Anda di halaman 1dari 3

KPAI Desak Terbitnya Perpres Perlindungan Anak di

Sekolah
Komisi Perlindungan Anak Indonesia mendorong agar peraturan presiden tentang pencegahan
kekerasan di satuan pendidikan dapat segera diterbitkan guna mencegah meningkatnya
kekerasan terhadap anak di sekolah.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto di Kantor Wakil
Presiden, Jakarta, usai dirinya bersama Komisioner KPAI lainnya diterima Wakil Presiden Jusuf
Kalla, Senin.
"Ini karena sudah berproses dua tahun, sementara kasus kekerasan terus terjadi dengan
berbagai pola dan modelnya, dengan harapan bahwa dengan terbitnya perpres pencegahan
kekerasan di satuan pendidikan benar-benar menjadi pijakan baru untuk mewujudkan sekolah
yang ramah anak," katanya didampingi para komisoner lainnya.
Kekerasan terhadap anak tersebut, menurut dia, juga menjadi perhatian Wakil Presiden Jusuf
Kalla.
Dalam kesempatan tersebut, Wapres juga menanyakan perihal video kekerasan yang viral di
media sosial baru-baru ini.
Selain itu, pihaknya juga menyampaikan dorongan untuk perbaikan sistem jaminan kesehatan
nasional.
"Kasus Debora yang saat itu cukup heboh tentu menjadi atensi khusus bagi KPAI agar sistem
jaminan kesehatan nasional juga mengintegrasikan perspektif terkait dengan penanganan anak
sebagai korban," katanya.
KPAI dalam kesempatan bertemu dengan Wapres juga menyampaikan pentingnya komitmen
pemerintah untuk pendidikan pengasuhan yang ramah anak melalui pendidikan pranikah dan
pendidikan keorangtuaan.
Selain itu, KPAI juga menyampaikan agar iklan rokok dengan alasan apa pun di televisi untuk
dilarang dengan memasukkannya ke dalam revisi UU Penyiaran yang saat ini tengah dibahas.
"Karena UU Penyiaran saat ini memang masih menggunakan mazhab pembatasan iklan rokok
bukan larangan. Kedua, kita juga menginginkan bahwa di UU Penyiaran nanti melarang iklan-
iklan yang bermuatan kekerasan bullying, dan juga stupidity yang bermuatan tidak mendidik
bagi anak-anak bangsa kita," katanya. ( Muhammad Arief Iskandar/AntaraNews)

1
KPAI Identifikasi Kategori Anak Korban
Terorisme
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mengidentifikasi kategori
anak yang menjadi korban terorisme. Pertama, anak jadi korban langsung terorisme
karena tindak kejahatan teroirsme menyebabkan anak kehilangan hak pengasuhan,
kehilangan kesempatan untuk mendapat hak kesehatan, pendidikan, dan sejenisnya.

Kedua anak yang terpapar ajaran radikalisme dengan berbasis agama karena ajaran
agama yang berbasis radikalisme akan bermuara tindak pidana terorisme. Anak
terpapar ajaran radikalisme, terorisme bisa juga dari orang tua, lingkungan, warnet,
media digital.

"Ini tanggung jawab seluruh pihak, dalam hal ini negara harus bisa memfasilitasi
pemastian hak-hak dasar anak. Dengan itu anak bisa imun dari pengaruh negatif," ujar
Ketua KPAI Asrorun Ni'am di Jakarta, Selasa, 21 Maret 2017.

Menurutnya, serangan terorisme baik dalam bentuk propaganda maupun aksi, tidak
hanya menyasar kaum remaja maupun dewasa, tapi juga anak kecil. Kondisi ini, kata
dia cukup memprihatinkan, karena anak-anak adalah harapan bangsa di masa
mendatang.(Baca: KPAI Desak Pemerintah Keluarkan Perppu Kejahatan Seksual
Anak)

"Anak yang diduga tindak pidana terorisme, harus ditangani secara tidak keras, tapi
dengan pemulihan. Jika memungkinan pendekatan yang bermuara pada pemulihan
anak, bukan penghukuman sebagai wujud pembalasan," ucapnya.

2
Kemen PPA Wacanakan Pelarangan
Penggunaan Ponsel pada Anak
BANDUNG BARAT - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPA) sedang berkomunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk
melarang penggunaan telepon selular pada anak-anak. Langkah ini dilakukan untuk
menekan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Indonesia yang saat ini
masih sangat tinggi.

"Kami sedang berkoordinasi dengan Menkominfo dan Menteri Pendidikan untuk


membuat keputusan membatasi penggunaan telepon selular pada anak-anak," kata
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise
saat temu wicara dengan kader Posdaya di Lembang, Bandung Barat Kamis
(31/8/2017). Hadir Bupati Bandung Barat Abubakar, istrinya Elin Suharliah, dan Kadis
Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Asep Wahyu FS.

Menurut Yohana pembatasan penggunaan telepon selular pada anak harus secepatnya
dilakukan. Sebab, keberadaan gadget yang sudah menyasar kalangan anak jika tidak
dikontrol dan diperhatikan akan sangat berbahaya. Terutama banyaknya konten negatif
dan kekerasan yang bisa ditiru oleh anak.

Pihaknya menargetkan pada 2030 Indonesia bebas dari kekerasan kepada anak dan
perempuan. Untuk itu keberadaan Satgas PPA yang dibentuk tahun lalu akan
diberdayakan untuk menghentikan, mendeteksi, dan melaporkan ketika ada kejadian
kekerasan pada anak dan perempuan. Peran Satgas ini juga bisa hingga kepada
pendampingan psikologis dan hukum.

"Selain itu yang jadi perhatian kami adalah angka kematian ibu yang masih tinggi yakni
369/100.000 warga dari target 173/100.000 warga, yang diakibatkan pernikahan dini,"
tandasnya.

Yohana pun memuji keberhasilan penanganan kasus kekerasan pada anak dan
perempuan di KBB. Sehingga KBB mendapatkan penghargaan sebagai Kota Layak
Anak Tingkat Pratama Nasional 2017, dan Pengarusutamaan Gender Anugrah
Parahuta Eka Praya Utama Nasional 2016.

Anda mungkin juga menyukai