Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada Pasien Bedah Fraktur Secara Retrospektif
Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada Pasien Bedah Fraktur Secara Retrospektif
ABSTRAK
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh trauma atau keadaan
patologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi kualitatif dan pola penggunaan
antibiotika profilaksis pada pasien bedah fraktur secara retrospektif. Evaluasi berdasarkan kategori
metode Gyssen’s dari Departemen Kesehatan RI tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotika yang ditinjau dari ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas,
toksisitas, harga, spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute dan waktu pemberian antibiotika.
Data pola penggunaan dan evaluasi kualitatif diambil dari catatan rekam medik dengan jumlah sampel
sebanyak 14 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang digunakan adalah rekam
medik pasien dari Instalasi Bedah Sentral yang lengkap dan jelas terbaca periode Juli 2017. Kriteria
eksklusi yang digunakan adalah pasien dengan status meninggal pasca pembedahan dan pindah ke
rumah sakit lain. Analisis ketepatan pemilihan antibiotik dengan persentase berdasarkan pada
guideline sedangkan analisis dosis, frekuensi, dan lama pemberian berdasarkan pada Drug Information
Handbook edisi 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia pasien bedah fraktur paling banyak pada
rentang 15 – 24 tahun (57,15%), responden bedah fraktur mayoritas adalah laki-laki 10 (71,43%)
pasien, pasien fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 12 (85,72%) dengan jenis luka close
(tertutup) dengan jumlah 10 (71,43%) pasien, penggunaan antibiotika profilaksis bedah fraktur yaitu
ceftriaxone sebanyak 12 (85,72%) dengan penggunaan antibiotika profilaksis 60 menit sebelum insisi.
penggunaan antibiotika tepat atau rasional adalah 0% dan yang tidak rasional memenuhi kriteria
Gyssens IVA (100%).
2
usia 34 - 43 tahun sebanyak 2 (14,28%) rumah seperti bekerja, olahraga, serta rata-
pasien dan responden dengan usia >44 rata pria mempunyai perilaku mengemudi
tahun sebanyak 3 (21,42%) pasien. lebih cepat dibandingkan dengan wanita
Pasien dengan rentang usia 15 – 24 (ObaidurRahman et al, 2013).
tahun paling banyak mengalami fraktur
dikarenakan usia tersebut merupakan usia Tabel 3. Distribusi penyebab fraktur pasien
produktif dan biasanya pada usia tersebut Karakteristik Persentase
Jumlah
sebagian besar memiliki mobilitas yang (Tahun) (%)
Kecelakaan lalu lintas 12 85,72
cukup tinggi untuk beraktivitas di luar
Jatuh 2 14,28
ruangan (Ganveer, GB, 2005). Aktivitas
Total 100
masyarakat usia muda di luar rumah
cukup tinggi dengan pergerakan yang
Pada penelitian ini didapatkan pasien
cepat dapat meningkatkan risiko
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas
terjadinya benturan atau kecelakaan yang
sebanyak 12 (85,72%) pasien sedangkan 2
menyebabkan fraktur. Tulang yang
(14,28%) pasien fraktur dikarenakan
mendapatkan tekanan terus menerus di
jatuh. Data tersebut menunjukan bahwa
luar kapasitas dapat mengalami keretakan
jumlah pasien fraktur akibat kecelakaan
tulang (Sjamsuhidajat R dan De jong, 2007).
lalu lintas pada pria dua kali lipat dari
Usia produktif seseorang berkisar antara
pasien perempuan. Hal ini sesuai dengan
15 – 64 tahun , memasuki usia dewasa 35
penelitian yang dilakukan oleh Noorisa
– 40 tahun pengeroposan tulang sudah
pada tahun 2017, menunjukan bahwa
mulai berlangsung, sedangkan
mayoritas pasien fraktur pada pria akibat
produktifitas tinggi (Tjiptoherijanto,
kecelakaan lalu lintas oleh laki-laki
2001). Menurut Singer et al tahun 2011,
sebanyak 103 (92%) pasien dikarenakan
mengatakan bahwa bahwa ada 3 puncak
pria lebih aktif dan lebih banyak
dari distribusi fraktur: pertama pada laki -
melakukan aktivitas di luar rumah seperti
laki usia produktif, kedua pada usia
bekerja, olahraga, serta rata-rata pria
dewasa di kedua belah gender, ketiga pada
mempunyai perilaku mengemudi lebih
wanita di usia diatas 40 tahun.
cepat dibandingkan dengan wanita
(Noorisa et al, 2017).
Tabel 2. Distribusi jenis kelamin pasien
Karakteristik Persentase
Jumlah Tabel 4. Distribusi jenis luka fraktur pasien
(Tahun) (%)
Laki-laki 10 71,43 Karakteristik Persentase
Jumlah
Perempuan (Tahun) (%)
4 28,57
Terbuka 4 28,57
Total 14 100
Tertutup 10 71,43
Total 14 100
Dari data yang diperoleh pada Tabel 2.
laki- laki merupakan mayoritas pasien
Pada Tabel 4. Luka fraktur yang
dengan insiden fraktur yang berkunjung
terjadi pada pasien yang berkunjung
ke RSUD Kraton Pekalongan dengan
RSUD Kraton Pekalongan adalah jenis
jumlah 10 pasien (71,43%), pada
luka close (tertutup) dengan jumlah10
perempuan dengan jumlah 4 (28,57%).
(71,43%) pasien, 4 (28,57%) pasien
Data tersebut menunjukan bahwa jumlah
adalah luka open (terbuka). Luka akibat
pasien fraktur pada laki-laki lebih sering
fraktur bisa saja terbuka maupun tertutup.
terjadi dibandingkan dengan perempuan.
Mengenai fraktur terbuka, menurut AAOS
Tingginya kasus fraktur pada laki-laki
tahun 2011 mengatakan bahwa fraktur
diakibatkan karena pria lebih aktif dan
terbuka perlu mendapat perhatian serius
lebih banyak melakukan aktivitas di luar
3
karena sekali terjadi robekan pada kulit, Pada open fraktur derajat I dan II, untuk
maka infeksi dapat terjadi baik pada kulit mengatasi bakteri gram negative terutama
maupun pada tulang. Fraktur terbuka pseudomonas aeruginosa, sering
dapat diakibatkan oleh trauma karena
diindikasikan antibiotika profilaksis
energi tinggi, paling sering di jumpai pada
tabrakan langsung, maupun jatuh dari sefalosporin generasi I dengan dosis 1-2
kendaraan bermotor. Pernyataan dari gram tiap 8 jam selama 1- 3 hari,
AAOS ini sejalan dengan penyebab sedangkan untuk derajat III ditambah
terbanyak dari data fraktur yang di dapat, golongan aminoglycoside misalnya
yaitu kecelakaan lau lintas yang gentamisin (Dipiro, 2005). Ceftriaxone
melibatkan kendaraan bermotor. Sejauh merupakan antibiotika gologan
ini belum ada studi signifikan terhadap
sefalosporin generasi ke tiga yang
luka dari fraktur, hal ini dapat dijelaskan
akibat dari mekanisme terjadinya luka spectrum anti bakterinya lebih luas, yang
tidak tercatat dalam rekam medis. mempunyai waktu paruh yang lebih
panjang dari golongan sefalosporin lain,
Tabel 5. Pola peresepan antibiotika pada antibiotika ini termasuk anti kuman gram
pasien bedah fraktur negative kuat kecuali pseudomonas.
Jenis Persentase
Dosis Jumlah Ceftriaxone meruakan antibiotika lini
Antibiotika (%)
Ceftriaxon 1g 12 85,72 pertama untuk pengobatan infeksi dan kni
Cefotaxime 1g 2 14,28 ceftriaxone dianggap sebagai obat ilihan
+ +
Gentamisin 80mg pertama untuk gonore terutama bila telah
Total 14 100 timbul resistensi terhadap senyawa
fluoroquinolon (ciprofloxacin) (Goodman
Gambaran penggunaan antibiotika dan Hilmann, 2010). Kombinasi
profilaksis pada Tabel 5. Data yang
gentamisin dan antibiotika golongan
diperoleh zat aktif antibiotika yang
digunakan pada pasien bedah fraktur di sefalosporin merupakan kombinasi
RSUD Kraton Pekalongan adalah antibiotika yang menguntungkan karena
ceftriaxone sebanyak 12 (85,72%) pasien selai meningkatkan kemampuan dalam
sedangkan 2 (14,28%) pasien mencakup bakteri gram positif dan gram
mendapatkan antibiotika cefotaxime negative kombinasi ini bersifat sinergis.
kombinasi gentamisin.
Antibiotika golongan sefalosporin bekerja
Adapun jenis penggunaan antibiotika
pada dinding sel sedangkan gentamisin
golongan sefalosporin terbanyak pada
bekerja pada pembentukan protein
pasien fraktur adalah antibiotika
mikroba, sehingga efek membunuh
ceftriaxone dan kombinasi ceftriaxone –
keduanya menjadi meningkat (Goodman
gentamisin. Rekomendasi pemilihan
dan Hilmann, 2010).
antibiotika yang dberikan oleh East
Practice Management Guidelines Work Tabel 6. Penggunaan antibiotik profilaksis
Group adalah antibiotika yang aktif berdasarkan tepat waktu pemberian pada
terhadap bakteri gram positif pasien bedah fraktur
Persentase
dikombinasikan dengan antibiotika Waktu Pemberian Jumlah
(%)
golongan aminoglycoside untuk 30 menit 0 0
60 menit 14 100
mengatasi kuman basil gram negative.
Total 14 100
4
Hasil penelitian diperoleh bahwa Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 14
persentase untuk tepat waktu pemberian pasien bedah fraktur di RSUD Kraton
adalah 100%. Penggunaan antibiotika Pekalongan terlihat hanya satu kategori
profilaksis sebelum pembedahan Gyssens yaitu kategori IVA (100%).
Gambaran penggunaan antibiotika dengan
bertujuan untuk meminimalisir adanya metode Gysens dapat dilihat pada Tabel 7.
infeksi setelah pembedahan. Antibiotika Penilaian metode Gysens dimulai dari
profilaksis digunakan 30 menit atau 60 kategori VI, V, IVD, IVC, IVB, IVA, IIIB,
menit sebelum dilakukan insisi, IIIA, IIC, IIB, IIA, I, 0.
penggunaan harus dilanjutkan 1 hari Keterbatasan penelitian ini adalah
sampai 3 hari (Narsaria and Singh, 2017). pengambilan jumlah sampel hanya sedikit
Antibiotika profilaksis dilanjutkan 1 hari sehingga jumlah sampel yang diperoleh tidak
sampai 3 hari dengan tujuan untuk banyak menyebabkan belum dapatnya
mengurangi infeksi luka operasi gambaran data yang sempurna.
(Amaefule, 2013). Penggunaan
antibiotika profilaksis sebelum operasi KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengambilan data
memiliki tujuan pada saat operasi rekam medik di RSUD Kraton Pekalongan
antibiotika sudah berada pada kadar periode Juli 2017 dapat diambil kesimpulan:
optimum di jaringan target sehingga usia pasien bedah fraktur paling banyak pada
efektif untuk menghambat pertumbuhan rentang 15 – 24 tahun (57,15%), responden
bakteri. (Avenia, et al., 2009). bedah fraktur mayoritas adalah laki-laki 10
(71,43%) pasien, pasien fraktur akibat
Tabel 7. Penggunaan antibiotika pada pasien kecelakaan lalu lintas sebanyak 12
fraktur femur (85,72%) dengan jenis luka close
Persentase
Kategori Kriteria Gyssens Jumlah
(%)
(tertutup) dengan jumlah 10 (71,43%)
0 Penggunaan antibiotik 0 0 pasien, penggunaan antibiotika profilaksis
tepat bedah fraktur yaitu ceftriaxone sebanyak
I Penggunaan antibiotik 0 0
tidak tepat waktu
12 (85,72%) dengan penggunaan
II A Penggunaan antibiotik 0 0 antibiotika profilaksis 60 menit sebelum
tidak tepat dosis insisi. penggunaan antibiotika tepat atau
II B Penggunaan antibiotik 0 0 rasional adalah 0% dan yang tidak rasional
tidak tepat interval
pemberian memenuhi kriteria Gyssens IVA (100%).
II C Penggunaan antibiotik 0 0 Saran dari penelitian ini adalah perlunya
tidak tepat rute penulisan rekam medik yang lengkap dan
pemberian jelas terbaca guna mempermudah
III A Penggunaan antibiotik 0 0
terlalu lama
dilakukannya penelitian terkait evaluasi
III B Penggunaan antibiotik 0 0 pengobatan dengan pendekatan berbeda dan
terlalu singkat data yang lebih banyak sehingga didapatkan
IV A Terdapat antibiotik lain 14 100 gambaran yang lebih tepat.
yang lebih efektif
IV B Terdapat antibiotik lain 0 0
yang kurang toksik DAFTAR PUSTAKA
IV C Terdapat antibiotik lain 0 0 Anonim. 2010a. Clinical Practice
yang lebih murah Guidelines for Antimicrobial
IV D Terdapat antibiotik lain 0 0
yang spektrum Prophylaxis in Surgery. American
antibiotiknya lebih Society of Health-System Apoteker.
sempit Skotlandia: Intercollegiate
V Tidak terdapat indikasi 0 0
penggunaan antibiotik Guidelines Network.
VI Data rekam medis tidak 0 0 Anonim, 2011a. Peraturan Menteri
lengkap Kesehatan Republik Indonesia
5
Nomor 2406/Menkes/Per/XII/2011 Traumatology Rsud Dr. Soetomo
Tentang Pedoman Umum Surabaya 2013 – 2016. Journal of
Penggunaan Antibiotika. Jakarta: Orthopaedi & Traumatology
Departemen Kesehatan Republik Surabaya.
Indonesia. Narsaria, N., Singh. A, K. 2017. Role of
Anonim, 2011b. Peraturan Menteri Prophylactic Antibiotics in
Kesehatan Republik Indonesia Orthopaedics, Journal of
Nomor2406/MENKES/PER/XII/201 Ecronicon.
1 Pedoman Pelayanan Kefarmasian ObaidurRahman, Rana Muhammad
Untuk Antibiotik. Jakarta: Adnan, Rafeya Khan, Faiz ur
Departemen Kesehatan Republik Rahman, Muhammad Irfan Zia,
Indonesia. Jahanzaib Amin, Imtiaz
Amaefule, K. E., Ismail, L. D., 2013, Ahmad,Saleem Ahmed. 2013.
Rational Antimicrobial Prophylaxis Pattern of Femoral Fractures.
in Orthopaedics and Trauma Journal of Rawalpindi Medical
Surgical Practice, Journal of College (JRMC).
Departemen of Ortopaedics and Saunders. Dorland’s pocket medical
Trauma Surgery, 3: 89-89. dictionary. Edisi ke-28; 2009.
American Academy of Orthopaedic Sjamsuhidajat R, de Jong. 2007. Buku
Surgeon. 2011. Femur Shaft ajar ilmu bedah. Edisi ke-7. Jakarta:
Fractures.http://orthoinfo.aaos.org/to EGC.
pic.cfm?top ic=A00521. [Accessed: Singer BR, McLauchlan GJ,
12- Sep-2018]. RobinsonCM, Christie J. 1998.
Avenia, N., Sanguinetti, A., Cirocchi, R., Epidemiology of fractures in 15,000
Docimo, G., Ragusa, M., Ruggiero, adults: the influence of age and
R., et al. 2009. Management of gender. J Bone Joint Surg.
Complications After Laparoscopic Tjiptoherijanto, P. 2001. Proyeksi
Niscea Fundoplications; A Surgeons Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga
Prespective, Annals of Surgical Kerja, dan Peran Serikat Pekerja
Innovation and Research. dalam Peningkatan Kesejahteraan.
Ganveer, GB. & Tiwari, RR. 2005. Injury Majalah Perencaan Pembangunan.
Pattern Among Non-Fatal Road World Health Organization. Global Health
Traffic Accident Cases: A Cross- Observatory Data Repository. 2011.
Sectional Study In Central India. http://apps.who.int/gho/data/?theme
Indian J Med Sci. Vol. 59 No. 1 = main. Accessed 2018 Sep 12.
hlm.
Goodman dan Hilman. 2010. Manual
Farmakologi dan terapi. Jakarta :
EGC.
Hedlund R, Lindgren U. 1986. The
incidence of femoral shaft fractures
in children and adolescents. Journal
of Pediatric Orthopaedics. 6(1):47-
56.
Noorisa, R., Dwi, A., Abdul,A., Sulis, B.,
2017. The Characteristic Of Patients
With Femoral Fracture In
Department Of Orthopaedic And