Anda di halaman 1dari 42

0

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN SKULL DEFECT DI RUANG GARDENA
RUMAH SAKIT DAERAH DR. SOEBANDI
JEMBER

oleh:
Afriezal Kamil, S. Kep.
NIM 132311101054

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

LAPORAN PENDAHULUAN
1

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN SKULL DEFECT

A. Konsep Teori
A. Anatomi dan Fisiologi Otak

Gambar 1. Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas semua


bagian Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis
terdiri dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem
( batang otak) dan limbic system (sistem limbik). Secara garis besar,
sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis.
Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005). Otak merupakan bagian utama
dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:

a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
2

1) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian
ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca
yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan
sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves
dkk, 2004).
2) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior
dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi
untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
3) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
4) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
5) Lobus limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008).
3

Gambar 2. Lobus dari cerebrum dilihat dari atas dan samping

b. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian
lain dari sistem saraf pusat. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus
anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).

c. BrainstemGambar 3. Cerebellum dilihat dari belakang atas


Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan
desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara
4

garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon,


pons dan medulla oblongata. Batang otak terdiri dari tiga bagian
menurut Puspitawati (2009) sebagai berikut:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan,
gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh,
dan fungsi pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla oblongata mengontrol fungsi involunter otak
(fungsi otak secara tidak sadar) seperti detak jantung, sirkulasi
darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut
yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta
menghubungkan midbrain disebelah atas dengan medula
oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan
pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen),
dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
5

Gambar 4. Brainstem

d. Sistem limbik
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon.
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut:
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada
tingkah laku individu.
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara
tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk
merespon keadaan.
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama
reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku
seksual.
6

a) Meninges
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang
dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras, jaringan
pelindung, dan cairan otak. Dua macam jaringan pelindung
utama yaitu meninges dan sistem ventrikular. Meninges terdiri
dari tiga lapisan yaitu:
- Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal,
keras, dan fleksibel tetapi tidak dapat diregangkan
(unstrechable).
- Arachnoid membran
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah
yang bentuknya seperti jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini
lembut, berongga-rongga, dan terletak dibawah lapisan
durameter.
- Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada
lapisan paling bawah (paling dekat dengan otak, sumsum
tulang belakang, dan melindungi jaringan-jaringan saraf
lain). Lapisan ini mengandung pembuluh darah yang
mengalir di otak dan sumsum tulang belakang. Antara
piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang
disebut dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid)
yang dipenuhi oleh cairan serebrospinal (CSS)
(Puspitawati, 2009).

Gambar 5. Lapisan Meninges

b) Sistem ventrikulus
7

Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak.


Selain lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan
serebrospinal (CSS) di subarachnoid space. Cairan ini
menyebabkan otak dapat mengapung sehingga mengurangi
tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh
gravitasi dan juga meilndungi otak dari guncangan yang
mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn ruang-ruang yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang ini
disebut dengan ventrikel (ventricles). Ventrikel berhubungan
dengan bagian subarachnoid dan juga berhubungan dengan
bentuk tabung pada canal pusat (central canal) dari tulang
belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama ada pada
pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle). Ventrikel lateral
berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang
terletak di otak bagian tengah (midbrain). Ventrikel ketiga
dihubungkan ke ventrikel keempat oleh cerebral aqueduct
yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat dengan
central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel
pertama dan ventrikel kedua (Puspitawati, 2009).
CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang
diproduksi oleh choroid plexus yang terdapat dalam keempat
ventrikel tersebut. Sirkulasi CSS dimulai dalam ventrikel
lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke cerebral
aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat
mengalir ke lubang-lubang subarachnoid yang melindungi
keseluruhan SSP. Volume total CSS sekitar 125 ml dan daya
tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan oleh sebagian CSS
untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan
yang baru) sekitar 3 jam. Apabila aliran CSS ini terganggu,
misalnya karena cerebral aqueduct diblokir oleh tumor dapat
menyebabkan tekanan pada ventrikel karena dipaksa untuk
8

mengurangi cairan yang terus menerus diproduksi oleh


choroid plexus sementara alirannya untuk keluar terhambat.
Dalam kondisi ini, dinding-dinding ventrikel akan
mengembang dan menyebabkan kondisi hydrocephalus. Bila
kondisi ini berlangsung terus menerus, pembuluh darah juga
akan mengalami penyempitan dan dapat menyebabkan
kerusakan otak (Puspitawati, 2009).

Gambar 6. Sistem Ventrikel Otak

e. Nervus Cranialis
1) Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
2) Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3) Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola
mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris.
4) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus
9

Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga


buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini
merupakan saraf otak besar, sarafnya yaitu:
- Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata
dan bola mata.
- Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus
maksilaris.
- Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
6) Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai
saraf penggoyang sisi mata.

7) Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis)
untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah
untuk menghantarkan rasa pengecap.
8) Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan
dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
9) Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil
dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus fagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11) Nervus asesorius
10

Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus


trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12) Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
f. Anatomi peredaran darah otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak
sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus
terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu
jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin
suplai darah yang adekuat untuk sel. Otak memiliki kurang lebih 15
miliar neuron yang membangun substansia alba dan substansia grisea.
Otak merupakan organ yang sangat kompleks dan sensitife. Fungsinya
sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas, seperti : gerakan
motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Sel-sel otak bekerja bersama-
sama dan berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang- kadang
dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak teratur dari
sekelompok sel yang menghasilkan serangan. Darah merupakan
sarana transportasi oksigen, nutrisi, dan bahan-bahan lain yang sangat
diperlukan untuk mempertahankan fungsi penting jaringan otak dan
mengangkat sisa metabolit. Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran
darah ke otak berhenti 10 detik atau kurang. Kerusakan jaringan otak
yang permanen terjadi bila aliran darah ke otak berhenti dalam waktu
5 menit.
1) Peredaran darah arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna
dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir
pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri
11

communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri


serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan
melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan
kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.

2) Peredaran darah vena


Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam
struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup
dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena
cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior
yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah
vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda
memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).
12

Gambar 7. Sistem peredaran darah otak


g. Selaput Meningen
Pearce (2008) mengatakan bahwa otak dan sumsum tulang belakang
diselimuti meningia yang melindungi struktur saraf yang halus itu,
membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu:
cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.
Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu sebagai
berikut:
13

Gambar 8. Lapisan Cranium


1) Durameter
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat
erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat
pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang
potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan
arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah
atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
perdarahan hebat. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan
melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran
perdarahan ini adalah: 1) sakit kepala yang menetap 2) rasa
mengantuk yang hilang-timbul 3) linglung 4) perubahan ingatan
5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Arteri-
14

arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam


dari kranium ruang epidural. Adanya fraktur dari tulang kepala
dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
media fosa temporalis.
2) Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah
dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini
dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari piamater oleh spatium subarakhnoid yang terisi
oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.
3) Piameter
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,
meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.
Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan
epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak
juga diliputi oleh pia mater.

B. Pengertian
Skull defect merupakan suatu kelainan pada kepala ketika tidak
adanya tulang cranium/tulang tengkorak Skull defect menjadi suatu
masalah sejak awal periode kehidupan manusia. Skull defect sudah dapat
ditemukan pada jaman neolitikum.. Skull effect adalah adanya pengikisan
pada tulang cranium yang disebabkan oleh adanya pengikisan yang
disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga bisa berasal
dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat terjadi
dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan
anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk
15

membantu pengeluaran cairan atau pendarahan atau massa yang ada di


kepala atau otak.

C. Etiologi
Penyebab terjadinya skull defect diantara lain:
a. Fraktur cranium
b. Tumor
c. Penipisan tulang
d. Kelainan kongenital (enchephalocele)
e. Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
f. Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
g. Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
h. Reseksi tumor tengkorak
i. Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)

D. Patofisiologi/ Patologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan
menjadi 2 proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan
dengan kejadian trauma dan merupakan suatu fenomena mekanik.
Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa
dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang
sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer,
yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan
hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan
16

permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan


peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai tulang
kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera
kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas.

E. Manifestasi Klinik
Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa:
a. Bentuk kepala asimetris
b. Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
c. Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan
atau fontanela
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari
berat ringannya cedera kepala yaitu berupa:
a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive
yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale).
Pada cedera kepala berat nilai GCS nya 3-8.
b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala
karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang
disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah
seringkali proyektil.
c. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia
disritmia).
d. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi, stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena
aspirasi), gurgling.

F. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:
17

a.CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri. Pada pasien dnegan skull defect diperoleh hasil CT scan
sebagai berikut:

Gambar 9. CT scan skull defect

b. Foto polos kepala (X-ray)


Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk
pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang
makin dittinggalkan. Jadi indikasi pelaksanaan foto polos kepala meliputi
jejas lebih dari 5 cm, luka tembus (tembak/tajam), adanya corpus alineum,
deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap,
gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran. Hasil yag diperoleh pada
foto kepala pasien dengan skull defect adalah sebagai berikut:
18

Gambar 10. X-ray skull defect

c.MRI (Magnetik Resonance Imaging)


Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

Gambar 11. MRI skull defect


d. EEG (Elektroensepalogram)
Digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis

Gambar 12. EEG skull defect


19

G. Penatalaksanaan dan Terapi


a. Observasi 24 jam (cek TTV)
b. Observasi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure,ICP)
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis.
Kranium dan kanalis vertebralis yang utuh, bersama-sama dengan
durameter membentuk suatu wadah atau yang biasa disebut ruang
intrakranial yang ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi
2) Bradikardi
3) Papiledema
4) Muntah proyektil
5) Nyeri kepala
c. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
d. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
e. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
f. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
g. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
h. Pemberian obat-obat analgetik.
i. Pembedahan bila ada indikasi.
Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah
pelaksanaan operasi trepanasi atau cranioplasty. Trepanasi/kraniotomi
adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan untuk
mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitive (seperti adanya
SDH (subdural hematoma) atau EDH (epidural hematoma) dan kondisi
lain pada kepala yang memerlukan tindakan kraniotomi). Cranioplasty
adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan
bahan plastic atau metal plate. Epidural Hematoa (EDH) adalah suatu
pendarahan yang terjadi diantara tulang dang dan lapisan duramater;
Subdural Hematoa (SDH) atau pendarahan yang terjadi pada rongga
diantara lapisan duramater dan dengan araknoidea. Pelaksanaan operasi
trepanasi ini diindikasikan pada pasien 1) Penurunan kesadaran tiba-tiba
terutama riwayat cedera kepala akibat berbagai faktor,2) Adanya tanda
herniasi/lateralisasi,3) Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi
20

emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. Perawatan


pasca bedah yang penting pada pasien post trepanasi adalah memonitor
kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan
dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau
kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami
trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Terapi konservatif
meliputi bedrest total, pemberian obat-obatan, observasi tanda-tanda vital
(GCS dan tingkat kesadaran). Prioritas perawatan adalah maksimalkan
perfusi/fungsi otak, mencegah komplikasi, pengaturan fungsi secara
optimal/mengembalikan ke fungsi normal, mendukung proses pemulihan
koping klien/keluarga, pemberian informasi tentang proses penyakit,
prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

H. Komplikasi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma.
Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau
minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan
beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati penderita
pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan
sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun
jarang sembuh.
b. Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini
21

biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk


menyebar ke sistem saraf yang lain.
d. Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau
kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan
terjadinya penglihatan ganda.
e. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan
memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan
cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.
22

I. Clinical Pathway (terlampir)


B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi
kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan rangkaian kejadian mulai dari terjadinya trauma
sehingga pasien masuk rumah sakit.
3) Riwayat penyakit dahulu
Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita pasien dan
berhubungan dengan sistem persarafan
4) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus skull defect adalah
penurunan tingkat kesadaran (GCS 9-12), pusing, sakit kepala,
gangguan motorik, kejang, gangguan sensorik dan gangguan
kesadaran. Format PQRST dapat digunakan untuk mempermudah
pengumpulan data, penjabaran dari PQRST adalah:
P (provokatif/paliatif): Apa yang menjadi hal-hal yang meringankan
dan memperberat nyeri? Apa saja yang telah dilakukan untuk
mengobati nyeri?
Q (quality/quantity): Seberapa berat keluhan, bagaimana rasanya?
Seberapa sering terjadinya?
R (regio/radiasi) : Dimanakah lokasi keluhan? Bagaimana
penyebarannya?
S (skala/severity): Dengan menggunakan GCS untuk gangguan
kesadaran, skala nyeri untuk keluhan nyeri.
T (Timing) : Kapan keluhan itu terasa? Seberapa sering keluhan itu
terasa?
5) Riwayat penyakit keluarga
23

Meliputi susunan anggota keluarga khususnya yang kemungkinan


bisa berpengaruh pada kesehatan anggota keluarga yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara
sistematik yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
1)Keadaan umum
Meliputi tanda-tanda vital, BB/TB,
2)Kesadaran
Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS)
a) Respon membuka mata (E)
1. Membuka mata dengan spontan (4)
2. Membuka mata dengan perintah (3)
3. Membuka mat dengan rangsangan nyeri (2)
4. Tidak reaksi reaksi apapun (1)
b) Respon verbal (V)
1. Orientasi baik dan sesuai (5)
2. Disorienasi tempat dan waktu (4)
3. Bicara kacau (3)
4. Mengerang (2)
5. Tidak ada reaksi apapaun (1)
a) Respon motorik (M)
1. Mengikuti perintah (6)
2. Melokalisir nyeri (5)
3. Menghindar nyeri (4)
4. Fleksi abnormal (3)
5. Ekstensi abnormal (2)
6. Tidak ada reaksi apapun (1)
7.
24

3) Pemeriksaan head to toe


c) Kepala dan rambut
Dikaji bentuk kepala, kesemetrisan, keadaan kulit kepala.
d) Wajah
Struktur wajah, warna kulit, ekspresi.
e) Mata
Bentuk bola mata,ada tidaknya gerakan kelainan pada bola mata.
f) Hidung
Kesemetrisan, kebersihan.
g) Telinga
Kesimetrisan, kebersihan dan tidaknya kelainan fungsi pendengaran.
h) Mulut dan bibir
Kesemetrisan bibir, kelembaban, mukosa, kebersihan mulut.
i) Gigi
Jumlah gigi lengkap atau tidak, kebersihan, ada tidaknya peradangan
pada gusi, ada tidaknya caries.
j) Leher
Posisi trakea (deviasi trachea), ada tidaknya pembesaran kelenjar
tiroid atau vena jugularis.
k) Integumen
Meliputi warna, kebersihan, turgor, tekstur kulit, dan kelembaban,
perubahan bentuk dan warna pada kulit.
l) Thorax
Dikaji kesemetrisannya, ada tidaknya suara redup pada perkusi,
kesemetrisan ekspansi dada, ada tidaknya suara ronchi dan whezzing.
m)Abdomen
Ada tidaknya distensi abdomen, asites, nyeri tekan.
n) Ektremitas atas dan bawah
Kesemetrisannya, ada tidaknya oedema, pergerakan dan tonus otot,
serta kebersihan.
25

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma kranial)
2. Resiko cedera berhubungan dengan faktor risiko trauma intracranial
3. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko luka post operasi dan
prosedur infeksi
4. Risiko perdarahan berhubungan dengan faktor risiko trauma: kranial,
kerusakan integritas jaringan pembuluh darah otak
5. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan faktor
risiko trauma kranial, gangguan serebrovaskular berhubungan dengan
peningkatan TIK
6. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini: prosedur
pembedahan yang ditandai dengan batasan karakteristik perilaku agitasi,
gelisah, tampak waspada, afektif ragu, dan fisiologis peningakatan
ketegangan dan keringan serta tremot
7. Risiko syok berhubungan dengan faktor risiko hipovolemia, hipoksia pada
prosedur pembedahan
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya faktor mekanik
post trauma
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dan kurangnya
sumber pengetahuan
10. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis: post
trauma kepala yang ditandai dengan batasan karakteristik ketidakmampuan
mengingat informasi faktual, ketidakmampuan mengingat perilaku tertentu
yang pernah dilakukan, ketidakmampuan mengingat peristiwa, mudah
lupa
35

D. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

No.Dx Diagnosa Keperawatan

Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik yang ditandai oleh adanya Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
bukti nyeri, ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan tentang muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang
karakteristik nyeri, dan perilaku distraksi digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study of
Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.

Tidak Kadang- Secara


Jarang
pernah kadang Sering konsisten
menunjuk
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menunjukk menunjukk menunjukkan menunjukk
kan
an an an

1 2 3 4 5

1605 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi 

Kontrol 160501 Menggambarkan faktor penyebab 


Nyeri
Menggunakan tindakan 
160504
pengurangan nyeri tanpa analgesik
Menggunakan analgesik yang di 
160505
rekomendasikan
160513 Melaporkan perubahan terhadap 
gejala nyeri pada profesional
36

kesehatan
Mengenali apa yang terkait dengan
160511 gejala nyeri 

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5

2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan 


nyeri
210204 Panjangnya periode nyeri 

Menggosok area yang terkena 


210221
dampak
210217 Mengerang dan menangis 

210206 Ekspresi nyeri wajah 

210208 Tidak bisa beristirahat 

210224 Mengerinyit 

210225 Mengeluarkan keringat berlebih 

210218 Mondar mandir 

210219 Focus menyempit 

210209 Ketegangan otot 


37

210215 Kehilangan nafsu makan 

210227 Mual 

210228 Intoleransi makanan 

No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajemen 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsertataudurasi, Membantu pasien untuk
nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek yang mengurangi nyerinya
tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis maupun
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri farmakologis.
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu
makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan dan
antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panasataudingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
38

6482 Manajemen 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang Memanipulasi lingkungan
lingkungan: optimal. pasien untuk mendapatkan
kenyamanan 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat kenyamanan yang optimal
3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang, balutan
yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan

2. Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial

No.Dx Diagnosa Keperawatan

1. Risiko Cedera Definisi :Rentan mengalami cedera fisik aibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang
dapat mengganggu kesehatan.

10 dan lebih 7-9 4-6 1-3 Tidak ada


No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5

1912 Kejadian jatuh 191201 Jatuh saat berdiri

191202 Jatuh saat berjalan

191203 Jatuh saat duduk


39

191204 Jatuh dari tempat tidur

191205 Jatuh saat dipindahkan

191206 Jatuh saat naik tangga

191207 Jatuh saat turun tangga

191209 Jatuh saat ke kamar mandi

191210 Jatuh saat membungkuk

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5

1913 191301 Lecet pada kulit

191302 Memar

Keparahan 191303 Luka gores


cedera fisik Luka bakar
191304

191305 Ekstremitas keseleo

191306 Keseleo tulang punggung

191307 Fraktur ekstremitas

191308 Fraktur pelvis


40

191309 Fraktur panggul

191310 Fraktur tulang punggung

191311 Fraktur tulang tengkorak

191312 Fraktur muka

191313 Cedera gigi

191314 Cedera kepala terbuka

191315 Cedera kepala tertutup

191316 Gangguan mobilitas

191319 Kerusakan kognisi

191320 Penurunan tingkat kesadaran

191321 Trauma liver

191322 Limfa pecah

191323 Perdarahan

191324 Trauma perut

No. NIC Intervensi Rasional


41

6486 Manajemen 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta riwayat Memonitor dan
Lingkungan: perilaku di masa lalu memanipulasi lingkungan
Keselamatan 2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan (misalnya, [bahaya] fisik, biologi dan fisik untuk meningkatkan
kimiawi) keamanan
3. Singkirkan bahan berbahaya dari lingkungan jika diperlukan
4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan berisiko
5. Sediakan alat untuk beradatasi (misalnya, kursi untuk pijakan dan pegangan tangan)
6. Gunakan peralatan perlindungan (misalnya, pengekangan, pegangan pada sisi, kunci intu,
pagar, dan gerbang) untuk emmbatasi mobilitas fisik atau akses pada situasi yang
membahayakan
7. Beritahu pada lembaga yang berwenang untuk melakukan perlindugan lingkungan (misalnya,
dinas kesehatan, pelayanan lingkungan, badan lingkungan hidup dan polisi)
8. Siapkan nomor telefon emergensi untuk pasien (misalnya, [nomor] polisi, dinas kesehatan
lokal dan pusat kontrol racun)
9. Monitor lingkungan terhadap terjadinya terjadinya perubahan status keselamatan
10. Bantu pasien saat melakukan perpindahan ke lingkungan yang lebih aman (misalnya, rujukan
status asisten rumah tangga)
11. Inisiasi danatau lakukan program skrining terhadap bahan yang membahayakan lingkungan
(misalnya, logam berat dan randon)
12. Edukasi individu dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bahan berbahaya yang ada
dilingkungan
13. Kolaborasi dengan lembaga lain untuk meningkatkan keselamatan lingkungan (misalnya,
dinas kesehatan, polisi, badan perlindungan lingkungan)
42

Pencegahan 7. Identifikasi kekurangan kgnisi atau fisik yang mungkin mungkin meningkatkan potensi jatuh Melaksanakan
Jatuh pada lingkungan tertentu pencegahan khusus
8. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh dengan pasien yang
9. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin meningkatkan otensi jatuh memilki risiko cedera
(misalnya, lantai licin dan tangga terbuka) karena jatuh
10. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
11. Bantu ambulasi individu yang memiliki ketidakseimbangan
12. Sediakan alat bantu (misalnya, tongkat dan walker) untuk menyeimbangkan gaya
berjalan (terutama kecepatan)
13. Instruksikan pasien menggenai penggunaan tongkat atau walker dengan tempat
14. Letakkan benda-benda dalam jangkauan yang mudah bagi pasien
15. Berikan tanda untuk mengingatkan pasien agar memita bantuan saat keluar dari tempat
tidur, dengan tepat
16. Gunakan pegangan tangan dengan panjang dan tinggi yang tepat untuk mencegah jatuh dari
tempat tidur, sesuai kebutuhan
17. Sediakan pencahayaan yang cukup dalamrangka meningkatkan pandangan
18. Sediakan permukaan lantai yang tidak licin dan anti selip
19. Pastikan bahwa pasien menggunakan sepatu yang pas, terkait dengan aman,dan sol anti selip
20. Berikan penanda untuk memberikan peringatan kepada staff bahwa pasien berisiko tinggi
jatuh
Identifikasi 1. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu dan dokumentasikan bukti yang menunjukkanadanya Analisis faktor risiko
Risiko penyakit medis, diagnosa keerawatan, serta perawatannya potensial, pertimbankan
2. Kaji ulang data yang didapatkan dari pengkajian risiko secara rutin risko-risiko kesehatan dan
3. Pertimbangkan kesediaan dan kualitas sumebr yang ada (misalnya, psikologis, finansial, memprioritaskan strategi
tingkat pendidikan, keluarga, dan komunitas) pengurangan risiko bagi
4. Identifikasi sumber-sumber agensi untuk membantu menurunkan faktor risiko
individu maupun
5. Identifikasi risiko biologis, lingkungan dan perilaku serta hubungan timbal balik
6. Pertimbangkan status pemenuhan kebutuhan sehari-hari kelompok
43

7. Pertimbangkan kriteria yang berguna dalam memprioritaskan area-area untuk mengurangi


faktor risko (misalnya, tingkat kesadaran dan motivasi, efektifitas, biaya, kelayakan, pilihan-
pilihan, kesetaraan, stigma, dan keparahan hasiljika faktor risiko masih belum terselesaikan)
8. Diskusikan dan rencanakan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko berkolaborasi dengan
individu atau kelompok
9. Implementasikan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko
10.Rencanakan monitor risiko kesehatan dalam jangka panjang
11.Rencanakan tindak lanjut strategi dan aktivitas engurangan risiko jangka panjang

3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi


No.Dx Diagnosa Keperawatan

Risiko Infesksi Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat mengganggu kesehatan

Berat Cukup berat Sedang Ringan Tidak ada


No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5

0703 Keparahan 070301 Kemerahan 


Infeksi
Vesikel yang tidak 
070302
mengeras permukaannya
Cairan (luka) yang 
070303
berbau busuk
070307 Demam 

070330 Ketidakstabilan shuhu 


44

070333 Nyeri 

No. NIC Intervensi Rasional

6540 Kontrol 14. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien. Meminimalkan penerimaan
Infeksi 15. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol institusi. dan transmisi agen infeksi
16. Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
17. Batasi jumlah pengunjung
18. Anjurkan kepada klien menganai teknik cuci tangan yang tepat.
19. Cuci tangan sebelum dan setelah perawatan pasien.
20. Pakai sarung tangan steril yang tepat.
21. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
22. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
23. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada pelayanan kesehatan.
24. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi
6550 Perlindungan 21. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Pencegahan dan deteksi dini
infeksi 22. Monitor kerentanan terhadap infeksi pada pasien berisiko
23. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai.
24. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas yang
membahayakan.
25. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area edema
26. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau
drainase.
27. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup.
28. Anjurkan asupan cairan yang tepat.
29. Anjurkan istirahat.
45

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang
normal normal normal normal normal

1 2 3 4 5

1004 Status Nutrisi 100401 Asupan Gizi 

100402 Asupan makan 

100408 Asupan cairan 

100403 Energi 

100405 Rasio BB/TB 

100411 Hidrasi 

No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi Menyediakan dan
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien meningkatkan intake nutrisi
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan) yang seimbang
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.
46

1120 Terapi nutrisi 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
2. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
47

Evaluasi
1. Tidak ada tanda peningkatan TIK
2. Pasien mampu bicara dengan jelas, menunjukkan konsentrasi, perhatian dan
orientasi baik
3. Peningkatan tingkat kesadaran (GCS 15, tidak ada gerakan involunter
4. TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu
36,5-37,5oC)
5. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
6. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
7. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
8. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Discharge Planning
Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan di
rumah. Beberapa informasi penyuluhan pendidikan yang harus sudah
dipersiapkan/diberikan pada keluarga pasien ini adalah:
a. Pengertian dari penyakit skull defect
b. Penjelasan tentang penyebab skull defect
c. Manifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga
48

d. Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila ada gejala
yang memberatkan penyakitnya
e. Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam menaati
program pemulihan kesehatan
49

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby:
Elsevier.

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Cetakan I.

Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder. New York: Thieme.

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Ramamurthi, Ravi, et al. 2007. Textbook of Operative Neurosurgery. New Delhi: BI


Publications.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8.


Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
50

Lampiran: Clinical Pathway


Cedera otak primer Cedera otak sekunder

Terputusnya kontinuitas atau pengikisan tulang kranium

SKULL DEFECT

Kerusakan kontinuitas NYERI AKUT


RISIKO PERDARAHAN jaringan, kulit, otot, laserasi,
dan pembuluh darah serebral Gangguan integritas kulit

Perdarahan otak atau


hematoma Penurunan asupan oksigen RISIKO
jaringan otak INFEKSI

Perubahan sirkulasi CSS


RISIKO kerusakan jaringan otak
Peningkatan TIK KETIDAK
EFEKTIFAN
PERFUSI Menurunnya
Hipoksia otak KERUSAKAN
JARINGAN fungsi fisiologis
MEMORI
OTAK jaringan otak
RISIKO CEDERA
Prosedur pembedahan post-pembedahan
Pre-pembedahan

ANSIETAS Intra-pembedahan Prosedur invasif

RISIKO SYOK KERUSAKAN


INTEGRITAS
KULIT

DEFISIT
PENGETAHUAN

Anda mungkin juga menyukai