling remeh maupun yang paling asasi. Berpikir pada dasarnya subuah proses yang
membuahkan ilmu pengetahuan. Proses tersebut merupakan serangkaian gerak
pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai kepada
kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan. Penggunaan daya pikir selalu dianjurkan
oleh Allah untuk menghasilkan ilmu pengetahuan (QS. 2:30, 39:9, 58:11).

Ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan, karena


perkembangan masyarakat Islam, serta tuntutannya dalam membangun seutuhnya
(jasmani-rohani) sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang
dicerna melalui proses pendidikan. Proses pendidikan tidak hanya menggali dan
mengembangkan sains, tetapi juga dan lebih penting lagi, dapat menemukan konsep
baru tentang sains yang utuh, sehingga dapat membangun masyarakat Islam sesuai
dengan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Epistemologi merupakan ilmu yang membahas bagaimana sebuah pengetahuan


diperoleh manusia melalui proses memikirkan hakikat dan dasar objek yang
dipikirkan, menentukan metode memeroleh ilmu dan membuktikannya sehingga
pengetahuan yang dihasilkan dari pengalaman tersebut dapat dibuktikan dan
dipertanggungjawabkan kebenarannya, kemudian menentukan struktur dan
pengandaian-pengandaianya.

Dalam memeroleh pengetahuan metode epistemologi pendidikan Islam berusaha


membangun, merumuskan, dan memproses pengetahuan tentang pendidikan Islam,
sedangkan metode pendidikan Islam berusaha menemukan pengetahuan pendidikan
Islam. Adapun metode-metode epistemologi pendidikan Islam terdiri dari 5 metode,
yaitu metode rasional, metode intuitif, metode dialogis, metode komparatif, dan
metode kritik. Melalui metode ini diharapkan terbangunnya ilmu pengetahuan yang
berdasarkan kebenaran sesuai dengan pedoman Islam. Ini tidak terlepas dengan
fungsi dan peran ilmu. Ilmu jelas merupakan modal dasar bagi seseorang dalam
memahami berbagai hal baik terkait urusan duniawi maupun ukhrawi.

B. Saran

Dengan di buatnya makalah ini, kami berharap akan menambah wawasan ilmu-
ilmu filsafat terutama pada materiEpistemologi dalam Pendidikan Islam.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan
untuk menjadi sempurna kami sangat membutuhkan masukan dari pembaca atau
pihak lain untuk memberikan berbagai masukan dan kritik demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mudlor. 1994. Ilmu dan Ingin Tahu (Epistemologi dalam Filsafat). Bandung:
Trigenda Karya.

Anwar, Mohammad. 1994. Research Methodology InIslamic Perspective. New delhi:


Institute of objective studies.

Arifin, Muzayyin. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Ak.

Azis,Abd. 2006. Filsafat pendidikan Islam sebuah gagasan membangun pendidikan


Islam. Surabaya: eLKAF.

Mulkhan, Abdul Munir. 1993. Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat


Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRESS.

Mulyono. Jurnal:Kedudukan Ilmudan Belajar Dalam Islam. UIN Maulana Malik


Ibrahim Malang.

Qomar, Mujamil. 1998. Kritik Terhadap Pemikiran Hegel Jurnal Ilmiah Tarbiyah.
Tulungagung: STAIN Tulungagung.

Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi pendidikan Islam daro metode rasional hingga
metode kritik. Jakarta: Erlangga.

Saiyidain, K.G. 1986. Percikan Filsafat Muhammad Iqbal Mengenai Pendidikan.


Bandung: CV Diponegoro.

Zaprulkhan. 2014. Filsafat Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

22

Anda mungkin juga menyukai