Anda di halaman 1dari 6

JOURNAL READING

POSTPARTUM PSYCHIATRIC DISORDERS: EARLY


DIAGNOSIS AND MANAGEMENT

Disusun oleh:
Adelin Luthfiana Fajrin
NPM: 1102015004

Pembimbing:
dr. Asmarahadi, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEHARTO HEERDJAN
PERIODE 08 APRIL – 11 MEI 2019
POSTPARTUM PSYCHIATRIC DISORDERS: EARLY DIAGNOSIS AND
MANAGEMENT

Abstrak
Periode postpartum adalah periode yang ditandai dengan perubahan biologis, fisik,
sosial dan emosional yang berlebihan. Hal ini memerlukan adaptasi personal dan
interpersonal yang signifikan, terutama dalam kasus primigravida (kehamilan
pertama kali). Penyakit mental perinatal sebagian besar tidak terdiagnosis dan dapat
menjadi masalah yang sulit bagi ibu dan bayi. Skrining, diagnosis dan tata laksana
dini merupakan hal yang sangat penting dan harus dianggap sebagai bagian wajib
dari perawatan nifas.

PENDAHULUAN
Banyak wanita mengalami berbagai emosi yang berlebihan seperti
antisipasi, kegembiraan, kebahagiaan, merasa lega, serta kecemasan, frustrasi,
kebingungan, atau kesedihan/ rasa bersalah selama masa kehamilan dan periode
postpartum. Gangguan kejiwaan postpartum secara umum diklasifikasikan menjadi
maternity blues, puerperal psychosis, dan depresi pasca melahirkan. Fenomenologi
postpartum ditandai oleh serangkaian emosi mulai dari mood sementara labil,
mudah tersinggung dan mudah menangis, hingga agitasi, delusi, kebingungan, dan
delirium.
Penyakit mental pasca melahirkan sebagian besar tidak terdiagnosis dan
tidak diobati. Gangguan kejiwaan pasca melahirkan yang tidak diobati dapat
menjadi masalah yang cukup besar untuk sebuah keluarga. Terkadang, kondisi
kejiwaan pasca melahirkan bisa menjadi begitu parah sehingga perlu dirawat di
rumah sakit. Selain itu, gangguan kejiwaan pasca melahirkan dapat mempengaruhi
interaksi dan kasih sayang ibu-bayi. Oleh karena itu, diagnosis dan tata laksana dini
gangguan kejiwaan pascapersalinan sangat penting.

EPIDEMIOLOGI
PP diamati pada 1-2/1000 wanita yang melahirkan dalam 2-4 minggu pertama
setelah persalinan. Onset PP merupakan mendadak dan akut. PP terlihat lebih dini
2-3 hari setelah persalinan. Depresi pascapersalinan (PPD) diamati pada 10-13%
ibu yang melahirkan anak pertama, dan maternity blues terlihat pada 50-75% ibu
baru. Sindrom psikiatrik postpartum lebih terlihat biasanya (81%) pada pasien di
bawah 25 tahun. Riwayat keluarga dengan gangguan mental diamati pada 25%
pasien.

ETIOLOGI
Perubahan Biologis
Terdapat penurunan kadar progesterone yang cukup besar antara tahap pertama dan
kedua persalinan, dan kadar estrogen turun mendadak setelah terlepasnya plasenta
yang mensekresi estrogen. Estrogen memengaruhi sistem monoaminergik,

1
terutama serotonin dan dopamin; mempengaruhi gejala afektif dan gejala psikotik.

Faktor psikososial
Kehamilan dan transisi menjadi ibu memicu berbagai stresor psikologis. Seorang
wanita harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam citra
tubuhnya, hubungannya dengan suami dan anggota keluarganya, dan tanggung
jawabnya.

Faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan postpartum


Primigravida; ibu yang belum menikah; komplikasi saat melahirkan atau setelah
melahirkan; riwayat penyakit psikotik dahulu, terutama riwayat kecemasan dan
depresi; riwayat keluarga dengan penyakit kejiwaan, terutama ibu dan saudara
perempuan yang memiliki gangguan pascapersalinan; peristiwa kehidupan yang
penuh tekanan terutama selama kehamilan dan sebelum persalinan; riwayat
pelecehan seksual; sifat kepribadian yang rentan dan isolasi sosial / pasangan yang
tidak mendukung.

GAMBARAN KLINIS
Gangguan postpartum telah diklasifikasikan menjadi lima kategori utama:

Postpartum blues
PBs, juga dikenal sebagai "baby blues" atau "maternity blues," adalah fase labilitas
emosional setelah melahirkan, ditandai dengan episode sering menangis, iritabel
(mudah tersinggung), kebingungan, dan kecemasan. Namun, elasi mungkin juga
terlihat selama beberapa hari pertama setelah melahirkan.
Gejalanya timbul dalam 10 hari pertama dan memuncak sekitar 3-5 hari. Umumnya
gejala PB tidak mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan wanita. PB dapat dikaitkan
dengan perubahan kadar hormon wanita, lebih lanjut diperparah oleh stres setelah
melahirkan. Namun, PB yang bertahan selama lebih dari 2 minggu dapat membuat
wanita rentan terhadap bentuk gangguan mood yang lebih parah.

Postpartum depression
Dalam PPD terdapat pikiran negatif terutama yang berhubungan dengan bayi baru
lahir. Hal ini terlihat pada 10–15% wanita pasca persalinan dan, selain penentu
waktu postpartum, kriteria diagnostik sulit dibedakan dari episode depresi mayor
yang ditandai dengan mood depresi yang meluas, gangguan tidur dan nafsu makan,
lemas, kecemasan, dan ide bunuh diri. Selain itu perasaan bersalah atau tidak
mampu tentang kemampuan ibu baru untuk merawat bayi, dan fokus dengan
kesehatan atau keselamatan bayi yang berlebihan sehingga dianggap obsesif. Onset
dapat berkisar dari beberapa hari hingga beberapa minggu setelah melahirkan,
umumnya dalam 2-3 bulan pertama setelah melahirkan. Riwayat depresi berat
meningkatkan risiko PPD sebesar 25%, dan riwayat PPD di masa lalu
meningkatkan risiko kekambuhan hingga 50%.

2
Postpartum psychosis
PP biasanya terlihat dalam 2 minggu pertama setelah persalinan atau, paling lama,
dalam 3 bulan postpartum, dan harus dianggap sebagai keadaan darurat psikiatri
dan obstetrik. Riwayat psikosis dahulu dengan kehamilan sebelumnya, riwayat
gangguan bipolar, riwayat keluarga penyakit psikotik adalah beberapa faktor risiko
utama PP. Gejala paling umum meliputi elasi, mood labil, bicara kacau, perilaku
tidak teratur, dan halusinasi atau delusi. Pembunuhan bayi dan bunuh diri tampak
pada 4% dan 5% wanita yang menderita PP. Menanyakan adakah pemikiran bunuh
diri dan membunuh bayinya merupakan hal yang sangat penting.

Postpartum posttraumatic stress disorder


Umumnya ditandai oleh ketegangan, mimpi buruk dan kilas balik yang dapat
berlanjut selama beberapa minggu atau bulan, dan dapat muncul kembali menjelang
akhir kehamilan berikutnya. Hal ini juga dapat menyebabkan tokofobia sekunder.

Anxiety disorders specific to the puerperium


De Armond mengamati bahwa ketakutan akan kematian bayi dapat mencapai
tingkat patologis. Ciri yang paling umum adalah kewaspadaan nokturnal yang
ditandai dengan ibu berbaring terjaga mendengarkan pernapasan bayi, dan sering
memeriksa keadaan bayi sehingga mengakibatkan kurang tidur. Banyak ibu yang
sangat khawatir dan sibuk dengan kesehatan dan keselamatan anak-anak mereka
yang dikenal sebagai "maternity neurosis”.

Obsessions of child harm


Onset postpartum OCD dapat terjadi selama kehamilan atau dalam 6 minggu
setelah persalinan. Tema obsesi sering kali berkaitan dengan pikiran/ gambaran
mengerikan tentang melukai bayi.

DIAGNOSIS GANGGUAN KEJIWAAN PASCA PERSALINAN


Penggunaan alat skrining khusus seperti “Edinburgh Postnatal Depression Scale,”
dan “Mood Disorder Questionnaire” dapat meningkatkan kesadaran penyedia
layanan kesehatan dan membantu dalam diagnosis dini gangguan kejiwaan
postpartum. Investigasi laboratorium dan pemeriksaan fisik menyeluruh harus
dilakukan untuk menapis etiologi organik. Kadang-kadang kondisi medis, seperti
demensia frontotemporal atau tuberkuloma lobus frontal, dan sindrom Sheehan
dapat meniru gangguan kejiwaan pascapartum. Tes penting termasuk hitung darah
lengkap, elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin, glukosa, Vitamin B12, folat, tes
fungsi tiroid, kalsium, urinalisis, dan kultur urin pada pasien dengan demam.
Evaluasi neurologis wajib dilakukan termasuk CT-scan untuk menyingkirkan
adanya stroke yang terkait dengan iskemia (oklusi vaskular) atau perdarahan
(karena hipertensi yang tidak terkontrol, atau aneurisma).

TATALAKSANA GANGGUAN PSIKIATRIK POSTPARTUM


Pengobatan nonfarmakologis
Psikoterapi individu adalah bagian integral dari perawatan, terutama untuk wanita
yang merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan menjadi ibu dan/atau

3
kekhawatiran tentang tanggung jawab baru. Pendidikan psikoedukasi dan dukungan
emosional untuk pasangan dan anggota keluarga lainnya juga merupakan hal
penting. Pasien dan anggota keluarga harus dilibatkan dalam rencana perawatan.
Layanan perawatan yang cukup harus direkomendasikan terutama pada malam hari
untuk meminimalkan gangguan tidur pasien. Dalam beberapa kasus, terapi
interpersonal (IPT) mungkin bermanfaat. IPT terbukti mengurangi gejala depresi
dan meningkatkan penyesuaian sosial.

Farmakoterapi
Keamanan dan bahaya penggunaan obat-obatan psikotropika selama menyusui
harus diatasi. Jumlah obat yang terpapar bayi tergantung pada beberapa faktor
seperti, dosis obat ibu, waktu dan frekuensi pemberian dosis, tingkat metabolisme
obat ibu, dan metabolisme obat yang dicerna bayi.

Antidepresan
Sekitar 60% ibu memulai menyusui, dan sebagian besar antidepresan diekskresikan
ke dalam ASI. Sertraline, paroxetine, dan nortriptyline mungkin menjadi pilihan
yang lebih disukai untuk ibu menyusui.

Antipsikotik
Antipsikotik atipikal sering menjadi pilihan lini pertama untuk psikosis dan mania
karena tolerabilitasnya. Berdasarkan review terbaru dari data tentang efek buruk
pada bayi, olanzapine dan quetiapine dianggap yang paling dapat diterima.
Klorpromazin, haloperidol, dan risperidon dapat dikonsumsi oleh ibu menyusui
dengan pengawasan medis. Bayi yang disusui harus diperhatikan status hidrasi,
sedasi berlebihan, kesulitan makan, dan kegagalan untuk menambah berat badan,
yang merupakan tanda-tanda kemungkinan keracunan obat, dan memberitahu ibu
untuk menghubungi dokter ketika mereka mendapati gejala-gejala tersebut.

Litium
Litium adalah terapi penting untuk menangani PP. Pemantauan kadar litium, fungsi
tiroid dan ginjal, dan hidrasi yang adekuat wajib dilakukan selama penggunaan
litium. Penggunaan litium untuk ibu menyusui umumnya tidak dianjurkan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) karena kekhawatiran mengenai sekresi
obat melalui ASI. Kadar plasma pada bayi yang melebihi 10% kadar plasma ibu
dapat menyebabkan toksisitas pada bayi terutama dalam kasus dehidrasi. Litium
telah efektif dalam mengurangi tingkat kekambuhan setelah kehamilan berikutnya.

Antikonvulsan
Asam valproat atau karbamazepin dapat digunakan untuk menangani PP.

Benzodiazepin
Benzodiazepin dapat berperan dalam pengobatan akut PP. Lorazepam dan
haloperidol intramuskular dapat digunakan untuk mencapai tranquilisasi cepat.
Setelah pasien menjadi lebih stabil, agen oral dapat digunakan. Namun,
benzodiazepin tidak direkomendasikan sebagai monoterapi untuk PP.

4
Breast feeding
Wanita dengan PP harus disarankan untuk tidak menyusui bayinya. Menyusui dan
merawat anak di malam hari merupakan penyebab dari kurang tidur, yang
selanjutnya dapat menyebabkan ketidakstabilan mood terutama pada wanita dengan
gangguan bipolar. Selain itu, karena keadaan psikotik sehingga banyak wanita tidak
mampu menyusui. Namun, untuk menekan laktasi, agonis dopamin harus
digunakan dengan hati-hati karena obat ini dapat menyebabkan psikosis pada
wanita yang rentan.

PROGNOSIS
Prognosis gangguan postpartum umumnya baik jika didiagnosis lebih awal dan
diobati secara memadai, terutama dalam kasus psikosis afektif dan gangguan
psikotik singkat. Wanita yang mengalami PP akibat penyakit bipolar memiliki
prognosis yang baik; 75-86% tidak terdapat gejala setelah satu episode PP. Tingkat
kekambuhan pada kehamilan berikutnya bisa setinggi 25-40%.

KESIMPULAN
Penyakit mental perinatal yang tidak terdiagnosis akan berpengaruh buruk untuk
ibu, bayi, hubungan dengan pasangan dan anggota keluarga lainnya. Penapisan dini
dan diagnosis sangat penting. Periode postpartum adalah masa peningkatan risiko
munculnya ketidakstabilan suasana hati terutama pada wanita dengan gangguan
bipolar.

Anda mungkin juga menyukai