Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan jiwa menurut undang – undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014


merupakan suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikaan kontribusi untuk komunitasnya. Menurut Riyadi dan Purwanto
(2013), kesehatan jiwa suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu
penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan
kemampuan pengendalian diri. Menurut Australia Health Minister, Mentsl Health
Nursing Prative, dalam Yosep dalam Herman (2011), Kesehatan jiwa kemampuan
individu dalam kelompok dan lingkungannya untuk berinteraksi dengan yang lain
dengan cara untuk mengapai kesejahteraan, perkembangan yang optimal, dengan
menggunakan kemampuan mental nya ( kognisi, afeksi, relasi ) memiliki prestasi
individu serta kelompok nya konsisten dengan hukum yang berlaku.

Menurut Keliat, dkk dalam Prabowo (2014), kesehatan jiwa suatu kondisi
mental sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagian yang
utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia dengan ciri menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya. Mampu
menghadapi stress kehidupan dengan wajar, mampu bekerjadengan produktif dan
memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam lingkungan hidup,
menerima dengan baik apa yang da pada dirinya dan merasa nyaman dengan orang
lain.

Menurut Videbeck (2008) menjelaskan kesehatan jiwa suatu kondisi sehat


emosional, psikososial, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan
interpersonal yang memuaskan,perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang
positif dan stabilan emosional.

1
Menurut World Health Organization (WHO), 25 % dari penduduk dunia
pernah mengalami masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya merupakan gangguan
jiwa berat. Di Indonesia rata-rata gangguan jiwa berat seperti halusinasi, ilusi,
waham, kemampuan berpikir, gangguan proses pikir serta tingkah laku yang aneh,
misal nya agrevitas atau katonik di setiap provinsi sebesar 14,3 % sedangkan di
jawa tengah penderita gangguan berat sebesar 2,3 %. (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

Center for Mental Health Services (CMHS) secara resmi mengakui


keperawatan jiwa salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa
menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik, teori kepribadian dan
perilaku manusia untuk mendapatkan kerangka berpikir teoritis yang mendasari
praktek keperawatan (Suart dalam Prabowo, 2014).

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian keperawatan kesehatan jiwa ?
2. Bagaimana rentang sehat jiwa ?
3. Bagaimana kriteria sehat jiwa?
4. Apa prinsip keperawatan kesehatan jiwa?
5. Bagaimana perkembagan keperawatan kesehatan jiwa?
6. Bagaimana model keperwatan kesahatan jiwa?
7. Apa peran perawatan kesehatan jiwa?

C. Tujuan

Bertujuan untuk memenuhi mata kuliah keperawatan jiwa dan agar


mahasiswa mengetahui bagaimana peran perawat dalam perawatan kesehatan jiwa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian keperawatan kesehatan jiwa

Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi


praktikkeperawatan yang menerepkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya atau
instrumennya.Keperawatan jiwa merupakan sebagian dari penerapan ilmu
tentang perilaku manusia, psikososial, bio-psik dan teori-teori kepribadian,
dimana penggunaan diri perawat itu sendiri secara terapeutik sebagai alat
atau instrumen yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan
(Erlinafsiah, 2010)

Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang


didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial yang maladaptif
yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa individu, keluarga danmasyarakat (Sujono dan Teguh, 2009).

a. Menurut American Nurses Associations (ANA)

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan


yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan
menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan
mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).

3
b. Menurut WHO

Kes. Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung,
komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan
kepribadian yg bersangkutan.

c. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966

Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual


emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn
orang lain.

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan


pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus
kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan
oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan
terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan terapi modalitas
keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas ).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk


meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat
berfungsi utuh sebagai manusia.

4
B. Rentan sehat jiwa.

Rentang respon kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dinamis


yang dimulai dari keadaan sehat optimal berupa respon adaptif sampai mati
secara bertahap berupa respon maladaptif. Secara garis besar rentang respon
kesehatan jiwa dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sehat jiwa, masalah
psikososial, dan gangguan jiwa.

1. Sehat jiwa

Orang yang dikatakan sehat jiwa bila terdapat indikator berikut; yaitu
mempunyai pikiran yang logis, perilaku yang sesuai, presepsi akurat,
emosi konsisten, dan mampu melakukan hubungan sosial dengan
masyarakat.
Respon ini disebut adaptif karena dapat berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri
mereka sendiri.

2. Masalah Psikososial

Masalah psikososial merupakan setiap perubahan dalam kehidupan


individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh
timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab
terjadinya gangguan jiwa.
Respon ini berada diantara adaptif dan maladaptif. Bila seseorang tidak mampu
mengatasi masalah ini dengan baik, maka akan menuju ke rentang maladaptif
yang bisa mengarah ke gangguan jiwa. Tapi bila ditangani dengan baik akan
kembali menjadi adaptif dan sehat jiwa.
Masalah psikososial yang dapat menyebabkan gangguan jiwa menurut Undang-
Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu Kedokteran Jiwa,
secara garis besar ialah psikotik gelandangan, pemasungan penderita gangguan

5
jiwa, masalah anak jalanan, masalah kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika
dan psikotropika, masalah penyimpangan dan pelecehan seksual, kemiskinan,
penelantaran, stres pasca trauma, masalah usia lanjut yang terisolasi, dan masalah
kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.

Kesehatan jiwa adalah bahwa sehat-sakit dan adaptasi-maladaptasi


merupakan konsep yang berbeda. Tiap konsep berada pada rentang yang terpisah.
Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang adaptasi-
maladaptasi berasal dari sudut pandang keperawatan. Jadi, seseorang yang
mengalami sakit baik fisik maupun jiwa dapat beradaptasi terhadap keadaan
sakitnya. Sebaliknya, seseorang yang tidak didiagnosis sakit mungkin memiliki
respon koping yang maladaptif. Kedua rentang ini menggambarkan model praktik
keperawatan dan medis yang saling melengkapi (Stuart, 2006).

Terkadang kita hanya memfokuskan diri pada kondisi fisik tubuh, sehingga
hal-hal berkaitan dengan perawatan tubuh selalu menjadi perhatian. Respon
kita pun sangat cepat jika ada bagian tubuh bermasalah. Kita akan segera
mencari pertolongan ke dokter atau perawat bila tubuh kita merasakan gejala
sesak nafas, pusing, demam, diare, dan sebagainya yang diartikan sebagai
sakit.

Akan tetapi kita sering mengabaikan kondisi tubuh yang berhubungan dengan
psikis atau emosional, terutama yang berhubungan dengan perasaan. Bila
tubuh mengalami perasaan tidak berdaya, sedih, takut, gundah, dan galau
secara berlebihan, sehingga membuat kita tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari, adakah upaya untuk mencari pertolongan segera ke pelayanan
kesehatan?

Tak jarang banyak orang yang menyimpan perasaan demikian sehingga bila
perasaan ini terus dipendam akan menimbulkan benih-benih gangguan jiwa.
Lo, kok bisa ya? Memang begitu adanya. Sakit fisik, kita bisa merasakan
gejalanya sehingga kita akan segera mencari pertolongan, tapi sakit jiwa

6
muncul akibat kumpulan perasaan yang tertekan puluhan tahun lamanya. Maka
dari itu kita harus mengenal rentang respon kesehatan jiwa, supaya tahu kita
berada di rentang mana.

Rentang respon kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dinamis yang dimulai
dari keadaan sehat optimal berupa respon adaptif sampai mati secara bertahap
berupa respon maladaptif. Secara garis besar rentang respon kesehatan jiwa
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sehat jiwa, masalah psikososial, dan
gangguan jiwa.

1. Sehat Jiwa
Orang yang dikatakan sehat jiwa bila terdapat indikator berikut; yaitu
mempunyai pikiran yang logis, perilaku yang sesuai, presepsi akurat,
emosi konsisten, dan mampu melakukan hubungan sosial dengan
masyarakat.
Respon ini disebut adaptif karena dapat berfungsi dengan efektif dalam
kehidupan sehari-hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri
mereka sendiri.
2. Masalah Psikososial
Masalah psikososial merupakan setiap perubahan dalam kehidupan
individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai
faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa.
Respon ini berada diantara adaptif dan maladaptif. Bila seseorang tidak
mampu mengatasi masalah ini dengan baik, maka akan menuju ke
rentang maladaptif yang bisa mengarah ke gangguan jiwa. Tapi bila
ditangani dengan baik akan kembali menjadi adaptif dan sehat jiwa.
Masalah psikososial yang dapat menyebabkan gangguan jiwa menurut
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Ilmu
Kedokteran Jiwa, secara garis besar ialah psikotik gelandangan,
pemasungan penderita gangguan jiwa, masalah anak jalanan, masalah
kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, masalah
penyimpangan dan pelecehan seksual, kemiskinan, penelantaran, stres
pasca trauma, masalah usia lanjut yang terisolasi, dan masalah
kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.

7
3. Gangguan Jiwa
Bila seseorang telah mengalami gangguan perasaan, pemikiran, dan
perilaku yang menimbulkan delusi dan halusinasi, sehingga mengganggu
aktivitas kehidupannya sehari-hari maka disebut sebagai gangguan jiwa.
Respon yang ditimbulkannya tentu maladaptif yang bertentangan dengan
perilaku normal pada umumnya. Mereka tidak bisa membedakan mana
yang khayal mana yang bukan, karena sistem saraf pada otaknya sudah
terganggu.
Pada keadaan seperti ini terapi yang digunakan harus menggunakan obat-
obatan yang dapat menstabilkan sistem saraf di otaknya. Selain itu, juga
dibutuhkan terapi lainnya untuk menunjang pengobatan.

Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk mengetahui rentang respon kesehatan
jiwa supaya kita sadar kita berada di posisi mana.

C. Kriteria sehat jiwa

Adapun kriteria sehat jiwa menurut Riyadi, Sujono (2013) dalam bukunya
yang berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa meliputi:

1. Sikap positif terhadap diri sendiri


Individu dapat menerima dirinya secara utuh, menyadari adanya
kelebihan dan kekurangan dalam diri dan menyikapi kekurangan
atau kelemahan tersebut dengan baik.
2. Tumbuh kembang dan beraktualisasi diri
Individu mengalami perubahan kearah yang normal sesuai dengan
tingkat pertumbuhan danperkembangan dan dapat mengepresikan
potensi dirinya.
3. Integrasi
Individu menyadari bahwa semua aspek yang dimilkinya adalah
suatu kesatuan yang utuh dan mampu bertahan terhadap setres dan
dapat mengatasi kecemasannya.

8
4. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Pemahaman individu terhadap stimulus eksternal sesuai dengan
kenyataan yang ada. Persepsi individu dapat berubah jika ada
informasi baru, dan memiliki empati terhadat perasaan dan sikap
orang lain.
5. Otonomi
Individu dapat mengambil keputusan secara bertanggung jawab dan
dapat mengatur kebutuhan yang menyangkut dirinya tanpa
bergantung pada orang lain.
6. Kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek,
seperti demam atau berjamgka panjang seperti paralisis dari anggota
gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu
berespon terhadap stresor danberadaptasi terhadap tuntutan atau
perubahan yang dibutuhkan. Adapatasi membutuhkan respon aktif
dari seluruh individu. Jika seseorang tidak mampu untuk beradaptasi,
maka kemungkinan untuk mengalami gangguan jiwa adalah besar
(Kusumawati, 2010).

D. Prinsip keperawatan kesehatan jiwa

Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi
keperawatan jiwa : yang kompeten).

· Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat


dengan klien).

· Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).

· Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).

9
· Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam
keperawatan jiwa).

· Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis


dalam keperawatan jiwa).

· Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya


dalam keperawatan jiwa).

· Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan


dalam keperawatan jiwa).

· Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika


dalam keperawatan jiwa).

· Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses


keperawatan : dengan standar- standar perawatan).

· Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards


(aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar
professional)

Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan,
kesehatan dan keperawatan.

Manusia

Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan


bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai
kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri dan
martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai
aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan
keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas
koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam

10
pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku
tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.

Lingkungan

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam


dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam
berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping
yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan
dapat menghasilkan perubahan diri individu.

Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang


menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap
individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui
perawatan yang adekuat.

Keperawatan

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan


menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan jiwa
adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal
dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan.
Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri
dan situasinya, sehingga lebih akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta
memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang
konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang
merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.

Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pemberian asuhan keperawatan merupakan


proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan
klien, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal ( Carpenito,
1989 dikutip oleh Keliat,1991).

11
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu
perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah
keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis,
dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan merupakan salah satu teknik
penyelesaian masalah (Problem solving). Proses keperawatan bertujuan untuk
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien
sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah
klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan
menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan
keperawatan yang bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses
keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka.
Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.

Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis keperawatan
tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada. Proses
keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat dan klien. Umumnya,
pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses
sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien lebih besar daripada perawat
sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat diri dapat
pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan / atau masalah teratasi.

E. Perkembangan keperawatan kesehatan jiwa

sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model
keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa
periode. Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan
oleh petugas kesehatan (Custodial Care) (tidak oleh tenaga kesehatan). Perawatan
bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka ditempatkan dalam suatu tempat khusus,
yang kemudian berkembang menjadi Primary Consistend of Custodial Care.

Baru sekitar tahun 1945-an fokus perawatan terletak pada penyakit, yaitu model
kuratif (model Curative Care). Perawatan pasien jiwa difokuskan pada pemberian

12
pengobatan. Baru tahun 1950 fokus perawatannya mulai befokus pada klien,
anggota keluarga tidak dianggap sebagai bagian dari tim perawatan. Obat-obat
psychotropic menggantikan Restrains dan seklusi (pemisahan).
Deinstitutionalization dimulai, mereka bukan partisipan aktif dalam perawatan dan
pengobatan kesehatan mereka sendiri. Hubungan yang terapetik mulai diterpakan
dan ditekankan. Fokus utama pada preventiv primer. Perawatan kesehatan jiwa
diberikan di rumah sakit jiwa yang besar (swasta atau pemerintah) yang biasanya
terletak jauh dari daerah pemukiman padat.

Sekitar dekade berikutnya, pada saat terjadi Pergerakan Hak-Hak Sipil (The Civil
Rights) di 1960-an, penderita gangguan jiwa mulai mendapatkan hak-haknya. The
Community Mental Health Centers Act (1963) secara dramatis mempengaruhi
pemberian pelayanan kesehatan jiwa. Undang-Undang inilah yang menyebabkan
fokus dan pendanaan perawatan beralih dari rumah sakit jiwa yang besar ke pusat-
pusat kesehatan jiwa masyarakat yang mulai banyak didirikan.

Pada tahun 1970-1980, perawatan beralih dari perawatan rumah sakit


jangka panjang ke lama rawat yang lebih singkat. Fokus perawatan bergeser ke arah
community based care / service (Pengobatan berbasis komunitas). Pada tahun-tahun
ini banyak dilakukan riset dan perkembangan teknologi yang pesat. Populasi klien
di rumah sakit jiwa yang besar berkurang, sehingga banyak rumah sakit yang
ditutup. Pusat-pusat kesehatan komunitas jiwa sering tidak mampu menyediakan
layanan akibat bertambahnya jumlah klien. Tunawisma menjadi masalah bagi
penderita penyakit mental kronik persisten yang mengalami kekurangan sumber
daya keluarga dan dukungan sosial yang adekuat.

Baru pada akhir abad ke-20, biaya perawatan kesehatan yang tinggi dan
kebutuhan pembatasan biaya menjadi focus nasional. Pada saat ini sistem
manajemen perawatan mengatur hubungan antara pembayar, penyedia jasa, dan
konsumen layanan kesehatan. Sistem ini memantau distribusi pelayanan, tindakan
penyedia jasa, dan hasil perawatan. Tujuan dari sistem ini adalah mengurangi biaya
sambil tetap meningkatkan mutu pelayanan. Hubungan antara penyedia jasa dan

13
pengguna layanan tidak lagi bersifat primer. Manajer dan pihak asuransi kesehatan
memantau hubungan antara penyedia jasa dan konsumen layanan kesehatan.

Awal abad 21, fokus perawatan pada preventif atau pengobatan berbasis komunitas,
yang menggunakan berbagai pendekatan, antara lain melalui pusat kesehatan
mental, praktek, pelayanan di rumah sakit, pelayanan day care, home visite dan
hospice care. Pada saat ini banyak terjadi perubahan yang signifikan dalam
perawatan kesehatan jiwa. Managed care menghubungkan struktur dan layanan
baru. Seorang manajer kasus ditugaskan untuk mengkoordinasikan pelayanan
untuk klien individu dan bekerja sama dengan tim multidisipliner. Alat-alat
manajemen klinis yang menunjukkan organisasi, urutan dan waktu intervensi yang
diberikan oleh tim perawatan untuk satu gangguan yang teridentifikasi pada klien.
Pemberian dan pemfokusan layanan pencegahan primer (bukan hanya perawatan
berbasis penyakit); mencakup identifikasi kelompok-kelompok berisiko tinggi dan
penyuluhan untuk mencegah gaya hidup guna mencegah penyakit.

Di Amerika, terdapat organisasi Disabilities Act (1990) yang membantu


memastikan bahwa penderita cacat, termasuk penderita gangguan jiwa, dapat
berpatisipasi penuh dalam kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Organisasi-
organisasi seperti The National Alliance of Mentally III, menghapus stigma
gangguan jiwa dan member dukungan komunitas setempat bagi penderita ganguan
jiwa dan keluarganya. Organisasi tersebut melakukan lobi untuk meningkatkan
dana penelitian dan pengobatan gangguan jiwa. Pengetahuan tentang struktur dan
fungsi otak berkembang pesat. Tahun 1990-an dianggap sebagai “Dekade Otak”
karena pertumbuhan pesat pengetahuan tentang cara kerja otak. Seiring dengan
kemajuan genetika, pengetahuan yang dihasilhan telah membentuk kembali
pemahaman tentang penyebab dan pengobatan gangguan jiwa.

Meski dalam sejarah kesehatan jiwa banyak didominasi oleh dunia barat,
namun sesungguhnya dalam dunia Islam sejarah kesehatan jiwa justru sudah
dimulai sejak jauh sebelum Barat mengenal metode penyembuhan penyakit jiwa
berikut tempat perawatannya. Pada abad ke-8 M di Kota Baghdad. Menurut Syed
Ibrahim B PhD dalam bukunya berjudul "Islamic Medicine: 1000 years ahead of its
times", mengatakan, rumah sakit jiwa atau insane asylums telah didirikan para

14
dokter dan psikolog Islam beberapa abad sebelum peradaban Barat menemukannya.
Hampir semua kota besar di dunia Islam pada era keemasan telah memiliki rumah
sakit jiwa. Selain di Baghdad ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah Insane Asylum juga
terdapat di kota Fes, Maroko. Selain itu, rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di
Kairo, Mesir pada tahun 800 M. Pada abad ke-13 M, kota Damaskus dan Aleppo
juga telah memiliki rumah sakit jiwa.

Lalu bagaimana peradaban Islam mulai mengembangkan pengobatan


kesehatan jiwa? Menurut Syed Ibrahim, berbeda dengan para dokter Non Muslim
di abad pertengahan yang mendasarkan sakit jiwa pada penjelasan yang takhayul,
dokter Muslim justru lebih bersifat rasional. Para dokter Muslim mengkaji justru
melakukan kajian klinis terhadap pasien-pasien yang menderita sakit jiwa. Tak
heran jika para dokter Muslim berhasil mencapai kemajuan yang signifikan dalam
bidang ini. Mereka berhasil menemukan psikiatri dan pengobatannya berupa
psikoterapi dan pembinaan moral bagi penderita sakit jiwa. Selain itu, para dokter
dan psikolog Muslim juga mampu menemukan bentuk pengobatan modern bagi
penderita sakit jiwa seperti, mandi pengobatan dengan obat, musik terapi dan terapi
jabatan.

Konsep kesehatan mental atau al-tibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan


dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd Ahmed
ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-Abdan wa al-
Anfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil menghubungkan
penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia pun sangat terkenal dengan teori yang
dicetuskannya tentang kesehatan jiwa yang berhubungan dengan tubuh. Menurut
dia, gangguan atau penyakit pikiran sangat berhubungan dengan kesehatan badan.
Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa
menimbulkan penyakit kejiwaan, tutur al-Balkhi.

Menurut al-Balkhi, badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit. Inilah
yang disebut keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa
ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa
sakit di badan. Sedangkan, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan

15
kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan
kejiwaan lainnya.

Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Menurut dia, depresi bisa
disebabkan alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan.
Ini bisa disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-
alasan yang tak diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini
bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.

Bagaimana perkembangan keperawatan jiwa di Indonesia? Perkembangan


keperawatan jiwa di Indonesia dimulai sejak zaman dulu kala, ketika gangguan jiwa
dianggap kerasukan, sehingga para dukun berusaha mengeluarkan roh jahat. Seiring
perkembangan keperawatan jiwa di dunia, perkembangan di Indonesia pun turut
berkembang. Hal ini dimulai sejak zaman Kolonial. Sebelum ada RSJ di Indonesia,
pasien gangguan jiwa ditampung di RS Sipil atau RS Militer di Jakarta, Semarang,
dan Surabaya, yang ditampung pada umumnya penderita gangguan jiwa berat.
Kemudian, mulailah didirikan beberapa rumah sakit jiwa.

Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik

Pencegahan primer

Penanganan multidisiplin

Spesialisasi keperawatan jiwa

A. DULU

16
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung

B. SEKARANG

– Meningkatkan Iptek

– Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat

– Perlu pemahaman tentang human right

– Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen

F. Model keperawatan kesehatan jiwa

Menurut Yosep, Iyus, dkk, (2014) dalam bukunya yang berjudul


Keperawatan Jiwa, menjelaskan bahwa konseptual model keperawatan kesehatan
jiwa dikelompokkan 6

model sebagai berikut:

1. Psychoanalitycal

Menurut konsep keperawatan kesehatan jiwa model ini menjelaskan bahwa


gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego atau akal tidak berfungsi
dalam mengkontrol kehendak nafsu atau insting. Ketidakmampuan seseorang
dalam menggunakan akalnya untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma,agama,
akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku. Faktor penyebab lain
gangguan jiwa dalam medol ini adalah konflik intrapsikis terutama pada masa anak-

17
anak. Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metodeasosiasi bebas dan
analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatik masa lalu. Misal pasien
dibuat dalam keadaan mengantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya
pengalam bawah alam sadarnya digali dengan pertanyaan-pertanyaan untuk
menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang
memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Peran perawat dalam metode ini
adalah berupaya melakukan assesment atau pengkajian mengenai keadaan keadaan
traumatik atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu, dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust(saling
percaya).

2. Interpersonal,

Menurt konsep model ini kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat
adanya ancaman.Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety), ansietas
timbul dan dialami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang
lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya
ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya. Proses terapi menurut
konsep ini adalah Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman bagi
klien), Trusting Relationship and Interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan
yang saling percaya) dan membina kepuasaan dalam bergaul dengan orang lain
sehingga pasien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam model
konsep ini adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa
yang dirasakan pasien, apa yang dicemaskan oleh pasien saat berhubungan dengan
orang lain), theraspist use empathyand relationship (perawat berupaya bersikap
empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh pasien). Perawat
memberikan respon verbal yang

18
mendorong rasa aman pasien dalam berhubungan dengan orang lain seperti: “Saya
senangberbicara dengan anda, saya siap membantu anda, anda sangat
menyenangkan bagi saya”.

3. Social

Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau


penyimpangan perilaku apabila banyak faktor sosial dan faktor lingkungan yang
akan memicu munculnya stress pada seseorang. Akumulasi stressor yang ada pada
lingkungan seperti; bising, macet, tuntutan persaingan pekerjaan, harga barang
yang mahal akan mencetuskan stress pada individu. Prinsip proses terapi pada
konsep model ini adalah Environment Maniulation and Social Support (pentingnya
modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial). Sebagai contoh dirumah harus
bersih, harus, tidak bising, ventilasi yamg cukup. Peran perawat dalam memberikan
terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah
menggunakan sumber yang ada di masyarakat dengan melibatkan teman sejawat,
atasan, keluarga. Sedangkan perawat berupaya untuk menggali sistem sosial pasien
seperti suasana di rumah, di kantor, dan di masyarakat.

4. Exitensial

Menurut teori model eksistensial gangguan perilaku atau ganggua jiwa


terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu
tidak memiliki kebanggaan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami
gangguan dalam Body image-nya. Prinsip dalam proses terapinya adalah
mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami
riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan,
memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi, bergaul dengan kelompok
sosial dan kemanusiaan, mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan
menerima kritik atau feed back tentang perilakunya dari orang lain.Prinsip
keperawatannya adalah pasien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh
pengalaman yang bearti untuk mempelajari dirinya dan mendapat feed back dari
orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Perawat berupaya untuk

19
memperluas kesadaran diri pasien melaui feed back, kritik saran atau reward and
punishment.

5. Supportive Therapy

Penyebab gangguan jiwa dalam konsep model ini adalah faktor


biopsikososial dan respon maladaptif saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah
seperti sering sakit maag, migrain, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami
banyak keluhan seperti mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-
ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti susah bergaul, menarik
diri, tidak disukai, bermusuhan. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmampuan dalam
beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya
dengan masa lalu. Prinspi proses terapinya adalah menguatkan respon coping
adaptif, individu diupayakan mengenal terlebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang
ada pada dirinya, kekuatan mana yang dapat dipakai alternatif pemecah masalahnya.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang
dimiliki dan yang bisa digunakan pasien dan juga berupaya menjalin hubungan
yang hangat dan empatik dengan pasien untuk menyiapkan coping pasien yang
adaptif.

6. Medical

Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor


yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetik, lingkungan dan faktor sosial.
Sehingga fokus piñata laksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostik,
terapi somatik, farmakologi dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam
erkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostik dan Terapi
jangka panjang

G. Peran perawatan kesehatan jiwa

Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan


spesifik (Dalami, 2010). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan

20
kolaborasi diantaranya adalah yang pertama yaitu sebagai pelaksana asuhan
keperawatan, yaitu perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa
kepada individu, keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat
menggunakan konsep perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep
kesehatan jiwa serta gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan
kepada individu, keluarga dan komunitas. Perawat melaksanakan asuhan
keperawatan secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan jiwa,
yaitu pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, dan melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi terhadap
tindakan tersebut.

Peran perawat yang kedua yaitu sebagai pelaksana pendidikan keperawatan


yaitu perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan
komunitas agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga
dan anggota masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat
bertanggung jawab terhadap kesehatan jiwa. Peran yang ketiga yaitu sebagai
pengelola keperawatan adalah perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan
dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatanjiwa. Dalam
melaksanakan perannya ini perawat diminta menerapkan teori manajemen dan
kepemimpinan, menggunakan berbagai strategi perubahan yangdiperlukan,
berperan serta dalam aktifitas pengelolaan kasus dan mengorganisasi pelaksanaan
berbagai terapi modalitas keperawatan.Peran perawat yang kekempat yaitu sebagai
pelaksana penelitian yaitu perawat mengidentifikasi masalah dalam bidang
keperawatan jiwa dan menggunakan hasil penelitian serta perkembangan ilmu dan
teknologi untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa.

Fungsi perawat jiwa

Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara


langsung dan asuhan keperawatan secara tidak langsung (Erlinafsiah, 2010). Fungsi
tersebut dapat dicapai melalui aktifitas perawat jiwa, yaitu: pertama, memberikan
lingkungan terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan perasaan aman, nyaman baik fisik, mental,dan sosial sehingga dapat
membantu penyembuhan pasien. Kedua, bekerja untuk mengatasi masalah klien

21
“here and now” yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tidak ditunda
sehingga tidak terjadi penumpukkan masalah. Ketiga, sebagai model peran yaitu
perawat dalam memberikan bantuan kepada pasien menggunakan diri sendiri
sebagai alat melalui contoh perilaku yang ditampilkan oleh perawat.Fungsi perawat
yang keempat yaitu memperhatikan aspek fisik dari masalah kesehatan klien
merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu memasukkan
pengkajian biologis secra menyeluruh dalam evaluasi pasien jiwa untuk
mengidentifikasi adanya penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi
dengan cara yang tepat. Kelima, memberikan pendidikan kesehatan yang

Peran keperawatan

Pengkajian yg mempertimbangkan budaya

Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan

Berperan serta dlm pengelolaan kasus

Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh


penyakit mental – penyuluhan dan konseling

Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang


mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan

22
Memberikan pedoman pelayana kesehatan.

ASUHAN YANG KOMPETEN BAGI PERAWAT JIWA ( COMPETENT OF


CARING )

o Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.

o Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan


keluarga.

o Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji,


negosiasi, koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.

o Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok,


untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan
mental, termasuk pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang
paling tepat.

o Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi


pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.

o Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah


psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.

o Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang


mengintegrasikan kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat
kebijakan.

23
BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa masyarakat
(Community Mental Health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang
dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada

24
upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. (Kep
MenKes No. 220).

Gangguan jiwa, ilussi, halusinasi, terapi kognitif, terapi keluarga, model


keperawatan jiwa, pakar keperawatan jiwa, asuhan gangguan keperawatan jiwa,
terapi aktifitas kelompok, diagnosa keperawatan, psikopat, diagnosa, trauma.

Daftar pustaka

Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans

Info

Kusumawati, Farida & Hartono, Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

Jakarta : Salemba Medika.

Riyadi, Sujono, Purwanto, Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi

Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Stuart, Gail, W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Editor Pamilih

25
Eko Karyuni ; alih Bahasa. Jakarta : EGC

26

Anda mungkin juga menyukai