BAB I
PENDAHULUAN
Pada awalnya tanah hanya digunakan sebagai tempat untuk tinggal atau
sebagai tempat untuk kegiatan industri, kegiatan –kegiatan usaha lain, bangunan-
Tanah memiliki nilai yang tinggi dilihat dari kacamata apa pun. tanah
adat- istiadat dan ritus keagamaan. Begitu bernilainya tanah sehingga manusia
yang merupakan makhluk sosial akan mempertahankan tanah nya dengan cara
apapun, Hal itu sudah dilakukan jauh sebelum kebudayaan terbentuk. Tatkala
kebudayaan terbentuk dan berkembang, perang demi perang tetap saja dilakukan
1
Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia,
Malang, 2007, hlm.1
manusia untuk mempertahankan dan meluaskan teritori. Hal ini berlangsung
hingga sekarang2
Pentingnya tanah bagi kehidupan manusia sehingga tidak heran dan tidak
jarang jika setiap manusia ingin memilikinya, yang biasanya menimbulkan akibat
banyak kasus sengketa batas tanah dengan hak milik di dalam masyarakat.
politis, sosial, ekonomis dan hankamnas, yang kait mengkait, dapat dibedakan
entah sebagai faktor produksi atau sebagai ruang (tempat tinggal atau usaha)3.
Melihat perubahan yang pesat akan perubahan fungsi tanah atas kebutuhan
keteraturan dalam bidang pertanahan dalam bentuk peraturan dan hukum agraria4.
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang biasa disebut
2
Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan,KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta, 2012, hlm.1
3
Abdul Hamid, Politik Hukum Agraria, Tunas Gemilang Press, Palembang, 2011, hlm.1
4
Petrus R.G. Sinaga, Sertifikat Hak Atas Tanah dan Implikasi Terhadap Kepastian
Kepemilikan Tanah, Lex et Societatis, Vol.II No.7, 2014, hlm. 52
Undang-Undang Pokok Agraria dan disingkat UUPA. UUPA merupakan
dua hal yang harus diperhatikan, yaitu perlu adanya hukum tanah yang tertulis dan
pendaftaran tanah, bearti berbicara tentang salah satu usaha dalam mewujudkan
tertentu;
terjadi kemudian
5
Abdul Hamid, Op.Cit, hlm. 1
Kegiatan pendaftaran tanah mempunyai tujuan untuk menjamin kepastian
hukum dan kepastian hak atas tanah. Hal ini dilakukan bagi kepentingan
pemegang hak atas tanah, agar dapat dengan mudah membuktikan bahwa dialah
yang berhak atas suatu bidang tanah tertentu, melalui pemberian Sertifikat Hak
Atas Tanah. Kepastian hukum yang dimaksud dalam kegiatan pendaftaran tanah
1. Kepastian hukum mengenai orang atau badan yang menjadi pemegang hak
(subjek hak);
2. Kepastian hukum mengenai lokasi, batas, serta luas suatu bidang tanah hak
berikut:
tanah.
Hal ini diatur sebagaimana telah ditetapkan dalam pasal 19 ayat(1) UUPA
6
Aartje Tehupeiory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, RAIH ASA SUKSES,
2012, hlm.6
7
Ibid., halaman 11
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
pendaftran tanah sebagai yang pada hakikatnya sudah ditetapkan oleh pasal 19
dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu.
merupakan bukti hak/kepemilikan atas tanah dalam hal ini dibuat oleh PPAT
sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan
pembebanan hak yang bersangkutan. Namun banyak kita jumpai prosedur untuk
8
ibid
pelaksanaan (peralihan atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan
perbuatan hokum pemindahan hak) atau pemindahan hak atas tanah (hak atas
tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain), misalnya dalam
jual beli tanah sangat ketat, tapi dalam setiap peralihan atau pemindahan hak atas
tanah selalu terbuka kemungkinan adanya tuntutan dari pihak ketiga, bahwa tanah
tersebut adalah miliknya. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh adanya pihak
ketiga yang merasa mempunyai hak ataupun kesalahan pihak yang bersangkutan
karena belum melakukan pendaftaran hak atas tanah dikarenakan hilangnya bukti
1. Manfaat Teoritis.
2. Manfaat Praktis
yang belum bersertifikat. Juga penulis juga berharap penulisan ini akan
Pada penelitian ini penulis menggunakan sumber data sekunder yang dititik
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hokum yang bersifat mengikat seperti
yang berlaku.
c. Bahan hokum tersier, yaitu bahan hokum yang menjelaskan bahan hokum
dan lainnya.
masyarakat serta PPAT selaku pihak yang berwenang dalam pembuatan Akta Jual
hokum yang ada dalam menjawab akibat hukum dari hilangnya bukti peralihan
hak tanah terhadap tanah waris yang belum bersertifikat. Dalam membahas pokok
baik terhadap bahan hokum primer, bahan hokum sekunder dan bahan hokum
tersier.
Hamid, Abdul. 2011. Politik Hukum Agraria, Palembang :Tunas Gemilang Press
Sinaga, Petrus R.G. 2014. Sertifikat Hak Atas Tanah dan Implikasi Terhadap
Kepastian Kepemilikan Tanah. II(7): 52