Anda di halaman 1dari 2

HUKUM MINYAK DAN GAS BUMI

Pada kesempatan kali ini JENDELA HUKUM akan memaparkan sedikit mengenai industri
migas di negeri ini, perbincangan perihal kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak akan
cukup jika dijabarkan dalam blog JENDELA HUKUM karena hal tersebut mencakup dan
memuat banyak kajian di dalamnya, dari segi regulasi /aturan, kegiatan usaha hulu migas
(upstream), kegiatan usaha hilir migas (downstream), kontrak kerjasama migas, cost
recovery, bla bla bala..... pokonya banyak, dan blog ini tidak akan cukup membahasnya.
Namun sebagai langkah awal JENDELA HUKUM akan menyajikan “remah-remah” HUKUM
MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA.

Minyak dan gas bumi merupakan salah satu komoditi yang sifatnya strategi, yang sejatinya
harus di pergunakan sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat, legitimasi terhadap hal ini
secara explisit dapat kita jumpai dalam pasal 33 ayat UUD 1945, “Bumi, tanah, dan air dan
semua yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk
kemakmuran rakyat”. Berangkat dari hal tersebut maka seyogyanya negara harus
melakukan pengendalian eksplorasi dan ekspolitasi terhadap industri migas.

Kegiatan usaha migas sendiri terbagi dalam 2 sektor, yang pertama adalah kegiatan usaha
pada Sektor Hulu (upstream) dan yang kedua adalah kegiatan pada Sektor Hilir
(downstream), Kegiatan Usaha Hulu (upstream) adalah kegiatan usaha yang berintikan
atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitas, atau secara sederhana dapat
dikatakan Industri Hulu Migas (upstream) terdiri dari kegiatan eksplorasi dan kegiatan
eksploitasi, eksplorasi sendiri merupakan kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi
mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak
dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan. Sedangkan eksploitasi merupakan
rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah
Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan
sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian
Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya. Pada industri
Hulu Migas (upstream). Kegiatan usaha hulu migas diatur dengan menggunakan kontrak
Production Sharing Contract dan dilaksanakan oleh Badan Pelaksana yang merupakan
badan usaha yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang
Minyak dan Gas Bumi, Kegiatan Usaha Hulu dilaksanakan oleh Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Production Sharing Contract dengan
Badan Pelaksana

Kegiatan Usaha Hilir (downstream), merupakan kegiatan usaha yang berintikan atau
bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau
Niaga. Dari definisi tersebut maka dapat kita lihat bahwa kegiatan usaha hilir terdiri dari 4
kegiatan usaha yang berbeda yakni pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga.
Pengolahan merupakan kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-bagian, mempertinggi
mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak
termasuk pengolahan lapangan; Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi,
Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan
Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi;
Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran
Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi; sedangkan Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan,
ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui
pipa. Berbeda dengan kegiatan usaha hulu, kegiatan usaha hilir diatur dengan menggunakan
mekanisme perizinan, pengaturan dan pengawasan pada kegiatan Usaha Hilir
(downstream), dilakukan oleh Badan Pengatur yang dibentuk untuk melakukan pengaturan
dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas
Bumi.

Pada saat ini pengaturan mengenai minyak dan gas secara khusus ditemukan
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang
di tetapkan pada 23 Nopember 2001, meskipun secara faktual banyak pasal-pasal yang substansial
dari UU Migas yang telah di Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi, dan menurut parah ahli
bahwa harus ada UU Migas Yang baru, namun dari regulasi tersebut dapat kita lihat bahwa tujuan
penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi adalah :

1. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan


Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya saing tinggi dan
berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan
melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;
2. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha Pengolahan, Pengangkutan,
Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme
persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan;
3. menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik sebagai
sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri;
4. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu
bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
5. meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya
bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan
perdagangan Indonesia;
6. menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang
adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Jadi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang notabenenya merupakan industri strategis yang
dikuasai oleh negara dan dikendalikan dengan segenap instrumen yang ada, yang pada akhirnya
dipergunakan demi kesejahteraan rakyat sebagaimana amanah konstitusi, buka di kendalikan oleh
kelompok-kelompok mafia migas demi kesejahteraan koloni-koloninya....

Udah ahh gitu aja dulu, pada tulisan berikutnya JENDELA HUKUM “akan berbicara” lebih banyak lagi
mengenai PRODUCTION SHARING CONTRACT.....

Anda mungkin juga menyukai