Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN

SUSPEK TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SETELUK


KABUPATEN SUMBAWA BARAT

Akmal Thariq

Dosen Pembimbing : 1. Ns. Septi Dewi Rachmawati, S.Kep., M.Ng


2. Ns. Annisa Wuri Kartika, S.Kep.,M.Kep

ABSTRAK

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ
tubuh lain. Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. World Health
Organization (WHO) telah menetapkan kedaruratan global, tuberkulosis tidak terkendali di
sebagian besar negara di dunia, disebabkan banyaknya penderita tuberkulosis yang tidak berhasil
disembuhkan. Penjaringan suspek TB paru memegang peranan yang sangat penting dalam
penanggulangan penyakit TB paru untuk memutus mata rantai penularannya, dan salah satu hal
yang penting diperhatikan adalah pola pencarian pengobatan. Pasien TB paru yang tidak segera
ditangani sangat berbahaya karena dapat menjadi sumber penularan ke masyarakat di sekitarnya,
dan akan menyebarkan penyakitnya ke masyarakat luas. Penelitiannini bertujuana untuk
mengetahui hubungan antara persepsi dengan perilaku pencarian pengobatan suspek TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Seteluk Kabupaten Sumbawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode
analitik korelatif dengan pendekatan cross-sectional, menggunakan sampel sebanyak 35 orang.
Analisis statistik yang digunakan adalah Uji Chi Square, didapatkan p-value sebesar 0,01, p-value
<0,05 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan perilaku
pencarian pengobatan suspek TB paru, dengan OR 14,167 yang berarti responden dengan persepsi
positif 14,167 kali cenderung memiliki perilaku pencarian pengobatan yang baik dibandingkan
dengan responden yang memiliki persepsi negatif.

Kata Kunci : Suspek TB Paru, Persepsi, Perilaku Pencarian Pengobatan, TB Paru


PENDAHULUAN masyarakat luas. Keadaan ini perlu mendapat
perhatian untuk tetap melakukan penemuan kasus
Tuberkulosis merupakan salah isatu masalah TB paru positif, sehingga penderita TB paru segera
kesehatan utama di dunia. Mycobacterium terjaring dan memperoleh pengobatan yang tepat
tuberculosis menginfeksi hampir seperempat (Sormin, 2016).
penduduk dunia. World Health Organization Hasil penelitian Sormin (2016) tentang
(WHO) telah menetapkan kedaruratan global karena hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku
penyakit tuberkulosis tidak terkendali di sebagian pencarian pengobatan pasien TB paru diperoleh
besar negara di dunia. Hal ini disebabkan oleh hasil sebanyak 38 orang (63,3%) responden mencari
banyaknya penderita tuberkulosis yang tidak pengobatan ke tenaga kesehatan (baik swasta
berhasil disembuhkan (Kemenkes RI, 2011). maupun pemerintah), 22 orang (36,7%) masih
Tuberkulosis di dunia menduduki peringkat mencari pengobatan ke non tenaga kesehatan.
kedua penyebab kematian akibat penyakit infeksi Penelitian ini serupa dengan penelitian Wulandari
setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). (2012) tentang peran pengetahuan terhadap perilaku
Pada tahun 2013, diperkirakan sekitar 9 juta jiwa pencarian pengobatan suspek TB paru di Indonesia
terinfeksi kuman tuberkulosis dengan 1,5 juta jiwa yang mendapatkan responden yang mencari
meninggal akibat tuberkulosis secara global (WHO, pengobatan ke tenaga kesehatan sebanyak 76,5%.
2014). Di Indonesia, tuberkulosisi merupakan Menurut WHO (1990) dalam Notoatmodjo
masalah lutama kesehatan masyarakat. Tuberkulosis (2014), seseorang berperilaku kesehatan karena
menduduki peringkat pertama penyebab kematian adanya 4 alasane pokok, yaitu pemikirane dan
akibat penyakit menular, peringkat ketiga dari 10 perasaang (though and feeling), yang meliputi
penyakiti pembunuh tertinggil yang menyebabkan pengetahuan, kepercayaan (belief), sikap (attitude)
100.000 ikematian tiap utahun (Sarwani, 2012). dan nilai (value) terhadap kesehatan; orang epenting
Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia merupakan sebagai referensic (personal preferences); sumber
kelima terbanyak di dunia setelah India, China, daya (resources) yang meliputi fasilitas uang,
Nigeria dan Pakistan (WHO, 2014). Pada tahun waktu, tenaga, dsb; serta kebudayaan (culture).
20131 ditemukan jumlah ikasus baru BTA positif Notoatmodjo (2014) menjelaskan bahwa
sebanyak 196.310 kasus dengan proporsi BTA masyarakat eatau anggota nmasyarakat yang sakit
positif 60% (Depkes RI, 2013). Nusa Tenggara namun tidak merasakan sakite (diseases but no
Barat termasuk dalam provinsi di Indonesia yang illness), tidakk akan xbertindak vapa-apa oterhadap
beluml dapat tmencapai langka lpenemuan vkasus penyakitnya. Tetapi bila mereka menderita sakit dan
(CDR) 70% (Kemenkes RI, 2011). merasakang sakit smaka barub akang timbul
Prevalensia TBb paruc die Indonesiaf masih berbagaij macamg perilakut dan usahai agar sembuh
tinggi, gsehingga hsetiap iorang yang jdatang ke dari penyakitnya. Berbagai respon dilakukan orang
fasilitas pelayanan kesehatan kdengan ngejala batuk apabila menderita suatu penyakit, yaitu: tidak
berdahako selamap 2-3 minggu atauq lebih, rbatuk bertindak apa-apa (no action), mengobati sendiri
darah, sesak snafas, tbadan ulemas, vnafsu wmakan (self treatment), mencari pengobatan ke fasilitas
menurun, xberat ybadan zmenurun, malaise, pengobatan tradisional (traditional remedy),
berkeringat malam hari (tanpa kegiatan fisik), mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan
demam ameriang blebih dari csatu bulan, dianggap modern.
sebagaic tersangkad (suspek) TBe paru, danf perlu Persepsi terkait penyakit TB merupakan hal
dilakukang pemeriksaan hdahak secara mikroskopis penting karena dapat mempengaruhi tingkat
langsung (Kemenkes RI, 2014). kepatuhan pengobatan dan upaya pengendalian
Penjaringan suspek TB paru memegang penyakit tersebut (Ikhwanuliman dkk, 2012).
peranan yang sangat penting dalam upaya Persepsic adalah eproses xdi manaf individu
penanggulangan penyakit TB paru untuk memutus mengaturi danu menginterpretasikang kesan-kesan
mata rantai penularannya, dan salah isatu hal jyang sensoriss guna mmemberikank artie bagi
penting diperhatikanj adalah polap pencarian lingkungan. Persepsi masyarakat terhadap penyakit
pengobatan (Nizar, 2017). Pasien TB paru yang TB erat hubungannya dengan perilaku pencarian
tidak segera ditangani, padahal menderita TB paru pengobatan. Persepsi akan menyebabkan timbulnya
positif, hal ini berbahaya karena penderita akan perubahan perilaku dalam diri seseorang. Persepsi
menjadi sumber penularan ke masyarakat di dianggape akanh menentukan bagaimana seseorang
sekitarnya, dan akan menyebarkan penyakitnya ke akanc memilih, qmenghimpun, dan imenyusun,
serta memberiz arti yyang kkemudian Variabel Penelitian
mempengaruhii tanggapann (perilaku) yyang aakan
muncul dari dirinya (Robbins, 2014). Variabel independen dalam penelitian ini
Hasil pre-survey peneliti ke Puskesmas adalah persepsi suspek TB paru, dan variabel
Seteluk, didapatkan jumlah suspek TB paru pada dependen adalah perilaku pencarian pengobatan
bulan September-November 2018 sebanyak 38 suspek TB paru.
orang, 5 orang diantaranya mengatakan tidak rutin
berobat, mereka berobat jika batuknya dirasakan Lokasi dan Waktu Penelitian
bertambah berat dan tidak sembuh dengan minum
obat yang dibeli di toko obat atau setelah berobat ke Penelitian dilakukan di wilayah kerja
dukun. Mereka mempunyai persepsi bahwa Puskesmas Seteluk Kabupaten Sumbawa Barat pada
penyakit tuberkulosis merupakan penyakit batuk bulan Desember 2018.
biasa. Suatu persepsi pasien dapat menentukan
respon pasien terhadap anjuran pengobatan (Niven, Instrumen Penelitian
2012).
Berdasarkann uraiann di atass penelitii Instrumen yang idigunakan dalam penelitian
tertarik uuntuk mmeneliti hhubungan aantara ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah suatu
persepsi dengan perilaku pencarian pengobatan dokumenn yang berisic beberapa pertanyaan
suspekk TB pparu ddi owilayah kkerja lPuskesmas maupun. pernyataan yang, sengaja dibuat
Seteluk Kabupaten Sumbawa Barat. berdasarkan iindikator suatu variabell yang
diberikan untukk mengetahui rrespon lresponden
METODOLOGI PENELITIAN terhadapp setiap iitem pernyataann atau pertanyaan.
Kuesioner penelitian ini terdiri dari karakteristik
Desain Penelitian responden, Brief Illness Perception Questionnaire
(B-IPQ), kuesioner Treatment Seeking Behaviour.
Penelitian iini menggunakanj metode analitik Karakteristik responden yang ada dalam
korelatiff dengan pendekatanc cross-sectional tyang kuesioner antara lain: umur, jenis kelamin,
bertujuann untuk nmengetahui hubungann antara pekerjaan, dan pendidikan. Untuk variabel persepsi
persepsi dengan perilaku pencarian pengobatan digunakan kuesioner Brief Illness Perception
suspek TB paru di wilayah kerja Puskesmas Seteluk Questionnaire (B-IPQ) yang dikembangkan oleh
Kabupaten Sumbawa Barat. Dilakukan dengan Elizabeth Broadbent (2006), digunakan untuk
menggunakan ipendekatan observasil dan mengukur persepsi seseorang terhadap penyakit
pengumpulan ddata sekaliguss pada iwaktu iyang yang dialaminya. Kuesioner ini telah diterjemahkan
bersamaani.. ke dalam Bahasa Indonesia oleh Dicky Tahapary
dkk (2014). Kuesioner terdiri dari 8 pernyataan.
Populasi dan Sampel Pernyataan dalam bentuk interval dengan rentang
nilai 0-10. Total skor maksimal pada kuesioner
Populasi ddalam ppenelitian iini adalah adalah 80 dan skor minimal adalah 0. Interpretasi
seluruh suspek TB paru pada bulan September- kuesioner dikategorikan menjadi 2, yaitu positif dan
November 2018 di wilayah kerja Puskesmas negatif. Untuk variabel perilaku pencarian
Seteluk Kabupaten Sumbawa Barat yang berjumlah pengobatan digunakan kuesioner Treatment Seeking
38 orang. Behaviour yang dikembangkan oleh Bahrami dkk
Pengambilan sampel dalam penelitian ini (2014). Kuesioner terdiri dari 6 pernyataan. Total
menggunakan metode non probability sampling, skor maksimal pada kuesioner adalah 6 dan skor
dengan teknik purposive sampling yaitu penentuan minimal adalah 0. Interpretasi kuesioner
sampell dengann caraa memilihl sampeli di aantara dikategorikan menjadi 2, yaitu baik dan buruk.
populasii sesuai dengan pilihan epeneliti
berdasarkann tujuane atau emasalahi sehingga
sampelc dapatt mewakilie karakteristikk populasi.
Jumlah sampel dalam penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin,
didapatkan hasil sampel minimal yang akan diteliti
berjumlah 35 responden.
HASIL PENELITIAN Persepsi

Analisis Univariat Tabel 5.2 Persepsi


Persentase
Persepsi Frekuensi
KarakteristikqResponden (%)
Positif 19 54.3
Responden dalam penelitian ini dikategorikan Negatif 16 45.7
dalamn beberapa kkarakteristik, nmeliputi ousia, Total 35 100.0
jeniss kelamin, ppendidikan, ddan ppekerjaan.
Dari tabel 5.2 didapatkan rresponden yyang
Tabel 5.1 Karakteristik Responden memilikii persepsi positif sebanyak 19 orang
Persentase (54,3%), dan yang memilikii persepsic negatif
Karakteristik Frekuensi
% sebanyak 16 orang (45,7%).
Usia
17-25 tahun (Remaja) 6 17.1
26-45 tahun (Dewasa) 20 57.2 Tabel 5.3 Distribusi Silang Data Karakteristik
46-55 tahun (Pra Lansia) 6 17.1 Responden dengan Persepsi
56-65 tahun (Lansia) 3 8.6 Persepsi
Total 35 100 Karakteristik Responden
Positif Negatif
Jenis Kelamin Usia
Laki-laki 14 40 17-25 tahun (Remaja) 3 (50.0%) 3 (50.0%)
Perempuan 21 60 26-45 tahun (Dewasa) 14
Total 35 100 6 (30.0%)
(70.0%)
Pendidikan 46-55 tahun (Pra Lansia) 1 (16.7%) 5 (83.3%)
Tidak sekolah 2 5.7 56-65 tahun (Lansia) 1 (33.3%) 2 (66.7%)
SD 4 11.4 Jenis Kelamin
SMP 8 22.9 Laki-laki 7
SMA 13 37.1 7 (50.0%)
(50.0%)
Perguruan Tinggi 8 22.9 Perempuan 12
Total 35 100 9 (42.9%)
(57.1%)
Pekerjaan Pendidikan
Bekerja 26 74.3 Tidak sekolah 1
PNS 2 5.7 1 (50.0%)
(50.0%)
Pegawai Kontrak 11 31.4 SD 0 4
Wiraswasta 6 17.1 (00.0%) (100.0%)
Petani 7 20.0 SMP 3
Tidak Bekerja 9 25.7 5 (62.5%)
(37.5%)
Total 35 100 SMA 7
6 (46.2%)
(53.8%)
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa Perguruan Tinggi 8
0 (00.0%)
(100.0%)
sebagiann besarr responden bberusia 26-45 tahun Pekerjaan
yaitu sebanyak 20 orang (57,2%). Sebagiann besar Bekerja 16 10
respondenn berjenis kelamin perempuan yaitu (61.5%) (38.5%)
sebanyak 21 orang (60%). Sementara untuk tingkat PNS 2
0 (00.0%)
pendidikan, sebagian besar responden (100.0%)
Pegawai Kontrak 8
berpendidikan SMA yaitu sebanyak 12 orang (72.7%)
3 (27.3%)
(34,3%), dan ssebagian bbesar rresponden bbekerja Wiraswasta 5
1 (16.7%)
yaitu ssebanyak 26 oorang (74,29%). (83.3%)
Petani 1
6 (85.7%)
(14.3%)
Tidak Bekerja 3
6 (66.7%)
(33.3%)

Dari tabel 5.3 didapatkan hasil bahwa


berdasarkan usia mayoritas responden berusia 26-45
tahun (dewasa) sebanyak 14 orang (70.0%)
memiliki persepsi positif, berdasarkan jenis kelamin
mayoritas responden perempuan sebanyak 12 orang
(57.1%) memiliki persepsi positif, berdasarkan Dari tabel 5.5 didapatkan hasil bahwa
tingkat pendidikan mayoritas responden berdasarkan usia mayoritas responden berusia 26-45
berpendidikan SMA sebanyak 7 orang (53.8%) dan tahun (dewasa) sebanyak 15 orang (75.0%)
PT 8 orang (100%) memiliki persepsi positif, dan memiliki perilaku pencarian pengobatan baik,
berdasarkan pekerjaan mayoritas responden bekerja berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden
sebanyak 16 orang (61.5%) memiliki persepsi perempuan sebanyak 16 orang (76.2%) memiliki
positif. perilaku pencarian pengobatan baik, berdasarkan
tingkat pendidikan mayoritas responden
Perilaku Pencarian Pengobatan berpendidikan SMA sebanyak 10 orang (76.9%)
memiliki memiliki perilaku pencarian pengobatan
Tabel 5.4 Perilaku Pencarian Pengobatan baik, dan berdasarkan pekerjaan mayoritas
Perilaku Pencarian Persentase responden bekerja sebanyak 17 (65.4%) memiliki
Frekuensi
Pengobatan (%) perilaku pencarian pengobatan baik.
Baik 23 65.7
Buruk 12 34.3 Tabel 5.6 Pilihan Tujuan Pengobatan
Total 35 100.0 Persentase
Pilihan Pencarian Pengobatan Frekuensi
(%)
Dari tabel 5.4 didapatkan responden dengan Mengobati sendiri 7 20
perilaku pencarian pengobatan baik sebanyak 23 Pengobatan tradisional 3 8.6
orang (65,7%) dan responden dengan perilaku Rumah sakit 4 11.4
pencarian pengobatan buruk sebanyak 12 orang Puskesmas 16 45.7
(34,3%). Praktik dokter 5 14.3
Total 35 100.0
Tabel 5.5 Distribusi Silang Data Karakteristik
Responden dengan Perilaku Pencarian Dari tabel 5.4 didapatkan pilihan pencarian
Pengobatan pengobatan berturut-turut dari yang terbanyak
Perilaku Pencarian memilih puskesmas 16 orang (45,7%), mengobati
Karakteristik Responden Pengobatan
sendiri 7 orang (20%), praktik dokter 5 orang
Baik Buruk
Usia
(14,3%), rumah sakit 4 orang (11,4%), dan
17-25 tahun (Remaja) 6 (100.0%) 0 (00.0%) pengobatan tradisional 3 orang (8,6%).
26-45 tahun (Dewasa) 15 (75.0%) 5 (25.0%)
46-55 tahun (Pra Lansia) 2 (33.3%) 4 (66.7%) Analisis Bivariat
56-65 tahun (Lansia) 0 (00.0%) 3 (100.0%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 7 (50.0%) 7 (50.0%) Analisis data dalam penelitiani ini
Perempuan 16 menggunakann Uji Chi-Square, ddigunakan untuk
5 (23.8%)
(76.2%) mengetahuix hubungan aantara ppersepsi dengan
Pendidikan perilakui pencarian pengobatan. Berdasarkan hasil
Tidak sekolah 0 (00.0%) 2 (100.0%)
Uji Chi-Square diperoleh hasil sebagai berikut:
SD 0 (00.0%) 4 (100.0%)
SMP 5 (62.5%) 3 (37.5%)
SMA 10 Tabel 5.7 Hasil Analisis Chi-Square Hubungan
3 (23.1%)
(76.9%) antara persepsi dengan perilaku pencarian
Perguruan Tinggi 8 pengobatan suspek TB paru
0 (00.0%)
(100.0%)
Perilaku
Pekerjaan Pencarian p- Odd
Bekerja 17 Persepsi Total
9 (34.6%) Pengobatan value Ratio
(65.4%) Baik Buruk
PNS 2 17 19
0 (00.0%)
(100.0%) Positif (48,6%) 2 (5,7%) (54,3%)
Pegawai Kontrak 9 (81.8%) 2 (18.2%)
6 10 16
Wiraswasta 6 0,001 14,167
0 (00.0%) Negatif (17,1%) (28,6%) (45,7%)
(100.0%)
23 12 35
Petani 0 (00.0%) 7 (100.0%)
Total (65,7%) (34,3%) (100%)
Tidak Bekerja 6 (66.7%) 3 (33.3%)
Berdasarkan tabel 5.4 diatas didapatkan kesehatan. Pendidikan berpengaruh terhadap
bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi persepsi responden, pendidikan SMA sebanyak 7
positif dengan perilaku pencarian pengobatan baik orang (53.8%) dan PT 8 orang (100%) cenderung
sebanyak 17 orang (48,6%), responden dengan memiliki persepsi positif, sedangkan yang tidak
persepsi positif tetapi dengan perilaku pencarian sekolah, SD dan SMP cenderung memilik persepsi
pengobatan buruk sebanyak 2 orang (5,7%). negatif. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Responden dengan persepsi negatif dengan perilaku Koay (2004) yang menyatakan tidak ada hubungan
pencarian pengobatan baik sebanyak 6 orang antara persepsi dengan pendidikan, karena persepsi
(17,1%), dan responden memiliki persepsi negatif tidak hanya ditentukan oleh pendidikan tetapi bisa
dengan perilaku pencarian pengobatan buruk juga dari pengalaman. Pekerjaan juga berpengaruh
sebanyak 10 orang (28,6%). terhadap persepsi, sebanyak 16 orang (61.5%) yang
Hasil pengujian dengan menggunakan uji bekerja (PNS, pegawai kontrak,dan wiraswasta)
Chi-Square didapatkan p-value sebesar 0,01, p- memiliki persepsi positif, sedangkan petani dan
value <0,05 menunjukkan bahwa ada hubungan yang tidak bekerja cenderung memiliki persepsi
yang signifikan antara persepsi dengan perilaku negatif. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
pencarian pengobatan, dengan OR 14,167 yang Gilvin (2011) yang menyatakan tidak ditemukan
berarti responden dengan persepsi positif 14,167 hubungan antara persepsi dengan pekerjaan.
kali cenderung memiliki perilaku pencarian Persepsi dianggap akan imenentukan
pengobatan yang baik dibandingkan dengan bagaimanaa seseorangg akan memilih, menghimpun
responden yang memiliki persepsi negatif. dan nmenyusun, sserta memberi artii yang
kemudian akan mempengaruhi tanggapan/perilaku
PEMBAHASAN yangg akan muncul ddari dirinya. Persepsi juga
akann mempengaruhi seseorang dalam pengambilan
Persepsi Suspek TB Paru keputusan sebagai reaksi atas masalah (Robbins,
2014).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Persepsi positif tentang sakit berarti bahwa
responden dengan persepsi positif sebanyak 19 seseorang akan menentukan hal yang dapat diterima
orang (54,3%), sedangkan responden dengan dan dianggap sebagai hal positif yang berkaitan
persepsi negatif sebanyak 16 orang (45,7%). Masih dengan sakit, berupaa tanggapan-tanggapann yang
ada masyarakat yang mempunyai persepsi negatif mendukungg konsep sakit. Begitu juga dengan
tentang TB paru, yang selain disebabkan karena persepsi negatif tentang sakit berarti seseorang akan
kurangnya pemahaman dan tidak banyak informasi menentukan hal mana yang ditolak dan dianggap
yang benar tentang penyakit TB paru, juga karena sebagai hal negatif yang berkaitan dengan sakit,
masih adanya masyarakat yang percaya bahwa TB berupa tanggapan-tanggapan yang menentang
paru adalah penyakit guna-guna. Dengan konsepp sakit.
mengetahui persepsi masyarakat tentang
tuberkulosis maka dapat memudahkan program Perilaku Pencarian Pengobatan Suspek TB Paru
promotif dan preventif terhadap pemberantasan
penyakit TB paru. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Dari data karakteristik responden yang dikaji bahwa responden dengan perilaku pencarian
dalam penelitian ini, usia 26-45 tahun (dewasa) pengobatan baik sebanyak 23 orang (65,7%),
sebanyak 14 orang (70.0%) menunjukkan sedangkan responden dengan perilaku pencarian
kecenderungan memiliki persepsi positif, usia 46-55 pengobatan buruk sebanyak 12 orang (34,3%).
tahun (pra lansia) dan 56-65 tahun (lansia) Masih ada masyarakat dengan perilaku pencarian
cenderung memiliki persepsi negative. Jenis pengobatan buruk, yang disebabkan karena masih
kelamin perempuan menunjukkan kecenderungan adanya masyarakat yang masih berobat ke dukun
memiliki persepsi positif sebanyak 12 orang atau pengobatan tradisional.
(57.1%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Dari data karakteristik responden yang dikaji
Tarigan (2014) yang menyatakan tidak ada dalam penelitian ini, sebagian besar responden
hubungan yang signifikan antara persepsi dengan berada pada rentang usia 26-45 tahun (dewasa)
umur dan jenis kelamin, karena pada usia dewasa sebanyak 20 orang, 15 orang (75.0%) di antaranya
memiliki pola pikir yang baik dan cenderung dengan perilaku pencarian pengobatan baik. Hal ini
terbuka terhadap informasi khususnya tentang disebabkan pola pikir dan cara pandang yang lebih
baik terhadap perilaku pencarian pengobatan, serta pelayanand kesehatan, keterjangkauan x sumber
lebih banyak mengetahui manfaat pengobatan untuk daya, gbiaya, jarak, transportasi, ojam kerja, dan
meningkatkan derajat kesehatannya. Usia 17-25 keterampilan petugas kesehatan), dan faktor
tahun (remaja) sebanyak 6 orang (100.0%) dengan pendorong/penguat (teman, pimpinan, atau
perilaku pencarian pengobatan baik, dikarenakan keluarga).
masih bergantung pada orang tua dan pengambilan
keputusan masih diambil oleh orang tua. Usia 46-55 Hubungan Persepsi dengan Perilaku Pencarian
tahun (pra lansia) dan 56-65 tahun (lansia) Pengobatan Suspek TB Paru
cenderung dengan perilaku pencarian pengobatan
buruk, berhubungan dengan faktor-faktor penuaan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
dan penurunan kemampuan fisik. Jenis kelamin bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi
perempuan sebanyak 16 orang (76.2%) positif dengan perilaku pencarian pengobatan baik
menunjukkan kecenderungan perilaku pencarian sebanyak 17 orang (48,6%), responden dengan
pengobatan baik. Sebagian besar responden dengan persepsi positif tetapi dengan perilaku pencarian
tingkat pendidikan SMA sebanyak 10 orang pengobatan buruk sebanyak 2 orang (5,7%).
(76,9%) dan PT 8 orang (100.0%) memiliki perilaku Responden dengan persepsi negatif dengan perilaku
pencarian pengobatan yang baik, sedangkan yang pencarian pengobatan baik sebanyak 6 orang
tidak sekolah dan pendidikan SD cenderung dengan (17,1%), dan responden memiliki persepsi negatif
perilaku pencarian pengobatan buruk. Hal ini dengan perilaku pencarian pengobatan buruk
sejalan dengan penelitian Gaol (2013) yang sebanyak 10 orang (28,6%). Terdapat hubungan
menyatakan bahwa responden yang berpendidikan yang signifikan antara persepsi dengan perilaku
tinggi cenderung akan mencari pengobatan dengan pencarian pengobatan. Responden dengan persepsi
kategori baik, dan sebaliknya responden yang positif 14,167 kali cenderung memiliki perilaku
berpendidikan rendah cenderung akan mencari pencarian pengobatan yang baik dibandingkan
pengobatan dengan kategori buruk. Mayoritas dengan responden yang memiliki persepsi negatif.
responden bekerja (PNS, pegawai kontrak, dan Dari hasil penelitian didapatkan responden
wiraswasta) sebanyak 17 orang (65.4%) memiliki terbanyak dengan persepsi positif tentang TB paru.
perilaku pencarian pengobatan baik, sedangkan Keadaan ini menjadi dasar bagi responden dalam
petani dan yang tidak bekerja cenderung memiliki perilaku pencarian pengobatannya. Responden
perilaku pencarian pengobatan buruk. dengan persepsi negatif, apabila tidak ditangani
Pilihan pencarian pengobatan berturut-turut dengan cepat maka sangat memungkinkan tidak
dari yang terbanyak memilih puskesmas 16 orang menjalankan proses pengobatannya dengan baik,
(45,7%), mengobati sendiri 7 orang (20%), praktik sehingga dapat menularkan penyakitnya kepada
dokter 5 orang (14,3%), rumah sakit 4 orang orang lain di sekitarnya. Responden dengan persepsi
(11,4%), dan pengobatan tradisional 3 orang negatif dapat dirubah jika diberi obyek sikap yang
(8,6%). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui jika menggugah emosi/perasaannya, sehingga jika
sebagian besar responden telah mengupayakan sebuah situasi mampu merubah persepsi negatifnya,
untuk mencari pelayanan kesehatan dalam diharapkan dapat melakukan perilaku pencarian
meningkatkan derajat kesehatannya. Sebagian besar pengobatan yang lebih baik.
responden mencari pengobatan ke puskesmas Dalam penelitian Trisnawan (2015) diketahui
karena jarak tempuh yang tidak terlalu jauh (rata- bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku mencari
rata 3,73 km) dengan waktu tempuh 11,5 menit. pengobatan adalah persepsi individu itu sendiri,
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan yaitu persepsi kerentanan, persepsi keseriusan,
merupakan perilaku individu atau kelompok untuk persepsi manfaat, dan persepsi hambatan yang
melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku dirasakan. Hasil penelitan ini sesuai dengan
pencarian pelayanan kesehatan di masyarakat, penelitian Dwi Febrianto dkk (2016) yang
terutama negara berkembang sangat bervariasi menyatakan adanya hubungan yang signifikan
(Husin, 2014). Variasi pencariann pengobatan di antara persepsi dengan perilaku pengobatan suspek
masyarakat ddipengaruhi oleh beberapa faktor, TB paru, dimana dalam penelitian ini dijelaskan
antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, bahwa perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi
pekerjaan, dan persepsi. Dann juga faktorr lain oleh persepsi yang positif, semakin kuat motivasi
seperti faktor predisposisi (pengetahuan, ssikap, baik internal dan eksternal pasien, maka semakin
keyakinan, dan cnilai), faktor ependukung (fasilitas
baik pula perilaku pencarian pengobatan yang faktor penguat (dukungan keluarga atau teman)
dilakukan. yang mempengaruhi perilaku pencarian
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang pengobatan tidak diteliti.
disampaikan Notoatmodjo (2014), bahwa persepsi
masyarakat terhadap sehat-sakit berhubungan erat KESIMPULANnDAN SARAN
dengan perilaku pencarian pengobatan. Persepsi n
tentang sakit merupakan konsep sehat-sakit Kesimpulan
masyarakat. Orang yang sehat adalah orang yang
masih dapat bekerja atau melakukan pekerjaan Setelah melakukan penelitian di wilayah
sehari-hari. Dan orang yang sakit dimana sudah kerja Puskesmas Seteluk Kabupaten Sumbawa
tidak dapat bangkit dari tempat tidur, dan tidak Barat, dapat disimpulkan bahwa:
dapat melakukan pekerjaan sehari-hari. 1. Responden yang memilikii persepsi positif
sebanyaki 19 orang (54,3%), dan yang
Implikasi dalam Bidang Keperawatan imemilikii persepsi negatif sebanyak 16 orang
(45,7%).
Hasili penelitian ini idapat dijadikan idasar 2. Perilaku pencarian pengobatan suspek TB paru
dalam pengembangan asuhan keperawatan di wilayah kerja Puskesmas Seteluk Kabupaten
khususnya pada suspek TB paru yang diaplikasikan Sumbawa Barat tergolong baik yaitu 23 orang
pada tatanan keperawatan komunitas dengan (65,7%). Pilihan pencarian pengobatan berturut-
menitikberatkan pada persepsi dan perilaku turut dari yang terbanyak memilih puskesmas 16
pencarian pengobatan. Upaya promotif juga orang (45,7%), mengobati sendiri 7 orang
diperlukan dalam perubahan persepsi dan perilaku (20%), praktik dokter 5 orang (14,3%), rumah
kesehatan khususnya pencarian pengobatan ketika sakit 4 orang (11,4%), dan pengobatan
mengalami keluhan/gejala penyakit, dengan cara tradisional 3 orang (8,6%).
memberikan informasi/penyuluhan tentang TB paru. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara
Hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki persepsi dengan perilaku pencarian pengobatan
pengetahuan tentang TB paru dan terbentuk suspek TB paru di wilayah kerja Puskesmas
persepsi yang positif sehingga mampu memilih Seteluk Kabupaten Sumbawa Barat, dimana
fasilitas kesehatan yang tepat dan mengurangi responden dengan persepsi positif 14,167 kali
resiko penularan penyakit TB paru. Selain itu, cenderung memiliki perilaku pencarian
karena masih adanya masyarakat yang percaya pengobatan yang baik dibandingkan dengan
bahwa TB paru adalah penyakit guna-guna dan responden yang memiliki persepsi negatif.
masih berobat ke dukun, maka perlu dilakukan
kerjasama oleh petugas program TB paru dengan Saran
dukun atau pengobatan tradisional untuk menjaring
suspek TB paru sedini mungkin. 1. Praktisi Keperawatan
Perawat diharapkan dapat berperan aktif
Keterbatasan Penelitian dalam memberikan informasi (penyuluhan
tentang TB paru) dan penjaringan suspek TB
1. Kadang-kadang sulit memperoleh informasi paru untuk memutus mata rantai penularan
yang benar-benar jujur dari responden, karena sehingga TB paru menular/menyebar luas di
merasa malu sehingga responden tidak masyarakat.
menjawab pertanyaan dengan sungguh-sungguh.
Peneliti meminimalisasi hal tersebut dengan 2. Puskesmas
mewawancarai responden secara langsung dalam Disarankan kepada institusi kesehatan
pengambilan data dan memberikan penjelasan khususnya puskesmas yang merupakan ujung
secara langsung kepada responden mengenai tombak kesehatan masyarakat agar dapat lebih
maksud dan tujuan penelitian. meningkatkan pemberian informasi ataupun
2. Peneliti hanya meneliti tentang persepsi sakit, penyuluhan-penyuluhan yang lebih jelas dan
sedangkan faktor-faktor lain iseperti faktor terarah tentang penyakit TB paru, sehingga dapat
pemungkin (fasilitas pelayanan kesehatan, merubah persepsi masyarakat tentang TB paru.
sumber idaya, biaya, jarak, itransportasi, jam Puskesmas juga harus pro-aktif dalam
kerja, dan keterampilan ipetugas kesehatan) dan menemukan kasus-kasus baru TB paru positif,
dan mengarahkan penderita yang tidak
mengobati penyakitnya untuk berobat ke
puskesmas.
3. Masyarakat
Diharapkan masyarakat secara umum dan
penderita TB Paru khususnya, agar dapat lebih
memperhatikan, mencari informasi dan
meningkatkan pengetahuan serta mengubah
persepsi negatif terhadap penyakit TB paru,
segera berobat ke pelayanan kesehatan yang
tepat apabila mengalami gejala TB paru atau ada
anggota keluarga yang menunjukkan gejala TB
paru.
4. Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan
kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain
yang mempengaruhi perilaku pencarian
pengobatan suspek TB paru. Perlu
dikembangkan penelitian tentang berbagai
intervensi yang dapat merubah persepsi dan
perilaku pencarian pengobatan menjadi lebih
baik.

Anda mungkin juga menyukai