PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut Keliat, dkk dalam Prabowo (2014), kesehatan jiwa suatu kondisi
mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagian yang
utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya. Mampu
menghadapi stress kehidupan dengan wajar, mampu bekerjadengan produktif dan
memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup,
menerima dengan baik apa yang da pada dirinya dan merasa nyaman dengan orang
lain.
1
Menurut World Health Organization (WHO), 25 % dari penduduk dunia
pernah mengalami masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya merupakan gangguan
jiwa berat. Di Indonesia rata-rata gangguan jiwa berat seperti halusinasi, ilusi,
waham, kemampuan berpikir, gangguan proses pikir serta tingkah laku yang aneh,
misal nya agrevitas atau katonik di setiap provinsi sebesar 14,3 % sedangkan di
jawa tengah penderita gangguan berat sebesar 2,3 %. (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian keperawatan kesehatan jiwa ?
2. Bagaimana rentang sehat jiwa ?
3. Bagaimana kriteria sehat jiwa?
4. Apa prinsip keperawatan kesehatan jiwa?
5. Bagaimana perkembagan keperawatan kesehatan jiwa?
6. Bagaimana model keperwatan kesahatan jiwa?
7. Apa peran perawatan kesehatan jiwa?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Menurut WHO
Kes. Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung,
komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan
kepribadian yg bersangkutan.
4
B. Rentan sehat jiwa.
1. Sehat jiwa
Orang yang dikatakan sehat jiwa bila terdapat indikator berikut; yaitu
mempunyai pikiran yang logis, perilaku yang sesuai, presepsi akurat,
emosi konsisten, dan mampu melakukan hubungan sosial dengan
masyarakat.
Respon ini disebut adaptif karena dapat berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri
mereka sendiri.
2. Masalah Psikososial
5
jiwa, masalah anak jalanan, masalah kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika
dan psikotropika, masalah penyimpangan dan pelecehan seksual, kemiskinan,
penelantaran, stres pasca trauma, masalah usia lanjut yang terisolasi, dan masalah
kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.
Terkadang kita hanya memfokuskan diri pada kondisi fisik tubuh, sehingga
hal-hal berkaitan dengan perawatan tubuh selalu menjadi perhatian. Respon
kita pun sangat cepat jika ada bagian tubuh bermasalah. Kita akan segera
mencari pertolongan ke dokter atau perawat bila tubuh kita merasakan gejala
sesak nafas, pusing, demam, diare, dan sebagainya yang diartikan sebagai
sakit.
Akan tetapi kita sering mengabaikan kondisi tubuh yang berhubungan dengan
psikis atau emosional, terutama yang berhubungan dengan perasaan. Bila
tubuh mengalami perasaan tidak berdaya, sedih, takut, gundah, dan galau
secara berlebihan, sehingga membuat kita tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari, adakah upaya untuk mencari pertolongan segera ke pelayanan
kesehatan?
Tak jarang banyak orang yang menyimpan perasaan demikian sehingga bila
perasaan ini terus dipendam akan menimbulkan benih-benih gangguan jiwa.
Lo, kok bisa ya? Memang begitu adanya. Sakit fisik, kita bisa merasakan
gejalanya sehingga kita akan segera mencari pertolongan, tapi sakit jiwa
6
muncul akibat kumpulan perasaan yang tertekan puluhan tahun lamanya. Maka
dari itu kita harus mengenal rentang respon kesehatan jiwa, supaya tahu kita
berada di rentang mana.
Rentang respon kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dinamis yang dimulai
dari keadaan sehat optimal berupa respon adaptif sampai mati secara bertahap
berupa respon maladaptif. Secara garis besar rentang respon kesehatan jiwa
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sehat jiwa, masalah psikososial, dan
gangguan jiwa.
1. Sehat Jiwa
Orang yang dikatakan sehat jiwa bila terdapat indikator berikut; yaitu
mempunyai pikiran yang logis, perilaku yang sesuai, presepsi akurat,
emosi konsisten, dan mampu melakukan hubungan sosial dengan
masyarakat.
Respon ini disebut adaptif karena dapat berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri
mereka sendiri.
2. Masalah Psikososial
Masalah psikososial merupakan setiap perubahan dalam kehidupan
individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai
faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa.
Respon ini berada diantara adaptif dan maladaptif. Bila seseorang tidak
mampu mengatasi masalah ini dengan baik, maka akan menuju ke
rentang maladaptif yang bisa mengarah ke gangguan jiwa. Tapi bila
ditangani dengan baik akan kembali menjadi adaptif dan sehat jiwa.
Masalah psikososial yang dapat menyebabkan gangguan jiwa menurut
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu
Kedokteran Jiwa, secara garis besar ialah psikotik gelandangan,
pemasungan penderita gangguan jiwa, masalah anak jalanan, masalah
kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, masalah
penyimpangan dan pelecehan seksual, kemiskinan, penelantaran, stres
pasca trauma, masalah usia lanjut yang terisolasi, dan masalah
kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.
7
3. Gangguan Jiwa
Bila seseorang telah mengalami gangguan perasaan, pemikiran, dan
perilaku yang menimbulkan delusi dan halusinasi, sehingga mengganggu
aktivitas kehidupannya sehari-hari maka disebut sebagai gangguan jiwa.
Respon yang ditimbulkannya tentu maladaptif yang bertentangan dengan
perilaku normal pada umumnya. Mereka tidak bisa membedakan mana
yang khayal mana yang bukan, karena sistem saraf pada otaknya sudah
terganggu.
Pada keadaan seperti ini terapi yang digunakan harus menggunakan obat-
obatan yang dapat menstabilkan sistem saraf di otaknya. Selain itu, juga
dibutuhkan terapi lainnya untuk menunjang pengobatan.
Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk mengetahui rentang respon kesehatan
jiwa supaya kita sadar kita berada di posisi mana.
Adapun kriteria sehat jiwa menurut Riyadi, Sujono (2013) dalam bukunya
yang berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa meliputi:
8
4. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Pemahaman individu terhadap stimulus eksternal sesuai dengan
kenyataan yang ada. Persepsi individu dapat berubah jika ada
informasi baru, dan memiliki empati terhadat perasaan dan sikap
orang lain.
5. Otonomi
Individu dapat mengambil keputusan secara bertanggung jawab dan
dapat mengatur kebutuhan yang menyangkut dirinya tanpa
bergantung pada orang lain.
6. Kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek,
seperti demam atau berjamgka panjang seperti paralisis dari anggota
gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu
berespon terhadap stresor danberadaptasi terhadap tuntutan atau
perubahan yang dibutuhkan. Adapatasi membutuhkan respon aktif
dari seluruh individu. Jika seseorang tidak mampu untuk beradaptasi,
maka kemungkinan untuk mengalami gangguan jiwa adalah besar
(Kusumawati, 2010).
Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi
keperawatan jiwa : yang kompeten).
· Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).
9
· Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam
keperawatan jiwa).
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan,
kesehatan dan keperawatan.
Manusia
10
pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku
tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
Lingkungan
Kesehatan
Keperawatan
11
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu
perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah
keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis,
dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan salah satu teknik
penyelesaian masalah (Problem solving). Proses keperawatan bertujuan untuk
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien
sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah
klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan
menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan
keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses
keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka.
Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.
Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis keperawatan
tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada. Proses
keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya,
pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses
sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar daripada perawat
sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat diri dapat
pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan / atau masalah teratasi.
sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model
keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa
periode. Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan
oleh petugas kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan
bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus,
yang kemudian berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care.
Baru sekitar tahun 1945-an fokus perawatan terletak pada penyakit, yaitu model
kuratif (model Curative Care). Perawatan pasien jiwa difokuskan pada pemberian
12
pengobatan. Baru tahun 1950 fokus perawatannya mulai befokus pada klien,
anggota keluarga tidak dianggap sebagai bagian dari tim perawatan. Obat-obat
psychotropic menggantikan Restrains dan seklusi (pemisahan).
Deinstitutionalization dimulai, mereka bukan partisipan aktif dalam perawatan dan
pengobatan kesehatan mereka sendiri. Hubungan yang terapetik mulai diterpakan
dan ditekankan. Fokus utama pada preventiv primer. Perawatan kesehatan jiwa
diberikan di rumah sakit jiwa yang besar (swasta atau pemerintah) yang biasanya
terletak jauh dari daerah pemukiman padat.
Sekitar dekade berikutnya, pada saat terjadi Pergerakan Hak-Hak Sipil (The Civil
Rights) di 1960-an, penderita gangguan jiwa mulai mendapatkan hak-haknya. The
Community Mental Health Centers Act (1963) secara dramatis mempengaruhi
pemberian pelayanan kesehatan jiwa. Undang-Undang inilah yang menyebabkan
fokus dan pendanaan perawatan beralih dari rumah sakit jiwa yang besar ke pusat-
pusat kesehatan jiwa masyarakat yang mulai banyak didirikan.
Baru pada akhir abad ke-20, biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan
kebutuhan pembatasan biaya menjadi focus nasional. Pada saat ini sistem
manajemen perawatan mengatur hubungan antara pembayar, penyedia jasa, dan
konsumen layanan kesehatan. Sistem ini memantau distribusi pelayanan, tindakan
penyedia jasa, dan hasil perawatan. Tujuan dari sistem ini adalah mengurangi biaya
sambil tetap meningkatkan mutu pelayanan. Hubungan antara penyedia jasa dan
13
pengguna layanan tidak lagi bersifat primer. Manajer dan pihak asuransi kesehatan
memantau hubungan antara penyedia jasa dan konsumen layanan kesehatan.
Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau pengobatan berbasis komunitas,
yang menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui pusat kesehatan
mental, praktek, pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care, home visite dan
hospice care. Pada saat ini banyak terjadi perubahan yang signifikan dalam
perawatan kesehatan jiwa. Managed care menghubungkan struktur dan layanan
baru. Seorang manajer kasus ditugaskan untuk mengkoordinasikan pelayanan
untuk klien individu dan bekerja sama dengan tim multidisipliner. Alat-alat
manajemen klinis yang menunjukkan organisasi, urutan dan waktu intervensi yang
diberikan oleh tim perawatan untuk satu gangguan yang teridentifikasi pada klien.
Pemberian dan pemfokusan layanan pencegahan primer (bukan hanya perawatan
berbasis penyakit); mencakup identifikasi kelompok-kelompok berisiko tinggi dan
penyuluhan untuk mencegah gaya hidup guna mencegah penyakit.
Meski dalam sejarah kesehatan jiwa banyak didominasi oleh dunia barat,
namun sesungguhnya dalam dunia Islam sejarah kesehatan jiwa justru sudah
dimulai sejak jauh sebelum Barat mengenal metode penyembuhan penyakit jiwa
berikut tempat perawatannya. Pada abad ke-8 M di Kota Baghdad. Menurut Syed
Ibrahim B PhD dalam bukunya berjudul "Islamic Medicine: 1000 years ahead of its
times", mengatakan, rumah sakit jiwa atau insane asylums telah didirikan para
14
dokter dan psikolog Islam beberapa abad sebelum peradaban Barat menemukannya.
Hampir semua kota besar di dunia Islam pada era keemasan telah memiliki rumah
sakit jiwa. Selain di Baghdad ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah Insane Asylum juga
terdapat di kota Fes, Maroko. Selain itu, rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di
Kairo, Mesir pada tahun 800 M. Pada abad ke-13 M, kota Damaskus dan Aleppo
juga telah memiliki rumah sakit jiwa.
Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah
yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa
ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa
sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan
15
kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan
kejiwaan lainnya.
Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Menurut dia, depresi bisa
disebabkan alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan.
Ini bisa disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-
alasan yang tak diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini
bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.
Pencegahan primer
Penanganan multidisiplin
A. DULU
16
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
B. SEKARANG
– Meningkatkan Iptek
1. Psychoanalitycal
17
anak. Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metodeasosiasi bebas dan
analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatik masa lalu. Misal pasien
dibuat dalam keadaan mengantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya
pengalam bawah alam sadarnya digali dengan pertanyaan-pertanyaan untuk
menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang
memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Peran perawat dalam metode ini
adalah berupaya melakukan assesment atau pengkajian mengenai keadaan keadaan
traumatik atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu, dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust(saling
percaya).
2. Interpersonal,
Menurt konsep model ini kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat
adanya ancaman.Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety), ansietas
timbul dan dialami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang
lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya
ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Proses terapi menurut
konsep ini adalah Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman bagi
klien), Trusting Relationship and Interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan
yang saling percaya) dan membina kepuasaan dalam bergaul dengan orang lain
sehingga pasien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam model
konsep ini adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa
yang dirasakan pasien, apa yang dicemaskan oleh pasien saat berhubungan dengan
orang lain), theraspist use empathyand relationship (perawat berupaya bersikap
empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh pasien). Perawat
memberikan respon verbal yang
18
mendorong rasa aman pasien dalam berhubungan dengan orang lain seperti: “Saya
senangberbicara dengan anda, saya siap membantu anda, anda sangat
menyenangkan bagi saya”.
3. Social
4. Exitensial
19
memperluas kesadaran diri pasien melaui feed back, kritik saran atau reward and
punishment.
5. Supportive Therapy
6. Medical
20
kolaborasi diantaranya adalah yang pertama yaitu sebagai pelaksana asuhan
keperawatan, yaitu perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa
kepada individu, keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat
menggunakan konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep
kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan
kepada individu, keluarga dan komunitas. Perawat melaksanakan asuhan
keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa,
yaitu pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, dan melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap
tindakan tersebut.
21
“here and now” yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tidak ditunda
sehingga tidak terjadi penumpukkan masalah. Ketiga, sebagai model peran yaitu
perawat dalam memberikan bantuan kepada pasien menggunakan diri sendiri
sebagai alat melalui contoh perilaku yang ditampilkan oleh perawat.Fungsi perawat
yang keempat yaitu memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien
merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu memasukkan
pengkajian biologis secra menyeluruh dalam evaluasi pasien jiwa untuk
mengidentifikasi adanya penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi
dengan cara yang tepat. Kelima, memberikan pendidikan kesehatan yang
Peran keperawatan
22
Memberikan pedoman pelayana kesehatan.
23
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa masyarakat
(Community Mental Health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang
dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada
24
upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. (Kep
MenKes No. 220).
Daftar pustaka
Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans
Info
Kusumawati, Farida & Hartono, Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Stuart, Gail, W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Editor Pamilih
25
Eko Karyuni ; alih Bahasa. Jakarta : EGC
26