Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALA/M LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN 9 SEPTEMBER 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA

Disusun oleh:
Delvis Sandro Pattiapon
2018-84-033

Pembimbing
dr. Jansye Cynthia Pentury, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
dengan judul Acute Lymphoblastic Leukemia. Penulisan laporan kasus ini
merupakan salah satu syarat kelulusan pada kepaniteraan klinik bagian Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Jansye Cynthia Pentury,
Sp.PD selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan
laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.

Ambon, 9 Septermber 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................1
KATA PENGANTAR .....................................................................................2
DAFTAR ISI ...................................................................................................3
BAB I LAPORAN KASUS ............................................................................ 4
A. Identitas pasien …………………………………………………...4
B. Anamnesis ........................................................................................4
C. Pemeriksaan Fisik ………………………………………………...6
D. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………….9
E. Resume …………………………………………………………….12
F. Diagnosis …………………………………………………………...13
F. Rencana Pengobatan ……………………………………………...14
G. Follow Up ………………………………………………………….14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………..17
BAB III DISKUSI………………………………………………………….....48
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………52

3
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Nn. DP
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tanggal lahir : 20 Januari 2001
d. Umur : 18 Tahun
e. Pekerjaan : Mahasiswa
f. Agama : Kristen Protestan
g. Alamat : Batu Meja
h. No. RM : 14.85.56
i. Tanggal MRS : 11 Juli 2019
j. Jam Masuk RS : 07.10 WIT
k. Ruang Perawatan : Ruang Interna Wanita RSUD Dr. M. Haulussy
Ambon

B. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis
a. Keluhan Utama :
Lemas dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu SMRS
b. Keluhan Tambahan :
Batuk Berlendir, Mual, Muntah, nyeri ulu hati, Bengkak pada leher serta
pada kaki kiri dan kanan, sulit buang air besar.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Lemas dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Pasien merupakan pasien rujukan dari RS. Dobo dengan
anemia. Beberapa hari sebelum lemas, nafsu makan pasien berkurang
pasien sempat mual dan muntah kurang lebih 10x dalam 1 minggu, muntah
berisi cairan dan makanan, darah tidak ada.. Nyeri ulu hati diraskan hilang
timbul dengan sensasi rasa perih pada daerah perut bagian atas. Selain itu

4
terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher dan bengkak
pada kaki kiri dan kanan yang muncul kurang lebih 4 hari yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan batu berlendir yang dirasakan kurang lebih dua hari yang
lalu, berwarna putih, tidak ada darah. Pasien sempat demam, kejang tidak
ada, menggigil tidak ada, keringatan tidak ada. Demam dikeluhkan sering
berulang dan hilang timbul dalam satu minggu terakhir. Sulit buang air
besar dan buang air kecil dalam batas normal, lancar, warna kuning. Tidak
riwayat perdarahan dan riwayat perdarahan dari mulut, gusi dan hidung
sebelumnya.
.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Sakit Serupa : Tidak ada
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat lainnya : Tidak ada

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal

f. Riwayat Kebiasaan : Pasien suka jajan makanan diluar rumah. Untuk


makan mie instan disangkal oleh ibunya.

g. Riwayat Pengobatan : Tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Mei 2019.
a. Keadaan umum : Sakit Sedang
b. Status Gizi : Normal (BB 50 kg, TB 161 cm, IMT 19,30 kg/m2)
c. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

5
d. Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 95x/menit regular, isi dan tegangan cukup
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 370 C Axilla
- SpO2 : 99% tanpa O2
e. Kepala :
- Bentuk Kepala : Normocephali
- Simetris Wajah : Simetris
- Rambut : Hitam, distribusi merata.
f. Mata :
- Bola mata : Eksoftalmus/endoftalmus (-/-)
- Gerakan : Bisa ke segala arah, strabismus (-/-)
- Kelopak mata : ptosis (-/-), edema (-/-)
- Konjungtiva : Anemis (-/-),
- Sklera : ikterus (-/-)
- Kornea : reflex (+/+)
- Pupil : Isokor (3 mm/3 mm), reflex cahaya langsung
(+/+).
g. Telinga :
- Aurikula : Tofus(-/-), sekret (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
nyeri tekan tragus (-/-)
- Pendengaran : Kesan normal
- Proc. mastoideus : Nyeri tekan (-/-)
h. Hidung :
- Cavum Nasi : sekret (-/-), darah (-/-), krusta (-/-)
i. Mulut :
- Bibir : Tidak pucat , Sianosis (-), stomatitis (-),
perdarahan (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang, hiperemis (-)
- Gigi : Caries (-)

6
- Faring : Hiperemis (-)
- Gusi : Perdarahan (-)
- Lidah : atrofi papil lidah (-), kandidiasis oral (-)
j. Leher
- Kelenjar getah bening : Pembesaran (+) Multiple, berbenjol – benjol,
konsistensi padat, batas tidak tegas, ukuran 5cm x 4cm Regio Colli
Dextra. Nyeri tekan (-).
- Kelenjar tiroid : Ukuran kesan normal, permukaan licin, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (-)
- JVP : 5-2 cmH2O
- Pembuluh darah : Pulsasi arteri carotis (+) reguler
- Kaku kuduk : Negatif
- Tumor : Tidak ada
k. Dada
- Inspeksi : Simetris kiri = kanan, pembengkakan abnormal (-)
- Bentuk : Normochest
- Pembuluh darah : Venektasi (-), spider naevi (-),
- Buah dada : Simetris kiri = kanan, tanda radang (-), massa (-)
- Sela iga : Pelebaran (-), retraksi (-)

l. Paru
- Inspeksi : Simetris kiri = kanan, pembengkakan abnormal (-)
- Palpasi : Fremitus raba simetris kiri = kanan, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor, batas paru dan hepar di linea midclavicular
dextra ICS V dengan peranjakan paru-hati 2 cm di bawahnya, batas paru
belakang kanan vertebra torakalis IX, batas paru belakang kiri vertebra
torakalis X
- Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler, bunyi tambahan ronki
basah halus (+/+), Wheezing (-/-)

7
m. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tampak ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicula
sinistra
- Perkusi : Redup, batas kanan jantung di ICS III-IV linea
parasternalis dextra, pinggang jantung di ICS III sinistra (2-3 cm dari mid
sternum), batas kiri jantung di ICS V linea mid clavicularis sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I, II regular murni, murmur sistolik
(-), gallop (-)
n. Abdomen
- Inspeksi : Distensi, striae (-), jaringan parut (-)
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatosplenomegali (-
), ballotement ginjal (-/-).
- Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), liver span 6 cm
- Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit
o. Alat Kelamin :
Tidak dilakukan pemeriksaan.
p. Anus dan Rectum :
Dilakukan pemeriksaan Rectal toucher dengan hasil yang didapat: Tonus
sfingter ani mencekik, ampula recti: colaps, permukaan mukosa licin tidak

8
berbenjol-benjol, massa (-), nyeri (-), feses (-). Sarung tangan: darah (-),
lendir (-), feses (-).

q. Punggung :
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Nyeri ketok CVA (-/-)
r. Ekstremitas :
- Tremor (-)
- Palmar erythema (-), akral hangat
- CRT < 2 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG

Gambar 1. Pemeriksaan EKG


b. Darah Kimia (Tanggal 11 Juli 2019)
Gula Darah Puasa : 75 mg/dl
Ureum : 31 mg/dL
Creatinin : 1,4 mg/dL
SGOT/SGPT : 96/46 u/L
Albumin : 3,7 mg/dL
c. Darah Rutin (Tanggal 11 April 2019)

9
HB : 7,2 g/dl
HT : 20,4 %
MCV : 84 um3
MCH : 29,6 pg
MCHC : 35,4 g/dl
PLT : 18 x 103 L
WBC : 4,0 x 103 L

d. Apusan Darah Tepi

Gambar 2. Hasil Apusan Darah tepi

e. Darah Kimia (16 Juli 2019)


Albumin : 3,8 mg/dl
f. Darah Rutin (16 April 2019 )
g. HB : 11,4 g/dl
h. HT : 32,4 %

10
i.
MCV : 83 um3
j. MCH : 29,2 pg
k. MCHC : 35,3 g/dl
l. PLT : 32 x 103 L
m. WBC : 2,0 x 103 L
n. Neurtofil : 3,4%
o. Limfosit : 66,4%
p. Basofil : 21,3%
 Bisitopenia
 Neutrophenia, Limfositosis, Basofilia

E. RESUME
Pasien datang dengan keluhan lemas yang dirasakan sejak kurang lebih 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien merupakan pasien
rujukan dari RS. Dobo dengan anemia. Beberapa hari sebelum lemas, nafsu
makan pasien berkurang pasien sempat mual dan muntah kurang lebih 10x
dalam 1 minggu, muntah berisi cairan dan makanan, darah tidak ada.. Nyeri
ulu hati diraskan hilang timbul dengan sensasi rasa perih pada daerah perut
bagian atas. Selain itu terdapat pembengkakan pada kelenjar getah bening di
leher dan bengkak pada kaki kiri dan kanan yang muncul kurang lebih 4 hari
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan batu berlendir yang dirasakan kurang
lebih dua hari yang lalu, berwarna putih, tidak ada darah. Pasien sempat
demam, kejang tidak ada, menggigil tidak ada, keringatan tidak ada. Demam
dikeluhkan sering berulang dan hilang timbul dalam satu minggu terakhir.
Sulit buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal, lancar, warna
kuning. Tidak riwayat perdarahan dan riwayat perdarahan dari mulut, gusi dan
hidung sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan pasien memiliki gizi normal
(IMT 19,30 kg/m2, tekanan darah (130/8 mmHg), nadi (95x/menit (reguler) isi
dan tegangan cukup). Pada Leher didapati pembesaran Kelenjar Getah Bening
multiple, berbenjol – benjol, konsistensi padat, batas tidak tegas, ukuran 5cm

11
x 4cm Regio Colli Dextra. Nyeri tekan tidak ada. Edema Ekstremitas Inferior
Derajat 1. Untuk pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 7,2 g/dl, Hematokrit
20,4 %, trombosit 18.000/L, Leukosit 4.000/L (11 Juli 2019). Hasil Apusan
Darah Tepi Kesan Pansitopenia dengan DD/ ALL dan MDS. Sudah dikoreksi
dan mengalami peningkatan Hb 11,4 g/dl, Hematokrit 32,4 %, Trombosit
32.000/L, Penurunan leukosit 2.100/L, Neurtofil 3,4% dan peningkatan kadar
limfosit 66,4%, basofil 21,3% (16 Juli 2019). Hasilnya didapati adanya
Bisitopenia.

F. DIAGNOSIS
1. Susp. Leukemia ; ALL ? MDS ?
2. Infiltrat Paru
G. RENCANA PENGOBATAN
1. Diet lunak
2. IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
3. Paracetamol drip 1g/8 jam (K/P)
4. Inj. Omeprazole 2 x 40 mg/iv
5. Inj. Ceftriaxone 2 x 1g/iv
6. Inj. Metronidazole 3 x 1g/iv
7. Inj. Methyprednisolon 1 x 125 mg/iv
8. Inj. Gentamicin 2 x 1 amp/iv
9. Transfusi Trombosit 10 kantong
10. Cek Darah Rutin dan Albumin

H. FOLLOW UP
Tanggal S O A P

12
17-07-2019 - Sesak TTV: 1. Susp ALL 1. Diet lunak
(H-7) Berkurang TD : 110/90 mmHg 2. IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- Lemas 3. Paracetamol drip 1g/8 jam
S : 37,60 C
4. Inj. Omeprazole 2 x 40 mg/iv
- Nyeri pada N : 66 x/mnt regular 5. Inj. Ceftriaxone 2 x 1g/iv
bahu P : 20 x/menit 6. Inj. Metronidazole 3 x 1g/iv
Berkurang SPO2 : 98% Nasal 7. Inj. Methyprednisolon 1 x 125
- Nyeri perut Canul O2 2 lpm mg/iv
berkurang - GCS: E4V5M6 8. Inj. Gentamicyn 2 x 1 amp/iv
- Skala Nyeri : 2
- Post Transfusi
Trombosit 30 Kantong
18-07-2109 - Tidak ada TTV: 1. Susp ALL 1. Diet lunak
(H-8) sesak TD : 150/100 mmHg 2. GERD 2. IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- Lemas S : 36,70 C 3. Paracetamol drip 1g/8 jam
- Nyeri pada (K/P)
N : 84 x/mnt regular 4. Inj. Omeprazole 2 x 40
bahu (-) P : 22 x/menit mg/iv
- Mual dan SPO2 : 97%  Nasal 5. Inj. Ceftriaxone 2 x 1g/iv
Muntah 2x Canul 02 2 lpm 6. Inj. Metronidazole 3 x 1g/iv
berisi makanan 7. Inj. Methyprednisolon 1 x
dan cairan 125 mg/iv
- GCS: E4V5M6
- Nyeri perut (+) 8. Inj. Gentamicyn 2 x 1 amp/iv
- Nyeri tekan epigastrium 9. Inj. Ketorolac 2 x 30mg/iv
(+) 10. Alinamin F 2 x 1 tab
- Skala Nyeri : 4
- Hepatosplenomegali
18-07-2019 - Nyeri pada TTV: 1. Susp ALL Instruksi dr. Jaga IGD :
seluruh perut TD : 140/100 mmHg 2. GERD  Inj. Ketorolac 1 amp Extra
(H-8) S : 36,40 C
18.00 WIT N : 110 x/mnt regular
P : 22 x/menit
SPO2 : 97%  Nasal
Canul 02 2 lpm
- GCS: E4V5M6
- Nyeri tekan epigastrium
(+)
- Skala Nyeri : 6
- Hepatosplenomegali
19-07-2019 - Mual (+) TTV: 1. Susp ALL 1. Diet lunak
(H-9) TD: 120/80 mmHg 2. GERD 2. IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- Nyeri Perut N: 87x/m reguler 3. Inj. Omeprazole 2 x 40
Berkurang mg/iv
P: 20x/m
4. Inj. Ceftriaxone 2 x 1g/iv
S: 36,5 C̊ 5. Inj. Metronidazole 3 x 1g/iv
SpO2: 98% 6. Inj. Methyprednisolon 1 x
125 mg/iv
7. Inj. Gentamicyn 2 x 1 amp/iv
- GCS: E4V5M6
8. Inj. Ketorolac 2 x 30mg/iv
- Skala nyeri : 3 (K/P)
9. Inj. Primperan 2x 1 amp

13
10. Paracetamol drip 1g/8 jam
(K/P)
11. Alinamin F 2 x 1 tab
12. N-asetil sistein 3x1 tab
13. X-Foto Thoraks PA

20-09-2019 - Sesak TTV: 1. ALL 1. Diet lunak


(H-10) TD: 130/90 mmHg 2. Febrile Neutropenia 2. IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- Batuk – batuk 3. Inj. Omeprazole 2 x 40 mg/iv
N: 98x/m reguler
08.00 WIT 4. Inj. Ceftriaxone 2 x 1g/iv
P: 22x/m
- Demam 5. Inj. Metronidazole 3 x 1g/iv
S: 37,8 C̊ 6. Inj. Methyprednisolon 1 x 125
SpO2: 97%  NRM 11 mg/iv
lpm 7. Inj. Gentamicyn 2 x 1 amp/iv
GCS: E4V5M6 8. Inj. Furosemide 1 x 2 amp
9. Inj. Ketorolac 2 x 30mg/iv
(K/P)
Darah rutin : 10. Inj. Primperan 2x 1 amp (K/P)
- Eritrosit 3,70x106 11. Paracetamol drip 1g/8 jam
- HB : 10,8 g/dL 12. Alinamin F 2 x 1 tab
- HCT : 30,2% 13. N-asetil sistein 3x1 tab
- Trombosit : 36.000/mm3 14. Edukasi Keluarga
- Leukosit : 1.200/mm3
- Neutrofil : 7,0%
- Basofil : 26,0%
- Eosinophil : 0,0%
- Limfosit : 48,6%
- Monosit : 18,4%

OBSERVASI (20-09-2019)

Pukul TD N S RR SPO2 Kesadaran

(19.00 WIT)
(Sesak, 110/70 mmHg 104 x/menit 36,40 C Aksila 22 x/menit 89% dengan NRM 12 lpm CM
gelisah, Akral reguler (GCS:E4V5M6)
Dingin)

(20.30 WIT)
Apnea, akral 80/palpasi 34 x/menit reguler 360 C Aksila 12 x/menit 64% dengan NRM 12 lpm Stupor Koma
dingin mmHg (GCS:E1V1M2)
guyur NaCl
0,9% 1 kolf

14
20.40 WIT

Henti Nafas dan Henti Jantung.

Melakukan RJP 5 Siklus

20.50 WIT

PASIEN MENINGGAL

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA (ALL)


2.1.1 Definisi
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh
keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak
perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia
adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi
virus . ALL adalah kanker jaringan yang menghasilkan leukosit (Cecily, 2002).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel
prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi
limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%,
sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B.
Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15
tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier, 2001)

2.1.2 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik

15
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.

2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi
leukemia yang sangat tinggi.

3) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL.

4) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim
ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang
menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus
yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia

16
adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.

2. Bahan Kimia dan Obat-obatan


a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering
terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene
oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik

b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan
menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML

c. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada
kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang
yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui
juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .

d. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia.
Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker
payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk

17
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan
kerusakan DNA .

2.1.3 Epidemiologi
Leukemia merupakan keguanaan yang sering di jumpai tetapi hanya
merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan, beberapa epidemiologi
yang terkumpul menunjukan hal-hal berikut:

1. Insiden
Insiden leukemia di negara Barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun.
Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker. Belum ada angka
pasti mengenai insiden leukemia di Indonesia.
2. Frekuensi relatif
Frekuensi relatif leukemia di negara barat menurut Gunz:
Leukemia akut : 60 %
CLL: 25 %
CML: 15 %
Di Indonesia frekuensi CLL sangat rendah, CML merupakan leukemia
kronik yang paling sering dijumpai.
3. Umur
Mengenai insiden menurut umur didapatkan data-data sebagai berikut:
ALL: terbanyak pada anak-anak dan dewasa muda
AML: pada semua umur, lebih sering pada orang dewasa
CML: pada semua umur, tersering umur 40-60 tahun
CLL: terbanyak pada orang tua.
4. Jenis kelamin
Leukemia lebih sering dijumpai pada laki – laki dibandingkan wanitia
dengan perbandingan 1,2-2 : 1

2.1.4 Klasifikasi

18
Leukemia akut merupakan leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat,
tanpa pengobatan penderita rata-rata meninggal dalam 2-4 bulan. Namun dengan
pengobatan yang baik ternyata leukemia akut mengalami kesemubuhanlebih
banyak dibandingkan dengan leukemia kronik.

Secara morfologi, menurut FAB (French, British and America) ALL dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. L1 : ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84 % dari ALL.
b. L2 : sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen
dan sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL
c. L3 : ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan
banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL.

Secara imunofenotipe ALL dapat dibagi menajdi 4 golongan besar seperti


pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1 Pembagian ALL secara Imunofenotipe dan frekuensi relatifnya
Ferkuensi relative
Subtipe
Anak-anak Dewasa
1. Common-ALL (c-ALL) 76 % 51 %
2. Null-ALL 12 % 38 %
3. T.ALL 12 % 10 %
4. B-All 1% 2%

2.1.5 Patofisiologi
Proses patofisiologi leukemia akut dimulai dari tranformasi ganas sel induk
hematologik atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel
leukemia akan mengakibatkan:
1. Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi bone marrow failurre
2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan
organomegali
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik

19
Gambar 2.1 Skema Patofisiologi Leukemia Akut

2.1.6 Gejala Klinis


Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul
cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat
digolongkan menjadi tiga golongan besar:

20
1. Gejala kegagalan sumsum tulang, yaitu:
a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah
b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi
rongga mulut, tenggork, kulit , saluran napas dan sepsis sampai syok
septik.
c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, perdarahan kulit,
perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis.

2. Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:


a. Kaheksia
b. Keringat malam
c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal.
3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:
a. Nyeri tulang dan nyeri sternum
b. Limfadenopati superfisial.
c. Splenomegali atau hepatomegali, biasanya ringan
d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk
4. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah:
a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/uL.Penderita dengan
leukositosis serebral ditandai oleh sesak napastkhipnea, ronchi dan adanya
infitrat pada foto rongen.
b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer, DIC lebih sering
dijumpai pada leukemia promielositik akut (M3). DIC juga dapat timbul
pada saat pemberian kemoterapi yaitu gout dan batu ginjal.
c. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL.
Tetpaisindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.

2.1.7 Kelainana Laboratorik


Pada leukemia akut sering dijumpai kelainan laboratorik, seperti berikut:
1. Darah tepi

21
a. Dijumpai anemia normokromik-normositer, anemia sering berat dan
timbul cepat.
b. Trombositopenia, sering sangat berat dibawah 10 x 106/1
c. Leukosit meningkat, tetapi dapat juga normal atau menurun (aleukemic
leukemia). Sekitar 25% menunjukan leukosit normal atau menurun,
sekitar 50% menunjukan leukosit meningka atau menurun, sekitar 50%
menunjukan leukosit meningkat atau menurun, sekitar 50% menunjukan
leukosit meningkat 10.000-100.000/mm3, dan 25% meningkat di atas
100.000mm3.
d. Apusan darah tepi: khas menunjukan adanya sel muda (mieloblast,
promiellosit, limfoblast, monoblast, erithroblast atau megakariosit) yang
melebih 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering dijumpai Pseudo
Pelger-Heut Anomaly, yaitu netrofil dengan lobus sedikit (dua atau satu)
yang disertai dengan atau agranulat.

2. Sumsum tulang
Hiperseluler, hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),
tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukemia gap (terdapat
perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang, tanpa sel
antara). Sistem hemopoesis normal mengalami depresi. Jumlah blast minimal
30% dari sel berinti dalam sumsum tilang ( dalam hitung 500 sel pada apusan
sumsum tulang)

3. Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi
imunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan
surface marker guna membedakan jenis leukemia .

4. Pemeriksaan sitogenetik

22
Pemeriksaan kromosom merupakan pemeriksaan yang sangat diperlukan
dalam diagnosis leukemia karena kelainan kromosom dapat dihubungkan
dengan prognosis, seperti terlihat pada klasifikasi WHO.

2.1.8 Membedakan ALL dan AML


Membedakan ALL dan AML merupakan langkah yang harus dilakukan
pada setiap leukemia akut, karena akan sangat menentukan jenis terapi dan
prognosis penderita. Secara klinis AML sulit dibedakan dengan ALL karena
pemeriksaan apusan darah tepi menjadi sangat penting. Cara membedakan kedua
jenis leukemia tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Pertanda Imunologik untuk membedakan ALL dan AML

23
Tabel. 2.3 Perbedaan ALL dan AML

2.1.9 Diagnosis
Diagnosis leukemia akut harus dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan
sumsum tulang. Pemeriksaan darah tepi yang normal tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan diagnosis, terutama pada aleukemik leukemia. Tahap-tahap
diagnosis leukemia akut:
1. Tentukan adanya leukemia akut
a. Klinis

24
i. Adanya gejala gagal sumsum tulang: anemia, pendarahan, dan infeksi,
sering disertai tanda-tanda hiperkatabolik.
ii. Sering dijumpai organomegali: limfeadenopati, hepatomegali, atau
splenomegali

Gambar 2.2 Proliferasi sel – sel limfoblast: ALL

b. Darah tepi dan sumsum tulang


i. Blast dalam darah tepi lebih dari 5%
ii. Blast dalam sumsum tulang lebih dari 30%
Dari kedua pemeriksaan di atas kita dapat membuat diagnosis klinis
leukemia akut. Langkah berikutnya adalah menentukan jenis leukemia
akut yang dihadapi.
c. Tentukan jenisnya: dengan pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi
FAB, jika terdapat fasilitas, lakukan.
i. Immunophenotyping
ii. Pemeriksaan sitogenetika (kromosom)

Dengan langkah-langkah di atas akan ditegakan diagnosis leukemia akut


serta klasifikasi morfologik maupun imunologiknya ditentukan status
prognostiknya.
Di tempat-tempat dengan fasilitas terbatas, yang terpenting ialah
membedakan antara AML dan ALL denga teknik morfologi konvesional. Dengan

25
pengecatan konvesional, misalnya dengan MGG ketepatan diagnosis hanya sekitar
30%. Membedakan ALL dengan AML sangat penting karena akan menentukan
jenis pengobatan.

2.1.10 Terapi
Terapi untuk leukemia akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1. terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi
2. Terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang baik karena
proses leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi

Kemoterapi
Tahapan pengobatan kemoterapi terdiri atas :
1. Fase induksi remisi
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi yaitu suatu keadaan di
mana gejala klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang kurang
dari 5%. Dengan pemeriksaan morfologik tidak dapat dijumpai sel leukemia
dalam sumsum tulang dan darah tepi.
2. Fase postremisi
Suatu fase pengibatan untuk mempertahankan remisi selama mungkin yang
pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a. kemoterapi lanjutan, terdiri atas:
i. terapi konsolidasi
ii. terapi pemeliharaan (maintenance)
iii. late intensification
b. transplantasi sumsum tulang: merupakan terapi konsolidasi yang
memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita, terutama
penderita yang berusia di bawah 40 tahun.

Kemoterapi untuk ALL


Kemoterapi untuk ALL yang paling mendasar terdiri dari panduan obat (regimen):
1. Induksi remisi:
a. Obat yang dipakai terdiri atas:

26
i. Vincristine (VCR): 1,5mg/m2/minggu, i.v
ii. Prednison: 6 mg/m2/hari, oral
iii. L Asparaginase (Lasp): 10.000 U/m2
iv. Daunorubicin (DNR): 25 mg/m2//minggu-4 minggu
b. Regimen yang dipakai untuk ALL dengan resiko standar terdiri atas:
i. Pred + VCR
ii. Pred + VCR + L asp
c. Regimen untuk ALL dengan resiko tinggi atau ALL pada orang dewasa
antara lain:
i. Pred + VCR +DNR dengan atau tanpa L asp
ii. Kelompomk GIMEMA dari italia memberikan DNR + VCR +
Pred + L asp dengan atau tanpa siklofosfamid

2. Terapi postremisi
a. Terapy untuk sanctuary phase (membasmi sel leukemia yang
bersembunyi dalam SSP dan Testis)
i. Triple IT yang terdiri atas: intrathecal methotrexate (MTX), Ara
C (cytosine arabinosid), dan dexamenthason
ii. Cranial radiottherapy (CRT)
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi: pemberian regimen noncrosseristant
terhadap regimen induksi remisi
c. Terapi pemeliharaan (maintenance): umumnya dipakai 6 mercaptuprine
(6 MP) per oral dan MTX tiap minggu. Diberikan selama 2-3 tahun
dengan diselingi terapi konsolidasi atau intensifikasi.

27
Gambar 2.3 Skema Protokol terapi ALL
Keterangan : V = Vinkristin, P = prednison, D = doksorubisin, AC =
Siklofosfamid, HDMTX = High Dose methotrexate, Dexa = Dexamethason, IT
MTX = methotrekat intratekal, MP = 6 mercaptopurine

2.1.11 Terapi Suportif


Terapi suportif diberikan untuk mengatasi akibat – akibat yang ditimbulkan
oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat.
Terapi suportif yang diberikan:
1. Terapi untuk mengatasi anemia : transfuse PRC untuk mempertahankan
hemoglobin sekitar 9 – 10 g/dL.
2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik,
terdiri atas :
a. Antibiotika adekuat
b. Transfusi konsentrat granulosit
c. Perawatn khusus (isolasi)

28
d. Hemopoietic growth factor (G-CSF dan GM-CSF)
3. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:
a. Transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit
minimal 10x106/ml, idealnya diatas 20 x 106/ml.

2.1.12 Prognosis
Prognosis penderita leukemia akut sangat bervariasi dan bersifat
individualistik. Untuk hasil pengobatan ALL sangat baik, dengan terapi
intensif dapat dicapai kesembuhan 70 – 90% pada kasus ALL anak dan 40 –
50% pada kasus ALL dewasa, akan tetapi pada usia diatas 65 tahun hasilnya
turun menjadi 5%.

Tabel. 2.4 Prognosis untuk Acute Lymphoblastic Leukemia

BAB III
DISKUSI

29
Diagnosis Leukemia dengan jenis Akut Limfoblastik Leukemia ditegakkan
berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesa didapatkan keluhan lemas yang dirasakan sejak kurang lebih
1 minggu yang lalu, demam hilang timbul, muntah 10x dalam 1 minggu berisi
makanan tidak ada darah, nyeri ulu hati yang hilang timbul, perut membesar,
timbul benjolan di daerah leher yang tidak nyeri. Nyeri pada daerah bahu. Kaki
tampak bengkak.

Literatur menyebutkan bahwa pada awalnya ALL memiliki gejala yang


tidak spesifik dan relatif singkat, yaitu sekitar 66 persen1. Gejala yang tampak
merupakan akibat dari infiltrasi sel leukemia pada sumsum atau organ di tubuh
maupun akibat dari penurunan produksi dari sumsum tulang12,13. Gejala yang
timbul akibat infiltrasi sel-sel muda pada sumsum tulang yaitu anorexia, lemas,
irritable, sedangkan tanda yang dapat timbul anemia, trombositopenia, dan
neutropenia. Manifestasi klinis lain yang bisa didapatkan adalah demam yang
sifatnya ringan dan intermiten1,2,12,14. Literature menyebutkan demam ini dapat
disertai atau tanpa adanya infeksi, dan dapat disebabkan karena terjadinya
neutropenia sehingga pasien memiliki resiko tinggi terhadap infeksi1,2,12,13,15.
Manifestasi klinis lain yang bisa didapat namun tidak spesifik adalah nyeri tulang
atau sendi terutama di extremitas inferior. Nyeri pada tulang dan sendi ini
disebabkan adanya infiltrasi sel-sel leukemia pada tulang perikondrial atau sendi
atau oleh ekspansi rongga sumsum tulang oleh sel leukemia1,2,13,14,15.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran


E4M6V5, tanda vital dalam batas normal, pasien tidak tampak anemis karena sudah
dilakukan koreksi dengan pemberian WB 1 kolf dan PRC 2 kantong untuk,
kemudian terdapat pembesaran kelenjar getah bening di daerah supraclavicula
dextra ukuran 4x5 cm, multiple, berbenjol-benjol, konsistensi padat, batas tidak
tegas. Abdomen tampak cembung, hepatomegali, splenomegali, ekstremitas
tampak edema kaki kiri dan kanan.

30
Tanda yang diperoleh pada pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai
menderita leukemia adalah tampak anemis dan menunjukan adanya tanda-tanda
perdarahan seperti petechie, epistaksis atau perdarahan gusi. Manifestasi ini
disebabkan oleh turunnya jumlah trombosis pada pasien leukemia karena
gagalnya funsi hematopoesis. Limfadenopati dan splenomegali biasanya
ditemukan pada lebih kuran 66 persen pasien1,2,3,8,13. Limfadenopati dapat terjadi
secara lokal atau general pada daerah cervical, aksiler, dan inguinal.
Lemfadenopati ini juga dapat terjadi bilateral sekunder akibat infiltrasi sel-sel
leukemia13. Hepatomegali juga bisa di dapatkan akibat infiltrasi sel leukemia,
namun jarang1,2,3,12,13. Pasien yang mengeluh nyeri sendi dapat ditemukan adanya
pembengkakkan sendi atau efusi pada pemeriksaan fisik1,2 ,12,13.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah
rutin, fungsi hepar dan fungsi ginjal, hapusan darah tepi. Pada pemeriksaan darah
rutin didapatkan adanya kadar hemoglobinyang rendah, leukosit yang sangat
rendah, dan trombositopenia. Hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan
bahwa pasien dengan leukemia mengalami kegagalan fungsi sumsum tulang
sehingga produksi sel-sel darahnya terganggu, dimana 95 persen pasien
mengalami anemia dan trombositopenia kurang dari 100.000 per millimeter
kubik1,2,3,12,13,14,15. Literatur menyebutkan sekitar 25% persen pasien memiliki
kadar leukosit normal atau menurun.10,12

Pemeriksaan elektrolit pada kasus ini tidak dilakukan karena kaset eror.
Menurut literatur pada beberapa kasus didapatkan adanya hiperkalemia,
hipokalsemia, dan hiperfosfatemia yang merefleksikan beban dan lisis dari sel-sel
leukemia3,15. Hal ini disebut sebgai tumor lysis syndrome yang biasanya terjadi
pada pasien yang mendapatkan terapi kanker yang responsive terhadap
pengobatan. Tumor lysis syndrome ini berhubungan dengan terapi pada akut
leukemia yang ditandai dengan hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia,
hiperurisemia dan tanda gagal ginjal akut16. Tanda-tanda ini timbul akibat sel-sel
tumor yang telah dimusnahkan akan melepaskan ion-ion intraseluler dan produk

31
metaboliknya ke dalam sirkulasi darah penderita16. Hal ini dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit di dalam tubuh.

Pemeriksaan foto thoraks pada pasien ini telah dilakukan, akan tetapi belum
diterima hasil baca untuk foto thoraksnya. Akan tetapi dari hasil foto thoraks
kesan tampak adanya infiltrat di perihiler kedua lapang paru. Berdasarkan
literatur, disebutkan bahwa pada pasien dengan leukemia infiltrasi sel – sel
leukemia pada paru dapat memberikan gejala obstruksi saluran nafas.

Pemeriksaan kultur urin dan darah tidak dilakukan pada kasus ini.
Mengingat biaya yang diperlukan. Namun, terlepas dari hal itu pemeriksaan ini
penting pada pasien yang mengalami demam atau adanya tanda-tanda infeksi9.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pasien dengan leukemia
lebih mudah terinfeksi yang disebabkan oleh neutropenia1,2,3,12.

Hapusan darah tepi yang dilakukan pada pasien mendapatkan hasil


penurunan jumlah sel leukosit, eritrosit dan trombosit. Hasil ini memberikan
kesan adanya pansitopenia yang merupakan gambaran akut leukemia suspek akut
limfoblastik leukemia. Literature menyebutkan diagnosis akut limfoblastik
leukemia dapat diperkuat dengan pemeriksaan hapusan darah tepi dimana hasil
pemeriksaan menunjukkan adanya populasi homogen limfoblast pada sel
sumsum tulang yang lebih dari 25 persen1, namun diagnosis leukemia tidak dapat
ditegakkan dengan hasil pemeriksaan hapusan darah tepi. Gambaran populasi
homogen pada hapusan darah tepi bisa ditemukan pada penyakit lain seperti
osteopetrosis, myelofibrosis, infeksi granulomatous, sarcoid, infeksi Epstein-Barr
virus (EBV) pada usia muda, dan tumor metastatic dapat menyebabkan
penampakan pelepasan blast immature ke dalam sirkulasi2.

Literatur menyebutkan bahwa akut limfoblastik leukemia ditegakkan


melalui pemeriksaan bone marrow punction1,2,3,5,12. Sumsum tulang yang normal
berisi sel blast yang kurang dari 5 persen2. Pada pasien dengan akut limfoblastik
leukemia didapatkan adanya populasi homogeny limfoblast yang lebih dari 25

32
persen1,2,3. Sebagian besar anak dengan ALL memiliki sumsum yang hiperseluler
antara 60-100 persen dari sel-sel blast2.

Pengobatan yang diberikan pada pasien ini selama dirawat terdiri dari terapi
spesifik dan terapi suportif. Terapi spesifik yang diberikan pada pasien ini adalah
methyprednisolon 125 mg/hari. Literature menyebutkan bahwa terapi ALL terdiri
dari terapi spesifik terhadap sel-sel leukemia dan terapi suportif. Terapi spesifik
ini terdiri dari 3 tahap, yaitu fase induksi remisi, fase konsolidasi, dan fase
maintenance atau pemeliharaan1,2,3.

Fase induksi remisi bertujuan agar pasien mengalami remisi dengan


mengeliminasi sel-sel leukemia di sumsum tulang sebanyak yang dapat ditoleransi
oleh pasien sampai didapatkan sel-sel blast kurang dari 5 persen di sumsum
tulang, dan kembalinya jumlah utrofil dan trombosit yang mendekati normal pada
akhir fase remisi induksi. Obat-obatan yang dapat diberikan selama fase ini adalah
dexametasone atau prednisolon, vincristine yang diberikan secara intravena, dan
dauno rubisin, intramuscular asparginase, dan intrathecal methotrexate. Terapi
yang diberikan pada kasus masih kurang sesuai dengan protocol dan teori yang
ada. Kendala yang dihadapai dalam penatalaksanaan pasien pada kasus ini adalah
tidak tersedianya pemeriksaan penunjang yang sesuai dan obat yang seharusnya
diberikan pada pasien selama fase remisi induksi. Namun demikian, walaupun
hanya dengan terapi menggunakan obat seadanya, pembesaran kelenjar getah
bening di daerah leher mengalami perbaikan yang ditandai dengan konsistensi
dari padat menjadi kenyal dan mengecil dibandingkan saat pasien masuk1,2,3.

Fase konsolidasi difokuskan pada system saraf pusat, bertujuan untuk


mencegah terjadinya relaps pada system saraf pusat. Pada fase ini diberikan terapi
intrathecal yaitu methotrexate melalui lumbal pungsi. Pada pasien yang dideteksi
terdapat sel blast pada cairan serebrospinal, maka dapat diberikan irradiasi pada
otak dan medulla spinalis. Obat diberikan secara intrathecal karena disebutkan
bahwa pemberian obat secara sistemik kurang dapat menembus sawar darah otak
sehingga lebih baik bila diberikan secara intrathecal1,2,3.

33
Fase pemeliharaan yang dapat berlangsung 2-3 tahun tergantung pada
protocol yang digunakan. Terapi ini ditujukan untuk mencegah terjadinya relaps
yang cepat pada pasien yang yang meghentikan terapi setelah kurang dari 6 bulan.
Pada kasus ini pasien baru mendapatkan terapi remisi induksi minggu pertama1,2,3.
Terapi suportif pada kasus ini diberikan secara simptomatik dan juga ditukan
untuk mengatasi efek samping dari pengobatan kemoterapi yang diberikan. Pada
kasus ini pasien mendapatkan obat-obatan: IVFD NaCl 0,9% 10 tpm, Inj.
Omeprazole 2 x 40 mg/iv, Inj. Ceftriaxone 2 x 1g/iv, Inj. Metronidazole 3 x 1g/iv,
Inj. Methyprednisolon 1 x 125 mg/iv, Inj. Gentamicyn 2 x 1 amp/iv, Inj.
Furosemide 1 x 2 amp, Inj. Ketorolac 2 x 30mg/iv (K/P), Inj. Primperan 2x 1 amp
(K/P), Paracetamol drip 1g/8 jam,Alinamin F 2 x 1 tab, N-asetil sistein 3x1 tab.
Terapi suportif pada ALL diberikan terutama untuk mengatasi efek samping
dari terapi spesifik yang sudah diberikan. Berdasarkan literatur, pasien yang
menjalani kemoterapi memiliki resiko terjadinya tumor lisis syndrome yaitu
pelepasan ion-ion intraseluler dan komponen metabolic lainnya dari sel-sel tumor
yang rusak akibat kemoterapi. Pasien harus diterapi dengan alkalinisasi urin dan
harus mendapatkan sodium bikarbonat serta dilakukan hidrasi. Anemia yang berat
dapat diatasi dengan memberikan transfusi sel darah merah dan dapat juga
diberikan trombosit konsentrat pada trombositopenia, bersama dengan furosemide
intravena. Sebaiknya semua komponen darah yang ditransfusikan dilakukan
irradiasi terlebih dahulu untuk mencegah graft-versus-host disease dari limfosit
yang ditransfusikan. Jika terdapat demam lebih dari 38,30C dan neutropenia, maka
dibutuhkan antibiotik broad spectrum. Pasien yang mendapatkan terapi ALL harus
mendapatkan terapi profilaksis terhadap Pneumocystis carinii dengan memberikan
trimethoprim-sulfamethoxazole 2 kali setiap hari sesuai dosis dan diberikan 2-3
hari setiap minggu1,2,3.

Managemen pasien yang menjalani kemoterapi ALL sangat kompleks


karena komplikasi infeksi dan toksisitas yang potensial dari kemoterapi.

34
Prognosis pasien pada kasus ini adalah jelek. Pasien berusia lebih dari 18
tahun, didapatkan adanya adenopati, jumlah trombosit kurang dari 32.000/mm3,
Berdasarkan literatur prognosis jelek bila usia pasien kerang dari 1 tahun atau
lebih dari 9 tahun, jumlah sel leukosit lebih dari 50.000 per meter kubik,
didapatkan adanya adenopati, dan pada pemeriksaan morfologi sel limfoblas
didapatkan tipe L2.

DAFTAR PUSTAKA

35
1. Tubergen, D. A., Bleyer A. 2004. The Leukemias in Nelson Textbook of
Pediatrics, 17th Edition. USA: Saunders-Elsvier Science.
2. Mahoney, D.H. 1999. Acute Limphoblastic Leukemia in Oski’s Pediatrics:
Principles and Practice, 3rd Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers.
3. Esparza, S.D., Sakamoto, K.M. Topics In Pediatric Leukemia – Acute
Lymphoblastic Leukemia. MedGenMed, Vol 7(1), p 23, 2005.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan. Leukemia Mengintai Anak. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (online); 2007,
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/leukemia100407.htm, diakses
tanggal 18 Februari 2010)
5. Kurniawan, I. Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap Di RSUP
H.Adam Malik Medan Tahun 2004-2007. Universitas Sumatera Utara (0nline);
2008,
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_
journal_review&id=12880&task=view, diakses tanggal 18 Februari 2010)
6. Ikatan Dokter Anak di Indonesia. 2004. Leukemia Limfoblastik Akut. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
7. Smith M.A., e al. LEUKEMIA. National Cancer Institute. SEER Pediatric
Monograph.
8. Carroll, W.L., et al. Pediatric Acute Limphoblastic Leukemia. American
Society Of Hematology. Hematology, 2003.
9. Pui, Ching-Hon, Relling, M.V., Downing, J.R. Mechanisms Of Disease Acute
Lymphoblastic Leukemia. New England Journal of Medicine, Vol 350, p
1535-1348, 2004.
10. Howard, S.C, Perdosa, M. Lins, M. Establishment of a Pediatric Oncology
Program and Outcomes of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia in a
Resource-Poor Area. JAMA, Vol 291(20), p 2471-2475, 2004.
11. Friedmann, A.L., Weinstein, H.J. The Role Of Prognostic Features In The
Treatment Of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. The Oncologist,
Vol. 5, p 231-238, 2000.

36
12. Saiter, K. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (0nline); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113-media, diakses tanggal 10
Januari 2010).
13. Albano, E.A., et al. 2002. Acute Limphoblastic Leukemia in Current Pediatric
Diagnosis and Treatment, 16th Edition. Europe: McGraw-Hill Education.
14. Hu, W. Leukemia (online); 2005,
http://www.emedicinehealth.com/leukemia/page18_em, diakses tanggal 1
Februari 2010)
15. Satake, N. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (online); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113, diakses tanggal 14 Januari
2010)
16. Krishnan, K. Tumor Lysis Syndrome. Emedicine (online); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/282127, diakses tanggal 5 Februari
2010)
17. Anonym. Angka Kebutuhan Gizi Energi & Protein Berdasarkan Usia/Umur &
Jenis Kelamin, Organisasi.com (online); 2009, http://organisasi.org/angka-
kebutuhan-gizi-energi-protein-berdasarkan-usia-umur-jenis-kelamin, diakses
tanggal 18 Februari 2010)

37

Anda mungkin juga menyukai