Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Oleh: Abdul Aziz

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KIESEHATAN (STIKES)
SUMBAWA

1
TAHUN 2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT atas nikmatnya yang telah diberikan

kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)” yang merupakan tugas saya

disemester III dalam mata kuliah Keperawatan Medical Bedah guna untuk kegiatan

belajar mengajar.

Saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingannya dan teman-teman yang memberikan dukungan dan

masukannya kepada saya dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga tugas ini dapat

terselesaikan oleh saya semestinya.

Namun sebagai manusia biasa, saya tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh

karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa saya terima sebagai acuan

untuk tugas-tugas saya selanjutnya.

3
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR .............................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4

1.1 Latar Belakang .............................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................5
1.3 Tujuan...........................................................................................................5

BAB II ISI ...............................................................................................................6

2.1 Pengertian .....................................................................................................6


2.2 Klasifikasi ....................................................................................................6
2.3 Etiologi .........................................................................................................7
2.4 Patogenesis ...................................................................................................7
2.5 Patofisiologi .................................................................................................7
2.6 Tanda dan Gejala........................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................10
2.8 Penatalaksanaan .........................................................................................11
2.9 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan COPD ....................................13
2.10 Perencanaan Keperawatan .........................................................................15
2.11 Contoh Kasus .............................................................................................20

BAB III PENUTUP .............................................................................................23

3.1 Kesimpulan ................................................................................................23


3.2 Saran ...........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24

4
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pada saat tahun 2007 di Amerika Serikat, PPOK merupakan penyebab utama kematian
ketiga. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting. Gejala dan tanda
klinis pada fase awal sangat tidak khas. Pemberian terapi yang terlambat membawa dampak
kematian Setiap pengobatan harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan
keparahan dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor. Pasien yang
pengobatannya terlambat angka kematiannya cukup tinggi
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis,
bronkiektasis, emfisiema dan asma. PPOK merupakan kondisi irreversible yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung
pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir dan sekresi
yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran
oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh
overekstensi ruang udara dalam paru-paru. Pada asma, jalan napas bronchial menyempit
dan membatasi jumlah udara yang mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu
digunakan dalam semua kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini
membutuhkan pendekatan spesifik.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhulubungan dengan interaksi genetic
dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan pemajanan ditempat kerja (terhadap batu
bara, kapas, padi-padian) merupakakn factor-faktor risiko penting yang menunjang pada
terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan.
PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal
mencegah panghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup
dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang
timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.

5
PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya
meningkat sejalan dengan peningkatan usia. meskipun aspek-aspek paru tertentu, seperti
kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan dengan peningkatan usia, PPOK
memperburuk banyak perubahan fisiologi yangberkaitan dengan penuaan dan
mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam bronchitis)dan kehilangan daya kembang
elastic paru (pada emfisema). Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio
ventilasi perkusi pada pasien lansia dengan PPOK.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian PPOK?
2. Bagaimana klasifikasi dari PPOK?
3. Apa saja etiologi dari PPOK?
4. Bagaimana pathogenesis PPOK?
5. Bagaimana tanda dan gejala pasien dengan PPOK?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien PPOK?
8. Bagiamana asuhan keperawatan pada pasien PPOK?

3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
 Agar menambah pengetahuan mahasiswa tentang PPOK
 Agar mahasiswa/mahasiwi dapat menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan PPOK.

6
BAB II

ISI

1. Pengertian

Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronchitis
kronik, emfisema paru dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut PPOK.
Agaknya ada hubungan etiologi dan sekuensial antara bronchitis kronis dan emfisema,
tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata
sekali sehubungan dengan etiologi, pathogenesis dan pengobatan.

PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai
dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas ,
batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff,
2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Menurut
Carpenito (1999) COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan
penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema,
bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia
(industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.

2. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot
halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat,
kimia dan infeksi.
2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun,

7
dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis
paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan
dinding alveolus.

3. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999)
adalah :
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan langsung
dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkusdan metaplasia skuamulus epitel
saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut
Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut
getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif
2. Perokok Pasif
3. Bekas Perokok
b. Derajat berat merokok
( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):
1. Ringan: 0 - 200
2. Sedang: 200 - 600
3. Berat: >600
2. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi
seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.
a. Polusi di dalam ruangan: - asap rokok
- asap kompor
b. Polusi di luar ruangan: - Gas buang kendaranan bermotor
- Debu jalanan
c. Polusi tempat kerj (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

3. Riwayat infeksi saluran nafas.


Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis
hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan

8
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri.
4. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
5. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang
terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun, debu gandum, dan
debu asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di tempat
selain yang disebutkan di atas.
Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
1. Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien yang
didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita
gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya
dialami < 1% pasien PPOK.
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait
dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan peningkatan
prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang
merokok.
3. Adanya gangguan fungsi paru
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya PPOK,
misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin) atau infeksi
pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis. Individu dengan
gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi paru-parulebih besar
sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya normal, sehingga lebih
berisiko terhadap berkembangnya PPOK. Termasuk di dalamnya adalah orang
yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah,
ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.

9
4. Patogenesis & Patofisiologi PPOK

Inhalasi bahan berbahaya

oksidan Oksidative strees


Anti oksidan

Mekanisme Mekanisme
Inflamasi
perlindungan perbaikan

Kerusakan
jaringan

Penyempitan saluran
Destruksi Parenkim Paru Hipersekresi mukus
nafas & fibrosis
Emfisema Bronkitis kronis

5 Patofisiologi
Perubahan patologis pada PPOK terjadi di saluran pernafasan, bronkiolus dan
parenkim paru. Peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear yang diaktivasi dan
makrofag yang melepaskan elastase tidak dapat dihalangi secara efektif oleh antiprotease.
Hal ini mengakibatkan destruksi paru. Peningkatan tekanan oksidatif yang disebabkan oleh
radikal-radikal bebas di dalam rokok dan pelepasan oksidan oleh fagosit, dan leukosit
polimorfonuklear menyebabkan apoptosis atau nekrosis sel yang terpapar. Penurunan usia
dan mekanisme autoimun juga mempunyai peran dalam patogenesis PPOK (Kamangar,
2010).

10
a) Bronkitis kronik
Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran pernafasan termasuk
atrofi, metaplasia sel squamous, abnormalitas silia, hiperplasia otot lurik, proses inflamasi,
dan penebalan dinding bronkiolus adalah tanda-tanda bronkitis kronik. Neutrofilia terjadi
di lumen saluran pernafasan dan infiltrasi neutrofil berkumpul di submukosa. Di
bronkiolus, terjadi proses inflamasi mononuklear, oklusi lumen oleh mukus, metaplasia sel
goblet, hiperplasia otot lurik, dan distorsi akibat fibrosis. Semua perubahan ini
dikombinasikan bersama kehilangan supporting alveolar attachments menyebabkan
pernafasan yang terbatas akibat penyempitan lumen saluran pernafasan dan deformitas
dinding saluran pernafasan (Kamangar, 2010).
b) Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal
dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema menurut
morfologinya:
1. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan meluas ke
perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering terjadi akibat
kebiasaan merokok yang telah lama.
2. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh alveolus distal dan
bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru bawah. Emfisema tipe
ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi pada pasien dengan defisiensi α1-
antitripsin.
3. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran pleura
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

6. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth (2005) :
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Sputum putih,
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.

11
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa (keluhan)
- Umumnya dijumpai pada usia tua (>45 th)
- Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK
- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja (waktu lama)
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak
(infeksi nafas berulang, lingkungan asap rokok)
- Batuk berulang dengan / tanpa dahak
- Sesak dengan / tanpa bunyi mengi
- Sesak nafas bila aktivitas berat

2. Pemeriksaan fisik:
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang.
3. Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan
corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh
darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
4. Tes fungsi paru:
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab
dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau
restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi, misalnya bronkodilator.
5. Pemeriksaan gas darah.
6. Pemeriksaan EKG
7. Pemeriksaan Laboratorium darah: hitung sel darah putih.

12
8. Penatalaksanaan
1. Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:
o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi:
 Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
 Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang
memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal,
amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan
peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi.
Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan
antiobiotik yang lebih kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas CO2.

MANFAAT OKSIGEN:

1. Mengurangi sesak
2. Memperbaiki Aktiviti
3. Mengurangi hipertensi pulmonal (Penyakit jantung)
4. Mengurangi vasokonstriksi
5. Mengurangi hematokrit
6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7. Meningkatkan kualiti hidup
INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN:
1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.
2. PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % +
adanya:
a. Kor Pulmonale
b. P Pulmonal
c. Hematokrit > 55%
d. tanda gagal janyung kanan
e. Sleep apneu

13
f. Penyakit paru lain
Macam Terapi Oksigen :
1. Pemberian oksigen jangka panjang
2. Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
Alat bantu pemberian Oksigen:
1. Nasal kanul
2. Sungkup venturi
3. Sungkup rebreathing
4. Sungkup Non rebreathing
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya
golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan
sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizeratau protropium
bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II
dengan PaO2 <>
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c)
Rehabilitasi pekerjaan.
9 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD
A. Pengkajian

1. Diagnosa Keperawatan Identitas klien

14
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara,
bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi: nama, alamat, hubungan
dengan klien.
2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana
kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status
kesehatan klien menurun.
3. Pola nutrisi metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan
minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji
adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric,
timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung
berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.

4. Pola eliminasi.
o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian
alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,kesulitan/masalah
defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam BAB.
5. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga
penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada
klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan,
jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
6. Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang.
Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu,
menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien
apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal,
berkemih, sesak dan lain-lain.
7. Pola persepsi kognitif
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,
pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien
mengatasi tak nyaman: nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti
pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat
waktu dan orang.

15
8. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus
asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
9. Pola peran hubungan dengan sesame
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di
masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi
verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
10. Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang
timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien
bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan
klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap
diri sendiri.
12. Pola sistem kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada
nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan


produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada
selaput paru-paru.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus bronkokonstriksi
dan iritan jalan napas.
5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak efektif

10 Perencanaan Keperawatan.
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan
produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan:Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil: Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.
Intervensi :

16
1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional: Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional:
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan
gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih
mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain
membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya: mengi, krokels dan
ronki.
Rasional:
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya:
penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya: keluhan “lapar udara”, gelisah,
ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional:
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis
selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi
dan reaksi alergi.
5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional:
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
6. Observasi karakteristik batuk, misalnya: menetap, batuk pendek, basah, bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional:
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut,
atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala
dibawah setelah perkusi dada.

17
7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Rasional:
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.
Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan
dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol
(proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol,
bronkometer).
Rasional:
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan
napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau
inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen


berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan: Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil:
o Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi:
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas
bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau
danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan
kebutuhan/toleransi individu.
Rasional:

18
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas
untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional:
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas
pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan.
Rasional:
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi.
Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles
basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
Rasional:
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan; emfisema
koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin
dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada


selaput paru-paru.
Tujuan: Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
o Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
o Ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki
perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Rasional:
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul
komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.

19
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional:
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri,
khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
3. Berikan tindakan nyaman, misalnya; pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional:
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional:
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan
memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional:
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional:
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau
menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus


bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan:perbaikan dalam pola pernapasan
Kriteria Hasil:
o Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya
ketika sesak nafas dan saat melakukan aktivitas
o Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam
aktivitas
o Menggunakan pelatihan oto-otot inspirasi seperti yang diharuskan selama 10 menit
setiap hari
Intervensi:
1. Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan
Rasional:

20
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan
bernapas dengan efisien dan lebih efektif
2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan
pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya
berdasarkan tingkat toleransi pasien.
Rasional:
Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas
tanpa distress berlebihan.
3. Berikan dorongan penggunaan otot pernapasan jika diharuskan
Rasional:
Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.

5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak efektif
Tujuan: perbaikan daalam toleransi aktivitas
Kriteria Hasil:
o Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.
o Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari
o Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk
memprbaiki kondisi fisik
Intervensi:
Mendukung pasien menegakkan regimen latihan teratur dengan menggunakan
treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai seperti berjalan
perlahan.
a. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan
berdasarkan pada status fungsi dasar
b. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program
latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit oksigen portable untuk
berjaga-jaga jika diperlukan selama latihan.
Rasional:
Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih bnyak oksigen dan
memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur,
bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan
lebih banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap memutus
siklus yang melemahkan ini.

21
11. Contoh Kasus
A 54 year old man with a past medical history of hypertension presents to the clinic
complaining of shortness of breath that began about 4 to 5 years ago. his symptoms have
gradually gotten worse since then. he is now unable to walk 100 yards without having to
stopand rest. he also has a daily cough that is usually productive of yellowish sputum. he
smokes about 1 1/2 packs of cigarettes a day and has done so for the past 30 years. he
also drinks on average 6 to 7 beers a day. he does not have any significant occupational
exposures to dust,gases, of fumes.
Seorang pria berusia 54 tahun dengan riwayat medis hipertensi menyajikan ke klinik
dengan keluhan sesak napas yang mulai sekitar 4 sampai 5 tahun yang lalu. gejalanya
telah secara bertahap memburuk sejak saat itu. dia sekarang tidak mampu berjalan 100
yard tanpa harus stop dan istirahat. ia juga memiliki batuk sehari-hari yang biasanya
produktif sputum kekuningan. ia merokok sekitar 1 1/2 bungkus rokok sehari dan telah
melakukannya selama 30 tahun terakhir. ia juga minum rata-rata 6 sampai 7 bir sehari. ia
tidak memiliki pekerjaan dengan ruang terbuka yang signifikan debu, gas, asap.

Penyelesaian Kasus
1. Data Subjektif
Umur : 54 th
Jenis kelamin : laki-laki
Riwayat penyakit : hipertensi, perokok, pemabuk,sesak napas sekitar 4 sampai 5
tahun yang lalu, tidak sanggup berjalan lebih dari 100 kaki
(91,44 m) tanpa istirahat dan berhenti dan batuk berdahak.

2. Data Objektif
Dahak berwarna kekuningan

3. Asessment
Dari data subjektif yang diperoleh diketahui bahwa pasien mengidap penyakit PPOK
(Penyakit Paru Obstruktif Kronik) berdasarkan gejala-gejala yang timbul seperti pasien
merupakan perokok yang termasuk jenis perokok berat, pemabuk, sesak nafas sejak 4
sampai 5 tahun terakhir, tidak sanggup berjalan kaki lebih dari 100 kaki (91,44 m), batuk
yang mengeluarkan dahak kekuningan. PPOK ini merupakan penyakit yang berhubungan
dengan hambatan pada saluran pernafasan yang biasanya diderita oleh perokok. Pasien juga

22
merupakan pasien dengan penyakit hipertensi namun hipertensinya tidak terkontrol dengan
baik dan riwayat pengobatannya tidak dijelaskan dengan jelas.
Pasien seharusnya mendapatkan pengobatan hipertensi dan pengobatan PPOK.
Sesak nafas pada pasien ini disebabkan inflamasi kronis pada salura nafas yang diakibatkan
paparan inhalasi dari asap rokok sehingga mengakibatkan terganggunya klirens produksi
mukus yang berlebihan sehingga terjadi penyempitan atau tersumbatnya jalan nafas
kemudian timbul sesak nafas. Serta batuk berdahak pada pasien dikarenakan adanya
peradangan pada paru yang sudah lama akibat perokok berat sehingga sputum menjadi
berwarna kekuningan.
4. Planning
Untuk penatalaksanaan farmakologis diberikan :
a) pengobatan untuk PPOK diberikan Brokidilator (Salbutamol inhaler d0sisny 1-2
tarikan nafas setiap 4-6 jam) saya memilih inhaler karena pertimbangan penyakit
pernafasan si pasien telah akut dan karena pasien tersebut juga merokok makanya
dibutuhkan sediaan obat yg kerjanya lebih cepat
b) Anti hipertensi (amlodipine)
c) Antibiotik (amoksisilin)
d) untuk batuk berdahak diberikan mukolitik (Sirup Ambroxol).
Perlu di berikan antibiotik karena Sputum dalam jumlah besarBerhubungan dengan infeksi
bakteriRonki kasar pada auskultasi
Untuk hipertensi belum dapat diberikan obat secara rasional karena data subjektif tekanan
darah belum jelas, disarankan untuk melihat riwayat penyakit atau memeriksakan berapa
tekanan darahnya.
Yang diperlu diperhatikan adalah dosis pemberian dan waktu pemberian untuk mengurangi
efek samping.
Terapi non-farmakologis :

a) Rehabilitasi: latihan fisik, latihan ketahanan, latihan pernapasan, rehabilitasi


psikososial
b) Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK stadium III

– PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan/tanpa hiperkapnia

– PaO2 55-60 mmHg atau Sa02 < 88% dengan hipertensi pulmonal, edema
perifer karena gagal jantung, polisitemia.

23
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit
paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, emfisema,
bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia
(industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.Faktor-
faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya merokok, polusi, infeksi saluran napas
dan bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. Tanda dan gejala dari PPOK antara lain
batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin, batuk kronik dan pembentukan
sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak, dispnea, nafas pendek dan cepat
(Takipnea). Penatalaksanaan pasien PPOK diberikan terapi sesuai dengan gejala yang
dialami misalnya terapi oksigen. Dan asuhan keperawatan dimulai dari mengkaji keadaan
fisik, memperoleh data subjektif dan objektif dari pasien, kemudian menetukan diagnose
berdasarkan dari data-data yang telah diperoleh yaitu bersihan jalan napas tak efektif
berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan
kental dan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus), kemudian melakukan
intervensi sampai dengan evaluasi.

2. Saran
Dari makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi klinis dan
penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar menghindari atau mencegah dari
factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC, 2001.
2. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC, 2005
3. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.
4. Alsagaff H & Mukty HM. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga
University Press, 2006.

25

Anda mungkin juga menyukai