Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Ekstrak Kulit Jeruk (Citrus sp.

)sebagai Pembasmi Kutu Putih (Paraacoccus


Marginatus) pada Buah Pepaya

Makalah

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Yang dibina oleh Ibu

Disusunoleh :

Bella Aulia (170342615567)

Nur Alf iMaghfirotus S (170342615579)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

PRODI BIOLOGI

September 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman papaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditi dari
keanekaragaman jenis tanaman buah-buahan yang memiliki nilai eknomis untuk
menambah devisa negara. Secara statistik, produksi buah tropika Indonesia terus
mengalami dinamika dari tahun ketahun. Tanaman papaya dijumpai hampir di seluruh
provinsi Indonesia, karena memiliki kesesuaian iklim yang baik untuk pertumbuhannya
(Anes, dkk.,2012). Sebagai upaya untuk meningkatkan produksi papaya di Indonesia,
pemerintah dihadapkan dengan berbagai permasalahan, salah satunya adanya gangguan
secara fisik (lingkungan makro dan mikro) maupun biotik (jasad renik/penyakit, gulma,
dan serangga) (Cahyono, 1995). Khusus Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada
tanaman pepaya, sekarang ini OPT perlu diwaspadai masyarakat/petani adalah hama kutu
putih papaya (Paracoccus marginatus) yang dapat berpengaruh tehadap produksi dan
kualitas buah.

Kebijakan global pembatasan penggunaan pestisida sintetis dapat menjadi


hambatan dalam ekspor komoditas pertanian. Hal ini karena isu pencemaran lingkungan
membuat negara-negara maju makin waspada yang manifestasinya dapat dilihat dengan
semakin ketatnya peraturan yang berkaitan dengan eco-labelling. Pengendalian yang
relative aman adalah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memerlukan informasi
biologi dan ekologi hama yang akan dikendalikan (Saenong, 2016).

Kulit jeruk merupakan salah satu limbah yang banyak beredar di lingkungan.
Limbah kulit jeruk dapat berasal dari industri minuman, ataupun dari pasar. Pada tahun
2013, jumlah kulit jeruk di Indonesia mencapai 309.678 ton tiap tahunnya. Sejauh ini
belum banyak orang yang mampu memanfaatkan limbah kulit jeruk, khususnya limbah di
pasar, agar menambah nilai jualnya (Kementerian Pertanian, 2013). Pada kulit jeruk
mengandung beberapa senyawa yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut, seperti kandungan
minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri juga dapat mengusir nyamuk, karena
mengandung linalool, geraniol, dan eugenol. Linalool adalah racun kontak yang
meningkatkan aktivitas saraf sensorik pada serangga, lebih tepatnya menyebabkan
stimulus saraf motor yang dapat menyebabkan kejang dan kelumpuhan pada beberapa
serangga (Kardinan, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ekstrak kulit jeruk dapat mengatasi keberadaan kutu putih (Paracoccus
marginatus) pada tanaman pepaya?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui pengaruh bioinsektisida ekstrak kulit jeruk nipis terhadap
kematian hama kutu putih (Paracoccus marginatus).

1.4 Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi mengenai cara mengatasi keberadaan kutu putih
(Paracoccus marginatus) terhadap tanaman papaya.
2. Mengkaji potensi parasitoit pada kulit jeruk sebagai agen pengendalian hayati
pada kutu putih (Paracoccus marginatus).
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pepaya


Tanaman pepaya (Carica Papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropica asal
Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui tumbuh di daerah-daerah basah, kering, daerah
dataran rendah, serta pegunungan (sampai ketinggian 1.000 mdpl). Di daerah dataran tinggi,
sebenarnya papaya dapat tumbuh, tetapi buah yang dihasilkan kurang optimal (Suketi dan
Sujiprihati, 2009).
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh lapisan
masyarakat. Produksi papaya selama lima tahun terakhir termasuk dalam kelompok lima
besar produksi buah-buahan dan buah ini tersedia sepanjang tahun. Secara agro klimatologi,
tanaman ini tidak memerlukan kondisi spesifik sehingga komoditas ini dapat berkembang
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Budidaya yang dilakukan oleh sebagai petani hanya
dengan memanfaatkan areal sekitar pekarangan. Namun, akhir-akhir ini komoditas papaya
mempunyai peluang untuk dibudidayakan secara komersial (Muljana, 1997).
Salah satu kendala yang dalam penanaman pepaya di daerah tropis adalah tingginya
serangan haman dan penyakit. Curah hujan dan kelembapan yang tinggi sepanjang tahun
mengakibatkan perkembangan hama yang sangat cepat. Fluktuasi suhu yang ekstrem juga
berperan dalam penyebaran hama. Akhir-akhir ini terdapat hama baru yang menyerang
tanaman pepaya, yaitu kutu putih papaya (Paracoccus marginatus). Hal ini tentu sangat
berpengaruh terhadap produksi dan kualitas buah (Suketi dan Sujiprihati, 2009)

2.2 Kulit Jeruk


Tanaman jeruk sudah tumbuh di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu, baik tumbuh
secara alami maupun dibudidayakan. Tanaman buah jeruk yang ada di Indonesia adalah
peninggalan bangsa Belanda, yang telah mendatangkan jeruk keprok dan jeruk manis dari
Itali dan Amerika. Jeruk merupakan buah yang banyak mengandung zat gizi, vitamin dan
mineral. Menurut hasil penelitian jeruk dapat bermanfaat mencegah berbagai penyakit
seperti, penyakit kanker dan penyakit stroke. Sayangnya, selama ini jeruk terkenal hanya
merupakan sumber vitamin C. Padahal, buah jeruk ini juga mengandung berbagai zat gizi
esensial lainnya, yang meliputi : karbohidrat (serat makanan dan zat gula), kalium,
magnesium, tembaga, kalsium, fosfor, folat, thiamin, niacin, riboflavin, vitamin B6, asam
pantotenat, dan senyawa fitokimia.
Menurut Albrigo dan Carter (1977), dalam Mauliyah, N.H, (2006) buah jeruk jika dilihat
dari bagian luar ke arah dalam, mempunyai bagian-bagian utama : kulit, segmen-segmen dan
core. Kulit jeruk tersusun atas bagian epidermis, flavedo, kelenjar minyak, dan bagian paling
dalam ikatan pembuluh. Bagian segmen-segmen jeruk,terdiri dari dinding segmen, rongga
cairan dan biji jeruk. Sedangkan core jeruk adalah bagian tengah yang terdiri dari ikatan
pembuluh dan jaringan parenkim. Pembuatan produk minuman sari buah jeruk, akan
menghasilkan limbah yang berupa kulit jeruk, ampas dan biji jeruk. Saat ini limbah tersebut
hanya digunakan sebagai pakan ternak atau hanya dibuang sebagai limbah industri.

2.3 Kutu Putih (-klasifikasi kutu putih)


Kutu putih papaya (Paracoccus marginatus) merupakan hama baru yang menjadi
masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia. Serangga ini diketahui
keberadaannya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya
Bogor, Jawa Barat (Rauf, 2008). Paracoccus marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang
seluruh tubuhnya diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih. Tubuh berbentuk oval dengan
embelan seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek. Hama ini terdiri
dari jantan dan betina, dan memiliki beberapa fase perkembangan yaitu: fase telur, pradewasa
(nimfa), dan imago. Telur P. marginatus berbentuk bulat berwarna kuning kehijauan dan
ditutupi oleh massa seperti kapas dan akan menetas dalam waktu 10 hari setelah diletakkan
(Walker et al., 2003).
Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak
dengan cara menghisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari buah sampai
pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti terbakar. Hama ini
juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga sehingga
tanaman yang diserang akan berwarna hitam (Oktarina, 2012). Kutu putih dewasa jantan bisa
berukuran 3 mm dan bersayap. Induk betina yang mampu bertelur hingga 500 butir, yang
diletakkan dalam satu kantung telur terbuat dari lilin. Dengan siklus hidup sepanjang sebulan
.P.marginatus bisa berkembangbiak 11-12 generasi dalam setahun (Rauf, 2008).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian (-gambar peta)

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan,


Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilakukan selama dua minggu, dimulai dari tanggal
X sampai tanggal Y.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri atas 5
perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan. Taraf konsentrasi ekstrak
kulit jeruk nipis sbb :
A = Kontrol (tanpa pemberian ekstrak),
B = Ekstrak konsentrasi 10 %
C = Ekstrak konsentrasi 20 %,
D = Ekstrak konsentrasi 40 %
E = Ekstrak konsentrasi 80 %

3.3 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah kaca arloji, kuas, saringan,
blender, gelas becker, gelas ukur, neraca analitik, pipet tetes, handsprayer, pemgaduk.
Bahan-bahan yang digunakan adalah kulit jeruk, aquarius, hama kutu putih pepaya P.
marginatus, kantong plastik.

3.4 Variabel Penelitian

3.5 Pembuatan Ekstrak

Teknik yang dapat digunakan untuk memperoleh minyak atsiri ada beberapa proses,
yaitu dengan proses : pengepresan, penyulingan, ekstraksi pelarut, maserasi dan enfleurasi
(Guenther 1987). Proses ekstraksi adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan
menggunakan pelarut organik yang bersifat mudah menguap. Ekstraksi umumnya dapat
dilakukan dalam tempat yang disebut ”extractor”. Ekstraksi menggunakan pelarut organik
biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak karena
pemanasan dengan uap dan air, misalnya untuk mengekstrak minyak atsiri dari bunga-
bungaan misalnya bunga melati, mawar, cempaka, kenanga, lily, dan lainlain. Pelarut yang
digunakan dalam proses ekstraksi yaitu: alkohol, petroleum eter, dan benzene (Guenther,
1987).

Kulit buah jeruk sebanyak 500 gr direbus dengan 500 ml aquades selama satu jam
(Perbandingan 1 : 1). Hasil rebusan didiamkan selama 24 jam kemudian larutan dipisahkan
dari ampasnya disaring dengan saringan (25 mesh). Hasil saringan (dianggap konsentrasi
100 %) siap diencerkan berdasarkan perlakuan (Herminanto, 1996).

3.6 Aplikasi

Aplikasi ekstrak kulit jeruk nipis dilakukan dengan menggunakan handsprayer


berdasarkan perlakuan hama kutu putih dimasukkan dalam gelas arloji dan masing-masing
diisi dengan lima ekor kutu putih. Penyemprotan dilakukan secara serempak sebanyak dua
hari sekali dan untuk variabel kontrol penyemprotan menggunakan air biasa.

3.7 Analisis Data

Untuk mengetahui apakah perlakuan berpengaruh nyata atau tidak, maka dilakukan
Uji F. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji BNJ Taraf 5 %.
(uji homogenitas)

Anda mungkin juga menyukai