PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Penyakit Pes (Pesteurellosis) atau Yersiniosis/Plague adalah
penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri
Yersinia pestis. Pes juga disebut penyakit sampar, plague, atau black
death. Penyakit PES merupakan salah satu penyakit yang hebat dan
sangat menular dengan angka kematian yang tinggi. Tikus merupakan
reservoir dan pinjal merupakan vector penularnya, sehingga penularan ke
manusia dapat terjadi melalui gigitan pinjal atau kontak langsung dengan
tikus yang terinfeksi bakteri Yersinia Pestis.
Yersinia Pestis adalah bakteri batang gram negatif yang terlihat
mencolok dengan pewarnaan Wayson. Organisme ini tidak motil dan
tumbuh sebagai anaerob fakultatif di beberapa media bakteriologi.
Pertumbuhan lebih cepat bila berada pada media yang mengandung
darah atau cairan jaringan dalam suhu 30 derajat Celcius.3
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sepanjang sejarah, pinjal Xenopsylla cheopis bertanggungjawab dalam
penyebaran pes bubonik. Setelah pinjal mencerna darah pada hewan
yang terinfeksi bakteri, basili pes dapat bermultiplikasi dan bahkan
membentuk agregat dalam usus depan pinjal. Ketika pinjal yang
ususnya dipenuhi agregat ini mencoba untuk mengisap darah lagi, maka
darah dari usus beserta bakteri akan keluar dan bergerak menuju ke
aliran darah korban berikutnya. Pinjal akan mengering bila berada pada
suhu dan cuaca yang panas dan jauh dari host, namun tumbuh subur
pada kelembapan di atas 65% dan suhu antara 20-26 derajat Celcius
serta dapat bertahan tanpa makan selama 6 bulan.
2
Kejadian penyakit pes pertama kali di Indonesia ditemukan di
Surabaya pada tahun 1910, kemudian di tahun 1916 ditemukan di
Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
a. Distribusi Berdasarkan Orang
3
Gbr 5. Global distribution and natural foci of plague. Natural foci of plague have become
established in local rodent and flea populations on all inhabited continents except Australia.
Sylvatic plague can act as a source of infection for humans. Since 1954, plague in humans has
been reported from more than 35 countries.
(From http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/plague/resources/plagueFactSheet.pdf)
2.3 ETIOLOGI
Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis (Pasteurella pestis), sebuah
basil Gram negatif dalam famili Enterobacteriaceae. Y. pestis dapat
dibagi ke dalam 3 biovariasi/subspesies: Antiqua, Medievalis, dan
Orientalis (Devignat, 1951). Kemudian diusulkan lagi biovar keempat,
Microtus (Zhou, dkk, 2004). Namun biovar keempat ini ditemukan
ternyata tidak virulen pada mamalia yang besar dan manusia. Lebih jauh
lagi diusulkan biovar kelima, Pestoides, yang jauh menyimpang secara
biokimia dari keempat biovar lainnya (Anisimov, dkk, 2004). Strain
Antiqua lebih beragam daripada Medievalis dan Orientalis.
Ada pula yang mengklasifikasikan Y.pestis dengan melihat
keragaman hubungannya dengan host, yaitu: ratti (bila muncul pada
tikus), marmotae (bila muncul pada marmut), dan citelli (bila muncul
pada susliks/tupai tanah Eurasia).
4
Bakteri ini pertama kali diidentifikasi oleh Alexandre J.E Yersin dan
Shibasaburo Kitasato secara terpisah tahun 1894 sebagai coccobasilus
Gram negatif. Yersin lah yang kemudian diakui sebagai penemu bakteri
yang awalnya dinamai Bacterium pestis itu. Y.pestis sendiri adalah
bakteri yang tidak tahan asam, tidak motil, tidak membentuk spora,
berbentuk kokobasil bipolar berukuran 0.5–0.8 x 1.5–2.0 μm. Bakteri ini
menduduki Genus XI dari famili Enterobacteriaceae. Awalnya bakteri ini
diklasifikasikan ke dalam famili Pasteurellaceae, namun berdasarkan
kemiripannya dengan E.coli yang ditentukan dengan studi informasi
herediter pada DNA, bakteri ini kemudian masuk ke dalam famili
Enterobacteriaceae. Meskipun genus Yersinia memiliki 11 spesies, hanya
3 yang patogen pada manusia: Y.pestis, Y.pseudotuberculosis, dan
Y.enterocolitica. Tidak seperti spesies lainnya yang ditularkan ketika
termakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses (oral-fecal),
Y.pestis telah mengembangkan kemampuan transmisi melalui artropoda,
dan juga kemampuan infeksi pada darah dan jaringan limfoid. Berikut
adalah tabel taksonomi bakteri ini.
Kingdom Eubacteria
Phylum Proteobacteria
Class Gammaproteobacteria
Order Enterobacteriales
Family Enterobacteriaceae
Genus Yersinia
5
bercovieri, rohdei, aldovae,
intermedia
6
Gbr 2. Xenopsylla cheopis jantan yang baru saja mengisap darah
7
bubonic plague jarang menular pada orang lain. Bila tidak
dirawat, tipe bubonik akan menghasilkan mortality rate 50-60%.
8
tipe pneumonik sekunder, dan tipe pneumonik sekunder akan
berlanjut menjadi tipe pneumonik primer.
2.5 PATOFISIOLOGI
Hanya dibutuhkan sedikit saja Y.pestis untuk dapat menginfeksi hewan
rodensia dan primata via jalur oral, intradermal, subkutan, dan intravena.
Perkiraan infektivitas jika melalui jalur pernapasan pada primata yang
bukan manusia beragam mulai dari 100 sampai 20.000 Y.pestis.
Setelah dibawa kepada host mamalia oleh gigitan pinjal, pada
temperatur ambien, seharusnya bakteri pes ini dapat difagositosis dan
dibunuh oleh neutrofil. Namun demikian, beberapa bakteri dapat tumbuh
dan berkembangbiak dalam jaringan makrofag. Sedangkan dalam host
berupa manusia, lingkungan tubuh manusia (misalnya suhu tubuh,
kontak dengan sel eukariotik, dan lain-lain) yang merupakan hal baru
bagi bakteri akan membuat bakteri itu mengembangkan mekanisme
pertahanan untuk menjaga dia tetap virulen, berupa serangkaian proses
biokimia. Bakteri pada tahap ini nantinya akan resisten terhadap
fagositosis dan dapat berkembangbiak di luar sel tanpa terganggu.
Selama fase inkubasi, bakteri ini umumnya menyebar ke wilayah
nodul limpa, dimana akan mudah terjadi pernanahan karena radang pada
limpa, yang berlanjut kepada ciri-ciri bubo. Infeksi akan berkembang
terus jika tidak segera ditolong; septikemia akan muncul dan infeksi akan
menyebar ke organ lainnya. Endotoksin bakteri mungkin berperan dalam
terjadinya syok septik, juga dalam mengembangkan resistensi bakteri
terhadap aktivitas bakterisidal dari serum. Nekrosis dan sianosis yang
luas, yang terlihat dalam beberapa kasus septikemik mungkin terkait
dengan aktivitas koagulase aktivator plasminogen, yang terjadi pada
suhu di bawah 37 derajat Celsius.
Jaringan yang umumnya diserang termasuk limpa, hati, paru, kulit,
dan membran mukosa. Infeksi berikutnya pada selaput otak juga terjadi,
khususnya jika terapi antibiotik yang belum optimal diberikan.
9
Pes pneumonik primer, tahap paling parah dari penyakit ini,
meningkat jika terhirup udara yang tercemar bakteri ini. Tahap ini jauh
lebih fatal daripada pneumonik sekunder, karena droplet yang terhirup
sudah berisi bakteri yang resisten terhadap fagositosis.
Pes septikemik primer bisa terjadi dari suntikan langsung basil pes
ke dalam aliran darah, yang berlanjut pada multiplikasi bakteri pada
nodul limpa.
10
mengadakan penelitian dihutan dimana lukanya terkena darah atau
organ tikus yang terinfeksi.
d. Penularan dari orang ke orang dapat pula terjadi melalui gigitan pinjal
manusia Pulex irritans (human flea)
e. Penularan dapat terjadi pada hewan peliharaan seperti anjing dan
kucing khususnya pada masa epizootic. Dimana risiko terjadinya
penularan saat pinjal yang berasal dari hewan mati berpindah pada
hewan peliharaan. Biasanya kucing akan sakit karena pes dan dapat
menularkan secara langsung pada manusia melalui percikan air liur
(droplet) keudaran saat kucing tersebut batuk.
f. Penularan Pes dari orang yang menderita pes paru-paru (pneumonie
plaque) kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan.
g. Penularan melalui kontak langsung dengan nanah penderita bubo.
11
Gbr 7. Siklus penularan pes4
2.6 DIAGNOSIS
Pada dasarnya diagnosis tetap berdasarkan pada dua hal: adanya tanda
dan gejala; serta hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosis presumtif
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi karakteristik organisme dalam
sputum, usapan bronkial/trakeal, darah, bubo, cairan serebrospinal atau
sample jaringan postmortem; bakteri pes adalah bakteri Gram negatif,
kokobasilus intraseluler fakultatif, atau basilus dengan pewarnaaan
bipolar. Dapat digunakan bantuan immunofluorescen untuk sampel
klinis.
Pes dapat juga didiagnosis dengan mengisolasi Y. pestis. Bakteri ini
biasanya ada di darah selama fase septikemik.
Test serologi juga kadang-kadang dapat membantu. Tes ini
mencakup enzyme-linked immunosorbent assays (ELISAs),
12
hemaglutinasi pasif, hemaglutinasi-inhibisi, aglutinasi latex dan fiksasi
komplemen.
2.7 PENATALAKSANAAN
Dilakukan terapi dengan pemberian Streptomycine 3 gr/hari/2
hari atau 2 gr/hari/5 hr, setelah panas hilang diberikan Tetracycline 4-6
gr/hari/2hr atau 2gr/hari/5hari.
Pemberian Chloramphenicol 6-8 gr/hr/2 hari. Dari tindakan
profilaksis atau pencegahan pada anggota keluarga yang kontak serumah
dengan penderita Pes Bubo dan terhadap seluruh warga desa jika ada
penderita pes paru.
2.8 PROGNOSIS
Pes bubo akut memburuk menjadi delirium, syok dan meninggal
dalam 3 – 5 hari jika tidak diobati. Angka mortalitas untuk keseluruhan
pes bubo yang tidak diobati adalah 60% - 90%. Perburukan pes
pneumonia cepat dan hampir selalu mematikan 24 – 28 jam jika tidak
diobati. Jika pes bubo diobati lebih awal, maka angka mortalitas akan
berkurang 10%. Prognosis pada pes pneumonia tetap jelek jika
pengobatan spesifik tidak diberikan dalam 18 hari dimulainya.
2.9 PENCEGAHAN
a. Vaksinasi
Ada dua jenis vaksin yang tersedia: satu yang terbuat dari
bakteri halus yang masih hidup namun avirulen dan yang lain
terbuat dari kultur yang tidak aktif dari bakteri pes, yang bisa
mereduksi tingkat kematian pada saat terjadi epidemi. Untuk
mencegah penyakit pes biasanya akan diberikan vaksinasi otten
yang diberikan setahun sekali.
b. Tindakan Pencegahan
13
Berikut beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pes.
1. Penyuluhan pada masyarakat tentang bahaya penyakit pes
dan cara penularannya
2. Penempatan kandang ternak diluar rumah
3. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung (rat proof)
4. Menyimpan bahan makanan dan makanan pada tempat yang
tidak terbuka
5. Melaporkan kepada petugas puskesmas apabila ada tikus
mati karna sebab yang tidak jelas (rat fall)
6. Tinggi tempat tidur lebih 20 cm dari tanah
7. Manusia penderita pes harus diisolasi dan segera diberikan
pengobatan
8. Orang yang diduga pernah kontak dengan penderita segera
dikarantina dan diawasi
9. Orang yang pernah kontak dengan penderita pes harus diberi
terapi pencegahan dengan tetrasiklin atau sulfonamid
10. Binatang pengerat yang menjadi sumber penularan
diberantas dengan rodentisida sedangkan pinjal diberantas
dengan menggunakan insektisida.
2.10 EDUKASI
Edukasi pada penderita penyakit pes dan keluarganya4, seperti :
1. Memakai pelindung seperti sarung tangan, masker dan lain-
lain saat melakukan kontak fisik dengan penderita.
2. Menghindari kucing peliharaan untuk memakan tikus dalam
bentuk apapun.
3. Menghindari kontak dengan hewan liar.
4. Melindungi hewan peliharaan dari
5. Menghindari daerah dimana terdapat kelompok besar tikus
yang mati tiba-tiba.
14
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penyakit Pes (Pesteurellosis) atau Yersiniosis/Plague adalah
penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh
bakteri Yersinia pestis. Pes juga disebut penyakit sampar, plague,
atau black death. Penyakit PES merupakan salah satu penyakit yang
hebat dan sangat menular dengan angka kematian yang tinggi.
2. Pes disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis (Pasteurella pestis),
sebuah basil Gram negatif dalam famili Enterobacteriaceae.
Reservoar utama dari penyakit pes adalah hewan rodensia, misalnya
tikus, kelinci, bahkan dalam kasus tertentu melibatkan kucing
sebagai sumber penularan ke manusia. Bakteri ditularkan dari tikus
ke manusia melalui gigitan pinjal yang merupakan vektor dari
penyakit ini.
3. Pes dapat diklasifikasikan menjadi pes bubonik, septikemik, dan
pneumonik.
4. Selama fase inkubasi, bakteri ini umumnya menyebar ke wilayah
nodul limpa, dimana akan mudah terjadi pernanahan karena radang
pada limpa, yang berlanjut kepada ciri-ciri bubo. Infeksi akan
berkembang terus jika tidak segera ditolong.
5. Kejadian penyakit pes pertama kali di Indonesia ditemukan di
Surabaya pada tahun 1910, kemudian di tahun 1916 ditemukan di
Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Selanjutnya penyakit pes
menyebar melalui pelabuhan pelabuhan di Cirebon pada tahun 1923
dan pelabuhan di Tegal pada tahun 1927. Sejak tahun 1910 pes
pertama kali masuk ke Indonesia hingga tahun 1960 sudah tercatat
korban meninggal akibat penyakit pes sebanyak 245.375 orang.
16
6. Pinjal menjadi infektif apabila mengisap darah dari inang yang telah
terinfeksi Y.pestis. Pinjal jantan dan betina keduanya mengisap
darah inang dan menyebarkan bakteri pes.
7. Pencegahan primer mencakup vaksinasi dan tindakan pencegahan.
Sedangkan pengobatan perlu didahului oleh diagnosis yang tepat,
dan umumnya digunakan antibiotik.
8. Tindakan pengawasan dan pengendalian berupa pelaporan yang
baik dan pengawasan pada kegiatan surveilans pes.
3.2. Saran
1. Sebaiknya dilakukan peninjauan kembali mengenai tindakan
pencegahan dan pengendalian pes yang sudah dilakukan selama ini dari
segi efektivitas dan efisiensinya.
2. Sebaiknya kegiatan surveilans tetap dijaga kontinuitasnya agar tidak
sempat terjadi epidemi.
DAFTAR PUSTAKA
17
6. Kementerian kesehatan RI. 2012. Profil ksehatan indonesia. Jakarta.
18