Anda di halaman 1dari 10

Defenisi Bronkitis

Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis)


bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi
elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus
kecil (medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat
memblok aliran udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.

Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan
faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi
polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri
(Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus (RSV,
Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara
meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan
faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru
yang sudah ada.
a. Bronkitis infeksiosa
Brokitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama
Mycoplasamapneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang bisa terjadi
pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran pernapasan menahun. Infeksi
berulang bisa merupakan akibat dari :
1. Sinusitis kronik
2. Bronkiektasis
3. Alergi
4. Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak
b. Bronkitis iritatif
Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu
yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa
disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut
organik klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida, dan bromine, polusi udara yang
menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan rokok lainnya. Faktor
etiologi utama adalah zat polutan.

Jenis Bronkitis
1. Bronkitis akut
Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan
napas yang besar. Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat
(beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun
adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan
batuk berkepanjangan.21
2. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di
masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang
kronik, persisten dan progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang
sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat
penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan bronkitis kronik yang dapat memperberat
penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah
terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh
terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini berlangsung lebih lama dibandingkan
bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1 tahun dengan frekuensi batu produktif 3
bulan selam 2 tahun berturut-turut.

Patologi Bronkitis
Kelainan utama pada bronkus adalah hipertensi kelenjar mukus dan
menyebabkan penyempitan pada saluran bronkus, yang mengakibatkan diameter
bronkus menebal lebih dari 30-40% dari tebalnya didinding bronkus normal, dan
akan terjadi sekresi mukus yang berlebihan dan kental. Sekresi mukus menutupi cilia,
karena lapisan dahak menutupi cilia, sehingga cilia tidak mampu lagi mendorong dahak keatas,
satu-satunya cara mengeluarkan dahak dari bronki adalah dengan
batuk..

Patofisiologi Bronkitis
Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltasi sel-sel radang dan edema pada mukosa
sel bronkus. Pembentukan mukosa yang terus menerus mengakibatkan melemahnya
aktifitas silia dan faktor fagositosis dan melemahkan mekanisme pertahananya
sendiri. Pada penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang
terjadi dalam saluran napas.
Gejala Klinis
Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:
1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi
setiap hari. Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi
dari pasien ke pasien. Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau-
kekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan
penyakit. Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas
dengan aktivitas dan mulai batuk.
3. Gejala kelelaha, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit
kepala dapat menyertai gejala utama
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau
bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Sesorang
didiagnosis bronkitis kronik ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit
tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja
seorang penderita mengalami bronkitis akut diantara episode kroniknya, dan batu
mungkin saja hilang namun akan muncul kembali.

Komplikasi Bronkitis
Komplikasi dari bronkitis tidak terlalu besar, yaitu antara lain:
1. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik.
2. Pada orang yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othitis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
3. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
4. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis.23
Epidemiologi Bronkitis
1. Distribusi dan Frekuensi
a. Orang
Hasil penelitian mengenai penyakit bronkitis di India, data yang diperoleh
untuk usia penderita ( ≥ 60 tahun) sekitar 7,5%, untuk yang berusia (≥ 30-40 tahun)
sekitar 5,7% dan untuk yang berusia (≥ 15-20 tahun) sekitar 3,6%. Selain itu
penderita bronkitis ini juga cenderung kasusnya lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan, hal ini dipicu dengan keaktivitasan merokok yang
lebih cenderung banyak dilakukan oleh kaum laki-laki.24
b. Tempat dan Waktu
Penduduk di kota sebagian besar sudah terpajan dengan berbagai zat-zat
polutan di udara, seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, asap pembakaran dan
asap rokok, hal ini dapat memberikan dampak terhadap terjadinya bronchitis.25
Bronkitis lebih sering terjadi di musim dingin pada daerah yang beriklim
tropis ataupun musim hujan pada daerah yang memiliki dua musim yaitu daerah
tropis.

Determinan
a. Host
1. Umur
Suatu penelitian yang dilakukan di Brasil pada tahun 2010 diperoleh
kemungkinan relatif bronkitis kronik terlihat pada laki-laki (OR= 2,17, 95% CI 1,50-
3,13), pendapatan keluarga yang rendah (OR = 2,60, 95% CI 1,47-4,47 untuk kuartil
terendah) rendah sekolah (OR=4,65, 95% CI 2,36-9,18 bagi merka dengan tidak
sekolah).7
2. Merokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya bronkitis. Terdapat hubungan yang erat antara
merokok dan penurunan VEP (volume eksipirasi paksa) 1 detik. Secara patologis
rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
skuamusepitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan bronkitis akut.27
Penelitian di Brazil pada tahun 2010 mendapatkan hasil peneltian dengan kebiasaan
merokok (OR = 6,92, 95% CI 4,22-11,36 unruk perokok dari 20 atau lebih rokok per
hari).7
3. Infeksi
Eksaserbasi bronkitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Hemophilus influenza dan Streptococus pneumonie. Bronkitis
infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan (terutama) organisme yang menyerupai
bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia).
.4. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan
bronkitis adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksida seperti N2O,
hidrokarbon, aldehid, dan ozon.28
5. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita defisiensi alfa-1-antitripsin yang merupakan suatu problem,
dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir
enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,
termasuk jaringan Chlamydi
6. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi
rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek29
.
b. Agent
Bronkitis dapat disebabkan oleh virus (virus influenza, respiratory syncytical
virus), bakteri dan organisme yang menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia).4
c. Environment
Pencemaran udara merupakan masalah paling serius di daerah perkotaan.
Urbanisasi mengakibatkan meningkatnya aktivitas manusia dan kepadatan penduduk.
Peningkatan penduduk akan diikuti oleh semakin meningkatnya kebutuhan di bidang
transportasi, Kegiatan industri juga mengakibatkan meningkatnya pencemaran dan akan
berdampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap meningkatnya berbagai kasus penyakit, termasuk bronchitis.25
Pencegahan Bronkitis
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.30
Menurut Soegito (2007), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar
batuk tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktifitas/kegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat kalau bisa
hingga sampe leher
c. Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan, minuman dingin
(es), dll.
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan memandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah
sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi,
dan mengurangi ketidakmampuan.30 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan:
a. Diagnosis
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien
mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa
adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi
akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat
ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring
hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi
dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi
lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.
Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan
pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai
menderita bronkitis, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut:
1. Denyut jantung > 100 kali per menit
2. Frekuensi napas > 24 kali per menit
3. Suhu badan > 380 C
4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan
peningkatan suara napas.
b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat dan kemungkinan ada
nasofaringitis.
2. Keadaan paru : ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau
pindah setelah batuk, wheezing dan krepitasi).
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri,
sputumnya akan seperti nanah.29 Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan
dengan tes C-reactive protein, kultur pernapasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes
serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari
bakteri atau virus. Jumlah leukositnya berada > 17.500 dan pemeriksaan lainnya
dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan gas darah arteri.32
d. Pengobatan
1. Antibiotika
a. Penisilin
Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada
protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada
bakteri, penghambat sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari
peptidoglikan, dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang
menghasilkan kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan
penisilin yang biasa digunakan adalah amoksisilin.
b. Quinolon
Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang
dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang
menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal
mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi
berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin,
sparfloksasin, lemofloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas
untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi
ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparatparenteral yang
memungkinkan penggunaanya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan
agen lain.
c. Mukolitik dan Ekspektoran
Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus sukar
dikeluarkan secara alamiah, sehingga diperlukan obat yang dapat memudahkan
pengeluaran mukus.
Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan/eksudat
infeksi. Mukolitik bekerja dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekul-
molekul yang lebih kecil sehingga menjadi encer. Mukus yang encer akan mendesak
dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein.
d. Ekspektoran
Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan muku dalam bronkus
sehingga mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin.
Guaifenesin bekerja dengan cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum
sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari
saluran pernapasan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan penderita
bronkitis dengan terapi-terapi yang dapat membantu pernapasan.30 Pencegahan tersier
untuk penderita bronkitis dapat ditolong dengan terapi farmakologi dan terapi non-
farmakologi yaitu:
a. Terapi Farmakologi
1. Bronkodilatori
Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran
pernapasan. Ada tiga jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, dan
antikolinergik.
a. Beta-2 agonis (Simpatomimetika)
Obat-obat simpatomimetika merupakan obat yang mempunyai aksi serupa
dengan aktifitas simpatis. Sistem saraf simaptis memgang peranan penting dalam
menentukan ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang menghasilkan
norephinepherin, epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008).
Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri
beta 1 dan beta 2. Beta 1 adrenergik terdapat pada jantung, beta 2 adrenergik terdapat
pada kelenjar dan otot halus bronkus. Adrenergik menstimulasi reseptor beta 2
sehingga terjadi bronkodilatasi.
b. mtilxantin
Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping
kafein dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang paten dibandingkan dengan
teofilin.
Obat golongan ini menghambat produksi fosfodiesterase. Dengan
penghambatan ini penguraian cAMP menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadat
cAMP seluler meningkat. Peningkatan ini menyebabkan bronkodilatasi. Obat-obat
metilsantin antara lain aminofilin dan teofilin.35
b. Terapi Non-farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan cara :
1. Pasien harus berhenti merokok
2. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah
sangat sesak, biarlah dai menghirup uap air tiga kali sehari.
3. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah
kompres lembab di atas dada sepanjang malam sambil menjaga
tubuhnya jangan sampai kedinginan.
4. Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan
latihan pernapasan sesuai yang diajarkan tenaga medis.
5. Istirahat yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA
Adone, Roberto. 2015. Chest Physical Therapy in Patients With Acute
Exacerbation of Chronic Bronchitis. Arch Phys Med Rehabil Vol 81.
American Academy of Pediatrics. 2010. Bronchitis and Your Young Child.
Anggraini, N. 2011. Penatalaksanaan Infra Merah dan Chest Fisioterapi Pada
Bronkitis Akut di PKU Muhammadiyah Surakarta. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Arsyad Z. 2001. Manifestasi Klinis Penyakit Paru. Dalam: Buku Ajar Penyakit
Dalam. Editor Suyono S, Waspadji S, dkk. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai