Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2018


UNIVERSITAS PATTIMURA

GANGGUAN DEPRESI

. Disusun oleh:

CECILIA CASANDRA UNEPUTTY


NIM. 2011-83-046

Pembimbing:
dr. David Santoso, Sp. KJ, MARS

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World


Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-empat
penyakit di dunia. Sekitar 20% pada wanita dan 12% pada pria, pada suatu waktu
dalam kehidupannya pernah mengalami depresi.1
Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam terjadi setelah
mengalami suatu peristiwa dramatis atau menyedihkan, misalnya kehilangan
seseorang yang sangat disayangi. Depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan
(suasana hati atau mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan,
murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga, merasa hidupnya hampa dan tidak
ada harapan, pemikirannya berpusat pada kegagalan dan kesalahan diri atau menuduh
diri, dan sering disertai iri dan pikiran bunuh diri. Penderita depresi sering tidak
berminat pada penampilan diri dan aktivitas sehari-hari.2,3
Seseorang bisa jatuh dalam kondisi depresi jika ia terus-menerus memikirkan
kejadian pahit, menyakitkan, keterpurukan dan peristiwa sedih yang menimpanya
dalam waktu lama melebihi waktu normal bagi kebanyakan orang. Bila kondisi
depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya
maka hal itu disebut sebagai suatu gangguan depresi.2,4
Depresi bukanlah gangguan yang homogen, tetapi merupakan fenomena yang
kompleks. Bentuknya sangat bervariasi, sehingga kita mengenal depresi dengan
gejala yang ringan, berat, dengan atau tanpa ciri psikotik, berkomorbiditas dengan
gangguan psikiatri lain atau dengan gangguan fisik lain. Keberanekaragaman gejala
depresi ini diduga karena adanya perbedaan etiologi yang mendasarinya.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri
adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau
tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi,
perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat
gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek
atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang
mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi
terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 2,3 Depresi Mayor merupakan
gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih simptom-simptom selama
dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau ketidaksenangan pada
anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR, adalah
suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi
gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik
yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat
badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas
atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa
besar.2,4,5

II. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dari Major Depressive Disorder
(GANGGUAN DEPRESI) adalah 1,6-3,1 kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan dengan pria dengan insiden yang besar di Amerika dan Eropa Barat.
Episode depresi meningkat karena perbedaan hormonal pada saat haid dan
menopause, stress psikososial, dan kelahiran anak.1,5

3
Berdasarkan usia, Populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun
dengan rata-rata usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan
bahwa usia yang lebih muda onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu
dengan depresi memiliki episode depresi pertama kali pada usia 20 tahun, 50 %
episode pertama antara usia 20 sampai 50 tahun, dan 10% setelah usia 50 tahun.1,5

III. KLASIFIKASI

Depresi mayor termasuk di dalam Gangguan Mood yang menurut ICD 10 Termasuk
dalam bagian F30-F39, yakni:
1. F32 Episode depresif
o F32.0 Episode ddepresif ringan
 Tanpa gejala somatik
 Dengan gejala somatik
o F32.1 Episode depresif sedang
 Tanpa gejala somatik
 Dengan gejala somatik
o F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
o F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
o F32.8 Episode depresif lainnya
o F32.9 Episode depresif YTT
2. F33 Gangguan depresif berulang
o F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
 Tanpa gejala somatik
 Dengan gejala somatik
o F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
 Tanpa gejala somatik
 Dengan gejala somatik
o F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik

4
o F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
o F33.4 Ganguan depresif berulang ,sekarang dalam remisi
o F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya
o F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
3. F34 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap
o F34.0 Siklotimia
o F34.1 Distimia
o F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya
o F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
4. F38 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya
o F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya
 .00 Episode afektif campuran
o F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya
 .10 Gangguan depresif singkat berulang
o F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya YDT
5. F39 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) YTT

IV. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi depresi belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu


dihubungkan oleh banyak faktor sebagai diagnosis depresi dengan melihat beberapa
sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis, dan
sosial berkaitan dengan depresi, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetik,
gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan
dengan tekanan yang besar ini, terutama 3pada modulasi dari kehidupan pada proses
genetic dan neurobiology.1,2,5

 Genetik
Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi

5
Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali
lebih besar untuk depresi dalam keluarga garis pertama dengan depresi, dengan onset
umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi,
kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih
mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh
untuk menderita depresi. Studi anak kembar yang membandingkan kembar
monozigot dan dizygot, memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh
lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas
depresi diturunkan secara genetik antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis
kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik
untuk depresi.1

 Neurobiologi
o Monoamin
Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50
tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan, hipotesis
ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5-HT) di otak
atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak dengan
menghalangi transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan
neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan
penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi
terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi tryptophan deplesi dan
katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat
neurotransmitter atau fungsi pada DEPRESI.1,2,5
o Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal
Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui dikaitkan
dengan depresi. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor pelepasan
kortikotropin / hormon (CRF / CRH) meningkatkan sekresi hormon

6
adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid
mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors beta-
dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas sumbu
hipotalamus hipofisis adrenal dan depresi dikaitkan dengan immunoreactivity CRF
meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus hipotalamus paraventrikular,
dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks frontal. sekresi glukokortikoid lama
menyebabkan efek neurotoksik, terutama pada neurogenesis di hippocampus1
o Tidur
Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama dari
depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah difokuskan
pada disregulasi tidur pada depresi. polysomnography digunakan untuk mendeteksi
gangguan tidur di depresi, dan memperlihatkan beberapa dari tanda-tanda biologis
yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah depresi
menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik, mendahului onset
depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan
peran pathoogenetic untuk gangguan tidur pada depresi.1,5

Tabel 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada depresi mayor 1


 Onset awal REM (Rapid Eye Movement)
 Peningkatan tidur REM
 Peningkatan lamanya REM
 Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS)
 Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam
 Gangguan pada slow wave activity (SWA)

 Neuropsikologi
o Kognitif dan Daya Ingat

7
Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat,
terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai
tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang dan pengambilan daya
ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti pemilihan strategi dan
pemantauan performa.1
Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron
dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan.
Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang
berulang atau kronis atau trauma masa lalu.1
o Lingkungan dan kejadian kehidupan
Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode depresi
pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti kekerasan pada anak,
kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk adalah stres yang paling
umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan bukti yang menyatakan bahwa
stres dan trauma dapat mengakibatkan gangguan sistem biologik pada depresi.1,2,5
Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian saat
hidup dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres tidak
terdapat resiko dalam menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor genetik yang
rendah., tetapi kejadian saat hidup dapat meningkatkan resiko depresi dengan adanya
peningkatan faktor genetik pada depresi.1

V. GEJALA KLINIK
a) Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana
perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk
selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami
kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang
pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa
seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang buruk.1

8
b) Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada
merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga
memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak
memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau
fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah dalam
hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.1,6
c) Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik
adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal
insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah
malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada
malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas
menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi
gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.1
d) Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi,
seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental
atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan,
pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan
kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah
kelumpuhan yang dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang
membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.1
e) Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal
yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi
sering salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung
jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu
porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah
yang muncul kembali.1
f) Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah
hal yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat

9
biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia,
keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.1
g) Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam
makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan
beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun,
pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau
perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi,
berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat
badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak
pada gambaran diri dan harga diri.1
h) Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada
fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat
pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan
(melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan
yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau
katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik
(berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).1,6
i) Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan
bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh
diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri
merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan
motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan hal
yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah
pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya
bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai
berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi
mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk
bunuh diri.1

10
j) Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang
umum pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan
dalam kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal
kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran
pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya
kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna
didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan
frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri
kronis lainnya.1,6

VI. DIAGNOSIS

Menurut DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan


depresi mayor/ major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak
terklasifikasikan.1
MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi
mayor (Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada
pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya
terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus
memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan
beberapa penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.1,5

Kriteria depresi menurut PPDGJ III


F32 Episode depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas

11
Gejala lainnya:
a. konsentrasi dan perhatian berkurang
b. harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di
bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33-)

F32.0 Episode depresif ringan


Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti disebut di
atas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya sampai dengan (g)
- Tidak boleh ada gejala berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
- Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik
F 32.01 = dengan gejala somatik

F32.1 episode depresif sedang

12
Pedoman diagnostik
- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
depresi ringan
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan
urusan rumah tangga

F 32.2 episode depresif berat tanpa gejala psikotik


Pedoman diagnostik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada
- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di antaranya
harus berintensitas berat
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci
Dalam hal demikian, penilaian scara menyeluruh terhadap episode deprsif berat
masih dapat dibenarkan
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf sangat terbatas.

F 32.3 episode depresif berat dengan gejala psikotik


- Episode depresi berta yang memenuhi kriteria menurut F 32.2 tersebut di atas;

13
- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menunjukkan
stupor.
Jika diperlikan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan afek (mood-congruent)

F 32.8 episode depresif lainnya

F32.9 episode depresif YTT


Karakter kelima: F32.00 = tanpa gejala somatik
F 32.01 = dengan gejala somatik

Episode depresi berdasarkan ICD-10 6


Kriteria Umum

1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu


2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untuk
episode hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu
3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik
Gejala Utama

1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir
untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak
responsif terhadap keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu
2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya
menyenangkan
3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat

14
Gejala Lainnya

1. Kehilangan percaya diri atau harga diri


2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak
tepat
3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri
4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi,
seperti keraguan atau kebimbangan
5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis
6. Gangguan tidur
7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat
badan yang sesuai

Tabel 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor 1,5


A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan
memperlihatkan perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood
depresi (2)kehilangan minat
1. Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan
dengan laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat
oleh orang sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah
2. Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal
3. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan
atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anak-anak,
berat badan yang tidak naik
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang
lain, bukan perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau
lamban)

15
6. Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi
delusi) hampir setiap hari
8. Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari
9. Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa
perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.
B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara
klinis
D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-
obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid)
E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement

MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau
saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor
dengan jarak penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki
beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat
keparahan.1
Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola
dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud
agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya.
Tabel 3 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.1

Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD1,2,6


Sub tipe Spesifikasi DSM-IV-TR Kunci
Depresi melankolis Dengan gambaran Mood nonreaktif,
melankolis anhedonia, kehilangan berat
badan, rasa bersalah, agitasi

16
dan retardasi psikomotorik,
mood yang memburuk pada
pagi hari, terbangun di pagi
buta
Depresi atipikal Dengan gambaran Mood reaktif, terlalu banyak
atipikal tidur, makan berlebihan,
paralisis yang dibuat,
sensitive pada penolakan
interpersonal
Depresi psikotik Dengan gambaran Halusinasi atau waham
(waham) psikotik
Depresi katatonik Dengan gambaran Katalepsi, katatonik,
katatonik negativism, mutisme,
mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim pada
klinis sehari-hari)
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif Musiman Onset yang seperti biasa dan
musiman kambuh pada saat musim
tertentu (biasanya musim
gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4
minggu postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD


menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat
keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan

17
dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10,
sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis
gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi
sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.1,7

Tabel 4. Derajat keparahan depresi 1


Keparahan depresi Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 2 gejala tipikal
minat + 4 gejala depresi lainnya 2. 2 gejala inti lainnya
2. Gangguan minor sosial/
pekerjaan
Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 2 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala 2. 3 atau lebih gejala
depresi lainnya inti lainnya
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
bervariasi
Berat 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 3 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala 2. 4 atau lebih gejala
depresi lainnya inti lainnya
2. Gangguan sosial atau pekerjaan Juga dapat dengan
yang berat atau ada gambaran atau tanpa gejala
psikotik psikotik

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)
Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu
hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor.

18
Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat
membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.1

Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1


Gejala Bereavement Episode depresi mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak Tidak ada Ada
berguna/tidak pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah, dll Tidak ada Mungkin ada
Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
Gangguan fungsi Ringan Sedang –Berat

2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum


Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis
khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama
sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD. The Hospital Anxiety
and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan
penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang memfokuskan pada gejala
kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama banyaknya dengan
penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan
neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).1

3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat


Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan
gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat
dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat,

19
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan
adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan, intoksikasi/keracunan, atau kondisi
putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama
gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan
penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung selama beberapa
bulan.1

Tabel 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan


gangguan mood yang dipengaruhi zat1
 Alcohol
 Amfetamin
 Anxiolitik
 Kokain
 Zat-zat halusinogen
 Hipnotik
 Inhalant
 Opioid
 Phencycline
 Sedative

4. Gangguan Bipolar
Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya gangguan
bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi,
dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan
hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika
sedang mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami
episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau manik didalam
kehidupannya. Gejala depresi yang memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk
didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia,

20
makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan Bipolar II
(dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak mengenali hipomania
sebagai suatu kondisi yang abnormal – mereka menerima itu sebagai perasaan yang
baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga
sering menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.1

VIII. PENATALAKSANAAN

Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif


telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien.
Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan
farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan
psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk
depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus
dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau
tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1
Farmakoterapi
Anti depresi

 Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine


 Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine.
 Golongan MAOI_Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN
OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide
 Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline,
Paroxentine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, citalopram.
 Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.4,7,9
Jenis-jenis dari obat antidepresan dibedakan dengan mekanisme kerja masing-masing
(tabel 1). Kebanyakan dari obat antidepresan yang efektif bekerja dengan

21
meningkatkan sinyal dari serotonin dan norepinefrin adalah dengan cara menghambat
proses reuptake pada celah-celah sinaps (Fig 1A &1B).

Beberapa jenis obat tersebut adalah SSRIs, NRI dan obat-obatan dengan cara kerja
ganda yang menghambat pengambilan serotonin dan norepinefrin. Monoamine
Oxidase Inhibitors (MAOIs) bekerja dengan menghambat degradasi monoamine oleh
Monoamine oxidase A atau B. Sementara obat-obat antidepresan yang lain
mengantagonis kerja autoreseptor α2-adrenergik yang mengakibatkan meningkatnya
pelepasan norepinefrin, mengantagonis reseptor 5-hydroxytryptamine2A, atau
keduanya.

 SSRIs(Selective Serotonine Reuptake inhibitor)

22
Pada percobaan klinis, didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan dengan
beberapa macam SSRIs bila dibandingkan dengan dengan beberapa jenis
antidepressan lain adalah kurang bermakna, namun beberapa perbedaan yang spesifik
perlu diperhatikan.
Metabolit aktif fluoxetine memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada
SSRI lainnya, yang menyebabkan fluoxetine hanya diperbolehkan untuk dimakan
satu dosis per hari dan dengan demikian mengurangi efek dari diskontinuasi
pengobatan SSRI. Namun Fluoxetine perlu digunakan secara berhati-hati pada pasien
dengan sindroma bipolar atau pasien dengan riwayat keluarga sindroma bipolar,
karena metabolit aktif yang terdapat dalam darah selama beberapa minggu dapat
memperburuk episode manik pada saat perubahan episode dari depresi ke episode
manik.
SSRI juga dapat digunakan pada pasien yang tidak berespons dengan
pengobatan trisiklik antidepresan, serta pada pasien yang memiliki daya toleransi
yang rendah pada kasus diskontinuasi obat SSRI dan efek kardiovaskular. Meskipun
obat trisiklik antidepresan mungkin memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi
daripada SSRI pada kasus-kasus depresi mayor yang parah atau pada depresi dengan
fitur melankolis, trisiklik antidepresan kurang efektif pada pengobatan kasus bipolar
karena trisiklik antidepresan dapat memacu episode mania atau episode hipomania.
SSRI tidak begitu efektif bila dibandingkan jenis lainnya dalam kasus depresi
yang berhubungan dengan penyakit-penyakit fisik, ataupun pada kasus dimana
terdapat nyeri yang mencolok.
SSRI yang paling menunjukan efektivitas pada anak-anak dan dewasa muda
(18-24 tahun) adalah Fluoxetine.
 NRIs (Norepinephrine Reuptake Inhibitor)
Nortriptyline, maprotiline, dan desipramine adalah NRI trisiklik dengan efek
antikolinergik, sementara reboxetine adalah NRI selektif fengan efektivitas yang
mirip dengan trisiklik antidepresan dan SSRI.

23
 Antidepresan kerja ganda
Serotonin–norepinephrine reuptake inhibitors seperti venlafaxine, duloxetine,
dan milnacipran memblok transporter monoamine lebih efektif daripada trisiklik
antidepresan, dengan efek samping jantung minimal.
Kerja ganda dari antidepresan seperti venlafaxine menunjukan efektivitas yang
lebih tinggi dan nilai remisi yang lebih tinggi pada depresi yang parah bila
dibandingan dengan fluoxetine atau trisiklik antidepresan
Efektivitas duloxetine mirip dengan paroxetine golongan SSRI, sementara
venlafaxine dan duloxetine juga efektif untuk meredakan sakit yang kronis dan
diabteik neuropathy
 MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitor)
MAOI generasi lama yang secara ireversibel dan nonselektif memblok
isoenzim MAO A dan B memiliki efektivitas yang mirip dengan trisiklik
antidepresan. Namun MAOI bukanlah obat pilihan pertama dikarenakan pasien yang
memilih pengobatan dengan MAOI diharuskan untuk mengikuti diet dengan tyramine
rendah untuk mencegah munculnya krisis hipertensi, serta karena MAOI juga
memiliki resiko interaksi obat yang tinggi dengan pengobatan lainnya.
MAOI biasanya dipakai pada pasien yang tidak berespons pada pengobatan
trisiklik antidepresan.
 Antidepresan lainnya
Mirtazapine dapat meningkatkan pelepasan norepinefrin dengan menghambat
autoreseptor a2-adrenergic dan reseptor serotonin 5-HT2A, reseptor serotonin 5-HT3,
serta reseptor hitsamin H-1.
Nefazodone, menghambat reseptor serotonin 5-HT2A dan reuptake serotonin –
dengan begitu memiliki efektivitas yang mirip dengan SSRI namun dengan efek
samping minimal. Nefazodone juga sering dipakai pada depresi pasca melahirkan,
depresi kronis dan depresi major dengan gangguan cemas yang resisten terhadap
pengobatan lainnya.

24
25
26
Interaksi dengan obat-obatan lain
Beberapa obat-obatan dapat ditambahkan dengan antidepresan untuk memperbesar
efek dari antidepresan tersebut (tabel.2). Beberapa dari obat-obatan tersebut juga
dapat mencegah beberapa efek samping, seperti mencegah perubahan episode depresi
menjadi episode mania.

 Mood stabilizer
Lithium merupakan obat antimanik dan berfungsi sebagai mood stabilizer yang
fungsinya untuk mencegah rekurensi dari episode depresi maupun episode manik.
Lithium baik dipakai untuk pasien dengan bipolar, namun tidak dianjurkan untuk
pasien dengan depresi mayor.
Antikonvulsan lamotrigine dapat dipakai pada pasien depresi mayor, dan untuk
pencegahan relaps bipolar. Namun lamotrigine memiliki efek samping
menginduksi Steven Johnson syndrome dan Toxic epidermal nercrolisis meskipun
penurunan dosis secara gradual dapat mengurangi resiko tersebut.
Mood stabilizer lainnya yang termasuk dalam golongan antikonvulsan seperti
asam valproat, divalproex dan carbamazepine biasa dipakai untuk mengobati
episode mania dalam kasus bipolar.
 Obat-obatan antipsikotik
Obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, fluphenazine, dan
haloperidol menginhibisi reseptor dopamin D2, dimana agen antipsikotik atipikal
(clozapine, olanzapine, risperidone, quetiapine, ziprasidone, and aripiprazole)
berperan sebagan antagonis dari 5HT2A. Obat-obatan antipsikotik yang
dikombinasikan dengan antidepresan digunakan untuk mengobati depresi dengan
fitur-fitur psikotik. Atipikal antipsikotik memberikan efek samping
parkinsonisme, akathisia dan diskinesia

27
28
29
Psikologi Terapi 2,4,7,9

 Behaviour therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) berorientasi pada pemecahan masalah dengan
terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang
individu sebagai pengambil keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan
dipecahkan dalam proses terapi. Dengan cara tersebut, pasien sebagai mitra kerja
terapis dalam mengatasi masalahnya dan dengan pemahaman yang memadai tentang
teknik yang digunakan untuk mengatasi masalahnya
Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah :
 Membangkitkan pikiran pikiran negative/ berbahaya, dialog internal atau
bicara sendiri (self-talk), dan interpretasi terhadap kejadian kejadian yang
dialami. Pikiran pikiran negative tersebut muncul secara otomatis, sering
diluar kesadaran pasien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat
kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptive
yang menambah berat masalahnya.
 Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau
menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis
sering didasarkan atas kesalahan logika, maka program Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) diarahkan untuk membantu pasien mengenali dan mengubah
distorsi kognitif. Pasien dilatih mengenali pikiranya, dan mendorong untuk
menggunakan ketrampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap
struktur kognitif yang maladaptive.
 Menyusun desain eksperimen (pekerjaan Rumah) untuk menguji validitas
interpretasi dan menjaring data tambahan unjtuk diskusi di dalam proses
terapi.
 Interpersonal Therapy
 Terapi interpersonal:

30
Dilakukan terhadap pasien yang mengalami konflik saat ini dengan
pihak-pihak lain yang bermakna sehingga ia mengalami kesulitan dalam
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan dalam karier atau peran sosial atau
perubahan hidup lainnya. Banyak dilakukan terhadap depresi sedang dan
berat.
 Intervensi krisis:
Dilakukan terhadap pasien yang sedang mengalami suatu krisis dan
memerlukan tindakan segera (catatan: krisis yaitu suatu respons terhadap
keadaan bahaya atau penuh risiko dan dirasakan/dihayati sebagai keadaan
yang menyakitkan, agar tercapai kembali keadaan seimbang (emotional
equilibrium). Dalam terapi ini kita harus secepatnya membina hubungan
interpersonal yang adekuat serta mengerti peran psikodinamik dan
hubungannya terhadap krisis yang terjadi. Teknik yang dilakukan yaitu
reassurance, sugesti, manipulasi lingkungan dan medikasi psikotropik. Kita
ajarkan kepada pasien untuk menghindari situasi yang berbahaya untuk
mencegah terjadinya kembali krisis di masa yang akan datang.

IX. PROGNOSIS

Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps
terjadi pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien,
58% akan relaps setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah
penyembuhan yang terdahulu. Individu yang mengalami dua episode depresi
terdahulu memiliki 70% kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah
mengalami episode ke tiga memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan
prodres dari penyakitnya, interval antara episode depresi menjadi lebih pendek dan
lebih berat untuk setiap episodenya menjadi lebih luas. Lebih dari 20 tahun,
kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.1,8

31
Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis meunjukkan gejala
yang bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan
sembuh dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh
sementara atau menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis
post MDD, 40% mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami
gejala berulang tetapi tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi
menalami episode depresi mayor. Individu dengan gejala depresi residual yang
menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh, bunuh diri, fungsi psikososial yang
buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi medis lainnya. Sebagai
tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari episode depresi
mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran yang
mengindikasikan kepada gangguan bipolar.
Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indicator prognosis yang dapat
memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam
tingkat kekambuhan pada individu dengan depresi.1,2

32
DAFTAR PUSTAKA

1. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes.


2000. p. 1-57.
2. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update On 2012. Cited on [12
September 2015]: Available from : http://www.Major_depressive_disorder.htm
3. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update On 2012. Cited on [12
September 2015]: Available from : http://www.All About Depression.com
4. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R,
Sharpe M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group
2003. p. 10-3.
5. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. p. 1-89.
6. Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and
experience in psychiatry. 2002. p. 8-12.
7. W. Long P. Mayor depressive Disorder, Treatment. [online]. Updated on Feb.
9, 1998. Cited on [13 September 2015]. p 1-31. Available from :
http://www.mentalhealth.com
8. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Cited on
[13 September 2015]. p 1-6. Available from : http://www.mentalhealth.com
9. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the
surgeon general. [online]. Update 0n 2012. Cited on [14 September 2015]:
Available from : http://www.Mental Health.com
10. Moeller HJ. Department of Psychiatry, Ludwig-Maxmillians University,
Munich, Germany. 2008. [online]. Update 0n 1997. Cited on [14 September
2015] : Vol 9(2). p. 102-14. Available from : file:///D:/18428079.htm
11. Alexopoulos GS, Katz IR, et al. The Expert Consensus Guidelines®:
Pharmacotherapy of Depressive Disorders in Older Patients. A Postgraduate

33
Medicine Special Report. The McGraw-Hill Companies, Inc. October 2001.
[online]. Update 0n 1997. Cited on [14 September 2015]. Available from :
file:///D:/depression.htm
12. Altshuler LL, Cohen LS, Moline ML, Kahn DA, Carpenter D, Docherty JP. The
Expert Consensus Guidelines®: Treatment of Depression in Women. A
Postgraduate Medicine Special Report. The McGraw-Hill Companies, Inc.
March 2001. [online]. Update 0n 1997. Cited on [13 September 2015].
Available from : file:///D:/depression_women.htm
13. N. Henrndon J. Personalized Depression Therapy (PDT). Vallis Solaris press.
2001. p. 4,19-20.

34

Anda mungkin juga menyukai