B. Etiologi
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan , penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak . pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan
lunak yang luas.
2. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang ulang . Keadaan ini paling sering dikemukakan pada
tibia , fibula atau metatarsal terutama pada atlet , penari atau calon tentara yang
berjalan baris berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses yaitu :
Osteoporosis
Penyakit metabolic
Tumor, kanker
Fraktur dapat juga terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang tulang tersebut sangat rapuh .
C. Patofisiologi
F. Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan sifat fraktur :
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b. Fraktur terbuka (open / compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:
2. Berdasarkan jumlah garis patah :
a. Fraktur komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif maupuan operatif. Terapi
konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai. Sedangkan terapi operatif
terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tertutup dengan kontrol radiologis
diikuti fiksasi interna (Mansjoer, 2000: 348)
Pada pemasangan bidai, gips atau traksi maka dilakukan imobolisasi pada bagian
yang patah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat (Price, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah
tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain: adanya rasa tidak enak,
iritasi kulit dan luka akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot. (Long, 1996: 378)
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagin tubuh diimobilisasi dan
mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1996: 346).
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan
dengan pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya
infeksi, pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur
yang sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi. (Price, 1995: 1192)
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan
nyeri yang hebat. (Brunner & Suddarth, 2002: 2304)
II. LAPORAN KASUS
A. Persiapan Lingkungan ( Ruangan dan Elektronik/Elektromedik )
1. Ruangan sudah bersih dan siap pakai
2. Meja operasi siap pakai
3. Lampu operasi siap pakai
4. Lampu foto rontgen
5. Suction siap pakai
6. Mesin Electro Surgical Unit / Couter
7. Meja instrumen disiapkan
8. Meja mayo disiapkan
9. Suhu ruangan diatur
10. Standart Infus
11. Trolly waskom
12. Tempat sampah medis dan non medis
B. Persiapan Pasien
1. Persetujuan operasi (informed consent), mendapatkan pendidikan kesehatan
pre, intra, post operasi
2. Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi
3. Menanggalkan semua perhiasan dan gigi palsu
4. Pasien dalam kondisi bersih, daerah operasi terbebas dari rambut, serta
memakai pakaian khusus kamar operasi
5. Vital sign dalam batas normal
6. Pasien diposisikan supine dengan pembiusan general anastesi
7. Desinfeksi area operasi
8. Marking area operasi
D. Waskom
Bengkok besar + kecil : 1 / 1 buah
Round bowls (kom) besar / cucing : 1 / 1 buah
E. Tambahan
Kabel Couter : 1 buah
H. Set Tambahan
Bor listrik : 1 buah
Mesin ATS (Automatic torniquete system) : 1 buah
Baterai Bor : 1 buah
Jack cob / kepala bor : 1 buah
Mata bor / drill 2.5 mm : 2 buah
Chucky key / kunci bor / drilling chuck : 1 buah
Sleave 2.5 mm : 1 buah
Dept gauge small / penduga : 1 buah
Tapper 3,5 mm (cortical ) : 1 buah
Screw drivers : 1 buah
Kotak implan beserta isinya : 1 set
o Screw cortical 3,5mm, x 16mm, 18mm, 20mm :4/6/
3 buah
o Implan 1/3 tubuler + small dcp(dinamic compersion plate : 1 / 1
buah