Anda di halaman 1dari 6

Tugas Etika Profesi Hukum

Anggraini Dila Pitaloka

031511133030

1. Apa yang dimaksud profesi hukum polisi?

Tugas pokok kepolisian merupakan tugas tugas yang harus dikerjakan atau
dijalankan oleh lembaga kepolisian, dengan demikian tugas lembaga yang dijalankan
oleh anggota kepolisian dapat dimaknai sebagai bentuk atau jenis dari pekerjaan
khusus. Jenis pekerjaan tersebut menjadi tugas dan wewenang kepolisian yang harus
dijalankan dengan pengetahuan ( intelektual), keahlian atau kemahiran yang diperoleh
melalui pendidikan atau training, dijalankan secara bertanggung jawab dengan
keahlianya, dan berlandaskan moral dan etika. Organisasi Kepolisian, sebagaimana
organisasi pada umumnya, memiliki “ Etika” yang menunjukkan perlunya bertingkah
laku sesuai dengan peraturan-peraturan dan harapan yang memerlukan “ kedisiplinan”
dalam melaksanakan tugasnya sesuai misi yang diembanya selalu mempunyai aturan
intern dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme, budaya organisasi serta
untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan,
peranan, fungsi, wewenang dan tanggung jawab dimana mereka bertugas dan semua
itu demi untuk masyarkat. Persoalan-persoalan etika adalah persoalan-persoalan
kehidupan manusia. Tidak bertingkah laku semata-mata menurut naluri atau dorongan
hati, tetapi bertujuan dan bercita –cita dalam satu komunitas. Etika berasal dari
bahasa latin disebut ethos atau ethikos. Kata ini merupakan bentuk tunggal,
sedangkan dalam bentuk jamak adalah ta etha istilah ini juga kadang kadang disebut
juga dengan mores, mos yang juga berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik
sehingga dari istilah ini lahir penyebutan moralitas atau moral . Menurut W.J.S
Poerwadarminta pengertian Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas asas akhlak
(moral).
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh
subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh
subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan
hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja
yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia
menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya
itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum
tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan,
aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Polisi sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum memiliki tanggung
jawab yang cukup besar untuk mensinergikan tugas dan wewenangnya. Polri
Sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 13 undang – undang No. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu bahwa Polri memilik tugas :
a. Memelihara Keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakan hukum
c. Memberikan Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang tersebut Polisi harus senantiasa
melihat kepentingan masyarakat. Hal yang merupakan salah satu tugas Polisi yang
sering mendapat sorotan masyarakat adalah penegakan hukum. Pada prakteknya
penegakan hukum yang dilakukan oleh polisi senantiasa mengandung 2 pilihan.
Pilihan pertama adalah penegakan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh
undang-undang pada umumnya, dimana ada upaya paksa yang dilakukan polisi untuk
menegakkan hukum sesuai dengan hukum acara yang diatur dalam undang undang
No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Sedangkan pilihan kedua adalah tindakan yang
lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan pada moral pribadi dan kewajiban
hukum untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat.
2. Apa standar profesi bagi polisi di dalam melaksanakan tugas keprofesinnya?

a. Polisi yang berwatak sipil


Paradigma kepolisian sipil berkaitan erat dengan paradigma penegakan
hukum. Paradigma penegakan hukum masa lalu diwarnai oleh paradigma yang
represif yang ditandai dengan penggunaan kekuatan maksimal, satuan resere yang
galak yang menerapkan investigasi reaktif dengan segala cara demi pembuktian.
Paradigma baru Polri adalah kedekatan Polisi dan masyarakat dalam mengeliminir
akar akar kejahatan dan ketidaktertiban, menampilkan gaya perpolisian yang lebih
responsive- persuasif. Polisi abdi rakyat bukan abdi penguasa yang oleh satjipto
rahardjo disebut sebagai Polisi yang Protagonist. Polisi sipil memiliki 3 kriteria yaitu
cepat tanggap, keterbukaan dan akuntabilitas. Kriteria tersebut menuntut sikap dan
perilaku yang berlandasakan nilai nilai inti tertentu yang didalam code of conduct for
law enforcement officials PBB dirumuskan sebagai integritas pribadi ( integrity ),
kewajaran/adil (fairness ), rasa hormat ( respect ), kejujuran ( honesty ), keberanian/
keteguhan hati ( courage ) dan welas asih ( compassion).[14] Nilai – nilai inti penegak
hukum tersebut perlu diharmonisasikan dengan nilai nilai yang terkandung di dalam
Tribrata dan catur Prasetya kemudian di implementasikan pada sikap dan perilaku
anggota Polri yang berwatak sipil melalui jabaran kode Etik Profesi. Guna
mewujudkan internalisasi nilai maka perlu dilakukan berbagai reformasi kelembagaan
Polri ( aspek structural ), reformasi sumber daya Polri ( aspek instrumental ) dan
reformasi sistem kepolisian (aspek kultural ).
Di bidang operasional kepolisian sipil melakukan pengayoman dan perlindungan
kepada warga sehingga kegiatan warga di bidang ekonomi, social, politik, budaya dan
sebagainya dapat terselenggara dan tidak memperoleh hambatan ketidaktertiban dan
ketidakamanan. Karena itu kepolisian sipil senantiasa berikhtiar melakukan upaya
upaya pencegahan dan penangkalan baik secara sendiri maupun dengan melibatkan
masyarakat. Perpolisian Komunitas (community policing) dijadikan program dasar
dan meluas bagi warga kelurahan dan desa desa. Binamitra dan inteligen melakukan
rekayasa ( engineering ) terhadap potensi warga di dalam mencegah kejahatan dan
ketidaktertiban. Patroli sabhara dan lantas berfungsi sebagai simbol kehadiran aparat
penegak hukum di tengah-tengah masyarakat yang melakukan penjagaan, pengaturan
pengawalan dan atau patroli. Petugas-petugas ini hendaknya menampilkan kesabaran,
kearifan dan kepiawaian komunikasi sosial yang baik karena mereka berhadapan
dengan warga masyarakat yang pada umumnya orang baik-baik. Perlakuan yang arif
terhadap warga seperti itu akan lebih menimbulkan rasa hormat dan rasa ikut
bertanggung jawab di kemudian hari.
b. Polisi dalam penggunaan kekuatan
Polri adalah sebagai aparatur Negara dan birokrasi pemerintahan. Fungsi polisi
secara universal adalah membasmi kejahatan (fighting crime), memelihara ketertiban
(maintaining law and order) dan melindungi warga dari bahaya (protecting people).
Karenanya Polisi lazim dirumuskan sebagai badan penegakan hukum (law
enforcement agency) sebagai pemelihara ketertiban (order maintenance) sebagai juru
damai (peace keeping official) dan pelayanan public (public servant). Meskipun
berperan sebagai penegak hukum, namun visi dan tujuan badan Kepolisian di Negara
yang totaliter jelas jelas mengabdi kepada penguasa. Polisi digunakan sebagai alat
politik untuk melanggengkan kekuasaan sehingga tampilan polisi menjadi antagonitis.
[15] Polisi oleh hukum diberikan wewenang penggunan kekerasan jika terpaksa
dengan tujuan untuk penyelamatan dan penertiban masyarakat. Wewenang ini hanya
dioperasionalkan secara terbatas (bukan penggunaan kekerasan kekerasan total
seperti yang dimiliki oleh TNI/militer) karena itu Etika profesi kepolisian diharapkan
dapat menghindarkan petugas polisi dari tindakan yang emosi , semangat kesukuan,
keagamaan dan atau semangat sectarian lainya.
Dalam konteks masyarakat demokrasi, penegakan hukum hendaknya
dipandang sebagai perlindungan atau pemulihan hak warga yang terlanggar karena
fungsi hukum pada hakekatnya adalah melindungi hak. Penegakan hukum bukan
sekedar drama kekerasan lawan kekerasan atau pembalasan dendam namum lebih
merupakan sarana pemulihan keseimbangan yang terganggu. Kepolisian men
gemban 2 sosok yang berbeda bahkan sering bertolak belakang yakni sosok
keras (stronghand of law and society) dan sosok lembut (softhand of law and society).
Sosok ini harus ditampilkan dalam suatu ritme sesuai kondisi persoalan yang
dihadapi, ketika menghadapi warga yang sabar, patuh dan bisa diajak komunikasi
maka sosok lembut yang ditampilkan. Namun ketika berhadapan dengan warga yang
membangkang, bersikap bermusuhan bahkan menyerang maka sosok keras terpaksa
ditampilkan. Dalam menghadapi pembangkangan/serangan polisi diberi dispensasi
tentang penggunaan cara paksaan, kekerasan dan bahkan penggunaan senjata api
tetapi dalam batas batas yang diperbolehkan hukum. Dengan paradigma penegakan
hukum yang lebih responsive-persuasif maka kekuatan fisik yang digunakan harus
terukur dan seimbang dengan perlawanan.
c. Polisi dalam proses penyidikan
Pengambilan keputusan dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh
penyidik menunjukkan karakteristik yang menonjol dari penyidik. Satjipto rahardjo
mengatakan bahwa dalam pertukaran ( interchange-interaction ) dengan masyarakat
atau lingkunganya ternyata polisi memperlihatkan suatu karakteristik yang menonjol
dibandingkan dengan yang lain ( hakim, jaksa dan advokat ). Polisi adalah hukum
yang hidup atau ujung tombak dalam penegakan hukum pidana. Dalam melakukan
penangkapan dan penahanan misalnya polisi menghadapi atau mempunyai
permasalahan sendiri. Pada saat memutuskan untuk melakukan penangkapan dan
penahanan polisi sudah menjalankan pekerjaan yang multifungsi yaitu tidak hanya
sebagai polisi tetapi sebagai jaksa dan hakim sekaligus. Penyidikan tersebut sangat
rawan dan potensial untuk terjadinya penyalahgunaan kekuasaan ( abuse of power )
atau penyimpangan polisi ( police deviation ) baik dalam bentuk police corruption
maupun police brutality. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar laporan atau pemberitaan menyangkut pencitraan Polri yang tidak baik adalah
berkaitan dengan persoalan sikap dan perilaku petugas Polri di bidang penyidikan.
Berkaitan dengan menyediakan aparatur penegak hukum guna menunjang
penegakan hukum yang berkeadilan, B. M. Taverne, seorang pakar hukum negeri
Belanda, yang terkenal dengan kata-katanya yang berbunyi, “geef me goede rechter,
goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie
ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede
beruken” artinya “berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, maka aku
akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”. Dengan
perkataan lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum
yang buruk sekalipun saya bisa mendatangkan keadilan. [16] Artinya, bagaimana pun
lengkapnya suatu rumusan undang-undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak
hukum yang baik, memiliki moralitas dan integritas yang tinggi, maka hasilnya akan
buruk.[17]
d. Etika Profesi Kepolisian sebagai pedoman hidup bagi anggota Polri
Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang
dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral selanjutnya
disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
meliputi pada Etika Kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan dan kepribadian.
Keempat aspek diatas saling berkaitan erat satu sama lain yang secara simultan harus
ditumbuh kembangkan oleh setiap insan Polri sebagai aparat penegak hukum yang
profesional yang dilandasi dengan nilai-nilai luhur dalam Tribrata, integritas moral,
etika profesi dan berpegang teguh pada komitmen yang telah disepakati dalam
pelaksanaan tugasnya. Nilai –nilai falsafah hidup yang dimiliki semua ketrampilan
teknis yang dibutuhkan polisi dalam menghadapi tantangan social kekinian semua
berujung pada upaya merebut kepercayaan publik ( public trust ). Untuk mendapatkan
kepercayaan publik itu polisi setidaknya harus memiliki dua hal yaitu pertama,
kejujuran baik secara simbolik (sesuai presepsi masyarakat) dan substansial, kedua,
kapasitas yaitu kemampuan profesional polisi dalam menjalankan fungsi fungsi yang
dijalankan sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu seorang anggota
polisi yang profesional diharapakan mematuhi standar etika yang tertuang dalam
peraturan disiplin dan kode etik. Sebagian besar pelanggaran yang terjadi adalah
karena faktor lingkungan dan kepribadian dari masing masing anggota kepolisian
dalam menghadapi situasi yang mendorong untuk berbuat penyimpangan. Dengan
adanya etika kepolisian mampu dijadikan barometer untuk menjadikan pedoman
dalam mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegak hukum.

Anda mungkin juga menyukai