Anda di halaman 1dari 15

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-
tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan
protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan
peranan penting untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

Klasifikasi Diabetes yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001:

1220), adalah sebagai berikut :

1. Tipe 1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

2. Tipe II Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes


Mellitus)

3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya.

4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)


B. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:

1. Diabetes Tipe I

a. Faktor genetik.

b. Faktor imunologi.

c. Faktor lingkunngan.

2. Diabetes Tipe II

a. Usia.

b. Obesitas.

c. Riwayat keluarga.

d. Kelompok genetik.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi factor endogen
dan ekstrogen.

1. Faktor endogen

a. Genetik, metabolik.

b. Angiopati diabetik.

c. Neuropati diabetik.

2. Faktor ekstrogen

a. Trauma.

b. Infeksi.
c. Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan
infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada
kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada
kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah
terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya
penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang
sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus
Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan
infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

C. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu:

* Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

* Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

* Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

* Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

* Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

* Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien
dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah
di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu
gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal.
Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap
saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk
keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat
menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal,
bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

E. Pathways
Lampiran I

F. Manifestasi
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah
akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri
dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan).

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh).

G. Komplikasi
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut :

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.

2. Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,


penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah
kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren,
kalus, kulit melepuh, kuku kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan
ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil
RA).

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:

1. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan
diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah
selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji
selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut
harus < dari 140 mg/dl.

4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample
darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer,
pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

5. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning
( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )

6. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
I. Penatalaksanaan
1. Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus
meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika
atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau
larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata
tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut
Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan
esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar
insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar
glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari
diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya
anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor
Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM
dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%,
lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar
gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,
kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan
sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing
meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua
pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai
harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap
rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri
masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.


KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus
bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada
organ, data yang perlu dikaji meliputi :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot

Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma

2. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut

Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung

3. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen

Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.

4. Makanan / cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus

Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen

5. Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang

6. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan abdomen

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi

7. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum

Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn

8. Seksualitas

Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

9. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna juall. 2000)..

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pasca pembedahan

2. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, perawatan, dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan pasca pembedahan.

Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil :

a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.

b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri

c. Elspresi wajah klien rileks.

d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x
/menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.

Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.


2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan
pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.

3) Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.

4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin.

6) Lakukan massage saat rawat luka.

Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.

7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

2. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang

optimal.

Kriteria Hasil :

a. Pergerakan paien bertambah luas

b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).

c. Rasa nyeri berkurang.

d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

Rencana tindakan :

1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.

Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.


2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah
dalam keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan
keperawatan.

3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.

Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.

4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga
fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.

Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh
mana informasi atau pengetahuan yang diketahui.

3.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, perawatan, dan pengobatan berhubungan


dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil:

a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya ui pasien/keluarga.

2) Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan
kesalahpahaman.

4) Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan

libatkan pasien didalamnya.

Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara langsung

dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif

dan cemasnya berkurang.

5) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).

Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.


DAFTAR PUSTAKA

Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC

Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai