Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hati adalah organ dalam tubuh terbesar. Hati disebut sebagai pabrik metabolisme tubuh
karena peran penting yang dimainkannya dalam metabolism seperti cara sel mengubah
makanan menjadi energi setelah makanan dicerna dan diserap ke dalam darah. Hati yang sehat
diperlukan untuk bertahan hidup. Hati dapat meregenerasi sebagian besar sel-selnya sendiri
ketika mereka menjadi rusak. Namun, jika cedera pada hati terlalu parah atau bertahan lama,
regenerasi tidak lengkap, dan hati menciptakan jaringan parut. Bekas luka di hati, juga disebut
fibrosis yang dapat menyebabkan sirosis.

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis hepatoselular.

Penyebab tersering sirosis pada negara barat ialah alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40% dan sisanya
termasuk kelompok virus bukan B dan C.1 Konsumsi alkohol dan autoimun juga dapat
mempengaruhi terjadinya sirosis hati.3 Penyakit perlemakan hati non alkoholik (NASH) yaitu
terdapat lemak dalam hepatosit (sel-sel hati) dapat menyebabkan komplikasi berupa
peradangan atau inflamasi hati atau fibrosis juga dapat menyebabkan terjadinya sirosis
kriptogenik (penyebab tidak diketahui pasti).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis hepatoselular.1

Sirosis merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan menghilangnya sel-sel hati
dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang ireversibel. WHO memberi batasan histologi
sirosis sebagai proses kelainan hati yang bersifat difus (hampir merata), ditandai fibrosis dan
perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal.2 Sirosis berbeda dengan
fibrosis. Pembentukan nodul tanpa fibrosis, seperti dalam transformasi parsial, bukan
merupakan sirosis.3

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata dan sirosis hati
dekompensata. Sirosis hati kompensata artinya belum adanya gejala klinis yang nyata dan
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik, sedangkan sirosis hati kompensata yang di
tandai gejala – gejala dan tanda klinis yang jelas.1

2.2 Epidemiologi

Sirosis adalah penyebab kematian ke 12 di Amerika Serikat, terhitung hampir 32.000


kematian setiap tahun.4 Lebih dari 40% pasien sirosis asimomatis.1 Menurut laporan Rumah
Sakit Umum Pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh
pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien
penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria : wanita adalah 2,1 : 1
dan usia rata-rata 44 tahun.2 Perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik
(NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.1

2.3 Etiologi

2
Penyebab tersering sirosis pada negara barat ialah alkoholik, sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan
virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40% dan
sisanya termasuk kelompok virus bukan B dan C.1 Konsumsi alkohol dan autoimun juga dapat
mempengaruhi terjadinya sirosis hati.3 Penyakit perlemakan hati non alkoholik (NASH) yaitu
terdapat lemak dalam hepatosit (sel-sel hati) dapat menyebabkan komplikasi berupa
peradangan atau inflamasi hati atau fibrosis juga dapat menyebabkan terjadinya sirosis
kriptogenik (penyebab tidak diketahui pasti).2

Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik

Penyakit Infeksi

Bruselosis

Ekinokokus

Skistosomiasis

Toksoplasmosis

Hepatitis virus (Hepatitis B, Hepatitis C, Hepatitis D, Sitomegalovirus)

Penyakit Keturunan dan Metabolik

Defisiensi α1-antitrripsin

Sindrom Fanconi

Galaktosemia

Penyakit Gaucher

Penyakit simpanan glikogen

Hemokromatosis

Intoleransi fluktosa herediter

Tirosinemia herediter

Penyakit Wilson

Obat dan Toksin

3
Alkohol

Amiodaron

Arsenik

Obstruksi bilier

Penyakit perlemakan hati non alkoholik

Sirosis bilier primer

Kolangitis sklerotis primer

Penyebab lain atau Tidak terbukti

Penyakit usus inflamasi kronik

Fibrosis Kistik

Pintas Jejunoileal

Sarkoidosis

1. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan infeksi virus yang menyebabkan peradangan dan kerusakan
pada hati. Infeksi kronis dapat menyebabkan kerusakan dan peradangan, fibrosis, dan sirosis.
Virus hepatitis B menyebar melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, seperti kecelakaan
jarum suntik, penggunaan narkoba suntikan, atau menerima transfusi darah sebelum
pertengahan 1980-an. Hepatitis B juga dapat menyebar melalui kontak seksual dengan orang
yang terinfeksi dan dari ibu yang terinfeksi ke anak selama persalinan. Sayangnya, banyak
orang menyadari bahwa mereka memiliki hepatitis B kronis ketika mereka mengalami gejala
sirosis. Penyakit ini dapat dicegah dengan vaksin hepatitis B yang dapat diberikan pada bayi
baru lahir, anak-anak, dan orang dewasa yang berisiko tinggi terkena hepatitis B.

2. Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan peradangan, atau
pembengkakan, dan kerusakan pada hati. Virus hepatitis C menyebar melalui kontak dengan
darah yang terinfeksi, seperti dari kecelakaan jarum suntik, penggunaan narkoba suntikan,

4
atau menerima transfusi darah sebelum tahun 1992. Hepatitis C sering menjadi kronis akibat
infeksi virus jangka panjang. Hepatitis C kronis menyebabkan kerusakan pada hati yang
selama bertahun-tahun atau puluhan tahun dapat menyebabkan sirosis. Sayangnya, banyak
orang pertama kali menyadari bahwa mereka memiliki hepatitis C kronis ketika mereka
mengalami gejala sirosis.

3. Alkoholisme
Alkoholisme adalah penyebab paling umum kedua dari sirosis di Amerika Serikat.
Kebanyakan orang yang mengkonsumsi alkohol tidak mengalami kerusakan pada hati.
Namun penggunaan alkohol berat selama beberapa tahun membuat seseorang lebih mungkin
mengembangkan penyakit hati terkait alkohol. Jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk
merusak hati bervariasi setiap orang. Penelitian menunjukkan bahwa kurang dari dua
minuman sehari untuk wanita dan tiga minuman sehari untuk pria tidak dapat melukai hati,
namun minum lebih banyak dari jumlah ini akan mengarah ke lemak dan terjadi peradangan
di hati dan bila minum lebih dari 10-12 tahun dapat menyebabkan sirosis beralkohol.5,6

4. Penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD) dan steatohepatitis nonalkohol (NASH).


Dalam NAFLD, lemak menumpuk di hati, namun penumpukan lemak bukan karena
penggunaan alkohol. Ketika lemak disertai peradangan dan kerusakan sel hati, kondisi inilah
yang disebut steatohepatitis nonalcohol (NASH) dengan "steato" yang berarti lemak, dan
"hepatitis" yang berarti peradangan hati. Peradangan dan kerusakan dapat menyebabkan
fibrosis, yang akhirnya dapat menyebabkan sirosis.4
5. Penyakit yang merusak, menghancurkan, atau memblokir saluran empedu.
Beberapa penyakit dapat merusak, menghancurkan, atau memblokir saluran yang
membawa empedu dari hati ke usus kecil sehingga menyebabkan empedu kembali ke hati
dan menyebabkan sirosis.
Pada orang dewasa, yang paling umum dari penyakit ini adalah sirosis bilier primer,
penyakit kronis yang menyebabkan saluran empedu kecil di hati menjadi meradang dan rusak
dan akhirnya hilang. Kolangitis sklerosis primer adalah penyakit yang menyebabkan iritasi,
jaringan parut, dan penyempitan saluran empedu yang lebih besar dari hati.
Pada bayi dan anak-anak, penyebab kerusakan atau hilangnya saluran empedu yang
dapat menyebabkan sirosis:

5
- Alagille syndrome: Kumpulan gejala yang menunjukkan gangguan pencernaan
genetik dan menyebabkan hilangnya saluran empedu pada masa bayi.

- Atresia bilier: Kondisi yang mengancam jiwa yang mempengaruhi bayi baru lahir di
mana saluran empedu hilang. Penyebabnya tidak diketahui. Atresia bilier adalah
alasan paling umum untuk transplantasi hati pada anak-anak
- Cystic fibrosis: Penyakit keturunan pada paru-paru, usus, pankreas, dan saluran
empedu di mana tubuh tidak menghasilkan cukup cairan dan lendir menjadi tebal dan
menghalangi saluran empedu kecil. Penyumbatan saluran empedu ini dapat
menyebabkan sirosis.

Penyumbatan saluran empedu jangka panjang oleh batu empedu dapat menyebabkan
sirosis. Sirosis juga dapat berkembang jika saluran empedu salah diikat atau terluka selama
operasi pada kantong empedu atau hati.4

6. Penyakit Herediter yang mempengaruhi hati.

Penyakit herediter yang mengganggu cara hati memproduksi, memproses, dan


menyimpan enzim, protein, logam, dan zat lain dapat menyebabkan sirosis. Penyakit-
penyakit ini termasuk kekurangan alfa-1 antitrypsin, hemochromatosis, penyakit Wilson,
galactosemia, dan penyakit penyimpanan glikogen.

2.4 Patogenesis

Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati yang
selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan unsur-
unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah,
dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur
dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah
melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui
hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi
yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi
dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke
jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati
tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang
membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi,

6
kehilangan kontak normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang
membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.

Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan
peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem
vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran,
terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh
adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.
Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau
cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang
terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid,
parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).

Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit
hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal
berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam
sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal.

Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi
vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi dua
per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra
hepatik dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5
tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.

Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan
saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal
dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-
sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu
menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam
tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.

2.5 Manifestasi Klinik

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang sering ditemukan secara tidak
sengaja. Gejala sirosis hati terbagi menjadi sirosis hati kompensata (gejala awal) seperti mudah

7
lelah, lemah, selera makan berkurang, perut kembung, mual, berat badan menurun, impotensi,
testis mengecil, ginekomastia, hilangnya gairah seksual. Gejala sirosis hati dekompensata
terjadi gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi
porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam subfebris, gangguan
pembekuan darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus, air kemih
warna teh pekat, muntah darah dan/ melena serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi hingga koma.1

Temuan klinis sirosis meliputi:1,2,4

1. Spider telangiektasi atau spider angiomata yaitu suatu lesi vaskuler terdiri dari arteriola
pusat yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan pada bahu,
dada, punggung, muka dan lengan atas. Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil,
malnutrisi berat, bahkan ditemukan pada orang sehat.
2. Eritema palmaris yaitu warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Tanda
ini tidak spesifik pada sirosis dansering ditemuka pada orang hamil, Reumatoid artritis,
dan keganasan hematologi.
3. Perubahan kuku Muchrche berupa pita putih horizontal yang dipisahkan dengan warna
kuku. Sering pada hipoalbuminemia dan sindrom nefrotik.
4. Clubbing finger sering pada sirosis bilier. Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasia
palmaris yaitu terjadinya fleksi jari-jari tangan. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
alkoholisme dan diabetes.
5. Ginekomastia akibat peningkatan androstenedione dan estradiol sebagai akibat
sekunder dari sirosis. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut dada pada laki-laki
dan cepat berhentinya menstruasi pada wanita.
6. Hipogonadisme, dengan gejala seperti impotensi, infertilitas, hilangnya dorongan
seksual, dan atrofi testis (mengecilnya buah zakar). Tanda ini menonjol pada sirosis
alkoholik.
7. Ukuran hepar dapat menjadi normal, membesar atau mengecil. Hati teraba keras dan
nodular.
8. Splenomegali sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

8
9. Asites terjadi akibat hipertensi porta dan hypoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai
akibat hipertensi porta.
10. Pembengkakan atau penumpukan cairan pada kaki (edema)
11. Vetor hepatikum yaitu bau nafas yang khas disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil
sulfit akibat pintasan portosistemik yang berat.
12. Jaundice yaitu menguningnya kulit, mata, dan selaput lendir akibat hyperbilirubinemia
(2-3 mg/dl). Air kemih warnanya gelap seperti air teh.
13. Asterisis bilateral tapi tidak singkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsoflesi tangan
14. Tanda lain yang menyertai diantaranya demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar,
batu pada vesika velea akibat hemolysis, pembesaran kelenjar parotis terutama pada
sirosis alkoholik. Kebingungan atau keterlambatan dalam berpikir, lemah, warna tinja
pucat / tinja menjadi hitam, kehilangan nafsu makan, mual & muntah darah, mimisan
& gusi berdarah, kehilangan berat badan.

Gambaran laboratorium

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan tes laboratorium seperti SGOT dan SGPT
yang meningkat, dimana SGOT lebih tinggi daripada SGPT. Alkali phosphatase menigkat
kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal. GGT (Gamma Glutamil Transpeptidase) juga
meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik. Bilirubin normal pada sirosis hati kompensata
dan meningkat pada sirosis hati dekompensata. Konsentrasi albumin menurun sesuai dengan
perburukan sirosis sedangkan globulin meningkat.

Waktu protrombin yang memanjang mencerminkan derajat tingkatan disfungsi sintesis


hati sehingga banyak menyebabkan perdarahan pada banyak organ tubuh. Natrium serum
menurun terutama pada sirosis dengan asites. Anemia pada sirosis dapat dalam berbagai
macam jenis. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia dan neutropenia akibat
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Pemeriksaan radiologi barium meal/enema dapat melihat varises untuk konfirmasi


adanya hipertensi porta. Dengan USG, pada sirosis yang lanjut hati mengecil, nodular,
irregular. Selain itu USG juga dapat melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta,
pelebaran vena porta, karsinoma hati. Pemeriksaan yang lain harganya sangat mahal.1

9
2.6 Diagnosis

Diagnosis sirosis hati stadium kompensata sangat sulit ditegakkan. Stadium


kompensata dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti, pemeriksaan laboratorium
biokimia atau serologi, dan pencitraan. Sedangkan, penegakkan diagnosis sirosis hati stadium
dekompensata mudah diketahui karena gejala dan tandanya sudah dikenali dengan adanya
komplikasi.

Gold standard diagnosis sirosis hati adalah biopsi hati melalui perkutan, transjugular,
laparoskopi, atau biposi jarum halus. Biopsi tidak usah dilakukan apabila manifestasi klinis,
hasil laboratorium, dan radiologinya cenderung merujuk pada sirosis hati. Biopsi hati dapat
berakibat fatal, seperti perdarahan dan kematian.

2.7 Tata Laksana

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup

b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang. Seperti cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis
C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN
dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.

A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3x seminggu dan
RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

10
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

C) Terapi dosis interferon setiap hari.

Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA
negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti

a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis
c. Hepatorenal syndrome
d. Ensefalopati hepatik

1. Asites

Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:

- Istirahat

- Diet rendah garam

Untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat
berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.

- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton,
dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila
dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan
furosemid.

2. Spontaneous bacterial peritonitis

11
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),
secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi
maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

Dapat juga diberikan Siprofloksasin 500 mg/hari per oral sebagai profilaksis pada
pasien risiko tinggi SBP, yaitu pasien dengan hipoalbumin, peningkatan PT atau INR, dan
albumin pada cairan asites rendah.

3. Hepatorenal Sindrom

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian elekterolit diuretik yang


berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan, perdarahan dan infeksi.
Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa restriksi cairan, garam, potassium dan
protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoksik.

Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik
dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock.
TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan
transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi
ginjal.

4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering


dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip
penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,

dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannyayaitu : untuk
mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah

- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,


Octriotide dan Somatostatin

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan


misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan

12
Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.

5. Ensefalopati Hepatik

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

1. Mengenali dan mengobati factor pencetus

2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal
dari usus dengan jalan :

- Diet rendah protein

- Pemberian antibiotik (neomisin)

- Pemberian lactulose/ lactikol

3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

- Tak langsung (Pemberian AARS)

2.8 Komplikasi

1. Edema dan asites

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan
garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam
jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat
ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting
edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu
pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung
untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih
banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut
antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites)

13
menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.

2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-
bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil
cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut
(biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati
dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul di dalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri
menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan
asites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP
adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa.

Beberapa pasien-pasien dengan SBP tidak mempunyai gejala-gejala, dimana yang


lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan
memburuknya asites. Didiagnosis SBP apabila terdapat netrofil >250/mm3 pada sampel cairan
asites.

3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung
dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan
dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui
vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling
umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah
dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan
portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari
varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja
didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab
yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari

14
varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis.

4. Hepatic encephalopathy

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan


penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-
unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek
beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal
ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).

Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada
pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling
dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan
memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.

5. Hepatorenal syndrome

Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal


syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal
berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik
pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-
perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome
didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-
unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,
dipelihara/dipertahankan.

6. Hepatopulmonary syndrome

Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan


hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-

15
paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan
alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru
dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli.
Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.

7. Hyperspleenism

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet
(partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang
mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan
dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah
tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu
kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga
ia menyebabkan sakit perut.

Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel
darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang.
Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu
behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia).
Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan
thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama).

8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor
berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam
tubuh dan menyebar ke hati.

2.9 Prognosis

Prognosis dari sirosis hepar bervariasi dan dipengaruhi sejumlah faktor yaitu etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Berdasarkan

16
Klasifikasi Child-Pugh angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child
Pugh A, B, dan C berturut-turut 100,80, dan 45%.1

Tabel 2. Klasifikasi Child Pugh Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat

Bilirubin serum <35 35-50 >50

Albumin serum >35 30-35 <30

Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar dkontrol

PSE/Ensefalopati Nihil MInimal Berat/Koma

Nutrisi Sempurna Baik KUrang/Kurus

17
BAB III

SIMPULAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis hepatoselular.

Penyebab tersering sirosis pada negara barat ialah alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama
akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus
hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40% dan sisanya
termasuk kelompok virus bukan B dan C.1 Konsumsi alkohol dan autoimun juga dapat
mempengaruhi terjadinya sirosis hati.3 Penyakit perlemakan hati non alkoholik (NASH) yaitu
terdapat lemak dalam hepatosit (sel-sel hati) dapat menyebabkan komplikasi berupa
peradangan atau inflamasi hati atau fibrosis juga dapat menyebabkan terjadinya sirosis
kriptogenik (penyebab tidak diketahui pasti).

Gejala sirosis hati kompensata adalah mudah lelah, lemah, selera makan
berkurang, perut kembung, mual, berat badan menurun, impotensi, testis mengecil,
ginekomastia, dan hilangnya gairan seksual. Sedangkan gejala sirosis hati dekompensata
terjadi lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam subfebris, gangguan pembekuan
darah seperti perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus, air kemih warna teh
pekat, muntah darah dan/ melena serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi hingga koma.

Stigmata sirosis hati meliputi spider naevi, eritema palmaris, perubahan kuku, clubbing
finger, ginekomastia, splenomegaly, edema, flapping tremor, caput medusa, dan ikterik. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT, SGPT, dan GGT yang meningkat. Bilirubin
normal pada sirosis hati kompensata dan meningkat pada sirosis hati dekompensata.

Tatalaksana sirosis hati diberikan secara simtomatik, suportif, dan sesuai etiologi.
Setiap komplikasi yang muncul juga perlu dikendalikan.

18
19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed 5. Jakarta: Interna
Publishing
2. Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta:
Jayabadi
3. Dooley, Lok, Burroughs dan Heathcote. 2011. Sherlock Diseases of The Liver and
Biliary System. 12th Edition. Singapore: Willey-Blackwell.
4. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease: Cirrhosis. Maret
2014. Diunduh dari: https://www.niddk.nih.gov/health-information/liver-
disease/cirrhosis.
5. O'Shea RS, Dasarathy S, McCullough AJ.2010. Alcoholic liver disease. Hepatology.
6. Gyamfi MA, Wan YJ.2010. Pathogenesis of alcoholic liver disease: the role of nuclear
receptors. Experimental Biology and Medicine.

20

Anda mungkin juga menyukai