Anda di halaman 1dari 48

I. Asas-asas pembentukan peraturan per Undang-Undangan.

1. Asas kejelasan tujuan (Beginsel Van Duidelijke Doelstelling).


➢ Asas ini menerangkan bahwa Harus ada tujuan yang jelas yang hendak dicapai
dalam suatu pembentukan peraturan perundang-undangan
2. Asas organ dan lembaga yang tepat (Beginsel Van Het Juiste Orgaan).
➢ Asas ini menerangkan bahwa Harus dibuat oleh organ dan lembaga yang tepat
yang memiliki kewenangan membentuk Undang-Undang.
3. Asas kesesuaian terminologi dan sistematika (Het Beginsel Van Duidelijke
Terminologie en Duidelijke Systematiek).
➢ Asas ini menerangkan bahwa harus memperhatikan kesesuaian materi yang
tepat dalam terminologi dan sistematika peraturan per Undang-Undangan.
4. Asas dapat dilaksanakan (Het Beginsel Van Uitvoerbaarheid).
➢ Asas ini menerangkan bahwa harus memperhitungkan efektifitas peraturan per
Undang-Undangan dalam masyarakat baik secara filosofis Sosiologis dan
Yuridis.
5. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
➢ Dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Asas kejelasan rumusan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
peraturan per Undang-Undangan, pilihan kata dan bahasa hukum yang jelas
agar mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi dalam
pelaksanaannya.
7. Asas keterbukaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa didalam pembentukannya mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan /penetapan dan
pengundangan yang sifat nya transparan dan terbuka.

II. Asas-asas materi muatan peraturan per Undang-Undangan.


1. Asas pengayoman
➢ Asas ini menerangkan bahwa setiap materi muatan peraturan per Undang-
Undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan
ketenteraman masyarakat.
2. Asas kemanusiaan
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu muatan Undang-Undang harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
serta harkat dan martabatnya.
3. Asas kebangsaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu muatan Undang-Undang harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa yang majemuk dan tetap menjaga prinsip
NKRI.
4. Asas kekeluargaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa bahwa suatu muatan Undang-Undang harus
mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan dan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Asas kenusantaraan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu muatan Undang-Undang senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah nusantara dan materi muatan
peraturan per Undang-Undangan didaerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
6. Asas Bhinneka tunggal ika
➢ Asas yang menerangkan suatu Undang-Undang harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
7. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
➢ Asas ini menerangkan bahwa Tidak boleh memuat hal yang bersifat
membedakan berdasarkan latar belakang agama, golongan, suku, gender, ras
dan status sosial.
8. Asas ketertiban dan kepastian hukum.
➢ Asas ini menerangkan bahwa harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
9. Asas keseimbangan,keserasian dan keselarasan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa harus mencerminkan keseimbangan keserasian
dan keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan
bangsa dan negara.
III. Asas-asas peraturan per Undang-Undangan.
1. Lex Posterior Derogat Legi Priori (Undang-Undang yang lebih baru
mengenyampingkan Undang-Undang yang lama).
2. Lex Specialist Derogat Legi Generali (Undang-Undang yang khusus didahulukan
berlakunya dari pada Undang-Undang yang bersifat umum).
3. Lex Superior Derogat Legi Inferiori (Undang-Undang yang lebih tinggi
mengenyampingkan Undang-Undang yang lebih rendah).
4. Asas setiap orang dianggap telah mengetahui Undang-Undang setelah
diundangkan dalam lembaran Negara.
5. Asas Non Retro Aktif. Maksud dari asas ini adalah suatu undang-undang tidak
berlaku surut.
6. Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat dimana hanya Mahkamah Konstitusi
yang boleh melakukan uji materil atas isi Undang-Undang.

IV. Asas-asas dalam hukum perdata nasional (KUH Perdata).


− Asas-asas Hukum tentang Orang.
1. Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia. (Pasal 1 dan 3 KUH perdata).
➢ Asas ini menerangkan bahwa jangan sampai terjadi pembatasan atau
pengurangan hak asasi manusia karena Undang-Undang atau keputusan
hakim.
2. Asas setiap orang harus mempunyai nama dan tempat kediaman hukum.
(Pasal 5a dan bagian 3 bab 2 buku 1 KUH perdata).
➢ Asas ini menerangkan bahwa Tiap orang yang mempunyai hak dan
kewajiban mempunyai identitas yang sedapat mungkin berlainan satu
dengan yang lainnya.
3. Asas perlindungan terhadap orang yang tidak lengkap.
(Pasal 1330 KUH perdata)
➢ Asas ini menerangkan bahwa Orang yang dinyatakan oleh hukum tidak
mampu melakukan perbuatan hukum mendapat perlindungan baik ingin
melakukan perbuatan hukum.
4. Asas monogami dalam hukum perkawinan barat.(Pasal 27 KUH perdata)
➢ Asas ini menerangkan bahwa Bagi laki-laki hanya boleh mengambil
seorang wanita sebagai istri dan wanita hanya boleh mengambil seorang
laki-laki sebagai suaminya, namun dalam Undang-Undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan pada pasal 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan
memberi isin seorang suami untuk beristri lebih dari satu bila dikehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Asas bahwa suami dinyatakan sebagai kepala keluarga. (Pasal 105 KUH
Perdata)
➢ Asas ini menerangkan bahwa seorang suami bertugas memimpin dan
mengurusi kekayaan keluarga.
6. Asas Perkawinan
➢ Suatu Perkawinan merupakan hubungan keperdataan sehingga harus
dilakukan didepan pegawai catatan sipil. Perkawinan merupakan
persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dibidang
hukum keluarga. Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat
– syarat yang ditentukan Undang-Undang. Perkawinan mempunyai akibat
terhadap hak dan kewajiban suami istri. Perkawinan menyebabkan
pertalian darah. Perkawinan mempunyai akibat dibidang kekayaan suami
dan istri.
7. Asas Reciprositas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Seorang anak wajib menghormati orang
tuanya serta tunduk kepada mereka dan orang tua wajib memelihara dan
membesarkan anaknya yang belum dewasa sesuai dengan
kemampuannya masing-masing ( Pasal 298 BW , dan seterusnya ).

− Asas-asas umum hukum perikatan/perjanjian.


1. Asas Kebebasan berkontrak.(Pasal 138 ayat (1) KUH perdata)
➢ Asas ini menerangkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuat.
2. Asas Konsensualitas.(Pasal 1320 ayat (1) KUH perdata)
➢ Asas ini menerangkan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah
adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak.
3. Asas Kepercayaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa setiap orang yang berjanji pasti akan
memenuhi setiap prestasi sebagaimana yang diperjanjikan.
4. Asas Kekuatan mengikat. (Pasal 1340 KUH perdata).
➢ Asas ini menerangkan bahwa perjanjian hanya berlaku bagi para pihak
yang membuatnya.
5. Asas Persamaan hukum.
➢ Asas ini menerangkan bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian
memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
6. Asas Keseimbangan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian memiliki
kedudukan yang seimbang dan setara, serta kedua belah pihak memenuhi
dan melaksanakan perjanjiannya.
7. Asas Kepastian hukum.
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu perjanjian dibuat untuk memberikan
kepastian hukum. asas ini berhubungan dengan akibat dari perjanjian
(Pacta Sun Servanda).
8. Asas Moral.
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu perbuatan sukarela dari seseorang
tidak dapat menuntut hak baginya untuk mendapatkan prestasi dari pihak
lain (Zaakwarneming).
9. Asas Perlindungan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa para pihak yang mengikat perjanjian
dilindungi oleh hukum.
10. Asas Kepatutan. (Pasal 1339 KUH Perdata)
➢ Asas ini menerangkan bahwa Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-
hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian tetapi juga segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau Undang-Undang.
11. Asas Kepribadian. (Pasal 1315 KUH Perdata)
➢ Asas ini menerangkan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.
12. Asas Itikad baik. (Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata).
➢ Asas ini menerangkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik.
13. Asas Kebiasaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
14. Asas Actio Pauliana.
➢ Asas ini menerangkan bahwa tindakan kreditur untuk membatalkan semua
perjanjian yang dibuat debitur dengan itikad buruk dengan pihak ketiga,
dengan pengetahuan bahwa ia merugikan krediturnya, pembatalan
perjanjian itu harus dilakukan oleh hakim atas permohonan kreditur (pasal
1341 KUH Perdata).
15. Asas Batal Demi Hukum.
➢ Suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian itu batal demi hukum
apabila tidak memenuhi syarat obyektif.
16. Asas Canselling.
➢ Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi
syarat subyektif dapat dimintakan pembatalan.
17. Asas Persamaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa para kreditor mempunyai kedudukan yang
sama dan sederajat terhadap barang-barang milik debitor.
18. Asas Preferensi.
➢ Asas ini menerangkan bahwa para kreditor yang memegang hipotik, gadai
dan privelegi diberi hak prseferensi yaitu didahulukan dalam pemenuhan
piutangnya. Asas ini merupakan penyimpangan dari asas persamaan.
19. Asas Zakwaarneming ( 1345 BW ).
➢ Asas dimana seseorang yang melakukan pengurusan terhadap benda
orang lain tanpa diminta oleh orang yang bersangkutan, maka ia wajib
mengurusnya sampai tuntas.

− Asas-asas hukum benda.


1. Asas Hukum Benda merupakan Dwingendrecht.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Hak – hak kebendaan tidak akan
memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan
dalam dalam undang – undang. Dengan lain perkataan, kehendak para
pihak itu tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan.
2. Asas Individualiteit.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Obyek hak kebendaan selalu merupakan
barang yang individueel bepaald, yaitu barang yang dapat ditentukan .
Artinya seseorang hanya dapat memiliki barang yang berwujud yang
merupakan kesatuan.
3. Asas Totaliteit/totalitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Seseorang yang mempunyai hak atas suatu
barang maka ia mempunyai hak atas keseluruhan barang itu / bagian-
bagian yang tidak tersendiri.
4. Asas Onsplitsbaarheid ( tidak dapat dipisahkan ).
➢ Asas ini menerangkan bahwa Pemisahan dari zakelijkrechten tidak
diperkenankan, tetapi pemilik dapat membebani hak miliknya dengan iura
in realiena, jadi seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya.
5. Asas Vermenging ( asas percampuran ).
➢ Asas ini menerangkan bahwa seseorang tidak akan untuk kepentingannya
sendiri memperoleh hak gadai atau hak memungut hasil atas barang
miliknya sendiri.
6. Asas Publiciteit/publisitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Pengumuman kepada masyarakat atas
status kepemilikan suatu benda.
7. Asas Spesialiteit /spesialitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam hal kepemilikan hak atas tanah secara
individual harus ditunjukkan dengan jelas wujudnya,batasnya,letaknya dan
luasnya.
8. Asas Sistem tertutup.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hak atas benda bersifat terbatas pada yang
diatur oleh Undang-Undang, diluar itu dengan perjanjian tidak boleh
menciptakan hak2 baru.
9. Asas Hak mengikuti benda.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Hak kebendaan selalu mengikuti dimana dan
dalam tangan siapapun benda itu benda.
10. Asas pelekatan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu benda biasanya terdiri dari bagian-
bagian yang melekat menjadi satu dengan benda pokoknya.
11. Asas pemisahan horisontal.
➢ Dalam hal pertanahan bahwa jual beli atas tanah tidak dengan sendirinya
meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat diatasnya (jika demikian
harus ditegaskan dalam akta jual beli).
12. Asas dapat diserahkan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hak kepemilikan atas benda mengandung
wewenang untuk menyerahkan benda.
13. Asas perlindungan.
➢ Maksud dari asas ini adalah Mencakup dua bentuk perlindungan yakni
perlindungan untuk golongan ekonomi lemah dan perlindungan kepada
pihak yang beritikad baik walaupun pihak yang menyerahkannya tidak
wenang berhak.
14. Asas absolut.
➢ Bahwa hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati oleh setiap orang.
15. Asas Droit invialablel et sarce.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hak milik tidak dapat diganggu gugat.

V. Asas-asas Hukum Acara Perdata.


1. Asas Hakim bersifat pasif.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Inisiatif tuntutan hak dari penggugat kepada
tergugat sepenuhnya berada pada pihak penggugat.
2. Asas Hakim bersifat menunggu.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak
diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Hakim hanya
menunggu saja.
3. Asas mendengarkan kedua belah pihak (Audiatur Et Altera Pars atau Eines
Mannes Rede ist Keines Mannes Rede).
➢ Asas ini menerangkan bahwa Hakim harus mendengarkan keterangan dari
para pihak yang berperkara.
4. Asas sifat Persidangan terbuka.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Hakim dalam mengadili suatu perkara
persidangannya terbuka untuk umum.
5. Asas Bebas dari adanya campur tangan para pihak diluar pengadilan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Hakim didalam memberikan keputusan
harus berdasarkan keyakinannya dan tidak boleh terpengaruh oleh pihak
lain diluar pengadilan.
6. Asas Sederhana,Cepat dan Biaya ringan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hakim dalam mengadili suatu perkara
semaksimal mungkin menyelesaikan perkara dengan waktu yang tidak
terlalu lama serta biaya yang ringan.
7. Asas Putusan harus disertai alasan-alasan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa putusan hakim harus disertai dalil-dalil atau
dasar hukum positif yang ada.
8. Asas Putusan harus dilaksanakan setelah 14 hari lewat.
➢ Asas ini menerangkan bahwa setiap keputusan pengadilan hanya dapat
dilaksanakan setelah tenggang waktu 14 hari telah lewat dan telah
mempunyai kekuatan hukum tetap atau tidak ada upaya hukum lain dari
pihak yang kalah, kecuali dalam putusan ” Provisionil dan putusan Uit
Voerrbaar Bij Voorraad “.
9. Asas Beracara dikenakan Biaya.
➢ Asas ini menerangkan bahwa para pihak yang Beracara dipengadilan
dikenakan Biaya perkara. Biaya ini meliputi biaya kepaniteraan, biaya
materai dan biaya untuk pemberitahuan para pihak. Namun bagi pihak
yang tidak mampu berdasarkan keterangan yang berwenang dapat
berperkara tanpa biaya ( Prodeo ).
10. Asas Actor Sequitur Forum Rei.
➢ Asas ini menerangkan bahwa gugatan harus diajukan ditempat dimana
tergugat bertempat tinggal.
11. Asas Gugatan Balasan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa gugatan balasan dapat diajukan dalam tiap
perkara ( Pasal 132 a HIR ).

VI. Asas-asas Hukum Internasional dan Perdata Internasional.


1. Asas Independent ( kemerdekaan ).
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu negara berdiri sendiri, merdeka dari
dari negara lainnya.
2. Asas Nasionalitas.
➢ Yakni asas mengenai kewarganegaraan seseorang.
3. Resiprositas. Asas Timbal balik / Pembalasan.
➢ Asas Ini biasanya berlaku dalam hal hak dan kewjiban suatu negara
terhadap negara lain.
4. Asas Exteritorial.
➢ Asas ini menerangkan bahwa seorang diplomat/duta besar yang
ditugaskan disuatu negara harus dianggap berada diluar wilayah negara
dimana dia ditempatkan tersebut.
5. Asas Souvereignity.
➢ Kedaulatan suatu negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi.
6. Asas Receprocitet.
➢ Asas ini menerangkan bahwa apabila suatu negara menerima duta dari
negara sahabat, maka negara itu juga harus mengirimkan dutanya.
7. Asas Statuta mixta.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam menghukum suatu perbuatan,
digunakan hukum negara dimana perbuatan itu dilakukan.
8. Asas Personalitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa untuk menentukan status personal pribadi
seseorang yang berlaku baginya adalah Hukum Nasionalnya / negaranya
( Lex Partriae ).
9. Asas Teritorialitas.
➢ Adalah asas yang berlaku bagi seseorang adalah hukum negara dimana
dia berdomilisi ( Lex domicili ).
10. Mobilia Personam Sequuntur.
➢ Asas ini menerangkan bahwa status hukum benda-benda bergerak
mengikuti status hukum orang yang menguasainya.
11. Lex Rei Sitae (Lex Situs).
➢ Asas ini menerangkan bahwa status hukum benda tidak bergerak / tetap,
tunduk kepada hukum dimana benda itu berada (Statuta realita).
12. Lex Loci Contractus.
➢ Asas ini menerangkan bahwa terhadap perjanjian yang bersifat hukum
perdata internasional berlaku kaidah hukum dari tempat pembuatan
perjanjian / tempat dimana perjanjian ditanda tangani.
13. Lex Loci Solutionis.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hukum yang berlaku adalah tempat dimana
isi perjanjian dilaksanakan.
14. Lex Loci Celebration/locus regit actum
➢ Asas ini menerangkan bahwa hukum yang berlaku bagi sebuah
perkawinan adalah sesuai dengan Hukum tempat perkawinan itu
dilangsungkan.
15. Lex Domicile.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Hukum yang berlaku adalah tempat
seseorang berkediaman tetap/permanent house.
16. Lex Patriae.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hukum yang berlaku adalah dari tempat
seseorang berkewarga negaraan.
17. Lex Loci Forum/ Lex Loci Actus.
➢ Asas ini merangkan tentang hukum yang berlaku adalah tempat perbuatan
resmi dilakukan dimana dilakukannya suatu perbuatan hukum.
18. Lex Fori.
➢ Maksud dari asas ini adalah dalam hal terjadi penyelewengan perdata,
hukum yang berlaku adalah hukum negara dimana perkara diadili.
19. Lex Causae.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Hukum yang akan dipergunakan adalah
hukum yang berlaku bagi persoalan pokok ( pertama ) yang mendahului
persoalan yang akan diselesaikan kemudian.
20. Lex Actus.
➢ Hukum dari negara yang mempunyai hubungan erat dengan transaksi
yang dilakukan.
21. Lex Originis.
➢ Ketentuan hukum mengenai status dan kekuasaan atas subyek hukum
tetap berlaku diluar negeri.
22. Lex Loci Delicti Commisitator.
➢ Apabila terjadi perbuatan melanggar hukum / wanprestasi, maka yang
berlaku adalah hukum negara dimana penyelewengan perdata itu terjadi.
23. Lex Fori.
➢ Apabila objek gugatan benda bergerak maka dalam hal mengajukan
gugatan berdasarkan dimana benda bergerak tersebut berada.
24. Choise Of Law.
➢ Hukum yang berlaku adalah Hukum yang dipilih oleh para pihak.
25. The Freedom Of Contract.
➢ Asas kebebasan berkontrak yakni dimana setiap orang dapat menentukan
isi dan bentuk dari perjanjian sepanjang perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan Undang-Undang maka perjanjian tersebut sah.

VII. Asas-asas hukum pidana nasional (KUHP).


1. Asas Legalitas
➢ adalah suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana apabila telah
ditentukan sebelumnya oleh undang-undang / seseorang dapat dituntut atas
perbuaatannya apabila perbuatan tersebut sebelumnya telah ditentukan
sebagai tindak pidana oleh hukum / undang-undang.
2. Asas Opportunitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Penuntut umum berwenang untuk tidak
melakukan penuntutan dengan pertimbangan demi kepentingan umum.
3. Asas Presumption of Innocence ( Praduga tak bersalah ).
➢ Asas ini menerangkan bahwa Seseorang harus dianggap tidak bersalah
sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
4. Asas in dubio pro reo.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam hal terjadi keragu – raguan maka yang
diberlakukan adalah peraturan yang paling menguntungkan terdakwa.
5. Asas Persamaan dimuka Hukum.
➢ Artinya setiap orang harus diperlakukan sama didepan hukum tanpa
membedakan suku, agama, pangkat , jabatan dan sebagainya.
6. Asas Perintah tertulis dari yang berwenang.
➢ Artinya bahwa setiap penangkapan, penggeledahan, penahanan dan
penyitaan harus dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang
diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan cara yang diatur oleh UU.
7. Asas Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak
memihak.
➢ Asas ini menghendaki proses pemeriksaan tidak berbelit – belit dan untuk
melindungi hak tersangka guna mendapat pemeriksaan dengan cepat agar
segera didapat kepastian hukum. ( Pasal 24 dan 50 KUHAP).
8. Asas harus hadirnya terdakwa.
➢ Pangadilan dalam memeriksa perkara pidana harus dengan hadirnya
terdakwa.
9. Asas Terbuka untuk Umum.
➢ Asas ini menerangkan bahwa sidang pemeriksaan perkara pidana harus
terbuka untuk umum, kecuali diatur oleh UU dalam perkara tertentu seperti
perkara kesusilaan, sidang tertutup untuk umum tetapi pembacaan putusan
pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
10. Asas Bantuan Hukum.
➢ Asas ini menerangkan bahwa seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib
diberi kesempatan untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma
untuk kepentingan pembelaan dirinya ( Pasal 35 dan 36 UU No.14 Tahun 1970
yo Pasal 54, 55 dan 56 KUHAP).
11. Asas bahwa putusan hakim harus disertai alasan-alasan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa semua putusan harus memuat alasan-alasan
yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan ini harus mempunyai nilai yang
obyektif.
12. Asas Nebis in idem.
➢ Asas ini menerangkan bahwa seseorang tidak dapat dituntut lagi karena
perbuatan yang sudah pernah diajukan kemuka pengadilan dan sudah
mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
13. Asas Kebenaran Material. ( kebenaran dan kenyataan ).
➢ Pemeriksaan dalam perkara pidana, tujuannya untuk mengatahui apakah
faktanya / senyatanya benar-benar telah terjadi pelanggaran / kejahatan.
14. Asas ganti rugi dan rehabilitasi.
➢ Hak bagi tersangka / terdakwa / terpidana untuk mendapatkan ganti rugi /
rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses penyidikan.
Diatur dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP.
15. Asas Culpabilitas. Nulla poena sine culpa (tiada pidana tanpa kesalahan).
➢ Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana,
harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.
16. Asas teritorial.
➢ Bahwa ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa
pidana yang terjadi didaerah yang menjadi wilayah teritorial NKRI (pasal 2
KUHP).
17. Asas personalitas/Nasionalitas aktif.
➢ Asas ini menerangkan bahwa ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi
semua WNI yang melakukan tindak pidana dimanapun dia berada (pasal 5
KUHP).
18. Asas perlindungan /Nasionalitas pasif.
➢ Asas ini menerangkan bahwa ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi
semua tindak pidana yang merugikan kepentingan Negara (pasal 4 KUHP).
19. Asas universalitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan oleh
seseorang dan bersifat merugikan keamanan Internasional maka dapat
dihukum sesuai dengan hukum pidana dimana orang tersebut diadili.
20. Asas kesalahan dan penghapusan pidana.
➢ Asas ini menerangkan bahwa yang meliputi adanya alasan pembenar (Rechts
vaardigings gronden),alasan pemaaf (Sculduitsluitings gronden),dan alasan
penghapusan penuntutan (Onvervolgbaarheid).
21. Asas substansi dan Proporsionalitas.
➢ Asas ini menjelaskan bahwa penjatuhan pidana itu sejauh mungkin bersifat
ringan,sedang dan berat yang harus sebanding dengan kejahatan sebagai
Ultimum Remidium.
22. Asas publisitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Keputusan hakim harus diucapkan dimuka
umum dan menunjuk peraturan hukum /pasal yang diterapkan.

VIII. Asas-asas hukum pidana Internasional.


1. Asas kemerdekaan.
2. Asas kedaulatan.
3. Asas kesamaan derajat.
4. Asas non intervensi
5. Asas saling menghormati.
6. Asas hidup berdampingan secara damai.
7. Asas penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.
8. Asas bahwa suatu Negara tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang
mencerminkan kedaulatan didalam wilayah Negara lainnya.
9. Asas komplementaritas.
10. Asas pertanggung jawaban pidana individu.
11. Asas legalitas.
12. Asas pemberlakuan hukum pidana.
13. Asas teritorial.
14. Asas nasionalitas.
15. Asas universal.
16. Asas non retroactive.
17. Asas Culpabilitas.
18. Asas presumption of innocent.
19. Asas Ne/Non Bis In Idem.

IX. Asas-asas Hukum Internasional.


− Asas-asas yang bersifat umum.
1. Asas teritorial.
➢ Asas yang didasarkan pada kekuasaan Negara atas daerahnya,dimana
Negara memiliki kewenangan untuk melaksanakan hukum bagi tiap
perbuatan hukum diwilayah Negara tersebut.
2. Asas kebangsaan.
➢ Hukum suatu Negara berlaku bagi semua warga Negara dimanapun ia
berada.
3. Asas kepentingan umum.
➢ Bahwa Negara berwenang melindungi dan mengatur semua kepentingan
warganya.
4. Asas persamaan derajat.
➢ Bahwa semua Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
hubungan Internasional.
5. Asas keterbukaan.
➢ Adanya kesediaan untuk terbuka bagi masing-masing pihak dalam
hubungan antar bangsa yang dilandasi atas kejujuran dan keadilan
sehingga setiap pihak akan mengetahui dengan jelas mengenai
manfaat,hak dan kewajibannya dalam menjalin hubungan internasional.
− Asas-asas Pelaksanaan dalam hukum Internasional.
1. Pacta Sunt Servanda.
➢ Bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak
yang mengadakannya.
2. Egality Rights.
➢ Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama.
3. Reciprositas.
➢ bahwa Tindakan suatu Negara terhadap Negara lain dapat dibalas setimpal
baik Tindakan yang bersifat negatif atau positif.
4. Courtesy.
➢ Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan Negara.
5. Rebus Sig Stantibus.
➢ Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar
/fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan suatu perjanjian.

X. Asas-asas Hukum Humaniter Internasional.


1. Asas kepentingan militer (Militery Necessity).
➢ Pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk
menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang.
2. Asas perikemanusiaan (Humanity).
➢ Pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan peri
kemanusiaan.
3. Asas kesatriaan (Chivalry).
➢ Bahwa didalam perang kejujuran harus diutamakan.
4. Asas prinsip pembedaan (Distinction principle).
➢ Asas yang membedakan antara combatan dan penduduk sipil
5. Rule of Engagement (ROE).
➢ Adanya petunjuk yang jelas kapan dan dalam keadaan bagaimana
komandan dibenarkan menggunakan kekerasan.

XI. Asas-asas Hukum acara pidana dan Hukum acara pidana


Militer.
1. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
➢ Agar proses pemeriksaan tidak berbelit-belit dan melindungi hak tersangka
agar segera mendapat kepastian hukum ( pasal 24 dan pasal 50 KUHAP).
2. Asas praduga tak bersalah ( presumption of innocence).
➢ Seseorang harus dianggap tidak bersalah sebelum dinyatakan bersalah
oleh pengadilan.
3. Asas Oportunitas.
➢ Penuntut umum berwenang untuk tidak melakukan penuntutan dengan
pertimbangan demi kepentingan umum.
4. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
5. Asas peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap.
6. Asas Bantuan Hukum.
➢ Seseorang yang tersangkut perkara pidana wajib diberi kesempatan untuk
memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma ( pasal 35 dan pasal 36
UU 14/1970 Jo pasal 54, pasal 55 dan pasal 56 KUHAP).
7. Asas Inkusator dan Akusator.
8. Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan.
9. Asas ganti rugi dan rehabilitasi.
➢ Hak bagi tersangka /terdakwa/terpidana untuk mendapatkan ganti rugi
/rehabilitasi atas tindakan terhadap dirinya ( pasal 95 dan pasal 97 KUHAP).
10. Asas kebenaran Materil.
➢ Pemeriksaan dalam perkara pidana untuk mengetahui apakah pada
faktanya benar terjadi pelanggaran /kejahatan.
11. Asas legalitas.
➢ Suatu perbuatan merupakan tindak pidana apabila telah ditentukan
sebelumnya dalam Undang-Undang.
12. Asas Culpabilitas.
➢ Tiada pidana tanpa kesalahan ( Nulla Poena Sine Culpa).
13. Nebis In Idem.
➢ Seseorang tidak dapat dituntut lagi karena perbuatan yang sudah pernah
diajukan kemuka pengadilan dan sudah mendapatkan putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap.
14. Asas putusan hakim harus disertai alasan-alasan.
➢ Semua putusan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk
mengadili.
15. Asas perintah tertulis dari yang berwenang.
➢ Setiap penangkapan,penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus
dilakukan berdasarkan perintah tertulis.
16. In Dubio Pro Reo.
➢ Dalam hal terjadi keragu-raguan maka yang diberlakukan adalah peraturan
yang paling menguntungkan terdakwa.

Khusus untuk hukum acara peradilan militer selain Asas-asas yang berlaku
sebelumnya diberlakukan pula asas-asas,sebagai berikut :
1. Asas kesatuan Komando.
➢ Dalam hukum acara pidana militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan
pra penuntutan.
2. Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya.
3. Asas kepentingan militer dimana ada keseimbangan antara kepentingan militer
dengan kepentingan hukum.

XII. Asas-asas Hukum Hak Asasi Manusia.


1. Asas Kemanusiaan.
➢ Menjadi substansi dari HAM agar tidak merendahkan derajat martabat
sebagai manusia.
2. Asas Legalitas.
➢ Menjamin HAM karena memiliki suatu kekuatan hukum yang tetap.
3. Asas Equalitas.
➢ Tanpa keadilan HAM akan kehilangan jati dirinya.
4. Asas Sosio Kultural.
➢ Agar HAM yang disebar luaskan dari Bangsa lain tidak bertentangan
dengan kehidupan budaya Bangsa.
5. Asas keseimbangan (Balance).
➢ Aparat penegak Hukum dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh
berorientasi pada kekuasaan semata-mata.
6. Asas praduga tak bersalah.

XIII. Asas-asas Hukum Ekonomi.


1. Asas manfaat.
2. Asas keadilan dan pemerataan yang berperi kemanusiaan.
3. Asas keseimbangan,keserasian dan keselarasan dalam peri kehidupan.
4. Asas kemandirian yang berwawasan kebangsaan.
5. Asas usaha bersama atau kekeluargaan.
6. Asas Demokrasi ekonomi.
7. Asas membangun tanpa merusak lingkungan.

XIV. Asas-asas Hukum Pajak.


1. Asas Rechts Filosofis.
➢ Yakni Asas yang mencari dasar pembenaran terhadap pengenaan pajak
kepada warga Negara/masyarakat.
2. Asas pembagian beban pajak.
➢ Asas yang mencari jawaban atas persoalan bagaimana pajak itu
dikenakan secara adil dan merata.
3. Asas pengenaan pajak.
➢ Asas yang mencari jawaban atas persoalan siapa atau pemerintah mana
yang berwenang memungut pajak.
4. Asas pemungutan pajak.
➢ Asas yang termasuk didalamnya adalah asas yuridis,asas ekonomis dan
asas finansial.
5. Asas kesederhanaan.
➢ Aturan pajak harus dibuat secara sederhana.
6. Asas Non Distorsi.
➢ Pajak tidak menimbulkan kelesuan ekonomi dalam masyarakat.
7. Asas Efisiensi.
➢ Pajak yang dipungut digunakan untuk pembiayaan kegiatan administrasi
pemerintahan dan pembangunan. Dan dengan biaya pungutan yang
serendah-rendahnya.
8. Asas Legal.
➢ Pajak yang dipungut harus berdasarkan aturan per Undang-Undangan.
9. Asas Domisili.
➢ Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tempat tinggal wajib pajak.
10. Asas Sumber.
➢ Pemungutan pajak yang dilakukan dengan Sumber pendapatan.
11. Asas Kebangsaan.
➢ Pemungutan pajak yang dilakukan berdasarkan Kebangsaan wajib pajak.
12. Asas Domisili ( tempat tinggal ).
➢ Negara dimana seseorang ( wajib pajak ) berkediaman, berhak
mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari semua pendapatan
dimana saja didapat.
13. Asas Sumber adalah asas tentang cara pemungutan pajak yang tergantung atau
didasarkan pada adanya sumber disuatu negara. Negara dimana sumber –
sumber penghasilan itu berada, berhak memungut pajak, dengan tidak mengingat
dimana wajib pajak berada.
14. Asas kepastian hukum.
➢ Hakekat perpajakan tidak menimbulkan pengertian ganda agar tidak
menimbulkan kesempatan untuk melakukan penyimpangan.
15. Asas Adil.
➢ Pajak ditekankan pada keadilan, dengan membebankan pajak sesuai daya
pikul masyarakat.

XV. Asas-asas hukum ketenaga kerjaan.


1. Asas Keterbukaan
➢ Adalah pemberian informasi kepada pencari tenaga kerja secara
jelas,antara lain jenis pekerjaan, besarnya upah dan jam kerja.
2. Asas Bebas.
➢ Pencari kerja Bebas untuk memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja
Bebas untuk memilih tenaga kerja.
3. Asas Objektif.
➢ Pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari
kerja sesuai dengan kemampuannya dan persyaratan jabatan yang
diperlukan, serta harus memperhatikan kepentingan umum dengan tidak
memihak kepada kepentingan pihak tertentu.
4. Asas Adil dan Setara.
➢ Penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga
kerja dan tidak didasarkan atas ras,jenis kelamin,warna kulit, Agama dan
aliran politik.

XVI. Asas-asas Hukum Lingkungan Hidup.


1. Asas tanggung jawab Negara.
➢ Bahwa Negara menjamin pemanfaatan, hak atas lingkungan hidup dan
pencegahan pencemaran lingkungan.
2. Asas Kelestarian dan Keberlanjutan.
➢ Upaya melestarikan daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas
lingkungan hidup.
3. Asas Keserasian dan Keseimbangan.
➢ Bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai
aspek.
4. Asas keterpaduan.
➢ Pengelolaan libgkungan hidup melibatkan berbagai unsur.
5. Asas Manfaat
➢ Kegiatan pembangunan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam.
6. Asas Kehati-hatian.
➢ Meminimalisasi adanya dampak lingkungan.
7. Asas Keadilan.
➢ Pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan Keadilan secara
proporsional.
8. Asas Ekoregion.
➢ Perlindungan dan pengelolaan harus memperhatikan karakteristik daerah.
9. Asas Keaneka ragaman Hayati.
➢ Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dilakukan secara
terpadu yang membentuk ekosistem.
10. Asas Pencemar Membayar.
➢ Setiap pencemaran lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan
lingkungan.
11. Asas Partisipatif.
➢ Setiap anggota masyarakat untuk berperan aktif dalam pengambilan
keputusan, pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
12. Asas Tata kelola Pemerintahan yang Baik.
➢ Bahwa perlindungan dan pengelolaan libgkungan hidup dijiwai prinsip
partisipasi,transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan berkeadilan.
13. Asas Otonomi Daerah.
➢ Bahwa pemerintah pusat dan Daerah mengurus sendiri urusan
pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

XVII. Asas-asas Hukum Adat.


1. Asas Religius-magis.
➢ Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia ghaib dalam
kepercayaan.
2. Asas Komunal atau kemasyarakatan.
➢ Manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan
kemasyarakatan yang erat dengan rasa kebersamaan meliputi seluruh
lapangan hukum adat.
3. Asas Demokrasi.
➢ Segala sesuatu selalu diselesaikan Secara bersama untuk kepentingan
bersama.
4. Asas Kontan.
➢ Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat
yang bersamaan.
5. Asas Konkrit.
➢ Tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan hukum tertentu
harus dinyatakan dengan benda-benda berwujud.
6. Mempunyai sifat yang sangat Visuil.
➢ hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan
dengan suatu ikatan yang dapat dilihat. ( tanda yang kelihatan ).
7. Bersifat serba kongkrit.
➢ Hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya
perhubungan-perhubungan dalam hidup yang kongkrit. Sistem hukum adat
mempergunakan bentuk perhubungan hukum yang serba kongkrit,
misalnya bagaimana keadaan teman-teman dalam kelompok masyarakat,
perhubungan perkawinan antara dua klan yang eksogen, perhubungan jual
beli pada perjanjian atas tanah dan sebagainya.

XVIII. Asas-asas Hukum Islam.


− Asas-asas umum Hukum Islam.
1. Asas Keadilan.
➢ Didalam Al Qur’an kata keadilan disebut 1000 kali.
2. Asas Kepastian Hukum.
➢ Dalam syariat Islam pada dasarnya semua perbuatan dan perkara
diperbolehkan selama belum ada nas yang melarang maka tidak ada
tuntutan ataupun hukuman atas pelakunya.
3. Asas Kemanfaatan.
➢ Jika hukuman itu bermanfaat bagi terpidana maka hukuman dapat diganti
dengan denda.
− Asas-asas Hukum Pidana Islam.
1. Asas Legalitas.
2. Asas Tidak berlaku surut.
3. Asas Bersifat Prbadi.
4. Hukum bersifat Umum.
5. Hukum tidak sah karena keraguan.
− Asas-asas Muamalat Islam.
1. Asas Taba,Dulul mana’fi.
➢ Segala bentuk kegiatan Muamalat harus memberikan keuntungan dan
manfaat bersama bagi pihak-pihak yang terlibat.
2. Asas Pemerataan.
➢ Agar harta tidak dikuasai oleh segelintir orang sehingga harus terdistribusi
secara merata diantara masyarakat.
3. Asas Suka Sama Suka.
➢ Segala bentuk muamalat antar individu atau antar pihak harus didasarkan
kerelaan masing-masing.
4. Asas Adamul Gurur.
➢ Setiap bentuk muamalat tidak boleh ada tipu daya.
5. Asas Al Birri Wa Al -Taqwa.
➢ Bentuk Muamalat yang termasuk kedalam kategori pertukaran manfaat
guna saling menolong.
6. Asas Musyarokah.
➢ Kerjasama antar pihak yang saling menguntungkan.
− Asas-asas Kewarisan Dalam Islam.
1. Asas Ijbari.
➢ Hak memaksa.
2. Asas Individual.
➢ Hak ahli waris dibagi pada masing-masing untuk dimiliki secara
perorangan.
3. Asas Bilateral.
➢ Menerima hak kewarisan pada kedua belah pihak yaitu kerabat keturunan
laki-laki dan dari pihak perempuan.
4. Asas Keadilan yang Berimbang.
➢ Adanya keseimbangan antara hak dan Kewajiban.
5. Asas Akibat Kematian.
➢ Kewarisan terjadi jikalau ada pihak yang meninggal.
6. Asas Integrity (ketulusan).
➢ Bahwa melaksanakan hukum kewarisan dalam islam diperlukan ketulusan
hati (Qs:Ali Imran (3): 85).
7. Asas Ta’abuddi (penghambaan diri).
➢ Melaksanakan hukum waris sesuai syariat Islam adalah bagian dari
ibadah.
8. Asas Huququl maliyah (hak-hak kebendaan).
➢ Hanya hak dan kewajiban kebendaan (benda yang berbentuk) yang dapat
diwariskan kepada ahli waris.
9. Asas Huququn Thabi’iyah (hak-hak dasar).
➢ Adalah hak-hak dasar dari ahli waris sebagai manusia.
10. Asas membagi habis harta warisan.
➢ Menentukan ahli waris beserta bagiannya masing-masing, membersihkan
atau memurnikan dari hutang dan wasiat, sampai melaksanakan
pembagian hingga tuntas.
− Asas-asas Hukum Perkawinan dalam Islam.
1. Asas kesukarelaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa harus saling menerima antara kedua calon.
2. Asas Persetujuan kedua belah pihak.
➢ Asas ini menerangkan bahwa tidak boleh ada pemaksaan antara kedua
belah pihak yang ingin melangsungkan perkawinan.
3. Asas Kebebasan Memilih Pasangan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa seorang laki-laki dan perempuan berhak
untuk memilih calon pasangannya.
4. Asas Kemitraan Suami Istri.
➢ Asas ini menerangkan bahwa kedudukan seorang Suami dan Istri dalam
beberapa hal sama dan dalam hal lain berbeda.
5. Asas untuk selamanya.
➢ Asas ini menerangkan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk
melangsungkan keturunan serta membina cinta kasih selamanya.
6. Asas Monogami Terbuka.
➢ Asas ini menerangkan bahwa karena beberapa hal seorang suami dapat
menikah lagi atas persetujuan istri.
− Asas-asas Hukum Perdata Islam.
1. Asas kebolehan atau Mubah.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Mengembangkan bentuk dan macam
hubungan perdata sesuai perkembangan dalam masyarakat sepanjang
tidak bertentangan dengan Al Qur’an.
2. Asas Kemaslahatan Hidup.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hubungan yang mendatangkan kebaikan,
berguna serta berfaedah bagi kehidupan.
3. Asas kebebasan dan sukarelawan.
4. Asas Menolak Mudharat dan mengambil Manfaat.
5. Asas Kebajikan.
6. Asas Kekeluargaan.
7. Asas Adil dan Berimbang.
8. Asas mendahulukan Kewajiban dari pada Hak.
9. Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang lain.
10. Asas Kemampuan Berbuat atau Bertindak.
11. Asas Mendapatkan Hak karena Usaha dan Jasa.
12. Asas Kebebasan Berusaha.
13. Asas Perlindungan Hak.
14. Asas Hak Milik befungsi Sosial.
15. Asas yang Beritikad Baik harus Dilndungi.
16. Asas Resiko dibebankan pada Benda atau Harta, tidak pada tenaga atau
Pekerja.
17. Asas Mengatur sebagai Petunjuk.
➢ Dalam ketentuan Perdata kecuali yang bersifat Ijbari karena ketentuan
telah Qathi, hanyalah bersifat Mengatur dan memberi Petunjuk saja.
18. Asas Perjanjian Tertulis atau diucapkan didepan Saksi.

XIX. Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama.


− Asas-asas Umum
1. Asas Bebas Merdeka.
➢ Pasal 1 UU nomor 4 tahun 2004 – kekuasaan kehakiman yang merdeka
ini mengandung pengertian didalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas
dari campur tangan pihak kekuasaan Negara lainnya.
2. Asas sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman.
➢ Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan badan peradilan dibawahnya.
3. Asas Ketuhanan.
➢ Peradilan Agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada
sumber hukum Agama Islam.
4. Asas Fleksibilitas.
➢ Pengadilan agama wajib membantu kedua pihak berperkara dan berusaha
menjelaskan yang mengatasi segala hambatan yang dihadapi para pihak.
5. Asas Non Ekstra Yudisial.
➢ Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar
kekuasaan kehakiman dilarang kecuali dalam hal-hal sebagaimana
disebut dalam UUD 1945.
6. Asas Legalitas.
➢ Pengadilan agama mengadili menurut hukum Islam dengan tidak
membeda-bedakan orang sehingga hak asasi tidak diabaikan.
− Asas-asas Khusus.
1. Asas Personalitas Islam.
➢ Yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan peradilan
agama hanya mereka yang mengaku dirinya beragama Islam.
2. Asas Ishlah ( upaya perdamaian).
➢ Islam menyuruh untuk menyelesaikan setiap perselisihan dengan melalui
pendekatan ishlah olehnya itu hakim peradilan agama menjalankan fungsi
mendamaikan.
3. Asas terbuka untuk umum.
➢ Sidang pemeriksaan perkara terbuka untuk umum.
4. Asas Equality.
➢ Setiap orang yang berperkara dimuka sidang pengadilan memiliki
kedudukan dan hak yang sama.
5. Asas Upaya Hukum Banding.
➢ Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding
pada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan kecuali
Undang-Undang menentukan lain.
6. Asas Aktif Memberi Bantuan.
➢ Tertuang dalam pasal 54 UU nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan
agama.
7. Asas Upaya Hukum Kasasi.
➢ Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan
Kasasi kepada Mahkamah Agung.
8. Asas Upaya Hukum Peninjauan Kembali.
➢ Terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan Hukum tetap, pihak-
pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung.
9. Asas Pertimbangan Hukum ( Racio Decidendi).
➢ Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar
putusan, memuat pula pasal tertentu dalam peraturan per Undang-
Undangan termasuk juga sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar
untuk mengadili
.
XX. Asas-asas Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974.
1. Asas perkawinan kekal.
➢ Setiap perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal.
2. Asas perkawinan menurut hukum agama atau kepercayaannya.
➢ Perkawinan hanya sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya.
3. Asas perkawinan terdaftar.
➢ Tiap-tiap perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu akan dianggap mempunyai kekuatan
hukum bilamana dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Asas perkawinan monogami.
➢ Bahwa pada suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami
dalam waktu yang bersamaan.
5. Asas poligami sebagai pengecualian.
➢ Dalam hal tertentu perkawinan poligami diperkenankan sebagai
pengecualian perkawinan monogami sepanjang hukum dan agama dari
yang bersangkutan mengizinkannya.
6. Asas tidak mengenal perkawinan Poliandri.
➢ Seorang wanita hanya memiliki Seorang suami pada waktu bersamaan (
pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974).
7. Asas perkawinan didasarkan pada kesukarelaan atau kebebasan
berkehendak.
Untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, setiap
perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak calon
mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita.
7. Asas keseimbangan hak dan kedudukan suami istri.
➢ Hak dan kedudukan suami istri dalam kehidupan rumah tangga maupun
masyarakat seimbang.
8. Asas mempersukar perceraian.
➢ Perceraian hanya dapat dilakukan bila ada alasan-alasan tertentu dan
harus dilakukan didepan sidang pengadilan setelah hakim atau juru
pendamai tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
9. Perkawinan mempunyai akibat terhadap harta suami dan isteri tersebut.
10. Perkawinan mempunyai akibat terhadap anak/keturunan.
11. Perkawinan mempunyai akibat terhadap pribadi suami dan istri.
12. Perkawinan bukan semata ikatan lahiriah melainkan juga bathiniah.
13. Supaya sah perkawinan harus memenuhi syarat yang ditentukan Undang-
Undang ( pasal 2 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974).

XXI. Asas-asas Hukum Tata Negara.


− Asas-asas Umum.
1. Ius Soli.
➢ Asas ini menjelaskan bahwa untuk menentukan kewarga Negaraan
seseorang berdasarkan tempat /Negara dimana orang tersebut dilahirkan.
2. Ius Sanguinis.
➢ Asas ini menerangkan bahwa untuk menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan pertalian darah atau keturunan dari eorang yang
bersangkutan.
3. Bipatride.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dimana seseorang dimungkinkan
mempunyai kewarga Negaraan rangkap.
4. Apatride.
➢ Asas ini menerangkan bahwa seseorang sama sekali tidak memiliki
kewarga Negaraan.
5. Asas Desentralisasi.
➢ Asas ini menerangkan bahwa urusan pemerintah pusat yang diserahkan
kepada Daerah.
6. Asas Dekonsentrasi.
➢ Asas ini menerangkan bahwa urusan pemerintah pusat yang tidak dapat
diserahkan namun dilakukan oleh perangkat pemerintah pusat didaerah
yang bersangkutan.
7. Medebewind ( tugas pembantuan).
➢ Asas ini menerangkan bahwa penentuan kebijaksanaan, perencanaan dan
pembiayaan tetap ditangan pemerintah pusat tetapi pelaksanaannya ada
pada pemerintah daerah.
8. Walfare State ( Negara kesejahteraan).
➢ Asas ini menerangkan bahwa pemerintah pusat bertugas menjaga
keamanan dalam arti seluas-luasnya dengan mengutamakan
kesejahteraan rakyat.
9. Priorrestraint ( kendali dini).
➢ Asas ini menerangkan bahwa pencegahan untuk mengadakan unjuk rasa
setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
10. Non Lisensi.
➢ Asas ini menerangkan bahwa kemerdekaan atau kebebasan
menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan.
11. Naturalisasi ( pewarga Negaraan).
➢ Asas ini menerangkn bahwa seseorang yang telah dewasa dapat
mengajukan permohonan menjadi warga Negara ( Indonesia) melalui
pengadilan negeri.
− Asas-asas hukum tata negara dalam UUD 1945.
1. Asas Pancasila.
2. Asas Negara Hukum.
3. Asas Kekeluargaan.
4. Asas Kedaulatan Rakyat (Demokrasi).
5. Asas Negara Kesatuan.
6. Asas Pembagian Kekuasaan dan Check and Balance.

XXII. Asas-asas Hukum Administrasi Negara.


1. Ne Bis Vexari Rule.
➢ Asas ini mengatakan bahwa setiap tindakan administrasi Negara harus
memiliki dasar hukum.
2. Asas Yuridikitas (Rechmatingheid).
➢ Asas ini menerangkan bahwa setiap tindakan pejabat administrasi Negara
tidak boleh melanggar hukum.
3. Asas Diskresi (Freis Ermessen).
➢ Asas ini menerangkan bahwa kebebasan dari seorang pejabat administrasi
Negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri
tetapi tidak bertentangan dengan legalitas.
4. Asas Non Diskriminatif.
➢ Asas ini menerangkan bahwa tidak membedakan perlakuan dalam segala
hal kepada warga Negara baik atas dasar suku,ras,agama,golongan
maupun jenis.
5. Asas Upaya Memaksa.
➢ Asas ini menerangkan bahwa agar dapat menjamin ketaatan penduduk
kepada peraturan-peraturan Administrasi Negara.
6. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara.
➢ Asas ini menerangkan bahwa yang berlandaskan pada keeteraturan,
keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian Penyelenggaraan
Negara.
7. Asas Kepentingan Umum ( principle of public service).
➢ Asas ini menerangakan bahwa Yakni mendahulukan kesejahteraan Umum
dengan cara yang aspiratif, akmodatif dan selektif.
8. Asas Keterbukaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa membuka diri terhadap akses informasi
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,golongan
dan rahasia Negara.
9. Asas Akuntabiltas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan Negara
harus dapat dipertanggung jawabkan.

10. Principle of legality (wetmatingheid).


➢ Asas ini menerangkan bahwa dihormatinya hak yang telah diperoleh
seseorang berdasarkan keputusan badan atau pejabat administrasi
Negara.
11. Asas keseimbangan (Principle of proportionality).
➢ Asas ini menerangkan bahwa adanya proporsi yang wajar dalam
penjatuhan hukuman bagi pegawai yang melakukan kesalahan.
12. Asas kesamaan dalam pengambilan keputusan (Principle of equality).
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam menghadapi suatu kasus dan fakta
yang sama seluruh alat administrasi Negara harus dapat mengambil
keputusan yang sama.
13. Asas bertindak cermat (Principle of Carefnes)
➢ Asas ini menerangkan bahwa agar administasi Negara senantiasa
bertindak hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
14. Asas motivasi untuk setiap keputusan (Principle of motivation).
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam pengambilan keputusan pejabat
administrasi Negara harus bersandar pada alasan dan motivasi yang kuat,
benar, adil dan jelas.
15. Asas jangan mencampur adukkan kewenangan (Principle of non minuse of
competence).
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam pengambilan keputusan tidak
menggunakan semata-mata karena alasan kewenangan dan kekuasaan.
16. Asas permainan yang layak (Principle of fair play).
➢ Asas ini menerangkan bahwa memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan
adil.
17. Asas kewajaran dan keadilan (Principle of Resonable or Prohibition of
Arbitrarines).
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam melakukan tindakan, pemerintah tidak
boleh berlaku sewenang-wenang atau berlaku tidak wajar / layak.
18. Asas Menanggapi harapan yang wajar (Principle of meeting Raised
Expectation).
➢ Asas ini menerangkan bahwa yang menghendaki agar pemerintah dapat
menimbulkan pengharapan-pengharapan yang wajar bagi kepentingan
rakyat.
19. Principle of Undoing the Consequence of annule Decision.
➢ Asas ini menerangkan bahwa meniadakan akibat-akibat dari pembatalan
suatu keputusan.
20. Principle of Protecting the personal way of life.
➢ Asas ini menerangkan perlindungan terhadap pandangan hidup setiap
pribadi.
21. Principle of public service ( asas Penyelenggaraan kepentingan umum ).
➢ Asas ini menerangkan bahwa agar pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum.
22. Asas Kebijaksanaan ( Sapienta).
➢ Asas ini menerangkan bahwa pejabat Administrasi negara senantiasa
harus selalu bijaksana dalam melaksanakan tugasnya.

XXIII. Asas-asas Hukum Acara Administrasi Negara (Peradilan


Tata Usaha Negara).
1. Asas Het Vermoeden van Rechtmatigheid atau Presumtio Justea Causa.
➢ Asas ini menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata
usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum,
karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan
sebaliknya dan belum dinyatakan oleh Hakim Administrasi sebagai
keputusan yang bersifat melawan hukum. ( pasal 67 ayat (1) UU PTUN).
2. Asas Gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan tata usaha Negara (
KTUN) yang dipersengketakan kecuali ada kepentingan yang mendesak dari
penggugat ( pasal 67 ayat (1) dan (4) huruf a UU PTUN).
3. Asas para pihak harus didengar ( Audie Et Alteram Partem).
➢ Hakim harus mendengarkan keterangan dari para pihak dan tidak
dibenarkan hanya memperhatikan alat bukti, keterangan dan penjelasan
dari satu pihak saja.

4. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan di


peradilan Judex Facti, maupun kasasi dengan Mahkamah Agung sebagai
puncaknya.
5. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari
segala macam campur tangan kekuasaan yang lain baik secara langsung
maupun tidak langsung ( pasal 24 UUD 1945 Jo pasal 4 UU 14/1970).
6. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan ( pasal 4
UU 4/1970).
7. Asas Hakim aktif ( Dominus Litis).
➢ asas ini menerangkan bahwa sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap
pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk
menetapkan apakah gugatan tidak diterima atau tidak berdasar yang
dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan ( pasal 62 UU PTUN) dan
pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan penggugat
kurang jelas sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya ( pasal 63 UU
PTUN).
8. Asas sidang terbuka untuk umum.
➢ Asas Keterbukaan Persidangan. Pada asasnya sidang terbuka untuk
umum, kecuali apabila sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban
umum atau berkaitan dengan keselamatan negara, tetapi putusannya tetap
dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Sebagai konsekwensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum ( pasal 17 dan pasal 18 UU 14/1970 Jo pasal 70 UU PTUN).
9. Asas peradilan berjenjang.
➢ Asas ini menerangkan bahwa Jenjang peradilan dimulai dari paling bawah
yakni pengadilan tata usaha Negara ( PTUN) kemudian pengadilan tinggi
tata usaha Negara (PTTUN) dan puncaknya adalah pada Mahkamah
Agung (MA).
10. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan.
➢ Asas ini menempatkan pengadilan sebagai Ultimum Remedium.
11. Asas objectivitas.
➢ Asas ini menerangkan bahwa demi keadilan maka hakim atau panitera
wajib mengundurkan diri apabila terikat hubungan keluarga, ataupun hakim
atau panitera tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak
langsung dengan sengketanya ( pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).
12. Asas pembuktian bebas hakim yang menetapkan beban pembuktian.
➢ Asas ini menerangkan bahwa hakim tidak terikat terhadap alat bukti yang
diajukan para pihak dan penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya
kepada hakim. Hakim dapat menguji aspek lainnya diluar sengketa. Asas
ini dianut pasal 107 UU 5/1986 kemudian dibatasi dengan pasal 100 UU
5/1986.
13. Asas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan mengikat ( Ergaomnes).
➢ Asas ini menerangkan bahwa putusan Hakim Peradilan administrasi
mempunyai kekuatan mengikat terhadap sengketa yang mengandung
persamaan yang mungkin timbul dimasa datang.
14. Asas Musyawarah dan Perdamaian.
➢ Asas ini memungkinkan para pihak untuk bermusyawarah guna mencapai
perdamaian diluar persidangannya. Konsekwensinya Penggugat mencabut
gugatannya. Apabila pencabutan gugatan ini dikabulkan , maka Hakim (
Ketua Majelis ) memerintahkan kepada Panitera untuk mecoret gugatan
dari register perkara. Perintah pencoretan ini harus diucapkan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum.
15. Asas Audit Et Alteram Partem.
➢ Asas ini mewajibkan pada hakim untuk mendengar kedua belah pihak
secara bersama-sama, termasuk dalam hal kesempatan memberikan alat-
alat bukti dan menyampaikan kesimpulan. Asas ini merupakan
implementasi asas persamaan.
16. Asas Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan Pemeriksaan Segi
Doelmatigheid.
➢ Hakim tidak boleh atau dilarang melakukan pengujian dari segi
Kebijaksanaan (doelmatigheid) suatu keputusan yang disengketakan
meskipun Hakim tidak sependapat dengan keputusan tersebut, sebatas
keputusan itu bukan merupakan keputusan yang bersifat sewenang-
wenang ( willikeur / a bus de droit ). Jadi Hakim hanya berwenang
memeriksa segi rechmatigheid suatu keputusan tata usaha negara, karena
hal itu berkaitan dengan asas legalitas dimana setiap tindakan pemerintah
harus berdasarkan atas hukum.
17. Asas Pengujian Ex tune.
➢ Asas ini menerangkan bahwa pengujian Hakim Peradilan Administrasi
hanya terbatas pada fakta – fakta atau keadaan hukum pada saat
keputusan tata usaha negara dikeluarkan.
18. Asas Kompensasi.
➢ Pemulihan hak-hak penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat dan
martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula, sebelum adanya
keputusan yang disengketakan.Apabila Tergugat tidak mungkin
dikembalikan pada jabatan semula maka dapat ditempuh cara lain dengan
membayar sejumlah uang atau bentuk kompensasi lainnya.
19. Asas Netral.
➢ Asas ini menerangkan bahwa peradilan Administrasi harus bebas dan
merdeka.
20. Asas Sederhana, Cepat, Adil, Mudah dan Murah.
➢ Maksudnya, prosedur beracara dirumuskan dengan sederhana dan mudah
dimengerti serta tidak berbelit-belit, dengan biaya yang ringan yang
terjangkau oleh pencari keadilan.
21. Asas Negara Hukum Indonesia.
➢ Eksistensi Peradilan Administrasi merupakan perwujudan dari cita-cita
negara hukum dan salah satu unsur Negara Hukum adalah Peradilan
Administrasi.

XXIV.Asas-asas Hukum Agraria.


1. Asas dikuasai oleh Negara.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam Pasal 31 ayat (3) Jo pasal 2 UUPA
– Bahwa bumi,air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara.
2. Asas Hak Milik Berfungsi Sosial.
➢ Bahwa penggunan tanah Hak milik tetap harus disesuaikan dengan
keadaannya dan sifat dari pada haknya hingga bermanfaat bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi pemilik serta bagi masyarakat
luas.

3. Asas pengakuan hak ulayat.


➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam Pasal 3 UUPA – mengingat
ketentuan-ketentuan pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-
hak yang serupa itu dari masyarakat -masyarakat hukum adat.
4. Asas hukum nasional berdasar hukum adat.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam pasal 5 UUPA – hukum agraria
yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat
sepanjang tidak betentangan dengan kepentingan nasional dan negara.
5. Asas Kebangsaan.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam pasal 1 UUPA – Seluruh wilayah
Indonesia adalah kesatuan tanah air dari Seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia.
6. Asas Tata Guna Tanah.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam Pasal 13, 14 dan 15 UUPA – Usaha
pemerintah dilakukan dalam rangka sosialisme Indonesia membuat
suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan
penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya.
7. Asas kepentingan umum.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam Pasal 18 UUPA – Untuk
kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut
dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang
diatur dengan Undang-Undang.
8. Asas pendaftaran tanah.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam Pasal 19 UUPA – Untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah republik Indonesia.
9. Asas hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas
tanah.
➢ Asas ini menerankan bahwa dalam Pasal 21 ayat(1) UUPA – Hak milik
adalah Hak tertinggi yang dapat dimiliki individu dan berlaku selamanya,
Hak milik tidak dapat dipunyai orang asing.
10. Asas persamaan bagi setiap warga negara Indonesia.
Pasal 9 ayat(2) UUPA – Tiap warga negara Indonesia baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh hak atas tanah.
10. Asas tanah pertanian harus dikerjakan secara arif.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam Pasal 10 ayat (1) – tanah yang
dimiliki atau dikuasai seseorang tetapi tidak digunakan sebagaimana
mestinya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
11. Asas Landreform.
➢ Asas ini menerangkan bahwa dalam Pasal 7,10 dan 17 UUPA – Untuk
tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan tanah dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
12. Nemo plus yuris transfere potest quam ipse habel.
➢ Asas ini menerangkan bahwa orang tidak dapat mengalihkan hak
melebihi hak yang ada padanya.
13. Nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest.
➢ Asas ini menerangkan bahwa tidak seorangpun mengubah bagi dirinya
atau kepentingan pokoknya sendiri tujuan dari penggunaan objeknya.
14. Asas itikad baik.
➢ Asas ini menerangkan bahwa orang yang memperoleh sesuatu hak
dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah menurut
hukum.
15. Asas hukum adat yang disaneer.
➢ Bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agraria adalah
hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya.
16. Asas gotong royong.
➢ Maksud dari asas ini di jelaskan dalam Pasal 12 UUPA – bahwa segala
usaha bersama dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan
bersama dalam rangka kepentingan nasional.
17. Asas Unifikasi.
➢ Bahwa Hukum agraria disatukan dalam satu Undang-Undang yang
diberlakukan bagi seluruh warga negara Indonesia.
18. Horizontale scheidings beginsel ( asas pemisahan horisontal).
➢ Yakni asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan
benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

XXV. Adagium hukum pidana


1. Moneat lex, piusquam feriat (undang-undang harus memberikan peringatan
terlebih dahulu sebelum merealisasikan ancaman yang terkandung di dalamnya)
2. In dubio pro reo (jika terdapat keragu-raguan maka harus dipilih ketentuan yang
paling menguntungkan terdakwa)
3. Militia est acida, est mali animi affectus (kejahatan menggambarkan kualitas
buruk pada seseorang)
4. Qui potest et debet vetara, tacens jubet (seseorang yang berdiam, tidak
mencegah atau tidak melakukan sesuatu yang harus dilakukan, sama saja seperti
ia yang memerintahkan)
5. Nemo punitur sine injuria, facto, seu defalta (tidak seorang pun yang dihukum
kecuali ia telah berbuat salah)
6. Facinus quos inquinat aequat (kesalahan selalu melekat pada orang yang berbuat
salah
7. In dubio pro lege fori (jika terdapat keragu-raguan, hakim tetap menghukum
terdakwa)
8. Furiosi nulla voluntas est (seseorang yang gila atau sakit jiwa tidak memiliki
kehendak)
9. Affectus punitur licet non sequator affectus (kesengajaan dapat dihukum
walaupun kehendak atau tujuannya tidak tercapai)
10. Ignorantia leges excusat neminem (ketidaktahuan akan hukum bukan merupakan
alasan pemaaf)
11. Nemo ius ignorare censentur/iedereen wordt geacht de wet te kennen (setiap
orang dianggap tahu akan undang-undang/hukum)
12. Regula est, juris quidem ignorantiam cuique nocere, facti vero ignorantiam non
nocere (kesesatan hukum tidak dapat membebaskan seseorang dari hukuman,
namun tidak demikian dengan kesesatan fakta)
13. Animus homes est anima scripti (kesengajaan seseorang merupakan inti
perbuatan)
14. Affectio tua nomen imponit operi tuo (motivasi seseorang sangat mempengaruhi
perbuatannya)
15. Imperitia culpae annumeratur (kealpaan adalah kesalahan)
16. Negligentia simper habet infortuniam comitem (kealpaan selalu membawa
kemalangan kepada orang lain)
17. Societes delinquere non potest (korporasi tidak mungkin melakukan tindak
pidana)
18. Res ipsa loquitur (fakta sudah berbicara dengan sendirinya)
19. Nemo punitur pro alieno delicto (tidak seorang pun yang dihukum karena
perbuatan orang lain)
20. contra legem facit qui id facit quod lex prohibit; in fraudem vero qui, salvis verbis
legis, sententiam ejus circumuenit (seseorang dinyatakan melawan hukum ketika
perbuatan yang dilakukan adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum)
21. actori incumbit onus probandi, actore non probante, reus absolvitur (siapa yang
menuntut dialah yang diwajibkan membuktikan, jika tidak dapat dibuktikan,
terdakwa harus dibebaskan)
22. neccesitas facit licitum quod alias non est licitum (keadaan terpaksa
memperbolehkan apa yang tadinya dilarang oleh hukum)
23. action libera in causa (keadaan tidak sadarkan diri karena buatan bukan
merupakan alasan penghapus pidana)
24. qui peccat ebrius, luat sobrius (biarkanlah orang mabuk yang melanggar hukum
dan dihukum ketika sadar)
25. neccesitas sub lege non continetur, quia quod alias non est licitum neccesitas facit
licitum (keadaan terpaksa tidak ditahan oleh hukum, perbuatan yang dilarang oleh
hukum, namun dilakukan dalam keadaan terpaksa maka perbuatan tersebut
dianggap sah)
26. neccesitas non habet legem (keadaan darurat tidak mengenal larangan)
27. ignoscitur ei qui sanguine suum qualiter redemptum voluit (apapun yang dilakukan
oleh orang karena ketakutan akan kehilangan hidupnya, tidak akan dihukum)
28. vim vi repellere licet (kekerasan tidak boleh dibalas dengan kekerasan)
29. neccesitas excusat aut extenuate delictum in capitalibus, quod non operator idem
in civilibus (pembelaan terpaksa membebaskan seseorang dari hukuman namun
tidak demikian dalam perkara perdata)
30. nom tam ira, quam cuasa irae excusat (tindakan atas suatu serangan yang
provokatif, dimaafkan)
31. id damnum dat qui iubet dare; eius vero nulla culpa est, cui parrere necese sit
(pertanggungjawaban tidak akan diminta terhadap mereka yang patuh
melaksanakan perintah melainkan akan diminta kepada pihak yang
memerintahkan)
32. nulla iniura est, quae in volentem fiat (terhadap siapa yang memberikan
persetujuan suatu tindakan, tidak akan menghasilkan ketidakadilan)
33. lex favor reo (jika terjadi perubahan perundang-undangan, diterapkan aturan yang
paling meringankan)
34. distingunda sunt tempora; distingue tempora, et concordabis leges (waktu/tempus
delikti sebaiknya dibedakan; antara waktu perbuatan itu dilakukan dan waktu
ketika perbuatan itu selesai akibat perbuatan yang terjadi)
35. interest reipublicae ne maleficia remaneant impunita (kepentingan suatu negara
agar kejahatan yang terjadi di negaranya tidak dibiarkan saja)
36. par in parem non habet imperium (kepala negara tidak dapat dihukum dengan
menggunakan negara lain)
37. impunitas simper ad deteriora invitat (impunitas mengundang pelaku melakukan
kejahatan lebih besar)
38. legatus regis vice fungitur a quo destinatur, et honorandus est sicut ille cujus
vicem gerit (seorang duta besar mewakili raja yang mengustusnya maka ia harus
dihormati karena mengisi posisi sang raja)
39. impunitas continuum affectum tribuuit delinquendi (impunitas yang dimiliki
seseorang membawa kecenderungan untuk melakukan kejahatan)
40. interest reipublicae quod hominess conservatur (kepentingan suatu negara agar
warga negaranya dilindungi)
41. aut dedere aut punere (pelaku kejahatan internasional diadili menurut hukum
tempat dimana ia melakukan kejahatan)
42. debet quis juri subjacere ubi delinquit (pelaku kejahatan diadili oleh pengadilan
tempat dimana ia melakukan kejahatan)
43. conatus quid sit non definitur in jure (percobaan bukanlah sesuatu yang berdiri
sendiri, namun mengikuti kejahatan pokoknya)
44. felonia implicatur in quolibet proditione (perbuatan makar termasuk tindak pidana
yang tergolong berat)
45. crimen laesae magestatis omnia alia criminal excedit quoad poenam (tindakan
makar dihukum dengan hukuman terberat dibandingkan dengan kejahata lain
46. in alta proditione nullus potest esse accessories sed principalis sollummodo
(dalam makar, tidak ada pelaku pembantu, semuanya adalah pelaku utama)
47. in atrocioribus delictis punitur affectus licet non sequatur affectus (untuk
kejahatan, kesengajaan atau niat dalam pecobaan dapat dihukum walaupun
tujuannya tidak tercapai
48. acta exterior indicant interior secreta (tindakan-tindakan seseorang
menggambarkan maksud yang terselubung di dalamnya)
49. cujus est instituere, ejus est abrogare (siapa yang memulainya, ia dapat
menghentikannya)
50. res accessoria sequitur rem principalem (pelaku pembantu mengikuti pelaku
utamanya)
51. accessorium non ducit, sed sequitor, suum principale (peserta pembantu tidak
memimpin, melainkan mengikuti pelaku utamanya)
52. cujus juris est principale, ejusdemjuris erit accessorium (perkara pelaku pembantu
termasuk ke dalam yurisdiksi yang sama dengan pelaku utamanya)
53. nullus dicitur felo principalis nisi actor aut qui praesens est, abbetans aut auxilians
actorem ad feloniam faciendam (seseorang dapat disebut pelaku kejahatan ketika
ia melakukan kejahatannya, atau ia membantu dan ikut serta melakukan
kejahatan)
54. agentes et consentientes pari poena plectenture (pihak yang bersepakat dan
melakukan perbuatan akan mendapatkan hukuman yang sama)
55. plus peccat auctor quam actor (orang yang menggerakkan sesuatu kejahatan
dipandang lebih buruk daripada yang melakukannya)
56. omne principale trahit ad se accessorium (dimana ada pelaku utama, disitu ada
pelaku pembantu)
57. nemo debet bis vexari (tidak seorang pun boleh diganggu dengan penuntutan dua
kali untuk perkara yang sama)
58. nihil in lege interolerabilius est eandem rem diverso jure censeri (hukum tidak
membiarkan kasus yang sama diadili di beberapa pengadilan)
59. res judicata in criminalibus (finalnya putusan perkara pidana yang telah
berkekuatan hukum tetap menutup hak penuntutan kembali terlepas putusan
tersebut benar atau salah)
60. nemo punitur pro alieno delicto (tidak ada seorang pun dihukum karena perbuatan
orang lain)
61. omnes actiones in mundo infra certa tempora habent limitationem (setiap perkara
ada batas waktu untuk diajukan tuntutannya)
62. culpae poena par esto (hukuman harus setimpal dengan kejahatannya)
63. mors dicitur ultimum supplicium (hukuman mati adalah hukuman terberat)
64. crimina morte extinguuntur (kejahatan dapat dimusnahkan dengan hukuman
mati)
65. mors omnia solvit (hukuman mati menyelesaikan perkara)
66. executio est execution juris secundum judicium (penjatuhan pidana merupakan
penerapan hukuman berdasarkan putusan)
67. quae sunt minoris culpae sunt majoris infamiae (kejahatan yang kejam akan
dihukum dengan hukuman yang kejam)
68. qui non potest solver in aere, luat in corpora (siapa tidak mau membayar, maka
ia harus melunasinya dengan derita badan)
69. ubi non est principalis, non potest esse accessorium (dimana tidak ada hal yang
pokok, maka tidak mungkin ada hal tambahan)

XXVI.Doktrin hokum Perseroan


− Piercing The Corporate Veil
Dalam istilah Indonesia, biasa dikenal dengan penyingkapan tirai perusahaan.
Teori Piercing The Corporate Veil ini diakui dalam berlakunya Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 tersebut, yang diarahkan kepada pihak
pemegang saham, direksi, bahkan dalam hal yang sangat khusus juga terhadap
dewan komisaris dari suatu perseroan terbatas.
Dalam ilmu hukum perusahaan, istilah Piercing The Corporate Veil telah merupakan
suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu proses untuk membebani
tanggungjawab ke pundak orang atau perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang
dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku (badan hukum), tanpa melihat kepada fakta
bahwa perbuatan tersebut sebenar-benarnya dilakukan oleh perseroan pelaku
tersebut. Teori ini diterapkan manakala ada kerugian atau tuntutan hukum dari pihak
ketiga. Dalam hal seperti ini biasanya pengadilan akan mengabaikan status hukum
dari perseroan ataupun prinsip pertanggungjawaban terbatas dari perseroan tersebut.

− Fiduciary Duty terhadap direksi


Doktrin fiduciary duty merupakan salah satu areal terpenting (ring satu) dalam
hukum perseroan, berasal dan mempunyai akar-akarnya dalam dalam hukum romawi,
tetapi banyak dikembangkan oleh system hukum Anglo Saxon, ini menyelusup ke
dalam berbagai bidang hukum, termasuk ke dalam hukum perusahaan dengan
mengintrodusirnya sebagai tugas fiduciary dari direksi. Tugas fiduciary
duty merupakan sebuah amanah di pundak direksi. Berdasarkan arti dari
kata fiduciary yang berarti kerpercayaan, maka direksi memegang kepercayaan yang
diberikan kepadanya oleh perusahaan. Dengan amanah fiduciary, direksi wajib
dengan itikad baik menjalankan tugasnya dan fungsinya yaitu dalam fungsi
manajemen dan fungsi representasi.

− Derivative Action
Doktrin hukum modern berupa gugatan derivative yang merupakan suatu
penyimpangan dari hukum perseroan yang normal memberikan hak untuk mewakili
kepentingan perseroan kepada pihak pemegang saham tanpa perlu perlu formalitas
legalisasi korporasi, tetapi terjadi demi hukum (by the operation of law). Gugatan
derifatif adalah suatu gugatan yang berdasarkan hak utama (primary rights) dari
perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang untuk dan atas nama perseroan,
gugatan mana dilakukan karena adanya suatu keegagalan dalam perseroan.

− Ultra Vires
Ultra Vires berasal dari bahasa latin yang berarti di luar atau melebihi kekuasaan
(outside the power), yakni di luar kekuasaan yang diijinkan oleh hukum terhadap
badan hukum. Terminologi “ultra vires” dipakai khususnya terhadap tindakan
perseroan yang melebihi kekuasaannya sebagaimana diberikan oleh anggaran
dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan perseroan
tersebut.Konsekuensi selanjutnya dari pentingnya maksud dan tujuan dari perseroan,
maka pelanggarannya, seperti lewat perbuatan ultra vires tersebut akan
menyebabkan perbuatan tersebut menjadi tidak sah dan batal demi hukum, dan jika
ada pihak yang dirugikan, maka pihak direksilah yang mesti bertanggung jawab
secara pribadi

- Intra vires
Istilah ini merupakan istilah latin juga yang memiliki arti perbuatan yang secara
eksplisit atau implisit tercakup dalam kecakapan bertindak perseroan terbatas. Secara
luas seorang direksi dalam melakukan pengurusan perseroan tidak hanya terikat apa
yang secara tegas dicantumkan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
perseroan melainkan juga dapat menunjang atau memperlancar tugas-tugasnya
(sekunder), tetapi masih dalam batas yang dapat diperkenankan atau masih dalam
ruang lingkup tugas dan kewajibannya. Tindakan tersebut dapat dibenarkan apabila
sesuai dengan kebiasaan, kewajaran, dan kepatutan (tidak ada Ultra Vires).

- Liability of Promotors
Liability of Promotors merupakan tanggung jawab yang dimiliki oleh promotor
perseroan. Secara umum umum dapat dikatakan bahwa promotor adalah setiap
mereka yang melakukan formalitas yang diperlukan terhadap registrasi perseroan,
mendapatkan direksi (dan komisaris) serta pemegang saham untuk perseroan baru,
mendapatkan asset bisnis untuk digunakan oleh perseroan, melakukan negosiasi
kontrak untuk dan atas nama perseroan baru, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan
lain yang serupa dengan itu. Tanggung jawab yuridis promotor timbul dari prinsip-
prinsip hukum sebagai berikut :
1. Tanggung jawab berdasarkan prinsip fiduciary duty
2. Tanggung jawab berdasarkan prinsip-prinsip hukum perdata umum.
Promotor juga bertanggung jawab atas kontrak yang dibuat promotor atas nama
“perseroan dalam pembentukan”. Kontrak yang dibuat pada masa proses
pembentukan badan hukum dikenal dengan “kontrak prainkorporasi”. Terdapat
beberapa teori hukum perseroan yang melandasi tanggung jawab dari kontrak
prainkorporasi, antara lain :
1. Teori tanggung jawab pribadi
2. Teori penawaran
3. Teori novasi
4. Teori usaha terbaik

- Business Judgement Rule


"Business Judgement Rule" merupakan salah satu doktrin dalam hukum
perusahaan yang menetapkan bahwa direksi suatu perusahaan tidak
bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dari suatu indakan pengambilan
keputusan, apabila tindakan direksi tersebut didasari itikad baik dan sifat hati-hati.
Dengan prinsip ini, direksi mendapatkan perlindungan, sehingga tidak perlu
memperoleh justifikasi dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan mereka
dalam pengelolaan perusahaan.
Menurut Munir Fuady,S.H.,M.H.,LL.M., doktrin Putusan Bisnis (Business
Judgement Rule) ini merupakan suatu ajaran bahwa suatu putusan direksi mengenai
aktivitas perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, meski nantinya
keputusan direksi tersebut ternyata salah dan/atau merugikan perseroan. Hal tersebut
berlaku sepanjang keputusan yang diambil sesuai dengan hukum yang berlaku dan
berdasarkan itikad baik.

- Self Dealing
Transaksi self dealing, yakni transaksi antara perseroan dengan direksi, yang
dalam sejarah hukum semula dilarang by definition, kemudian dalam
perkembangannya mulai dipilah-pilah untuk dinilai mana yang dilarang dan mana
yang diperbolehkan oleh sektor hukum. Atas adanya self dealing ini, maka
dibebankan tanggung jawab pribadi terhadapa direksi, karena transaksi ini pada
dasarnya tidak layak dan bertentangan dengan fiduciary duty dari direksi. Di Indonesia
sendiri tidak ada larangan bagi direksi untuk melakukan self dealing, asalkan
dilakukan secara fair, tidak ada unsur penipuan yang dapat merugikan perseroan.

- Corporate opportunity
Doktrin oportunitas perseroan merupakan salah satu perwujudan dari
prinsip fiduciary duty, dimana direksi harus bertindak dan mengambil keputusan demi
kemajuan perseroan, direksi tida boleh bertindak atau mengambil keputusan yang di
dalamnya terkandung conflict of interest. Pada prinsipnya oportunitas perseroan
merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa seorang direktur, komisaris atau
pegawai perseroan lainnya ataupun pemegang saham utama, tidak diperkenankan
mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang
dilakukan tersebut sebenarnya merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh
perseroan dalam menjalankan bisnisnya itu. Oleh karena itu, direksi tidak boleh
mengambil kesempatan yang ada demi keuntungan pribadinya sendiri, ketika
sebenarnya perseroan dapat mengambil kesempatan tersebut untuk melakukan
bisnisnya. Yang dikehendaki dengan adanya doktrin ini adalah, bahwa pihak-pihak
dalam perseroan jangan sampai memanfaatkan dan mengambil keuntungan pribadi
dari bisnis yang dijalankan perseroan yang seharusnya keuntungan tersebut menjadi
hak dari perseroan.

Anda mungkin juga menyukai