LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN SKULL DEFECT DI RUANG GARDENA
RUMAH SAKIT DAERAH DR. SOEBANDI
JEMBER
oleh:
Afriezal Kamil, S. Kep.
NIM 132311101054
LAPORAN PENDAHULUAN
1
A. Konsep Teori
A. Anatomi dan Fisiologi Otak
Gambar 1. Otak
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
2
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian
ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca
yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan
sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior
dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi
untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
5) Lobus limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008).
3
b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian
lain dari sistem saraf pusat. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus
anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
Gambar 4. Brainstem
d. Sistem limbik
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon.
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara
tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk
merespon keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama
reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku
seksual.
6
a) Meninges
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang
dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras, jaringan
pelindung, dan cairan otak. Dua macam jaringan pelindung
utama yaitu meninges dan sistem ventrikular. Meninges terdiri
dari tiga lapisan yaitu:
- Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal,
keras, dan fleksibel tetapi tidak dapat diregangkan
(unstrechable).
- Arachnoid membran
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah
yang bentuknya seperti jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini
lembut, berongga-rongga, dan terletak dibawah lapisan
durameter.
- Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada
lapisan paling bawah (paling dekat dengan otak, sumsum
tulang belakang, dan melindungi jaringan-jaringan saraf
lain). Lapisan ini mengandung pembuluh darah yang
mengalir di otak dan sumsum tulang belakang. Antara
piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang
disebut dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid)
yang dipenuhi oleh cairan serebrospinal (CSS)
(Puspitawati, 2009).
b) Sistem ventrikulus
7
e. Nervus Cranialis
1) Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
2) Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3) Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola
mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris.
4) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus
9
7) Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis)
untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah
untuk menghantarkan rasa pengecap.
8) Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan
dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
9) Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil
dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus fagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus asesorius
10
B. Pengertian
Skull defect merupakan suatu kelainan pada kepala ketika tidak
adanya tulang cranium/tulang tengkorak Skull defect menjadi suatu
masalah sejak awal periode kehidupan manusia. Skull defect sudah dapat
ditemukan pada jaman neolitikum.. Skull effect adalah adanya pengikisan
pada tulang cranium yang disebabkan oleh adanya pengikisan yang
disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga bisa berasal
dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat terjadi
dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan
anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk
15
C. Etiologi
Penyebab terjadinya skull defect diantara lain:
a. Fraktur cranium
b. Tumor
c. Penipisan tulang
d. Kelainan kongenital (enchephalocele)
e. Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
f. Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
g. Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
h. Reseksi tumor tengkorak
i. Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
D. Patofisiologi/ Patologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan
menjadi 2 proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan
dengan kejadian trauma dan merupakan suatu fenomena mekanik.
Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa
dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang
sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer,
yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan
hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan
16
E. Manifestasi Klinik
Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa:
a. Bentuk kepala asimetris
b. Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
c. Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan
atau fontanela
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari
berat ringannya cedera kepala yaitu berupa:
a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive
yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale).
Pada cedera kepala berat nilai GCS nya 3-8.
b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala
karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang
disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil.
c. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia
disritmia).
d. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi), gurgling.
F. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:
17
a.CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri. Pada pasien dnegan skull defect diperoleh hasil CT scan
sebagai berikut:
H. Komplikasi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma.
Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau
minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan
beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita
pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan
sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun
jarang sembuh.
b. Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini
21
2. Pemeriksaan Fisik
Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara
sistematik yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
1)Keadaan umum
Meliputi tanda-tanda vital, BB/TB,
2)Kesadaran
Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)
a) Respon membuka mata (E)
1. Membuka mata dengan spontan (4)
2. Membuka mata dengan perintah (3)
3. Membuka mat dengan rangsangan nyeri (2)
4. Tidak reaksi reaksi apapun (1)
b) Respon verbal (V)
1. Orientasi baik dan sesuai (5)
2. Disorienasi tempat dan waktu (4)
3. Bicara kacau (3)
4. Mengerang (2)
5. Tidak ada reaksi apapaun (1)
a) Respon motorik (M)
1. Mengikuti perintah (6)
2. Melokalisir nyeri (5)
3. Menghindar nyeri (4)
4. Fleksi abnormal (3)
5. Ekstensi abnormal (2)
6. Tidak ada reaksi apapun (1)
7.
24
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma kranial)
2. Resiko cedera berhubungan dengan faktor risiko trauma intracranial
3. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko luka post operasi dan
prosedur infeksi
4. Risiko perdarahan berhubungan dengan faktor risiko trauma: kranial,
kerusakan integritas jaringan pembuluh darah otak
5. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan faktor
risiko trauma kranial, gangguan serebrovaskular berhubungan dengan
peningkatan TIK
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini: prosedur
pembedahan yang ditandai dengan batasan karakteristik perilaku agitasi,
gelisah, tampak waspada, afektif ragu, dan fisiologis peningakatan
ketegangan dan keringan serta tremot
7. Risiko syok berhubungan dengan faktor risiko hipovolemia, hipoksia pada
prosedur pembedahan
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya faktor mekanik
post trauma
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dan kurangnya
sumber pengetahuan
10. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis: post
trauma kepala yang ditandai dengan batasan karakteristik ketidakmampuan
mengingat informasi faktual, ketidakmampuan mengingat perilaku tertentu
yang pernah dilakukan, ketidakmampuan mengingat peristiwa, mudah
lupa
35
D. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik yang ditandai oleh adanya Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
bukti nyeri, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan tentang muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang
karakteristik nyeri, dan perilaku distraksi digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study of
Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.
1 2 3 4 5
kesehatan
Mengenali apa yang terkait dengan
160511 gejala nyeri
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
210224 Mengerinyit
210227 Mual
1400 Manajemen 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsertataudurasi, Membantu pasien untuk
nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek yang mengurangi nyerinya
tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis maupun
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri farmakologis.
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu
makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan
antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panasataudingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
38
6482 Manajemen 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang Memanipulasi lingkungan
lingkungan: optimal. pasien untuk mendapatkan
kenyamanan 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat kenyamanan yang optimal
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang, balutan
yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
1. Risiko Cedera Definisi :Rentan mengalami cedera fisik aibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang
dapat mengganggu kesehatan.
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
191302 Memar
191323 Perdarahan
6486 Manajemen 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta riwayat Memonitor dan
Lingkungan: perilaku di masa lalu memanipulasi lingkungan
Keselamatan 2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan (misalnya, [bahaya] fisik, biologi dan fisik untuk meningkatkan
kimiawi) keamanan
3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan
4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan berisiko
5. Sediakan alat untuk beradatasi (misalnya, kursi untuk pijakan dan pegangan tangan)
6. Gunakan peralatan perlindungan (misalnya, pengekangan, pegangan pada sisi, kunci intu,
pagar, dan gerbang) untuk emmbatasi mobilitas fisik atau akses pada situasi yang
membahayakan
7. Beritahu pada lembaga yang berwenang untuk melakukan perlindugan lingkungan (misalnya,
dinas kesehatan, pelayanan lingkungan, badan lingkungan hidup dan polisi)
8. Siapkan nomor telefon emergensi untuk pasien (misalnya, [nomor] polisi, dinas kesehatan
lokal dan pusat kontrol racun)
9. Monitor lingkungan terhadap terjadinya terjadinya perubahan status keselamatan
10. Bantu pasien saat melakukan perpindahan ke lingkungan yang lebih aman (misalnya, rujukan
status asisten rumah tangga)
11. Inisiasi danatau lakukan program skrining terhadap bahan yang membahayakan lingkungan
(misalnya, logam berat dan randon)
12. Edukasi individu dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya yang ada
dilingkungan
13. Kolaborasi dengan lembaga lain untuk meningkatkan keselamatan lingkungan (misalnya,
dinas kesehatan, polisi, badan perlindungan lingkungan)
42
Pencegahan 7. Identifikasi kekurangan kgnisi atau fisik yang mungkin mungkin meningkatkan potensi jatuh Melaksanakan
Jatuh pada lingkungan tertentu pencegahan khusus
8. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh dengan pasien yang
9. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin meningkatkan otensi jatuh memilki risiko cedera
(misalnya, lantai licin dan tangga terbuka) karena jatuh
10. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
11. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidakseimbangan
12. Sediakan alat bantu (misalnya, tongkat dan walker) untuk menyeimbangkan gaya
berjalan (terutama kecepatan)
13. Instruksikan pasien menggenai penggunaan tongkat atau walker dengan tempat
14. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi pasien
15. Berikan tanda untuk mengingatkan pasien agar memita bantuan saat keluar dari tempat
tidur, dengan tepat
16. Gunakan pegangan tangan dengan panjang dan tinggi yang tepat untuk mencegah jatuh dari
tempat tidur, sesuai kebutuhan
17. Sediakan pencahayaan yang cukup dalamrangka meningkatkan pandangan
18. Sediakan permukaan lantai yang tidak licin dan anti selip
19. Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu yang pas, terkait dengan aman,dan sol anti selip
20. Berikan penanda untuk memberikan peringatan kepada staff bahwa pasien berisiko tinggi
jatuh
Identifikasi 1. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu dan dokumentasikan bukti yang menunjukkanadanya Analisis faktor risiko
Risiko penyakit medis, diagnosa keerawatan, serta perawatannya potensial, pertimbankan
2. Kaji ulang data yang didapatkan dari pengkajian risiko secara rutin risko-risiko kesehatan dan
3. Pertimbangkan kesediaan dan kualitas sumebr yang ada (misalnya, psikologis, finansial, memprioritaskan strategi
tingkat pendidikan, keluarga, dan komunitas) pengurangan risiko bagi
4. Identifikasi sumber-sumber agensi untuk membantu menurunkan faktor risiko
individu maupun
5. Identifikasi risiko biologis, lingkungan dan perilaku serta hubungan timbal balik
6. Pertimbangkan status pemenuhan kebutuhan sehari-hari kelompok
43
Risiko Infesksi Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan
070333 Nyeri
6540 Kontrol 14. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien. Meminimalkan penerimaan
Infeksi 15. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol institusi. dan transmisi agen infeksi
16. Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
17. Batasi jumlah pengunjung
18. Anjurkan kepada klien menganai teknik cuci tangan yang tepat.
19. Cuci tangan sebelum dan setelah perawatan pasien.
20. Pakai sarung tangan steril yang tepat.
21. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
22. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
23. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada pelayanan kesehatan.
24. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
6550 Perlindungan 21. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pencegahan dan deteksi dini
infeksi 22. Monitor kerentanan terhadap infeksi pada pasien berisiko
23. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai.
24. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas yang
membahayakan.
25. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area edema
26. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau
drainase.
27. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
28. Anjurkan asupan cairan yang tepat.
29. Anjurkan istirahat.
45
1 2 3 4 5
100403 Energi
100411 Hidrasi
1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi Menyediakan dan
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien meningkatkan intake nutrisi
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan) yang seimbang
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.
46
1120 Terapi nutrisi 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
2. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
47
Evaluasi
1. Tidak ada tanda peningkatan TIK
2. Pasien mampu bicara dengan jelas, menunjukkan konsentrasi, perhatian dan
orientasi baik
3. Peningkatan tingkat kesadaran (GCS 15, tidak ada gerakan involunter
4. TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu
36,5-37,5oC)
5. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
6. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
7. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
8. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Discharge Planning
Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan di
rumah. Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus sudah
dipersiapkan/diberikan pada keluarga pasien ini adalah:
a. Pengertian dari penyakit skull defect
b. Penjelasan tentang penyebab skull defect
c. Manifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga
48
d. Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila ada gejala
yang memberatkan penyakitnya
e. Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam menaati
program pemulihan kesehatan
49
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby:
Elsevier.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Cetakan I.
Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder. New York: Thieme.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
50
SKULL DEFECT
DEFISIT
PENGETAHUAN