Anda di halaman 1dari 2

Prinsip Dasar Obligasi Syariah (sukuk)

a. Pengertian sukuk
Istilah sukuk berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari ‘sakk’ yang berarti
dokumen atau sertifikat. Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Finance
Institution (AAOFI, 2008) mendisfinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan
bukti kepemilkan yang tidak dibagikan atas suatu assets, hak manfaat, dan jasa-jasa atau
kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.
Berdasarkan DSN-MUI (Fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002), “Surat berharga Syariah adalah surat
berharga jangka Panjang berdasrkan prinsip Syariah yang dikeluarkan oleh Emiten kepada
pemegang obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepda
pemegang obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee/ serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo”
Sedangkan definisi singkat Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk Negara adalah
surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip Syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional. Perbedaan pokok antara lain terletak
pada konsep imbalan/bagi hasi, adanya pendukung (underlying transaction) berupa aqad atau
perjanjian antara pihak yang disusun berdasarkan prinsip Syariah. Umumnya sukuk diterbitkan
oleh obligator melalui special purpose vechicie (SPV)

b. Dasar Hukum Sukuk


1. UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga
Syariah Negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2008 tentang Pendirian Perusahaan Penerbit Surat
Berharga Syariah Negara Indonesia.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218 Tahun 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat
Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Dalam Negeri.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan PMK
Nomor 218 Tahun 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di
Pasar Perdana Dalam Negeri.
6. Peraturan Dewan Syariah Nasional- MUI Nomor 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN.
7. Peraturan Dewan Syariah Nasional- MUI Nomor 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode
Penerbitan SBSN.
8. Peraturan Dewan Syariah Nasional- MUI Nomor 76/DSN-MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset
To Be Leased.
9. Pernyataan Kesesuaian Syariah DSN-MUI Nomor B-077/DSN-MUI/II/2012 tanggal 22 Februari
2012

c. Karakteristik sukuk
1. Merupakan bukti kepemilikan suatu asset atau hak manfaat (benefical title;
2. Pendapat berupa imbalan, marjin dan bagi hasil, sesuai dengan jenis aqad yang digunakan
3. Terbebas dari unsur riba, gharar, dan maysir;
4. Memerlukan underlying asset
5. Penggunaan procced harus sesuai dengan prinsip Syariah
d. Jenis sukuk
1. Sukuk ijarah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, di mana satu pihak bertindak
sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti perpindahan kepemilikan aset itu
sendiri.
2. Sukuk mudharabah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah, di mana satu pihak
menyediakan modal (rab-al-maal/shahibul maal) dan pihak lain menydiakan tenaga dan keahlian
(mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi perbandingan
(nisbah) yang disepakati sebelumnya.Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh
pihak penyedia modal, sepanjang kerugian tersebut tidak ada unsur moral hazard (niat tidak baik
dari mudharib).
3. Sukuk musyarkah
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah, di mana dua pihak atau
lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan
proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang
timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4. Sukuk isthisna
Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna, dimana para pihak
menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu
penyerahan dan spesifikasi proyek/barang ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

Anda mungkin juga menyukai