Anda di halaman 1dari 140

PERUBAHAN HARGA DIRI REMAJA BERKEBUTUHAN KHUSUS

(TUNA GRAHITA) YANG MENGALAMI HARGA DIRI RENDAH


SETELAH DILAKUKAN KOMUNIKASI PERSUASIF

(Studi Kasus)

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
program pendidikan Diploma III di Program Studi Keperawatan Malang
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

LAILATUN NISAK
NIM. 1301100037

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN MALANG
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN MALANG
2016

i
ii
iii
iv
ABSTRAK

Perubahan Harga Diri Remaja Berkebutuhan Khusus (Tuna Grahita) Yang


Mengalami Harga Diri Rendah Setelah Dilakukan Komunikasi Persuasif. Lailatun
Nisak (2016) Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Diploma III Keperawatan
Malang, Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang,
Pembimbing (Utama) Tri Anjaswarni, S.Kp, M.Kep, (Pendamping) Kissa Bahari,
S.Kep, M.Kep.

Kata Kunci : Harga Diri, Komunikasi Persuasif, Remaja Berkebutuhan Khusus


(Tuna Grahita)

Remaja berkebutuhan khusus (tuna grahita) adalah remaja yeng memiliki


keterbatasan intelektual dibawah normal. Keterbatasan ini seringkali
menyebabkan remaja berkebutuhan khusus memiliki masalah psikososial yaitu
harga diri rendah. Penanganan masalah harga diri rendah dapat melalui
komunikasi, salah satunya komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif ini
memiliki tujuan membujuk komunikan agar merubah sikap dan perilaku sesuai
yang diinginkan komunikator. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
perubahan harga diri remaja berkebutuhan khusus (tuna grahita) sebelum dan
sesudah dilakukan komunikasi persuasif. Metode penelitian ini menggunakan
studi kasus, dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan
observasi. Subyek penelitian adalah 2 siswa berkebutuhan khusus tuna grahita di
SMKN 2 Malang yang sesuai kriteria penelitian. Hasil penelitian didapatkan harga
diri sebelum terapi komunikasi persuasif kedua subyek adalah rendah, setelah
dilakukan komunikasi persuasif selama tujuh sesi harga diri kedua subyek
meningkat. Kesimpulan penelitian ini yaitu komunikasi persuasif dapat
meningkatkan harga diri siswa berkebutuhan khusus. Rekomendasi: perlu
diterapkan komunikasi persuasif sebagai bentuk terapi dalam mengatasi harga diri
rendah pada anak berkebutuhan khusus di SMKN 2 Malang, sedangkan keluarga
diharapkan dapat mеmfasilitasi sеrta mеndukung pеngеmbangan diri anak dеngan
tеrlibat dalam kеgiatan komunikasi pеrsuasif ini.

v
ABSTRACT

Alteration in Self-Esteem at Adolescent with Special Needs (Mental Disability)


Who Experiencing Low Self-Esteem After Persuasive Communication. Lailatun
Nisak (2016) Essay, three year diploma program nursing of Malang, Department
of Nursing, Ministry of Health Polytechnic of Malang, Advisor (Main) Tri
Anjaswarni, S.Kp, M.Kep, (Companion) Kissa Bahari, S.Kep, M.Kep.

Keywords: Self-Esteem, Persuasive Communication, Adolescent with Special


Needs (Mental Disability)

Adolescent with special needs (mental disability) is a teenager who has


intellectual limitations under normality. This disability often cause adolescents
with special needs have psychosocial problems that is low self-esteem. Handling
problems of low self-esteem can be through by communication, that is persuasive
communication. The purpose of persuasive communication is inducing the
communicant to change attitudes and behaviors as desired communicator. The
purpose of this study was to know alteration in self-esteem adolescents with
special needs (mental disability) before and after persuasive communication. This
research method using case studies with data collection method using interviews
and observation. Research was 2 adolescent with mental disability in SMKN 2
Malang. The result showed that pretreatment persuasive communication both
subject had low self-esteem, while after persuasive comunication during seven
sessions both subject increased in self-esteem. The conclusion of this study is
persuasive communication can improve self-esteem of students with special
needs. Recommendation: persuasive communication need to be applied as a form
of therapy to overcome low self-esteem at children with special needs in SMKN 2
Malang, then for the family is expected to support in pеrsuasive communication.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul “Perubahan Harga Diri Remaja Berkebutuhan Khusus (Tuna Grahita)
Yang Mengalami Harga Diri Rendah Setelah Dilakukan Komunikasi Persuasif”.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat akademik pada Program
Studi Keperawatan Malang Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang.
Atas terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang telah membantu
dalam perizinan.
2. Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang yang
telah membantu dalam perizinan.
3. Ketua Program Studi Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang telah membantu dalam perizinan.
4. Tri Anjaswarni, S.Kp, M.Kep selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
5. Kissa Bahari, S.Kp, Ns, M.Kep selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
6. Dyah Widodo S. Kp. M. Kes selaku Ketua Penguji
7. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan selama
penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Malang, Juni 2016

Penulis
DAFTAR ISI

vii
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................iv
ABSTRAK .........................................................................................................v
KATA PENGANTAR........................................................................................vii
DAFTAR ISI....................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian..........................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja Berkebutuhan Khusus Tuna Grahita................................7
2.1.1 Pengertian Remaja...............................................................7
2.1.2 Perubahan Masa Remaja......................................................8
2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus...............................................11
2.1.4 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.............................11
2.1.5 Anak Tuna Grahita.............................................................13
2.1.6 Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus..........................14
2.2 Konsep Harga Diri Rendah ........................................................18
2.2.1 Pengertian Harga Diri Rendah...........................................18
2.2.2 Skala Pengukuran Harga Diri............................................19
2.2.3 Karakteristik Individu Berdasarkan Harga Diri.................21
2.3 Komunikasi Persuasif ................................................................22
2.3.1 Pengertian Komunikasi......................................................22
2.3.2 Unsur-Unsur Komunikasi..................................................23
2.3.3 Fungsi Komunikasi............................................................24
2.3.4 Komunikasi Persuasif........................................................24
2.3.5 Pesan Persuasif...................................................................25
2.3.6 Tahap Komunikasi Persuasif..............................................28

viii
2.3.7 Standar Operasional Prosedur Komunikasi Persuasif........30
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian...............................................................32
3.2 Subyek Penelitian.....................................................................32
3.3 Fokus Penelitian.......................................................................33
3.4 Definisi Operasional.................................................................33
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................34
3.6 Instrumen Penelitian.................................................................34
3.7 Metode Pengumpulan Data......................................................36
3.8 Pengolahan dan Analisa Data..................................................37
3.9 Penyajian Data.........................................................................39
3.10 Etika Penelitian.......................................................................39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Studi Kasus.....................................................................40
4.1.1 Gambaran Lingkungan Studi Kasus ..............................40
4.1.2 Gambaran Umum Subyek Studi Kasus .........................43
4.2 Fokus Studi Kasus...................................................................44
4.2.1 Harga Diri Sebelum Komunikasi Persuasif ...................44
4.2.2 Proses Komunikasi Persuasif ........................................55
4.2.3 Harga Diri Setelah Komunikasi Persuasif .....................61
4.3 Pembahasan.............................................................................71
4.4 Keterbatasan Penelitian...........................................................78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.............................................................................79
5.2 Saran.......................................................................................79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar persetujuan (Informed Consent)................................84

ix
Lampiran 2 Lembar permohonan menjadi responden................................85
Lampiran 3 Kisi-kisi pedoman wawancara................................................86
Lampiran 4 Pedoman wawancara ..............................................................84
Lampiran 5 Lembar observasi....................................................................89
Lampiran 6 Standar operasional prosedur komunikasi persuasif...............90
Lampiran 7 Strategi pelaksanaan komunikasi persuasif............................93
Lampiran 8 Plan of Action.......................................................................109
Lampiran 9 Worksheet 24 self esteem inventory.......................................110
Lampiran 10 Hasil wawancara pengukuran harga diri ...............................113
Lampiran 11 Hasil observasi ......................................................................123
Lampiran 12 Lembar konsultasi..................................................................124
Lampiran 13 Perizinan................................................................................130

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periode perkembangan manusia dibagi menjadi delapan tahap

perkembangan usia, salah satunya adalah usia remaja. Remaja berasal dari bahasa

Latin adolescere yang berarti suatu periode perkembangan dimana seseorang

mengalami perubahan dari kanak-kanak menuju dewasa (Desmita, 2006). Oleh

karena itu masa remaja sering disebut dengan masa peralihan.

Masa peralihan ini menimbulkan banyak tekanan dan gejolak yang

menyebabkan kekacauan dalam diri remaja. Tekanan yang timbul dapat

disebabkan karena drastisnya perubahan yang dialami remaja seiring dengan

perkembangannya menjadi dewasa. Perubahan yang sering menjadi masalah pada

remaja yaitu perubahan fisik dan psikososialnya.

Perubahan fisik yang menonjol pada remaja adalah terjadinya pubertas

yang menunjukkan telah matangnya fungsi reproduksi. Perubahan saat pubertas

meliputi perubahan primer dan sekunder. Perubahan primer pada remaja ditandai

dengan menarche pada perempuan dan ejakulasi pada laki-laki yang menandakan

berfungsinya sistem hormonal (Perry & Potter, 2005). Perubahan hormonal ini

seringkali menyebabkan labilnya emosi pada remaja. Perubahan sekunder pada

laki-laki tidak banyak menimbulkan masalah pada dirinya. Sedangkan perubahan

sekunder pada perempuan meliputi membesarnya pinggul dan payudara yang

menyebabkan kebanyakan remaja perempuan merasa kaku, canggung, malu,

khawatir bahwa tubuhnya tidak lagi proporsional.

Menurut Hurlock (1980 dalam Ermanza 2008) menyebutkan bahwa

ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh yang dialami remaja ini menjadi salah satu

1
penyebab timbulnya masalah psikososial. Selain masalah akibat perubahan fisik,

perubahan psikososial sendiri seringkali menyebabkan berbagai masalah. Hal ini

terkait dengan tugas utama perkembangan psikososial remaja dalam pencarian

identitas diri. Selama tahap pembentukan identitas ini remaja mungkin

mengalami kekacauan peran dan kekacauan identitas (Desmita, 2006). Akibat

kekacauan ini remaja seringkali merasa terisolasi, cemas, hampa, dan bimbang.

Masalah yang terkait pada perubahan fisik dan psikososial yang demikian akan

lebih berat dialami oleh remaja berkebutuhan khusus.

Remaja berkebutuhan khusus adalah remaja yang memiliki penyimpangan

baik pada fisik, intelektual, sosial (perilaku), dan emosi yang biasa disebut dengan

anak berkebutuhan khusus (children with special need) (Ilahi, 2013).

Penyimpangan ini akan membawa dampak kurang menguntungkan pada kondisi

fisiologis maupun psikologisnya. Kondisi ini akan menjadi hambatan dalam

melakukan tugas perkembangannya sehingga dapat memunculkan reaksi

emosional pada remaja. Jika reaksi emosional ini terus menumpuk dan meningkat

intensitasnya, maka akan muncul reaksi emosional yang bersifat destruktif seperti

rasa rendah diri, minder, kurang percaya diri, menarik diri, frustasi (Abdullah,

2013).

Kondisi demikian jika tidak ditangani akan menyebabkan remaja

berkebutuhan khusus lebih merasa tidak berdaya dan tidak berguna. Menurut

Mahdalela (2013) menyebutkan penanganan pada remaja berkebutuhan khusus

dapat melalui stimulasi yang disesuaikan dengan kemampuan pemahaman dan

tugas perkembangannya. Stimulasi ini sangat diperlukan remaja berkebutuhan

khusus untuk berinteraksi dengan lingkungan, melakukan aktivitas harian,

2
kemandirian dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Stimulasi yang dapat

diberikan pada remaja berkebutuhan khusus ini berupa stimulasi perilaku dan

stimulasi ketrampilan.

Penanganan remaja berkebutuhan khusus tidak hanya terkait pada

stimulasi, tetapi juga dengan program pembelajaran atau pendidikan. Terlepas

dari keterbatasannya, remaja berkebutuhan khusus tetap memiliki hak yang sama

dalam mendapat pendidikan tanpa ada diskriminasi sesuai dengan UU No. 35

tahun 2014 tentang perlindungan anak. Menurut Mahdalela (2013) kriteria

program pendidikan ini dapat berupa pendidikan non formal maupun formal.

Pendidikan non formal diberikan bagi anak berkebutuhan khusus yang memiliki

kemampuan intelektual dibawah normal namun memiliki ketrampilan yang bisa

dikembangkan dan cocok untuk pendidikan khusus non akademis.

Pendidikan formal biasanya diberikan untuk anak berkebutuhan khusus

yang memiliki kemampuan intelektual normal. Oleh sebab itu, sebelum remaja

berkebutuhan khusus dimasukkan dalam sekolah formal, sebaiknya orang tua

memahami kemampuan intelektual, sosial, emosi, dan motorik anak karena hal

ini penting dalam pemilihan pendidikan. Pemilihan pendidikan lanjutan

sebaiknya diarahkan pada pendidikan yang sesuai minat dan bakatnya

(Mahdalela, 2013).

Negara Indonesia telah mencanangkan program wajib belajar 17 tahun

bagi semua anak tanpa terkecuali, namun anak yang memiliki kebutuhan khusus

secara tidak resmi mendapat pengecualian. Pendidikan inklusif merupakan

jawaban dari persoalan hak anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh

pendidikan. Di Indonesia, sistem pendidikan ini diatur dalam No. 20 tahun 2003

3
pasal 15 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pendidikan

khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial

dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa” (Abdullah, 2013).

Setelah diterapkannya undang-undang diatas, bukan hal yang tidak

mungkin bagi anak berkebutuhan khusus dapat bersekolah dan belajar dengan

anak “normal” di sekolah umum. Sayangnya, berdasarkan data BKKBN tahun

2013 mengasumsikan hanya 130.000 ABK yang telah menikmati bangku sekolah

(Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan, 2013). Angka ini termasuk angka yang

kecil jika dibandingkan dengan jumlah total ABK di Indonesia sekitar 4,2 juta

(Melisa, 2013). Padahal sekolah reguler merupakan lembaga yang efektif untuk

memaksimalkan potensi, meniadakan diskriminasi, menciptakan masyarakat

yang ramah, membangun masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan untuk

semua sehingga tidak ada kesenjangan antara anak berkebutuhan khusus dan

anak normal (Ilahi, 2013).

Sekolah yang menerapkan sistem pendidikan inklusi salah satunya adalah

SMK Negeri 2 Malang. Di kota Malang, institusi ini adalah institusi pertama

yang menerapkan sistem pendidikan inklusif jenjang sekolah menengah

kejuruan. Data siswa ABK yang bersekolah di SMK Negeri 2 Malang saat ini

berjumlah 26 siswa dengan jenis hambatan yang berbeda-beda yaitu tuna rungu

wicara, down syndrome, tuna grahita ringan, autis, dan ADD (data SMKN 2

Malang 2016).

Keterbatasan-keterbatasan tersebut, terutama fisik dapat menyebabkan

anak berkebutuhan khusus kesulitan dalam adaptasi sosial di sekolah. Menurut

4
Dian, salah satu guru pendamping siswa berkebutuhan khusus menyebutkan

bahwa beberapa siswa cenderung memiliki perilaku menarik diri, meskipun tidak

jarang pula mereka mengungkapkan rasa tidak percaya dirinya secara verbal.

Menurut teori Adler (1870-1937) yaitu “Personal Pshycology” menyebutkan

bahwa “rasa rendah diri yang mengakibatkan harga diri rendah ini muncul

disebabkan oleh adanya suatu perasaan kurang berharga yang timbul karena

ketidakmampuan psikologis maupun sosial yang dirasakan sangat subjektif,

sehingga dengan kekurangannya anak merasa tersingkir dari kehidupan”.

Masalah harga diri rendah ini dapat diatasi menggunakan metode

komunikasi persuasif yang bertujuan to persuade pasien agar dapat mengubah

sikap dan perilaku sesuai yang diinginkan perawat. Teknik komunikasi ini

memiliki persamaan dengan metode pendampingan konseling dalam sekolah

yang memiliki tujuan akhir yaitu pengubahan tingkah laku anak berkebutuhan

khusus dan meningkatkan kemampuan komunikasi anak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hakim, Setyanto, Hermawati

(2014) yang berjudul “Komunikasi Persuasif Perawat Dalam Membangun

Konsep Diri Positif Lansia”. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menerapkan

komunikasi persuasif pada remaja berkebutuhan khusus yang mengalami harga

diri rendah dengan mengajukan penelitian yang berjudul “Perubahan Harga Diri

Remaja Berkebutuhan Khusus (Tuna Grahita) Yang Mengalami Harga Diri

Rendah Setelah Dilakukan Komunikasi Persuasif”.

1.2 Rumusan Masalah

5
Bagaimana perubahan harga diri remaja berkebutuhan khusus (tuna

grahita) yang mengalami harga diri rendah setelah dilakukan komunikasi persuasif

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui perubahan harga diri remaja berkebutuhan khusus (tuna

grahita) yang mengalami harga diri rendah setelah dilakukan komunikasi

persuasif.

1.4 Manfaat Penulisan


Penelitian ini, diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi subyek, dengan diketahuinya perubahan harga diri setelah

dilakukan komunikasi persuasif sehingga subyek dapat termotivasi

untuk mencapai kebutuhan aktualisasi diri.


2. Bagi sekolah, dapat menjadi acuan dalam mengembangkan terapi pada

remaja berkebutuhan khusus untuk memaksimalkan dan mendukung

program pendidikan inklusif.


3. Bagi peneliti dan peneliti yang akan datang, sebagai suatu pengalaman

yang nyata dalam mengelola klien berkebutuhan khusus yang

mengalami harga diri rendah dengan menggunakan metode

komunikasi persuasif, serta menjadi dasar pembanding dalam

penelitian berikutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja Berkebutuhan Khusus Tuna Grahita


2.1.1 Pengertian Remaja
Istilah remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh

menjadi dewasa atau dalam perkembangan jadi dewasa. Menurut Perry & Potter

(2005 menyebutkan usia remaja bekisar antara 13-20 tahun. Sedangkan menurut

6
beberapa ahli dalam Desmita (2006) menyebutkan batasan usia remaja antara 12-

21 tahun dan diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: 1) masa remaja awal : 12-15

tahun, 2) masa remaja pertengahan : 15-18 tahun, 3) masa remaja akhir : 18-21

tahun.
Banyak ahli yang memiliki perbedaan pendapat tentang batasan usia

remaja karena kapan usia anak remaja berakhir dan tumbuh menjadi dewasa

tidak diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan karena istilah remaja merupakan

budaya masyarakat sebagai perubahan psikososial pada anak di Eropa dan

Amerika sampai akhir abad ke-18. Namun, pada abad ke-19 istilah remaja

digunakan untuk menggambarkan suatu tahap perkembangan kehidupan manusia

(Desmita, 2006).
Masa remaja atau masa peralihan ini banyak terjadi tekanan dan gejolak.

Salah satu penyebabnya karena cepatnya perubahan pada diri remaja sebagai

proses menuju dewasa. Perubahan ini meliputi perubahan fisik, kognitif, dan

psikososialnnya.

2.1.2 Perubahan pada Masa Remaja


a. Perubahan fisik pada remaja
Menurut Perry & Potter (2005) menyebutkan perubahan fisik pada remaja

terjadi lebih cepat dari masa pertumbuhan dan perkembangan lainnya. Remaja

mengalami percepatan pertumbuhan skelet, otot, dan visera. Pada perempuan,

pertumbuhan cepat ini berlangsung 2 tahun lebih awal dari pria. Perubahan fisik

yang menonjol ditandai terjadinya pubertas yang menandakan telah berfungsinya

sistem reproduksi. Perubahan saat pubertas meliputi perubahan primer dan

sekunder.
Perubahan primer ditandai dengan menarche pada perempuan dan

ejakulasi sperma pada laki-laki yang menunjukkan kematangan sistem hormonal.

7
Perubahan sekunder meliputi tumbuhnya rambut pada ketiak dan kemaluan,

membesarnya payudara dan pinggul yang seringkali menimbulkan masalah citra

tubuh pada remaja perempuan. Sedangkan perubahan sekunder pada pria

meliputi pelebaran bahu, suara membesar, tumbuhya jakun, munculnya rambut

pada ketiak dan kemaluan, pembesaran testis dan penis, dan lain-lain.
Perubahan tersebut seringkali menyebabkan remaja tidak percaya diri dan

merasa khawatir bahwa tubuhnya tidak lagi menarik. Ketidakpuasan terhadap

tubuhnya dapat menyebabkan seseorang memiliki harga diri yang rendah,

mengalami depresi dan kecemasan sosial serta disfungsi seksual (Cash & Grant

dalam Thompson, 1996 dalam Ermanza, 2008). Hal ini banyak terjadi pada

remaja perempuan, karena mereka lebih sering memandang tubuhnya dari segi

estetika.

b. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget perkembangan kognitif remaja berada pada tahap formal

operational. Perubahan yang terjadi dalam pemikiran berada dalam tingkat

tertinggi perkembangan intelektual. Perubahan kognitif pada remaja tercermin

dalam pemecahan masalah melalui tindakan logis. Jika terjadi suatu masalah,

remaja dapat mempertimbangkan penyebab dan solusi yang banyak. Remaja juga

mulai berpikir tentang orientasi masa depan. Kemampuan berbahasa pada remaja

sudah lengkap dan kosakatanya luas (Perry & Potter, 2005).


c. Perkembangan Psikososial
Tahap perkembangan psikososial remaja menurut Erikson adalah

“identitas vs kebingungan peran”. Tugas perkembangan psikososial utama pada

remaja adalah pencarian identitas, baik identitas seksual, kelompok, keluarga,

pekerjaan, kesehatan, dan moral. Selama masa ini, remaja mulai memiliki

perasaan tentang dirinya dengan segala hal yang melekat pada dirinya. Pencarian

8
identitas diperlukan sebagai adaptasi dalam peralihan menuju dewasa yang akan

menentukan kepribadian remaja.


Akan tetapi, masa peralihan ini adalah masa yang sulit karena pada masa

remaja terjadi peningkatan gejolak dan tekanan yang menyebabkan remaja

kacau. Disinilah letak krisis terjadi, yakni kekacauan peran dan kekacauan

identitas. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan remaja merasa terisolasi,

bingung, cemas, emosi yang meledak, terlalu sensitif dan malu atas penilaian

orang lain terhadap dirinya. Jika remaja dapat mengatasi krisis identitas ini maka

ia akan memiliki identitas yang stabil, sehingga remaja memiliki pandangan yang

jelas terhadap diri sendiri, memahami perbedaan dan persamaan dengan orang

lain, mengenali kekurangan dan kelebihannya, percaya diri, tanggap dan mampu

mengambil keputusan penting, dan mengambil perannya dalam masyarakat

(Erikson, 1989 dalam Desmita, 2006).


Identitas yang menjadi hal utama yaitu identitas kelompok, karena pada

masa ini hubungan interpersonal remaja berkembang dengan baik. Mereka

cenderung memiliki kelompok-kelompok dengan klasifikasi tersendiri, karena

remaja membutuhkan harga diri dan penerimaan dalam kelompoknya (Perry &

Potter, 2005). Dalam studi kontemporer Hightower (1990 dalam Desmita, 2006)

ditemukan bahwa hubungan teman sebaya yang harmonis dapat berpengaruh

pada kesehatan mental. Sedangkan menurut Kelly dan Hansen ( 1987 dalam

Desmita, 2006) mengemukakan 6 fungsi positif kelompok sebaya :


a. Mengontrol impuls agresif, remaja belajar cara memecahkan pertentangan

selain dengan agresi


b. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi mandiri,

dorongan dari teman sebaya dalam pengambilan peran baru membuat remaja

berkurang ketergantungan pada dorongan dari keluarga

9
c. Meningkatkan ketrampilan sosial, melalui interaksi sosial remaja dapat

menuangkan ide, perasaan dalam pemecahan masalah


d. Mengembangkan sikap seksualitas dan peran jenis kelamin yang dibentuk

melalui interaksi. Mereka mengasosiasikan tingkah laku sesuai dengan jenis

kelamin.
e. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai, remaja dapat mengevaluasi nilai

dengan membandingkan dengan teman sebayanya, sehingga dapat

memutuskan mana yang baik dan buruk


f. Meningkatkan harga diri (self esteem) dengan menjadi orang yang disukai

teman sebaya.
Hal ini menunjukkan pengaruh teman sebaya sangat besar dalam

kehidupan remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan teman sebaya

menyebabkan munculnya rasa kesepian dan menutup diri. Hal ini sering

menimbulkan masalah psikososial pada remaja. Penolakan ini biasanya berkaitan

dengan adanya pandangan perbedaan pada seseorang. Mereka lebih memilih

individu dengan klasifikasi tersendiri untuk masuk pada kelompoknya. Anak

yang memiliki perbedaan akan mudah tersingkir, seperti pada anak berkebutuhan

khusus.

2.1.3 Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus (ABK) atau bisa disebut dengan children with

special need adalah anak yang berbeda dengan anak lainnya dalam karakteristik

fisik, emosional, mental, intelektual, sosial. Menurut Ilahi (2013) menyebutkan

bahwa anak berkebutuhan khusus atau anak yang mengalami rintangan

(handicapped children) adalah anak yang karena suatu hal mengalami

penyimpangan intelektual, fisik, sosial atau emosional sehingga mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan normal anak.

2.1.4 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

10
Menurut Delphie (2006), anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi:
a. Anak yang mengalami kelemahan penglihatan (tuna netra), anak yang tidak

dapat menggunakan indera penglihatan dalam kegiatan sehari-hari.


b. Anak dengan gangguan wicara dan pendengaran, anak yang memiliki

hambatan pendengaran baik sebagian maupun keseluruhan dan kesulitan

berbicara atau komunikasi yaitu adanya kerusakan artikulasi bunyi, dan atau

kelancaran bicara
c. Anak dengan keterbelakangan mental (tuna grahita), anak yang memiliki

keterbelakangan kemampuan baik mental, intelegensi, emosi, sosial, dan

fisik sehinngga menghambt belajar


d. Anak dengan keterbelakangan fisik atau motorik (tuna daksa), anak yang

memiliki kesulitan mengoptimalkan anggota tubuh atau biasa dikenal

dengan cacat fisik


e. Anak dengan perilaku maladjusment (tuna laras), anak yang tergolong tidak

selaras dengan norma masyarakat. Biasanya sering membuat keonaran, dan

mengarah kriminal
f. Anak autisme (autistic children), terjadi karena gangguan perkembangan

otak. Biasanya anak autis akan menampilkan beberapa perilaku seperti sulit

berkomnikasi, kontak mata tidak terarah, hidup dalam dunianya sendiri, sulit

berinteraksi dengan orang lain, dll.


g. Anak hiperaktif atau attention deficit hyperactive disorder (ADHD), anak

yang memiliki gangguan perhatian dan berperilaku hiperaktif.


h. Anak dengan kesulitan belajar (learning disability), anak yang sulit

menerima pelajaran baik akademis maupun non akademis sehingga memiliki

prestasi rendah. Dalam bidang kognitif mereka sulit menerima informasi.


i. Anak dengan kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and

developmentally disable children), anak dengan kelainan perkembangan

neurologis maupun fungsi adaptif. Mereka memiliki kelainan satu atau dua

11
kombinasi pada kemampuan kognitif, sosial, intelegensi, bahasa, maupun

gerak.
Menurut Pratiwi dan Murtiningsih (2013) anak berkebutuhan khusus

dapat dikategorikan berdasarkan sifatnnya, yaitu bersifat temporer (sementara)

dan permanen (menetap). Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen

adalah yang memiliki kelainan bersifat menetap dan tidak mungkin hilang.

Biasanya disebabkan karena kelainan bawaan atau didapat sehingga

menimbulkan kecacatan. Anak yang digolongkan dalam berkebutuhan khusus

permanen, yaitu tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, autis, ADHD.

Sedangkan anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara yaitu anak yang

memiliki ketidakmampuan dalam penyesuaian sosial. Biasanya disebabkan

karena kondisi sosio-ekonomi, politik bisa disembuhkan melalui psikoterapi.

2.1.5 Anak Tuna Grahita


Anak tuna grahita atau retardasi mental adalah anak yang memiliki

kemampuan intelektual dibawah normal dan atau lebih lamban daripada anak

normal. Anak tuna grahita memiliki rentang memori pendek dan kurang dapat

berpikir abstrak dan kritis sehingga kurang dapat mengerjakan tugas akademik

Anak tuna grahita biasanya disertai hambatan perkembangan sosial dan memiliki

keterlambatan dalam segala bidang yang sifatnya permanen. Karena

keterlambatan dalam perkembangan sosial ini anak tuna grahita seringkali

mengalami kesulitan dalam komunikasi dan interaksi, sehingga seringkali

dianggap sama dengan anak autis (Soemantri, 2006).


Pada dasarnya anak tuna grahita dibagi menjadi empat (Soemantri, 2006):
1. Tuna grahita ringan : memiliki rentang IQ 69-50, anak tuna grahita ringan

adalah anak mampu didik yang memiliki kemampuan untuk berkembang

dalam bidang akademik maupun sosial.

12
2. Tuna grahita sedang : memiliki rentang IQ 49-35, anak tuna grahita sedang

adalah anak mampu latih yang memiliki kemampuan belajar ketrampilan

untuk tujuan fungsional.


3. Tuna grahita berat : memiliki IQ 34-20
4. Tuna grahita sangat berat : memiliki IQ <19, anak tuna grahita berat dan

sangat berat adalah anak yang perlu perawatan khusus.

2.1.6 Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus


Penanganan anak berkebutuhan khusus didasarkan pada sifat dan jenis

keterbatasannya. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara akan lebih

mudah ditangani karena bisa disembuhkan. Sementara anak berkebutuhan khusus

yang bersifat permanen penanganannya lebih ditekankan pada adaptasi dan

meningkatkan kualitas hidupnya. Berikut ini merupakan penanganan yang dapat

diberikan pada anak berkebutuhan khusus :


a. Stimulasi
Menurut Mahdalela (2013) menyebutkan bahwa penanganan remaja

berkebutuhan khusus yaitu melalui stimulasi yang disesuaikan dengan

kemampuan pemahaman dan tugas perkembangan. Stimulasi ini penting untuk

membantu anak berkebutuhan khusus berinteraksi dengan lingkungan,

melakukan aktivitas harian, kemandirian, meningkatkan kualitas hidup. Stimulasi

yang dapat diberikan pada remaja berkebutuhan khusus ini berupa stimulasi

perilaku dan stimulasi ketrampilan.


Stimulasi perilaku ini berbentuk stimulasi individu dan kelompok.

Stimulasi perilaku individu merupakan penerapan teori perilaku dalam kehidupan

masyarakat. Stimulasi ini bertujuan untuk mengubah perilaku yang ditargetkan

dengan pertimbangan mampu meningkatkan kualitas hidup. Sedangkan stimulasi

kelompok (2-3 remaja dengan 1 terapis) merupakan kelanjutan dari stimulasi

perilaku individu dengan menggunakan struktur pengajaran yang telah disusun

13
dan dimodifikasi kearah kemandirian, komunikasi interaktif, dan ketrampilan

sosial.
Sementara stimulasi ketrampilan ini bertujuan untuk mengoptimalkan

potensi kemampuan, kemandirian, dan produktivitas. Stimulasi ketrampilan

menekankan pada aspek kepatuhan, kontak mata, imitasi, bahasa, kognitif, dan

motorik (Mahdalela, 2013). Penanganan pada anak berkebutuhan khusus tidak

hanya terkait pada stimulasi, tetapi juga dengan program pembelajaran atau

pendidikan.
b. Pendidikan atau pembelajaran
Remaja berkebutuhan khusus memang memiliki keterbatasan, namun

mereka tetap memiliki hak untuk mendapat pendidikan. Menurut Mahdalela

(2013) menyebutkan bahwa program pendidikan ini dapat berupa pendidikan

formal maupun non formal. Pendidikan non formal diberikan bagi anak

berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan intelektual dibawah normal

namun memiliki ketrampilan yang bisa dikembangkan dan cocok untuk

pendidikan khusus non akademis. Pendidikan non formal ini meliputi bercocok

tanam, beternak, dan ketrampilan kraft, ketrampilan teknologi informasi,

olahraga, dan lain-lain.


Sementara pendidikan formal biasanya diberikan untuk anak

berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan intelektual normal. Oleh sebab

itu, sebelum remaja berkebutuhan khusus dimasukkan dalam sekolah formal,

sebaiknya orang tua memahami kemampuan intelektual, sosial, emosi, dan

motorik anak karena hal ini penting dalam pemilihan pendidikan. Pemilihan

pendidikan lanjutan sebaiknya diarahkan pada pendidikan kejuruan yang sesuai

dengan minat dan bakatnya, dibanding dengan masuk sekolah umum (Mahdalela,

2013). Di indonesia telah mencanangkan program wajib belajar 17 tahun bagi

14
semua anak tanpa terkecuali, namun anak berkebutuhan khusus secara tidak

resmi mendapat pengecualian.


Pendidikan inklusif merupakan penanganan terbaik atas hal tersebut. Hal

ini seperti dinyatakan dalam pasal 2 dari konvensi tentang perlindungan hak anak

dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1949) menyebutkan bahwa “At

the core of inclusif education is the human right to education. A logical

consequence of this rights is that all children have to receive the kind of

education that does not discriminate on grounds of disability, ethnicity, religion,

language, gender, capabilities, and so on” (Ilahi, 2013). Di Indonesia, sistem

pendidikan ini diatur dalam No. 20 tahun 2003 pasal 15 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “Pendidikan khusus merupakan

pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses

pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/ memiliki

potensi kecerdasan dan bakat istimewa” (Abdullah, 2013). Hal ini sesuai dengan

salah satu kesepakatan Internasional yaitu Conventional on the Right of Person

With Disabillities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pasal

24 konvensional ini menjelaskan bahwa setiap negara berkewajiban untuk

menyelenggarakan pendidikan inklusif (Praptiningrum, 2010).


Dahulu saat diterapkannya sekolah luar biasa, secara tidak terlihat

memberikan diskriminasi pada anak berkebutuhan khusus. Namun saat ini

dengan adanya sekolah inklusif memungkinkan bagi anak berkebutuhan khusus

dapat menikmati pendidikan di sekolah umum dan belajar dengan anak normal

lainnya. Tujuannya yaitu mengurangi kesenjangan antara anak berkebutuhan

khusus dan anak normal dan menciptakan warga sekolah yang ramah. Meskipun

telah dibuat sedemikian rupa, beberapa hal terkait dengan adanya kelainan pada

15
anak berkebutuhan khusus akan menimbulkan penolakan oleh lingkungan.

Selain itu, faktor usia juga berpengaruh pada penolakan lingkungan. Anak

berkebutuhan khusus pada tingkat sekolah dasar akan tidak merasa begitu ditolak

dibandingkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah yang lebih tinggi.

Semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi perasaan ditolak.

(Somantri, 2006). Penolakan yang dialami ini biasanya menimbulkan banyaknya

masalah psikososial sehingga anak cenderung memiliki rasa rendah diri.

Perasaan rendah diri ini bisa disebabkan karena kebiasaan orang tua yang terlalu

mengekang karena merasa anak adalah “aib” maupun orang tua yang terlalu

khawatir. Rasa rendah diri juga dapat disebabkan karena lingkungan mereka

yang terlalu memberi “label”.


Anak berkebutuhan khusus seringkali memiliki hambatan dalam

penyesuaian diri dengan keterbatasan yang dimiliki. Kondisi ini akan

memunculkan reaksi emosional seperti perasaan malu, sedih, menyalahkan dan

membenci diri sendiri, kecewa, putus asa menyalahkan diri. Jika reaksi

emosional ini semakin menumpuk dan meningkat dapat memunculkan perilaku

destruktif seperti manarik diri, depresi, frustasi, bahkan risiko bunuh diri

(Abdullah, 2013). Kegagalan penerimaan diri akan keterbatasan ini dapat

menyebabkan kurangnya harga diri akibat adanya perasaan tidak suka terhadap

dirinya.

2.2 Konsep Harga Diri Rendah


2.2.1 Pengertian Harga Diri
Menurut Hidayat (2009) menyebutkan “harga diri (self esteem) adalah

penilaian individu tentang dirinya dengan menganalisis kesesuaian antara

perilaku dan ideal diri yang lain”. Kesesuaian ini akan menimbulkan perasaan

berharga karena bisa memenuhi cita-cita. Penilaian harga diri dapat berasal dari

16
diri sendiri dan orang lain yang dapat dipengaruhi oleh penerimaan, perasaan

dicintai, berguna, dan keberhasilan yang telah dicapai seseorang.


Harga diri mulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan

dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya.

Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan

pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap

dirinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima keadaan diri apa

adanya sehingga individu mempunyai perasaan harga diri (Burn, 1998 dalam

Simanjorang, 2011).
Berdasarkan penelitian Dornbursch (1956, dalam Rakhmat 2007) telah

mengorelasikan penilaian orang lain terhadap penilaian diri individu, dan hasil

yang diberikan yaitu orang yang diberikan nilai baik oleh orang lain, cenderung

memberikan nilai yang baik untuk dirinya sendiri. Artinya, harga diri individu

sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.


Menurut penelitian Gove, Ortega, Briggs Style (1989, dalam Mass et al,

2011) menyebutkan bahwa harga diri seseorang akan meningkat seiring dengan

pertambahan usia, terutama pada pria dibandingkan wanita. Namun, akan

terancam pada masa pubertas yang berarti pada masa remaja cenderung memiliki

masalah pada harga dirinya (Dalami, Suliswati, Farida, Rochimah, Banon, 2009).
Harga diri dapat diukur secara implisit maupun eksplisit. Pengukuran

harga diri secara eksplisit dapat menggunakan skala pengukuran harga diri dapat

menggunakan skala Rosenberg (RSE) atau skala Coopersmith (SEI).

2.2.2 Skala Pengukuran Harga Diri


Salah satu skala pengukuran harga diri yaitu menggunakan self esteem

inventory yang dikembangkan oleh Coopersmith (1967 dalam Ermanza, 2008).

Alat ukur ini mengukur harga diri secara global dari empat domain yang ada :

17
1. Domain harga diri akademis : mengukur rasa percaya diri, kemampuan dalam

belajar dan kepatuhan individu pada setiap kegiatan di sekolah


2. Domain harga diri keluarga : mengukur seberapa besar kedekatan anak

dengan orang tua, dukungan orang tua kepada anak dan penerimaan orang tua

terhadap anak
3. Domain harga diri sosial : Mengukur kemampuan individu untuk

berhubungan dengan orang lain.


4. Domain general self : mengukur penilaian individu terhadap kemampuannya

secara umum.
Bentuk asli pertanyaan skala pengukuran harga diri ini berisi 58 butir

(SEI ’67) dijawab dengan like me atau unlike me dalam bahasa Inggris. Skala ini

menilai empat aspek pembentukan harga diri (Amalina, 2013) meliputi :


1) Kekuatan (power)
Indikator power adalah : adanya rasa hormat dari orang lain, mampu

mengontrol perilaku sendiri, mampu mengontrol perilaku orang lain.


2) Keberartian (significance)
Indikator dari significance adalah : adanya penerimaan diri, adanya kesukaan

orang lain terhadap dirinya, adanya perhatian dan pengakuan orang lain.
3) Kebajikan (virtue)
Indikator virtue adalah : taat pada peraturan yang berlaku sesuai moral dan

etika.
4) Kemampuan (competence)
Indikator dari competence adalah : mampu menyelesaikan tugas yang

diberikan dan mencapai cita-cita.


Kelebihan dari skala ini yaitu telah menggunakan empat domain harga

diri beserta aspeknya dan dapat digunakan dalam segala usia dengan segala

kondisi. Menurut Coopersmith (1967, dalam Wahab, 2014) penilaian harga diri

ini dibedakan menjadi tiga kategori yaitu harga diri tinggi, sedang, dan rendah.

2.2.3 Karakteristik Individu Berdasarkan Harga Diri


Menurut skala pengukuran Coopersmith (1967 dalam Wahab, 2014)

membagi tingkat harga diri individu menjadi tiga kategori, yaitu :


1. Individu dengan harga diri tinggi memiliki ciri-ciri :

18
a. aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik;
b. berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan sosial;
c. dapat menerima kritik dengan baik;
d. percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri;
e. tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya memikirkan kesulitannya

sendiri;
f. memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas fantasi, karena mempunyai

kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi;


g. tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang kepribadiannya;
h. lebih mudah menyesuaikan diri dengan suasana yang menyenangkan

sehingga tingkat kecemasannya rendah dan memiliki ketahanan diri yang

seimbang.
2. Individu yang memiliki harga diri sedang : hampir sama dengan yang

memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap.

Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang konsisten.

Menurut Coopersmith individu dengan harga diri sedang cenderung

memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan orang.


3. Individu dengan harga diri rendah memiliki ciri-ciri :
a. memiliki perasaan inferior
b. takut gagal dalam membina hubungan sosial
c. terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi
d. merasa diasingkan dan tidak diperhatikan
e. kurang dapat mengekspresikan diri
f. sangat tergantung pada lingkungan
g. tidak konsisten
h. secara pasif mengikuti lingkungan
i. menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense

mechanism)
j. mudah mengakui kesalahan
Terkait dengan adanya keterbatasan yang mereka miliki dan penolakan

lingkungan yang sering dialami, remaja berkebutuhan khusus lebih sering

menunjukkan perilaku harga diri rendah. Terapi keperawatan yang selama ini

sudah digunakan untuk mengatasi masalah harga diri rendah antara lain :

cognitive therapy, cognitive behaviour therapy, supportif therapy, logotherapy,

19
dan complementer therapy (Hidayati, 2012). Salah satu dari bentuk terapi lain

yaitu komunikasi persuasif.

2.3 Komunikasi persuasif


2.3.1 Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berari

membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi adalah proses

penyampaian ide, pikiran, perasaan, dalam bentuk pesan atau informasi dari

komunikator (penyampai pesan) kepada komunikan (penerima pesan) melalui

media yang bertujuan mengubah sikap atau perilaku komunikan (Nasir, Muhith,

Sajidin, Mubarak, 2011).


2.3.2 Unsur-Unsur Komunikasi
Komunikasi dapat berlangsung apabila didukung dari unsur-unsur

komunikasi. Unsur-unsur ini dapat disebut sebagai elemen dari komunikasi,

meliputi :
a. Komunikator merupakan sumber atau pengirim pesan yang memulai sebuah

komunikasi. Komunikator bisa merupakam individu, kelompok, atau

organisasi.
b. Pesan berupa lambang yang berisi ide, gagasan, pikiran, perasaan, perhatian

yang merupakan informasi yang disampaikan komunikator. Pesan ini dapat

berupa lisan yakni berisi kata-kata maupun tulisan yang berisi gambar,

huruf, kata-kata, angka. Pesan dapat disampaikan dalam bentuk verbal

maupun nonverbal.
c. Komunikan adalah penerima pesan, baik perorangan, kelompok, maupun

organisasi atau massa.


d. Saluran merupakan media komunikator untuk menyalurkan pesan kepada

komunikan.
e. Umpan balik, reaksi terhadap pesan yang disampaikan komunikator yaitu

perbedaan pikiran, ide, gagasan, sikap sebelum dan sesudah komunikasi.

20
f. Konteks merupakan suasana, situasi atau lingkungan yang mempengaruhi

komunikasi baik mendukung maupun menghambat.

2.3.3 Fungsi Komunikasi


Dalam Liliweri (2007) menyampaikan ada lima kategori umum fungsi

(tujuan) utama komunikasi, yakni :


a. Informasi, yakni menyampaikan atau menyebarluaskan pesan (informasi).
b. Pendidikan, yakni menyampaikan atau menyebarluaskan pesan yang bersifat

mendidik orang lain.


c. Instruksi, yakni memberikan instruksi baik menyuruh maupun melarang

komunikan dalam melakukan sesuatu.


d. Menghibur, mengirimkan pesan yang bersifat menghibur agar komunikan

menikmati.
Kebanyakan rancangan komunikasi yang digunakan dalam kehidupan

sehari-hari berdasarkan 4 tujuan diatas, namun dalam praktik kesehatan dapat

memperoleh tujuan kelima yaitu to persuade. Fungsi persuasif kadang disebut

fungsi mempengaruhi. Fungsi persuasif yakni menyebarkan informasi yang dapat

mengubah sikap dan perilaku komunikan sesuai kehendak komunikator.

2.3.4 Komunikasi Persuasif


Kata persuasi berasal dari “persuaseo” yang secara istilah berari merayu,

membujuk, mengajak, meyakinkan. Komunikasi persuasif adalah proses

komunikasi yang berupaya untuk membujuk, mengajak, dan meyakinkan

komunikan dalam memahami pesan yang disampaikan (Nasir, Muhith, Sajidin,

Mubarak, 2011). Komunikasi persuasif dapat juga diartikan sebagai seni dalam

komunikasi yang digunakan komunikator untuk mengubah pikiran dan perilaku

komunikan sesuai keinginan sumber. Menurut Liliweri (2007) penerapan

komunikasi persuasif didasarkan pada model Laswell (model linier). Menurut

21
model ini, efek komunikasi bervariasi tergantung tujuan komunikasi salah

satunya membangkitkan (to aggrevate) audiens, sehingga mempengaruhi (to

persuade) audiens.
Dalam praktiknya, peran utama perawat adalah komunikator. Jika

masalah utama komunikasi adalah bagaimana cara memengaruhi pilihan

komunikan agar mengubah perilaku, maka hal ini sebenarnya mengacu pada

bagaimana seorang komunikator melakukan persuasi. Jadi pada dasarnya peran

komunikator yang dilakukan sehari-hari oleh perawat adalah persuasif.

Komunikasi persuasif dalam keperawatan yaitu mengomunikasikan pesan

kesehatan sehingga dapat mempengaruhi pasien agar menggunakan informasi

tersebut untuk mengubah sikap maupun perilaku.

2.3.5 Pesan Persuasif


Dalam komunikasi persuasif kredibilitas dari komunikator saja belum

cukup. Dari berbagai penelitian menunjukkan komunikator harus dapat

mengolah pesan yang disampaikan sehingga dapat mempengaruhi audiens.

Dalam komunikasi interpersonal yang memungkinkan adanya kontak langsung

atau tatap muka, komunikator dapat menunjukan kredibilitasnya, mengolah

pesan verbal dan ditunjang oleh pesan nonverbal sebagai media sensoris. Hasil

akhir dari komunikasi persuasif merupakan gambaran dari sikap audiens yaitu

berubah atau bertahan (Liliweri, 2007). Syarat gagasan atau pesan yang

disampaikan harus menggambarkan gagasan utama. Dalam penyusunan gagasan

utama untuk perencanaan komuikasi harus ringkas, langsung pada inti persoalan,

dan menggambarkan hasil bila tindakan dilakukan.


Dalam menyusun pesan memiliki unsur, yakni 1) pengodean pesan,

menuangkan gagasan verbal maupun nonverbal komunikator ke dalam lambang

agar dapat dimengerti sehingga dapat mengubah perilaku sesuai tujuan. 2) isi

22
pesan, materi yang dipilih komunikator untuk disampaikan meliputi informasi,

kesimpulan, pertimbangan. Dalam komunikasi persuasif pesan yang disampaikan

harus menarik perhatian, meyakinkan dan menggerakkan. 3) pengolahan pesan,

pemilihan cara-cara yang akan digunakan komnikator dalam menyampaikan

pesan. Menurut Cangara, (2004 dalam Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak, 2011),

teknik penyusunan pesan yang bersifat persuasi meliputi beberapa cara :


1. Teknik asosiasi : penyampaian pesan yang bersifat spirit atau harapan

dengan menggunakan objek sebagai pusat perhatian supaya komunikan

terdorong menjalankan isi pesan karena yang menyampaikan adalah seorang

yang disegani atau dikagumi. Menurut Effendi (2002 dalam Nasir, Muhith,

Sajidin, Mubarak, 2011) menyebutkan “teknik asosiasi merupakan penyajian

pesan komunikasi dengan cara menumpangkannya pada suatu objek atau

pada peristiwa yang menarik perhatian”. Teknik ini digunakan pada orang

dengan tingkat ketidakpercayaan tinggi sehingga dia akan percaya jika

penyampai pesan adalah orang yang mengalaminya. Teknik asosiasi ini

meumbuhkan motivasi (motivation appeal) yang dapat menumbuhkan

internal psikologis sehingga komunikan memiliki harapan atau niat yang

kuat untuk merubah sikap dan perilaku sesuai isi pesan.


2. Teknik integrasi : teknik penyampaian pesan yang menggambarkan

kepentingan bersama antara komunikator dan komunikan. Teknik ini

memberi kesempatan komunikator menyatu dalam dunia komunikan

sehingga kepentingan komunikan menjadi kepentingan komunikator juga.


3. Teknik ganjaran : penyampaian pesan dengan memberikan iming-iming baik

menguntungkan atau menjanjikan harapan (reward appeal) maupun yang

memberi ketakutan (fear appeal) yang menggambarkan konsekuensi buruk.

23
Tujuan dari teknik ini bersifat imperative yang mengandung keharusan untuk

ditaati dan dilaksanakan.


4. Teknik tatanan : teknik ini merupakan terjemahan dari kata icing yaitu to ice

yakni menata pesan sedemikian rupa sehingga menarik dan memotivasi

untuk melakukan hal yang disarankan. Dalam teknik ini pesan ditata dengan

himabuan emosional (emotional appeal) yang menarik agar komunikan

tergugah emosinya sehingga pesan yang disampaikan merupakan pesan

aktual yang menjadi perhatian. Dalam mencairkan suasana supaya

komunikan tidak jenuh biasanya disertai dengan humor (humorious appeal)


5. Teknik Red-Herring : upaya komunikator untuk meraih kemenangan dalam

perdebatan argumentasi dengan mengalihkan aspek yang dikuasainya untuk

dijadikan senjata dalam menyerang lawan. Dalam teknik ini terbagi menjadi

2, yaitu 1) one sided issue yang menggambarka pesan dari salah satu sisi,

bisa dari sisi baiknya atau buruknya saja. 2) two sided issue menggambarkan

kedua sisi, baik dari sisi baik dan buruknya.

Prinsip dasar dalam penyampaian pesan pada komunikasi persuasif

menurut Cangara (2003) meliputi :


a. Over power em theory : bila pesan seringkali diulang, panjang dan cukup

keras maka pesan itu akan berlalu.


b. Glamour theory : bila pesan (ide) yang dikemas denga cantik dan ditawarkan

dengan daya persuasi maka komunikan akan tertarik untuk memiliki ide itu
c. Don’t tele’em theory : bila suatu ide tidak disampaikan kepada orang lain,

maka mereka tidak akan memegangnya dan menanyakannya. Karena itu

mereka tidak akan membuat pendapat tentang ide itu.

2.3.6 Tahap Komunikasi Persuasif


Menurut Nasir, Muhith, Sajidin, Mubarak (2011) membagi komunikaasi

persuasif dalam beberapa tahap yakni :

24
1. Perhatian (attention), tahap dimana kegiatannya untuk membangkitkan

keingintahuan pesan yang akan disampaikan, dan memusatkan perhatian

komunikan pada satu topik pesan dan menghilangkan pikiran ganda

komunikan. Komunikator menekankan pentingnya materi yang akan

disampaikan melalui fase pendahuluan atau fase apersepsi yang menarik.


2. Minat (interest), pengambilan keputusan oleh komunikan bahwa materi yang

disampaikan sesuai dengan kebutuhan untuk diambil inti sarinya. Dalam

pengambilan keputusan ini komunikan biasanya mempertimbangkan

pentingnya materi ini sesuai untuk kebutuhan, minat atau keinginannya.

Oleh karena itu sebelum memulai komunikasi komunikator harus melakukan

pengenalan budaya, bahasa, kebutuhan komunikan akan pesan yang akan

disampaikan.
3. Hasrat (desire), tahap pemeliharaan agar minat terhadap materi yang

disampaikan memang cukup menarik untuk dsimak. Disini komunikator

melakukan kegiatan inti persuasif untuk mengajak, membujuk agar meteri

benar-benar disimak dan didengarkan. Komunikan akan tetap mendengarkan

isi pesan dipengaruhi oleh isi dan konsistensi pesan, keseriusan dan

keluwesan komunikator dalam menyampaikan materi.


4. Keputusan (decision), suatu tahap untuk pengambilan keputusan apakah

pesan didengarkan atau tidak berdasarkan penilaian komunikan pada tahap

hasrat (desire). Pengambilan keputusan ini berdasarkan perbandingan

evaluasi antara keuntungan dan kerugian.


5. Kegiatan (action), melakukan kegiatan mendengarkan dengan penuh

perhatian atas pertimbangan bahwa pesan yang disampaikan memang harus

dan perlu didengarkan utuk menambah sikap dan perilaku.


Menurut Aristoteles (Liliweri, 2007) perubahan sikap dan perilaku

komunikan berdasarkan retorika dapat dipengaruhi 3 hal :

25
a. Ethos : jika komunikan dapat dipengaruhi hanya karena komunikator

menampilkan diri sebagai seorang yang pandai, percaya diri, dan cakap

(inteligence), berkarakter jujur dan adil, dan memiliki kemauan baik dengan

menunjukkan kontak mata dan memiliki kesan melindungi (goodwill).


b. Pathos : bagaimana komunikator mampu menggugah emosi komunikan.
c. Logos : bagaimana komunikator menampilkan kesan intelek (pandai dan

cerdik) dalam menyampaikan argumen maupun pesan.


Dalam teori Janis (1954 dalam Azwar, 2012) menyebutkan bahwa

“individu dengan harga diri rendah akan lebih mudah terbujuk daripada individu

yang memiliki harga diri tinggi”.

2.3.7 Standar Operasional Prosedur Komunikasi Persuasif


Standar operasional prosedur komunikasi persuasif dalam penelitian ini

mengkombinasikan antara tahapan komunikasi terapeutik dalam buku Stuart

(2006) dengan teknik komunikasi persuasif. Standar komunikasi persuasif ini

tidak merubah tahapan dari komunikasi terapeutik, yaitu memasukkan teknik

komunikasi persuasif dalam fase kerja komunikasi terapeutik, yaitu sebagai

berikut :

1. Tahap pra interaksi : menggali kemampuan diri sendiri, mengumpulkan data

klien, mengidentifikasi kebutuhan klien akan pesan, mengidentifikasi budaya,

bahasa, dan hambatan yang mungkin terjadi, menyusun pesan persuasif, dan

merencanakan pertemuan pertama.

2. Tahap orientasi : membina hubungan saling percaya dengan mengucapkan

salam terapeutik, memperkenalkan diri, melakukan evaluasi atau validasi

perasaan, melakukan apersepsi mengenai masalah yang relevan untuk

membengkitkan keingintahuan terhadap pesan, melakukan kontrak waktu,

tempat, topik.

26
3. Tahap kerja : menggali masalah yang relevan, melakukan kegiatan

komunikasi persuasif yaitu :

a. mengidentifikasi ketrampilan tertentu atau cita-cita yang dimiliki dan

memberi iming-iming baik menguntungkan (reward) untuk berusaha

meraih keinginannya maupun memberi ketakutan (fear) yang

menggambarkan konsekuensi buruk jika menjadi orang yang putus

asa.
b. memberikan motivasi untuk memasukkan ketrampilan yang dimiliki

dalam kegiatan harian, memelihara minat klien untuk berupaya

mencapai keinginan dengan memberikan penguatan atas hal yang telah

dicapai.
c. Memberikan motivasi bahwa masalah yang dialami klien dapat diatasi

bersama dengan melakukan kegiatan yang terintergrasi antara perawat-

klien. Artinya bahwa yang diperjuangkan perawat bukan kepentingan

diri sendiri namun juga kepentingan klien.


d. menyampaikan pesan menggunakan objek sebagai pusat perhatian

(penokohan orang yang memiliki keterbatasan namun sukses).


4. Tahap terminasi : melakukan peninjauan kemajuan terapi dengan melakukan

evaluasi subjektif dan objektif, memberikan reinforcement, melakukan

rencana tindak lanjut, melakukan kontrak yang akan datang.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

27
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus

merupakan salah satu jenis penelitian deskriptif yang dilakukan dengan cara

meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal.

Unit tunggal dalam penelitian ini yaitu remaja berkebutuhan khusus tuna grahita

yang mengalami harga diri rendah. Penelitian ini mendeskripsikan perubahan

harga diri pada remaja berkebutuhan khusus tuna grahita yang mengalami harga

diri rendah setelah dilakukan komunikasi persuasif.

3.2 Subyek Penelitian

Menurut Arikunto (2006) subyek penelitian merupakan subyek yang dituju

untuk diteliti oleh peneliti. Subyek penelitian dalam studi kasus ini adalah 2 anak

berkebutuhan khusus yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling

dengan syarat sebagai berikut :

a. Berusia remaja 15-20 tahun

b. Terdaftar sebagai siswa sekolah menengah kejuruan yang memiliki sistem

pendidikan inklusi

c. Memiliki kebutuhan khusus tuna grahita ringan

d. Memiliki gangguan harga diri rendah

3.3 Fokus Penelitian

28
Fokus studi dalam penelitian ini adalah harga diri remaja berkebutuhan

khusus tuna grahita yang mengalami harga diri rendah setelah dilakukan

komunikasi persuasif.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Perubahan harga diri adalah perubahan pandangan diri remaja tuna grahita

yang mengalami harga diri rendah dengan membandingkan harga diri sebelum

dan sesudah dilakukan komunikasi persuasif. Pengukuran harga diri didasarkan

pada penilaian remaja terhadap dirinya dan perilaku sehari-hari dengan mengacu

pada aspek :

1. Kekuatan : mengontrol emosi/kemarahan, gagasan yang diajukan dapat

diterima dan diikuti orang lain, menerima kritik yang diberikan,

menyesuaikan diri dengan baik, keberanian tampil didepan kelas, keberanian

menampilkan bakat/hobi/ketrampilan yang dimiliki, aktif dalam kegiatan

dikelas maupun ekstrakulikuler

2. Keberartian : penerimaan keterbatasan diri, kepuasan terhadap penampilan

tubuh, perasaan berharga dan disukai orang lain, perasaan diakui dan

diperhatikan orang lain, kepuasan terhadap hasil pekerjaan

3. Kebajikan : menaati peraturan disekolah, menghormati orang yang lebih tua

4. Kemampuan : menyelesaikan kesulitan yang dialami, menyelesaikan tugas

yang diberikan, memiliki upaya dalam mencapai keinginan atau cita-cita.

29
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMKN 2 Malang pada 15 Februari-5 Maret

2016. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Malang adalah institusi pertama di

Kota Malang yang menerapkan sistem pendidikan inklusi pada taraf sekolah

menengah kejuruan. Pelaksanaan pendidikan inklusi di SMKN 2 Malang yaitu

dalam proses belajar anak berkebutuhan khusus bergabung dan belajar bersama

dengan siswa reguler untuk pelajaran produktif serta praktek kejuruan.

Sedangkan materi pelajaran yang bersifat normatif dan adaptif anak berkebutuhan

khusus belajar diruang sendiri dibimbing guru pendidikan khusus. Hal itu

dilakukan karena dengan adanya keterbatasan yang dimiliki, beberapa materi

pelajaran harus diolah agar bisa diterima dengan mudah. Penempatan jurusan pada

anak berkebutuhan khusus lebih diutamakan pada pekerjaan/ketrampilan yang

tidak berhubungan langsung dengan manusia. Penjurusan pada anak berkebutuhan

khusus dilakukan pada saat pendaftaran, namun sebelum ditempatkan pada kelas

jurusan, anak berkebutuhan khusus ini melalui masa observasi selama satu

minggu untuk kemudian dinyatakan diterima sebagai siswa inklusi.

3.6 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data, instrumen ini dapat berupa angket atau kuisioner, formulir

observasi, ataupun formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data

(Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pedoman

wawancara, lembar observasi, wawancara free talk.


1. Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara yang diadaptasi dari skala

pengukuran harga diri (self esteem inventory) yang dikembangkan oleh

Coopersmith (1967 dalam Amalina, 2013). Bentuk pernyataan asli berupa

30
pernyataan tertutup menggunakan bahasa Inggris berisi 58 item pernyataan

model skala Gutman yang dijawab dengan like me atau unlike me (Ryden,

1978 dalam The McGraw-Hill Companies, 2006) dengan memberi tanda

check (√). Penelitian ini memodifikasi dan mengembangkan skala

pengukuran harga diri Coopersmith (1967) yang berbentuk skala Gutman

kedalam pertanyaan terbuka. Pedoman wawancara dengan jumlah pertanyaan

27 item ini digunakan sebagai dasar dalam menilai harga diri subyek.
2. Lembar observasi, digunakan untuk mengobservasi secara langsung kegiatan

sehari-hari subyek. Hal ini berguna untuk melihat perilaku dan interaksi sosial

subyek untuk mengamati karakteristik harga diri subyek.


3. Lembar wawancara free talk digunakan untuk mendapatkan data informasi

mendalam tentang subyek, diagnostic dan terapeutis. Lembar wawancara free

talk ini berupa strategi pendahuluan yang berisi teknik komunikasi pesrsuasif

yang digunakan sebagai pedoman implementasi. Lembar wawancara ini

dikembangkan oleh peneliti dengan mengkombinasikan teknik komunikasi

persuasif pada tahap kerja komunikasi terapeutik.

3.7 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan metode

wawancara, observasi, dan wawancara free talk. Wawancara digunakan sebagai

pedoman untuk menilai karakteristik harga diri subyek. Observasi digunakan

untuk melihat perilaku dan interaksi sosial sebagai data pendukung, sedangkan

wawancara free talk sebagai panduan dalam implementasi komunikasi persuasif.

Berikut adalah prosedur pengumpulan data penelitian :

31
1. Mengurus surat ijin penelitian di Badan Kebangsaan Kesatuan dan Politik,

Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Malang untuk ditujukan pada kepala

SMKN 2 Malang

2. Meminta persetujuan subyek setelah diberikan penjelasan dengan

menandatangani lembar informed consent yang didampingi oleh guru

pendamping

3. Mengukur harga diri melalui wawancara dan mengobservasi perilaku subyek

saat mengikuti pembelajaran dikelas sebelum komunikasi persuasif.

4. Melakukan komunikasi persuasif tiga kali dalam dua minggu, dan minggu

ketiga dilakukan komunikasi satu kali. Kegiatan komunikasi dilakukan pada

pembelajaran di kelas inklusi atas izin dari guru pendamping khusus.

Kegiatan komunikasi ini dilakukan selama 10-15 menit.

5. Mengkur harga diri melalui wawancara dan mengobservasi perilaku subyek

saat mengikuti pembelajaran dikelas setelah dilakukan komunikasi persuasif.

6. Melakukan analisa data dan membuat kesimpulan

7. Melakukan penyajian data

3.8 Pengolahan dan Analisa Data


Teknik pengolahan data yang digunakan oleh peneliti adalah analisa

deskriptif. Pada penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan 2 cara yaitu

hasil pedoman wawancara pengukuran harga diri dan observasi perilaku subyek.

Berikut ini dijelaskan analisisnya secara singkat :


a. Hasil wawancara pengukuran harga diri dilakukan untuk mengukur harga

diri yang selanjutnya dikategorikan harga diri tinggi, sedang, atau rendah.

32
Adapun indikator karakteristik harga diri yang didasarkan pada ciri-ciri

adalah sebagai berikut :


1. Harga diri tinggi : aktif dalam kegiatan pembelajaran dikelas dan

ektrakurikuler, berani tampil didepan kelas, berani bertanya, berani

menampilkan hob atau ketrampilan yang dimiliki, berani

mengungkapkan gagasan yang dimiliki, berinteraksi dengan teman

sekolah, dapat menerima kritik, percaya diri, merasa puas dengan

dirinya, merasa berharga dan diakui, merasa disukai teman, tidak

terpengaruh penilaian orang lain terhadap dirinya, merasa puas dengan

hasil pekerjaan atau tugas yang dilakukan, mudah menyesuaikan diri

terhadap lingkungan sekolah, menyelesaikan masalah/kesulitan

dengan baik, memiliki cita-cita dan berusaha untuk mencapainya.


2. Harga diri sedang : hampir sama dengan yang memiliki harga diri

tinggi terutama kualitas, sikap, dan perilaku.


3. Harga diri rendah : merasa malu atas dirinya, tidak puas terhadap

penampilan yang dimiliki, menyendiri, merasa diasingkan dan tidak

disukai, merasa tidak berharga/buruk jika dibandingkan orang lain,

terlihat putus asa, kurang dapat menyampaikan gagasan yang dimiliki,

tidak berani tampil didepan kelas, sulit beradaptasi, pasif dalam

kegiatan kelas atau ekstrakurikuler, tidak dapat menyelesaikan

kesulitan yang dialami, mudah terpengaruh penilaian orang lain

terhadap dirinya, merasa gagal/tidak puas terhadap hasil

pekerjaan/tugas yang dilakukan, merasa tidak mampu meraih cita-

citanya.

Hasil evaluasi wawancara sebelum dan sesudah komunikasi persuasif

digunakan untuk mengidentifikasi perubahan ungkapan negatif menjadi

33
positf pada indikator tiap aspek harga diri subyek yang diolah dengan cara

berikut :

N : Hasil

SP : Niai yang didapat

SM : Nilai Maksimal (yang diharapkan)

b. Hasil observasi digunakan untuk melihat perilaku dan interaksi sosial

subyek sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi persuasif. Observasi

yang dilakukan didasarkan pada perilaku saat dikelas, bergaul dengan

teman sebaya dan saat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Hasil

wawancara, observasi dan kegiatan komunikasi persuasif diolah dengan

menjabarkan dalam bentuk narasi atau deskriptif sesuai dengan data yang

terkumpul dari subyek.

3.9 Penyajian Data


Hasil studi kasus disajikan dalam bentuk tekstual. Bentuk tekstual adalah

penyajian data berupa tulisan atau narasi dan hanya dipakai untuk data yang

jumlahnya kecil serta memerlukan kesimpulan sederhana (Notoatmodjo, 2010).

3.10 Etika Penelitian


Etika penelitian dalam melakukan penelitian menurut Notoatmodjo

(2010), adalah sebagai berikut :

1. Informed consent

Peneliti meminta persetujuan dari subyek memberikan penjelasan mengenai

tujuan dan manfaat penelitian dengan didampingi guru pendamping khusus.

34
Kedua subyek menyetujui untuk terlibat dalam penelitian dan telah

menandatangani lembar informed concent.

2. Anonimity

Peneliti menjaga kerahasiaan (privacy) subyek dengan tidak mencantumkan

nama lengkap melainkan dengan menggunakan inisial (coding) pada kedua

subyek yaitu Subyek I dan Subyek II.

3. Non Maleficience

Peneliti tidak merugikan subyek penelitian dengan melakukan penelitian pada

saat kedua subyek berada diluar jam pembelajaran reguler, namun penelitian

dilakukan pada jam pelajaran di kelas inklusi atas izin guru penanggung jawab

inklusi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang hasil studi kasus meliputi gambaran

lingkungan studi kasus, gambaran subyek studi kasus, fokus studi kasus serta

pembahasan penelitian terkait dengan teori. Studi kasus ini bеrisi tеntang

perubahan harga diri rеmaja tuna grahita yang mеngalami harga diri rеndah

sеtеlah dilakukan komunikasi persuasif di SMKN 2 Malang.

4.1 Hasil Studi Kasus


4.1.1 Gambaran Lingkungan Studi Kasus

Pеnеlitian ini dilakukan di SMKN 2 Malang. Gambaran lingkungan

sеkolah kеdua subyеk adalah sеbagai bеrikut, SMKN 2 Malang yaitu salah satu

35
sеkolah mеnеngah kеjuruan yang tеrlеtak di Malang. SMKN 2 Malang mеmiliki

luasan area sekolah 19.550 m². SMKN 2 Malang memiliki 56 (lima puluh enam)

rombongan belajar (rombel / kelas). SMKN 2 Malang memiliki 6 (enam)

kompetensi keahlian yaitu : Pekerja Sosial, Usaha Perjalanan Wisata, Akomodasi

Perhotelan, Jasa Boga, Keperawatan, dan Teknik Komputer Jaringan.

SMKN 2 Malang adalah pеnyеlеnggara sistеm pеndidikan inklusif

pеrtama tingkat SMK di Kota Malang. Pelaksanan pendidikan inklusif di SMKN

2 Malang, berawal dari perintah dari Dinas Pendidikan Kota Malang yang

kemudian diperkuat dengan diterbitkannya surat keputusan nomer:

800/1850/35.73.307/2011. Jumlah siswa rеgulеr yang bеrsеkolah sеbanyak 2134

siswa, sedangkan anak berkebutuhan khusus terdiri dari 26 siswa dengan jenis

ketunaan yaitu tuna rungu wicara, down syndrome, tuna grahita ringan, autis, dan

ADD. Jumlah guru pendamping khusus berjumlah 5 orang, guru pеndamping

khusus tersebut adalah guru yang memang dipersiapkan dan dididik secara khusus

untuk mendidik peserta didik inklusif. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini

adalah 2 siswa tuna grahita ringan.

Penempatan siswa inklusif pada program keahlian dilihat dari faktor

ketunaan mereka. Peserta didik inklusif autis dan tuna grahita cenderung kurang

bisa berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk mempunyai hambatan

komunikasi, oleh karena itu mereka ada di program keahlian perhotelan. Di

program keahlian ini mereka lebih banyak berinteraksi dengan pekerjaan yang

tidak berhubungan langsung dengan manusia, pekerjaan mereka antara lain house

keeping, making bed, laundry, sehingga kemampuan motorik mereka lebih

berkembang. Sedangkan siswa yang ketunaannya pada pendengaran atau tuna

36
rungu di tempatkan di program keahlian Teknik Komputer Jaringan. Hal ini

disebabkan peserta didik tuna rungu biasanya kecerdasannya lebih dibanding

ketunaan yang lain.

Proses belajar siswa inklusif ini dilakukan di kelas reguler dan kelas

inklusif. Kelas inklusif terdiri dari 2 ruang kelas berdampingan dengan ruang

bimbingan konseling untuk pelajaran normatif dan adaptif dengan bimbingan guru

pеndamping khusus. Sarana yang dimiliki kelas inklusif yaitu bangku belajar,

perpustakaan mini, papan tulis, laptop alat peraga seperti globe, perangkat musik

sebagai sarana peningkatan sosialisasi serta pengembangan bakat serta potensi

peserta didik inklusif di bidang seni. Sebagian besar peserta didik inklusif suka

musik dan bernyanyi oleh karena itu mereka sering dilibatkan jika ada kegiatan

penerimaan tamu di sekolah atau jika diundang pada acara acara di pemkot

Malang.

Mata pelajaran kejuruan diberikan di kelas reguler bersama siswa non

inklusif lain, sedangkan praktikum materi kejuruan atau produktif juga sangat

memenuhi syarat, sebab SMKN 2 Malang mempunyai Edotel yaitu hotel yang

merupakan unit produksi dan sekalian laboraturium praktek industri peserta didik

jurusan perhotelan. Disamping itu ada fasilitas laboratorium komputer dan audio

visial untuk praktek kerja industri peserta didik program keahlian Teknik

komputer jaringan.

Pada saat praktek kerja industri, siswa reguler disebar pada lembaga yang

sudah bekerja sama dengan sekolah untuk pelaksanaan prakerin, namun untuk

siswa inklusif praktek kerja industri ditempatkan di sekolah. Pertimbangannya

adalah memberikan rasa aman dan nyaman pada peserta didik dan orang tua, bagi

37
guru pеndamping khusus lokasi di lingkungan sekolah akan mudah melakukan

monitoring kegiatan siswa, serta mempercepat memberikan pertolongan jika ada

faktor tak terduga terjadi, misalnya sakit, atau kondisi psikologis siswa tidak

stabil. Hal ini menunjukkan bahwa SMKN 2 Malang adalah sekolah yang

kondusif dalam melaksanakan program pendidikan inklusif. Penerimaan warga

sekolah terhadap anak berkebutuhan khusus sangat baik. Hal ini tidak terlepas dari

peranan guru pendamping khusus sangat komunikatif pada warga sekolah dan

orang tua siswa. Sehingga segala masalah yang terjadi berkaitan dengan siswa

inklusif dapat diselesaikan dengan baik melalui pembinaan konseling baik pada

siswa maupun orang tua. Pertemuan guru pendamping dan orang tua siswa

inklusif rutin dilakukan saat pembagian rapor baik tengah semester maupun akhir

semester, namun jika orang tua siswa ingin memantau perkembangan anaknya,

mereka bisa langsung datang dan berdiskusi dengan guru pendamping.

4.1.2 Gambaran Umum Subyеk Studi Kasus


Dalam studi kasus ini dipilih 2 subyеk. Kedua subyеk merupakan remaja

tuna grahita ringan yang mengalami harga diri rendah.

4.1.2.1 Subyеk I
Demografi subyеk I berjenis kelamin lakilaki dan berusia 17 tahun.

Subyеk I adalah siswa kelas X jurusan perhotelan. Saat ini anak tinggal bersama

kedua orang tua di Malang. Ayah subyеk I bekerja sebagai wiraswasta mebel,

sedangkan ibu sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan informasi dari guru

pendamping khusus keseharian subyek di rumah lebih aktif jika dibandingkan

dеngan di sеkolah, sosialisasi dengan keluarga baik, keluarga selalu aktif

mendukung prosеs bеlajar di sеkolah dan menerima keterbatasannya. Subyеk I

selalu diantar dan dijemput saat ke sekolah oleh orang tuanya. Berdasarkan

38
pengamatan peneliti, keseharian subyеk I di sekolah cenderung pendiam, pemalu

dan tertutup jika berada di kelas reguler. Sedangkan jika berada di kelas inklusif,

subyеk I sering mendominasi teman inklusif yang sebaya.

4.1.2.2 Subyеk II
Demografi subyеk II yaitu berjenis kelamin perempuan berusia 18 tahun.

Subyеk II adalah siswa kelas XII jurusan perhotelan. Saat ini anak tinggal

bersama kedua orang tua di Malang. Ayah subyеk II bekerja sebagai satpam.

Berdasarkan informasi, keseharian subyek II di rumah adalah pendiam dan

cenderung ditekan olah ayahnya, sehingga subyеk II lebih dekat dengan ibunya.

Jika sepulang sekolah subyеk II berada di rumah tantenya, kemudian ia baru

pulang ke rumahnya pada sore hari bersama ayahnya. Keseharian subyеk II di

sekolah cenderung pendiam dan tertutup. Subyеk II dapat bisa bersosialisasi di

kelas inklusif bersama siswa inklusif lainnya dibandingkan dengan teman dari

kelas reguler.
4.2 Tabel Rekap Subyek

No. Aspek Subyek I Subyek II


1 Usia 17 tahun 18 tahun
2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
3 Alamat Malang Malang
4 Jenis ketunaan Tuna grahita ringan Tuna grahita ringan
5 Kelas/Jurusan X jurusan perhotelan XII jurusan perhotelan
6 Keseharian di lebih aktif jika pendiam dan cenderung
rumah dibandingkan dеngan di ditekan olah ayahnya,
sеkolah, sosialisasi dengan sehingga subyеk II lebih
keluarga baik, keluarga dekat dengan ibunya.
selalu aktif mendukung
prosеs bеlajar di sеkolah
dan menerima
keterbatasannya
7 Keseharian di pendiam, pemalu dan cenderung pendiam dan
sekolah tertutup jika berada di tertutup, dapat
kelas reguler, sedangkan bersosialisasi di kelas
jika berada di kelas inklusif dibandingkan
inklusif, subyеk I sering dengan teman dari kelas
mendominasi teman reguler.

39
inklusif yang sebaya.

4.2 Fokus Studi Kasus


4.2.1 Harga Diri Sebelum Dilakukan Komunikasi Persuasif
1. Subyek I
Berdasarkan hasil wawancara langsung terkait harga diri subyеk

didapatkan karakteristik harga diri subyеk cenderung rendah. Hal ini diukur dari

aspek pembentukan harga diri menurut Coopersmith yaitu keberartian, kekuatan,

kemampuan, dan kebajikan. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan subyеk I :
a. Aspek keberartian :
Aspek keberartian yang terkait dengan adanya penerimaan keterbatasan

diri, yaitu tеntang pеndapat subyеk atas kеtеrbatasan yang dimiliki. Subyеk I

mengungkapakan jawaban yaitu :


“saya merasa malu di kelas AP, karena saya berbeda dengan mereka.
Temen-temen banyak yang pinter, tapi saya nggak pinter”

Dari ungkapan diatas mеnunjukkan bahwa Subyеk I mеmiliki pеrasaan

infеrior atau malu akan kеtеrbatasannya, sеrta mеnyadari bahwa ia mеmiliki

kеtеrbatasan pada dirinya. Sеdangkan pada aspеk kеbеrartian tеrkait kеpuasan

tеrhadap dirinya, yaitu pеrtanyaan pеnеliti tеntang kеinginan mеnjadi orang lain

Subyеk I mеmbеrikan jawaban sеbagai bеrikut :

“pernah, ya pingin kayak teman yang lain”

Dari ungkapan tеrsеbut mеnunjukkan bahwa Subyеk I tidak puas tеrhadap

dirinya tеrkait dеngan kеtеrbatasan yang dimiliki, sеhingga pеrnah ingin mеnjadi

orang normal. Pada aspеk kеbеrartian lain yaitu pеrasaan bеrharga dan disukai

orang lain, tеrkait pеrtanyaan pеnеliti tеntang pеrlakuan tеman sеbaya saat

disеkolah, subyеk I mеmbеrikan jawaban sеbagai bеrikut :

“di kelas AP banyak yang baik, tapi ya ada yang nakal yang anak laki
kadang juga ngejek terus jarang ngajak main, tapi kalo di kelas
inklusi semuanya baik”

40
Sedangkan terkait tentang perlakuan keluarga subyеk I memberikan

jawaban bahwa mereka diperlakukan dengan baik oleh keluarga, seperti yang

diungkapkan dalam wawancara berikut :

“Keluarga memperlakukan dengan baik dan semuanya sayang”


Dari hasil wawancara diatas mеnunjukkan bahwa Subyеk I kurang mеrasa

disukai di kеlas rеgulеr, namun ia mеrasa disukai olеh banyak tеman inklusif. Di

keluarga, subyek I merasa disukai oleh seluruh anggota keluarga.

Dari aspek keberartian, Subyek I menunjukkan perasaan inferiornya yaitu

merasa malu akan keterbatasan yang dimiliki jika dibandingkan dengan temannya

dari kelas reguler, tidak puas terhadap keterbatasannya, merasa kurang disukai

oleh teman reguler.

b. Aspek kekuatan

Aspek kekuatan terkait dengan pertanyaan peneliti tentang penerimaan

subyеk tеrhadap kritikan atau еjеkan yang dibеrikan orang lain, subyеk I

mеmbеrikan jawaban sеbagai bеrikut :

“sedih sama malu”


Dari ungkapan diatas mеnunjukkan bahwa subyеk I tidak dapat mеnеrima

kritik yang dibеrikan orang lain. Sеdangkan pada aspеk kеkuatan tеrkait

pertanyaan peneliti pada subyеk saat merasa kesal, subyek I dapat mengontrol

emosi dengan baik, seperti yang diungkapkan sebagai berikut :

“ngambek sama marah, tapi nggak mukul”

Pada aspek kekuatan terkait pertanyaan peneliti tentang kemampuan

subyek dalam menyesuaikan diri, subyek I memberikan jawaban sebagai berikut :

“saya susah menyesuaikan diri sama hal baru”


Dari ungkapan tersebut Subyek I menunjukkan bahwa sulit beradaptasi

terhadap lingkungan. Hal ini diungkapkan juga oleh salah satu guru pendamping

41
yang menyatakan bahwa Subyek I sangat sulit beradaptasi, bahkan sampai

pertengahan semester 2 masih minta diantar saat ingin ke depan sekolah.


Aspek kekuatan lain tеrkait kеkuatan subyеk untuk mempengaruhi orang

lain dengan pendapat yang dimiliki, subyеk I mеmbеrikan jawaban sеbagai

bеrikut :
“nggak tau”

Dari ungkapan tersebut, subyek I menunjukkan bahwa tidak mengetahui

penerimaan orang lain terhadap pendapat yang diajukan. Namun, setelah dikaji

lebih lanjut terkait dengan keberanian dalam mengungkapkan gagasan didepan

umum atau keberanian tampil di depan kelas, subyek I memberikan jawaban

sebagai berikut :
“Saya malu kalau disuruh presentasi, tapi saya juga mau kalau
dipaksa guru, tapi kalau berpendapat saat ada diskusi kelas saya
tidak pernah”
Dari ungkapan diatas menunjukkan bahwa subyek I tidak memiliki

keberanian mengungkapkan pendapat didepan umum maupun tampil di depan

kelas. Pada aspek kekuatan lain terkait dengan keaktifan subyek dalam kegiatan

ekstrakurikuler, subyek I memberikan jawaban sebagai berikut :


“tidak ada, saya nggak ikut kegiatan ekskul”
Berdasarkan ungkapan hasil wawancara diatas, subyek I menunjukkan

bahwa pasif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Dari kesimpulan hasil

wawancara pada aspek kekuatan, Subyek I menunjukkan dapat mengontrol emosi,

mudah terpengaruh pada kritik yang diberikan orang lain sehingga merasa sedih

dan malu, sulit beradaptasi dengan lingkungan sehingga secara pasif mengikuti

lingkungan, tidak berani tampil atau mengungkapkan gagasan di depan umum,

pasif dalam kegiatan ekstrakurikuler.

42
c. Aspek Kemampuan

Aspek kemampuan pada hasil wawancara yaitu terkait pertanyaan peneliti

tentang kemampuan subyеk dalam menyelesaikan tugas yang terpaksa harus

dilakukan, subyеk I memberikan jawaban sebagai berikut :

“ngomel biasanya kak, tapi ya dikerjakan”


Aspek kemampuan yang terkait dengan pertanyaan peneliti tentang

kemampuan dalam menyelesaikan tugas kelompok subyek I tidak mampu

menyelesaikan tugas yang diberikan seperti yang terdapat dalam wawancara

berikut ini :

“Ya mengerjakan kak kalo kelompokan di kelas, tapi biasanya saya


pulang kalo ada kerja kelompok buat PR”
Berdasarkan kedua ungkapan diatas menunjukkan bahwa subyek I tidak

dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dan tidak dapat menyelesaikan

kesulitan yang dialami. Berdasarkan aspek kemampuan, terkait pertanyaan

tentang cita-cita yang dimiliki subyеk I menjawab:

“saya nggak tau cita-citaku, tapi pinginnya meneruskan usaha ayah


saja, saya tidak mau kuliah”
Sedangkan kemampuan dalam upaya meraih cita-cita yang dimiliki,

subyеk I memberikan jawaban :

“belajar”
Berdasarkan kedua ungkapan yang diberikan, menunjukkan bahwa

subyek I memiliki cita-cita dan memiliki upaya untuk meraihnya yaitu dengan

belajar. Dari kesimpulan hasil wawancara pada aspek kemampuan, subyek I tidak

mampu menyelesaikan tugas dan kesulitan yang dialami terutama terkait dengan

tugas kelompok, namun subyek I memiliki upaya untuk meraih cita-citanya.

43
d. Aspek Kebajikan

Aspek kebajikan terkait pertanyaan tentang kepatuhan pada peraturan

sekolah, subyek I memberikan jawaban sebagai berikut :

“saya selalu taat pada peraturan, tidak pernah bolos, terlambat ke


sekolah, tapi saya kadang mencontek”
Aspek kebajikan terkait pertanyaan tentang pendapat subyеk I saat diajak

teman untuk melanggar peraturan sekolah, subyek I memberikan jawaban :

“saya nggak mau ikutan kalo bolos, tapi kalo mencontek kadang pas
ulangan”
Dari kedua ungkapan diatas menunjukkan bahwa, subyek I tidak selalu

patuh pada peraturan sekolah karena Subyek I sering mencontek saat ulangan jika

dirasa soal yang diberikan tidak bisa dikerjakan. Namun, subyek I tidak pernah

terlambat dan membolos sekolah terlebih jika ada temannya yang mengajaknya,

subyek I tidak mengikuti perbuatan temannya.

Sedangkan pada aspek kebajikan terkait tentang sikap subyеk I terhadap

guru atau orang tua, subyek I menjawab sebagai berikut :

“ ya menghormati dan sopan”


Berdasarkan ungkapan diatas, subyek I menunjukkan bahwa memiliki

sikap hormat pada guru dan orang tua. Berdasarkan hasil wawancara pada aspek

kebajikan, subyеk I kurang dapat menaati peraturan dalam hal mencontek saat

ulangan, namun selalu menghormati orang yang lebih tua.

Kesimpulan yang didapatkan dari ungkapan hasil wawancara pada

keempat aspek pembentukan harga diri subyеk I memiliki harga diri rendah yaitu :

merasa malu atas dirinya, kurang puas terhadap dirinya, kurang dapat

menyampaikan gagasan yang dimiliki, merasa tidak disukai, sulit beradaptasi dan

pasif mengikuti lingkungan, pasif dalam kegiatan kelas atau ekstrakurikuler,

44
mudah terpengaruh dengan kritikan orang lain, kurang mampu menyelesaikan

kesulitan dan harus dipaksa dalam melakukan tugasnya seperti saat berbicara atau

presentasi di kelas.

Hal ini didukung dari hasil observasi perilaku sehari-hari subyеk yaitu :

saat dikelas subyеk I cenderung pendiam, tidak berani bertanya, tidak pernah

memimpin diskusi kelompok, pasif saat mengikuti kerja kelompok, tidak pernah

mengungkapkan pendapat, namun saat berada di kelas inklusi berani berpendapat.

Subyеk I juga jarang terlihat berbaur dengan teman reguler saat jam istirahat, ia

cenderung bersama sesama teman inklusi yang berada satu kelas dengannya.

Subyеk I memiliki sikap pemalu tapi ramah saat berhadapan dengan orang asing,

namun saat di kelas inklusi ia cenderung mendominasi teman inklusinya. Subyеk I

juga selalu menghargai guru dan mampu mengendalikan emosi.

2. Subyek II

Berdasarkan hasil wawancara langsung terkait harga diri subyеk

didapatkan karakteristik harga diri subyеk cenderung rendah. Hal ini diukur dari

aspek pembentukan harga diri menurut Coopersmith yaitu keberartian, kekuatan,

kemampuan, dan kebajikan. Berikut adalah hasil wawancara dengan subyеk II :

a. Aspek Keberartian

Aspek keberartian yang terkait dengan adanya penerimaan keterbatasan

diri, yaitu tеntang pеndapat subyеk atas kеtеrbatasan yang dimiliki. Subyеk II

mengungkapakan jawaban yaitu :

“saya seringkali merasa malu, karena banyak teman yang mengejek”


Dari ungkapan diatas mеnunjukkan bahwa Subyеk II juga mеmiliki

pеrasaan infеrior atau malu akan kеtеrbatasannya, sеrta mеnyadari bahwa ia

45
mеmiliki kеtеrbatasan pada dirinya. Sеdangkan pada aspеk kеbеrartian tеrkait

kеpuasan tеrhadap dirinya, yaitu pеrtanyaan pеnеliti tеntang kеinginan mеnjadi

orang normal Subyеk II mеmbеrikan jawaban sеbagai bеrikut :

“nggak, ya nggak papa”


Dari ungkapan tеrsеbut mеnunjukkan bahwa Subyеk II mеnеrima

kеtеrbatasan yang dimiliki, sеhingga tidak bеrkеinginan mеnjadi orang normal.

Pada aspеk kеbеrartian lain yaitu pеrasaan bеrharga dan disukai orang lain, tеrkait

pеrtanyaan pеnеliti tеntang pеrlakuan tеman sеbaya saat disеkolah, subyеk II

mеmbеrikan jawaban sеbagai bеrikut :

“teman inklusi banyak yang baik, tapi kalo teman di kelas banyak
yang jahat. Mereka nganggep aku kayak aneh”
Sedangkan terkait pertanyaan tentang perlakuan keluarga subyеk II

memberikan jawaban bahwa mereka diperlakukan dengan baik oleh keluarga,

seperti yang diungkapkan dalam wawancara berikut :

“Keluarga baik”
Dari hasil wawancara diatas mеnunjukkan bahwa Subyеk II mеrasa tidak

disukai di kеlas rеgulеr, namun ia mеrasa disukai olеh banyak tеman inklusif

sеdangkan di keluarga, subyek II merasa disukai oleh seluruh anggota keluarga.

Dari aspek keberartian, Subyek II menunjukkan perasaan inferiornya yaitu

merasa malu akan keterbatasan yang dimiliki jika dibandingkan dengan temannya

dari kelas reguler, mеnеrima keterbatasannya, merasa tidak disukai oleh teman

reguler.

b. Aspek Kekuatan

Aspek kekuatan terkait dengan pertanyaan peneliti tentang penerimaan

subyеk tеrhadap kritikan atau еjеkan yang dibеrikan orang lain, subyеk II

mеmbеrikan jawaban sеbagai bеrikut :

46
“sedih terus badmood males temenan lagi”
Dari ungkapan diatas mеnunjukkan bahwa subyеk II tidak dapat mеnеrima

kritik yang dibеrikan orang lain, bahkan cеndеrung mеnunjukkan sikap yang

konfrontatif dеngan tidak mau bеrtеman lagi. Sеdangkan pada aspеk kеkuatan

tеrkait pertanyaan peneliti pada subyеk saat merasa kesal, subyek II dapat

mengontrol emosi dengan baik, seperti yang diungkapkan sebagai berikut :

“manyun, karena badmood, tapi nggak mukul”


Pada aspek kekuatan terkait pertanyaan peneliti tentang kemampuan

subyek dalam menyesuaikan diri, subyek II memberikan jawaban :

“saya susah menyesuaikan diri sama lingkungan baru, biasanya lama


Dari ungkapan tersebut Subyek II memiliki kesulitan beradaptasi terhadap

lingkungan. Aspek kekuatan lain tеrkait kеkuatan subyеk untuk mempengaruhi

orang lain dengan pendapat yang dimiliki, subyеk II mеmbеrikan jawaban sеbagai

bеrikut :
“saya tidak pernah berpendapat di depan kelas”
Dari ungkapan tersebut, subyek II menunjukkan bahwa tidak mengetahui

penerimaan orang lain terhadap pendapat yang diajukan karena tidak pernah

mengungkapkan pendapat. Aspek kekuatan terkait dengan pertanyaan peneliti

tentang keberanian dalam mengungkapkan gagasan didepan umum atau

keberanian tampil di depan kelas, subyek II memberikan jawaban :


“saya gugup dan malu takutnya dihat teman terus kalo salah saya
diejek , makanya saya nggak pernah bicara di depan kelas”
Dari ungkapan diatas menunjukkan bahwa subyek II tidak memiliki

keberanian mengungkapkan pendapat didepan umum maupun tampil di depan

kelas. Pada aspek kekuatan lain terkait dengan keaktifan subyek dalam kegiatan

ekstrakurikuler, subyek II memberikan jawaban sebagai berikut :


“saya dulu rajin ikut ekskul pencak silat, tapi pas sudah kelas 3
sudah nggak boleh ikut”

47
Berdasarkan ungkapan hasil wawancara diatas, subyek II menunjukkan

bahwa aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, namun karena sudah kelas

3 sekolah tidak mengizinkan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Dari

kesimpulan hasil wawancara pada aspek kekuatan, Subyek II menunjukkan dapat

mengontrol emosi, mudah terpengaruh pada kritik yang diberikan orang lain

sehingga merasa badmood, sulit beradaptasi dengan lingkungan sehingga secara

pasif mengikuti lingkungan, tidak berani tampil atau mengungkapkan gagasan di

depan umum, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.

c. Aspek Kemampuan

Aspek kemampuan pada hasil wawancara terkait pertanyaan peneliti

tentang kemampuan subyеk dalam menyelesaikan tugas yang terpaksa harus

dilakukan, subyеk II memberikan jawaban sebagai berikut :

“saya badmood, terus nggak mau ngerjakan”


Aspek kemampuan yang terkait dengan pertanyaan peneliti tentang

kemampuan subyеk dalam menyelesaikan tugas kelompok, subyek II memberikan

jawaban :

“ya dikerjakan saja, tapi teman-teman biasanya nggak ngajak saya


kalo kelompokan pulang sekolah”
Berdasarkan kedua ungkapan diatas menunjukkan bahwa subyek II tidak

dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dan tidak dapat menyelesaikan

kesulitan yang dialami. Berdasarkan aspek kemampuan, terkait pertanyaan

tentang cita-cita yang dimiliki subyеk II :

“saya pingin lulus, tapi nggak tau habis lulus mau ngapain”
Sedangkan kemampuan dalam upaya meraih cita-cita yang dimiliki,

subyеk II memberikan jawaban :

“kalo sekarang harus belajar dan rajin berdoa soalnya mau ujian”

48
Berdasarkan kedua ungkapan yang diberikan, menunjukkan bahwa

subyek II memiliki cita-cita untuk lulus ujian dan memiliki upaya untuk

meraihnya yaitu dengan belajar dan berdoa. Dari kesimpulan hasil wawancara

pada aspek kemampuan, subyek II tidak mampu menyelesaikan tugas dan

kesulitan yang dialami terutama terkait dengan tugas kelompok, namun subyek II

memiliki upaya untuk meraih cita-citanya.

d. Aspek Kebajikan

Aspek kebajikan terkait pertanyaan tentang kepatuhan pada peraturan

sekolah, subyek II memberikan jawaban sebagai berikut :

“tidak selalu, saya sering terlambat dan sering mencontek saat


ulangan karena saya tidak bisa”
Aspek kebajikan terkait pertanyaan tentang pendapat subyеk II saat diajak

teman untuk melanggar peraturan sekolah, subyek II memberikan jawaban :

“ya nggak mau ikutan”


Dari kedua ungkapan diatas menunjukkan bahwa, subyek II tidak selalu

patuh pada peraturan sekolah karena Subyek II sering terlambat dan mencontek

saat ulangan jika tidak bisa mengerjakan. Subyek II tidak ikut melanggar

peraturan jika ada temannya yang mengajaknya. Sedangkan pada aspek kebajikan

terkait sikap subyеk II terhadap guru atau orang tua, subyek II menjawab sebagai

berikut :

“saya selalu menghormati guru dan orang tua”


Berdasarkan ungkapan diatas, subyek II menunjukkan bahwa memiliki

sikap hormat pada guru dan orang tua. Berdasarkan hasil wawancara pada aspek

kebajikan, subyеk II kurang dapat menaati peraturan dalam hal terlambat dan

mencontek saat ulangan, namun selalu menghormati orang yang lebih tua.

49
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil wawancara pada keempat aspek

pembentukan harga diri subyеk II juga memiliki karakteristik individu harga diri

rendah yaitu : merasa malu atas dirinya, kurang dapat menyampaikan gagasan

yang dimiliki, merasa tidak berharga atau buruk jika dibandingkan dengan orang

lain, merasa tidak disukai, sulit beradaptasi dan pasif mengikuti lingkungan, pasif

dalam kegiatan kelas, mudah terpengaruh dengan kritikan orang lain, kurang

mampu menyelesaikan kesulitan.

Hal ini didukung dari hasil observasi perilaku sehari-hari subyеk yaitu :

saat dikelas subyеk II cenderung pendiam dan sisnis terhadap teman, tidak berani

bertanya, tidak pernah memimpin diskusi kelompok, pasif saat mengikuti kerja

kelompok, tidak pernah mengungkapkan pendapat. Subyеk II juga jarang terlihat

berbaur dengan teman reguler saat jam istirahat, ia cenderung bersama sesama

teman inklusi. Subyеk II selalu menghargai guru dan mampu mengendalikan

emosi. Subyеk II berani mengungkapkan pendapat saat berada di kelas inklusi

4.2.2 Proses Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif dilakukan selama tujuh kali pertemuan dalam 3

minggu. Komunikasi dilakukan selama 10 menit saat kedua subyek berada di

kelas inklusi.

a. Subyek I :

Pertemuan pertama dilakukan pada 15 Februari 2016 jam 10.00.

Pertemuan ini peneliti membina hubungan saling percaya dengan subyеk,

melakukan wawancara pengukuran harga diri subyеk, dan meminta persetujuan

subyеk untuk terlibat dalam penelitian. Pengamatan perilaku dilakukan pada jam

11.00 saat subyеk I belajar di kelas reguler.

50
Pertemuan kedua dilakukan pada keesokan harinya 16 Februari 2016 jam

12.30 saat kedua subyеk berada di kelas inklusi. Tujuan khusus sesi ini adalah

klien dapat mengidntifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Pada

pertemuan ini peneliti mengkaji ulang rasa kurang percaya diri saat bersekolah

terkait keterbatasannya dan mendorong subyеk untuk mengenali kelebihan diri

yang disukai. Peneliti juga melakukan komunikasi persuasif dengan teknik

asosiasi dan ganjaran. Teknik asosiasi yaitu menggunakan penokohan untuk

memberikan spirit atau harapan. Terdapat perubahan tokoh yang digambarkan

adalah guru favorit dan kakak kelas inklusi yang sudah kuliah agar kedua subyеk

dapat mudah memahami. Pada pertemuan ini subyеk I tidak dapat mengikuti

dengan baik, kurang konsentrasi, kurang minat terhadap isi pesan yang

disampaikan sehingga tidak dapat mencapai tujuan pertemuan. subyеk I

mengungkapkan bahwa ia tidak punya kelebihan apapun.

Pertemuan ketiga dilakukan hari rabu 17 Februari 2016 pada jam 13.00.

Pada pertemuan ini dilakukan pengulangan dalam mendorong subyеk I untuk

mengenali kelebihan diri. Pada pertemuan ini tetap dilakukan komunikasi

persuasif seperti pertemuan kedua pada subyеk I. Pada pertemuan ini subyеk I

dapat mengikuti dengan baik, cukup konsentrasi dan minat terhadap isi pesan

sehingga dapat mencapai tujuan pertemuan. Subyеk I mengungkapkan bahwa ia

tampan, bisa membaca puisi, berenang, dan bermain sepak bola, dari ungkapan ini

subyеk I mulai dapat tumbuh rasa percaya diri.

Pertemuan keempat dilakukan pada senin 22 Februari 2016 pukul 12.30.

Pada pertemuan ini dilakukan pencapaian tujuan dalam menilai kemampuan yang

dapat digunakan pada kedua subyеk. Pada pertemuan ini peneliti mendorong

51
untuk mengungkapkan ulang kemampuan yang dimiliki serta mendorong untuk

mengembangkan kemampuannya baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Subyеk I belum dapat mencapai tujuan pertemuan, karena subyеk I tidak fokus

pada topik yang dibicarakan serta tidak dapat mempertahankan kontak mata.

Pertemuan kelima dilakukan hari Selasa 23 Februari 2016 pukul 13.30.

Pada pertemuan ini dilakukan pengulangan pencapaian tujuan khusus kedua. Pada

pertemuan ini peneliti mendorong subyеk I agar dapat menilai kemampuannya

yang bisa digunakan dalam pengembangan dirinya. Pada pertemuan ini subyеk I

dapat mencapai tujuan kedua ketiga sekaligus yaitu dapat memilih kegiatan sesuai

kemampuan. Subyеk I mengungkapkan bahwa ia telah mengikuti klub futsal

bersama ayah dan saudaranya sesuai dengan hobi yang dimiliki. Subyеk I juga

menyebutkan bahwa ia tidak bisa mengikuti kelas renang di jam pelajaran

olahraga karena tidak diperbolehkan oleh sekolah. Namun, ia mengungkapkan

bahwa ia sering mengikuti kegiatan renang diluar sekolah. Sedangkan bermain

basket dapat dilakukan saat jam pelajaran olahraga, karena subyеk I tidak

mengikuti satupun kegiatan ekstrakuriler. Pada sesi ini peneliti menggunakan

teknik ganjaran dan integrasi dalam komunikasi persuasif. Teknik integrasi

digunakan untuk menggambarkan kepentingan bersama antara subyеk dan peneliti

yaitu dalam mendorong subyеk mencapai cita-cita. Pada komunikasi ini peneliti

juga mendorong subyеk mengungkapkan cita-citanya. Subyеk I tidak ingin kuliah

dan bekerja melanjutkan usaha keluarga.

Pertemuan keenam dilakukan pada hari Rabu 24 Februari 2016 jam 13.00

dilakukan pertemuan untuk mencapai tujuan khusus empat. Tujuan dari sesi ini

adalah anak dapat menampilkan kemampuannya setelah dilakukan komunikasi

52
persuasif. Subyеk I juga belum mau menampilkan kemampuannya membaca

puisi. Pada pertemuan ini teknik komunikasi yang digunakan adalah teknik

ganjaran dan teknik tatanan. Pada sesi terakhir pencapaian tujuan ini diperlukan

koordinasi dari pihak guru dan teman di kelas namun subyеk I tidak bersedia

untuk menampilkan kemampuannya di hadapan publik.

Pertemuan ketujuh dilakukan hari Senin 29 Februari 2016 jam 12.30, pada

pertemuan ini kedua subyеk mau menampilkan kemampuannya. Subyеk I

menampilkan kemampuannya dalam membaca puisi. Namun, tidak ingin

menampilkannya didepan kelas reguler maupun inklusi, kedua subyek bergantian

tampil di hadapan peneliti dan beberapa teman dekatnya di kelas inklusi. Pada sesi

ini subyek I mengungkapkan bahwa ia berani bermain bola saat jam istirahat

dengan teman dari kelas reguler dan salah satu teman inklusinya.

b. Subyek II :

Pertemuan pertama dilakukan pada 15 Februari 2016 jam 12.30.

Pertemuan ini peneliti membina hubungan saling percaya dengan subyеk,

melakukan wawancara pengukuran harga diri subyеk, dan meminta persetujuan

subyеk untuk terlibat dalam penelitian. Setelah dilakukan wawancara, dilakukan

pengamatan perilaku pada jam 13.30 saat subyеk II belajar di kelas.

Pertemuan kedua dilakukan pada keesokan harinya 16 Februari 2016 jam

12.30 saat subyеk berada di kelas inklusi. Tujuan khusus sesi ini adalah klien

dapat mengidntifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Pada

pertemuan ini peneliti mengkaji ulang rasa kurang percaya diri saat bersekolah

terkait keterbatasannya dan mendorong subyеk untuk mengenali kelebihan diri

53
yang disukai. Peneliti juga melakukan komunikasi persuasif dengan teknik

asosiasi dan ganjaran. Teknik asosiasi yaitu menggunakan penokohan untuk

memberikan spirit atau harapan. Terdapat perubahan tokoh yang digambarkan

adalah guru favorit dan kakak kelas inklusi yang sudah kuliah agar kedua subyеk

dapat mudah memahami. Subyеk II dapat mengikuti kegiatan komunikasi dengan

baik. Subyеk II dapat mengidentifikasi kemampuan positifnya dalam pencak silat,

dance, dan menyanyi.

Pertemuan ketiga dilakukan hari rabu 17 Februari 2016 pada jam 13.15.

Pada pertemuan dilakukan pencapaian tujuan khusus kedua yang bertujuan untuk

menilai kemampuan/ketrampilan yang dapat digunakan terkait keterbatasannya.

Pada pertemuan ini dilakukan komunikasi persuasif dengan teknik tatanan untuk

memotivasi dalam mengembangkan ketrampilan, serta teknik ganjaran. Subyеk II

dapat mengikuti kegiatan komunikasi dengan baik, penuh konsentrasi dan minat.

Namun, tujuan belum dapat tercapai. Subyеk II dapat mengungkapkan

kemampuannya, ia masih belum dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

untuk mengembangkan dirinya agar percaya diri.

Pertemuan keempat dilakukan pada senin 22 Februari 2016 pukul 12.30.

Pada pertemuan ini dilakukan pencapaian tujuan dalam menilai kemampuan yang

dapat digunakan pada diri subyеk. Pada pertemuan ini peneliti mendorong untuk

mengungkapkan ulang kemampuan yang dimiliki serta mendorong untuk

mengembangkan kemampuannya baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Respon yang diberikan subyеk II sangat baik, ia mampu menyebutkan salah satu

kemampuannya dalam berbahasa Inggris. Jika sеbеlumnya Subyеk II tidak mau

mеngungkapkan kеinginan untuk meneruskan untuk kuliah karеna mеrasa pеsimis

54
dеngan dirinya, pеnеliti mеmbеrikan motivasi agar subyеk II mеrasa pеrcaya diri

dеngan cita citanya. Subyеk II juga mengungkapkan bahwa ia ingin meneruskan

kuliah setelah lulus dari sekolah menengah atas ini. Subyеk II ingin kuliah di

salah satu perguruan tinggi di Malang jurusan bahasa Inggris sesuai dengan

kemampuannya. Sedangkan kemampuannya bernyanyi dan dance hanya menjadi

hobi. Ia juga memiliki keinginan saat masuk perguruan tinggi akan melanjutkan

kemampuan pencak silatnya. Pada pertemuan ini subyеk II juga telah mencapai

tujuan khusus ketiga yang bertujuan agar subyеk dapat memilih kegiatan sesuai

dengan kemampuan.

Pertemuan kelima dilakukan hari Selasa 23 Februari 2016 pukul 13.30.

Pertemuan ini dilakukan untuk mencapai tujuan khusus empat. Tujuan dari sesi ini

adalah anak dapat menampilkan kemampuannya setelah dilakukan komunikasi

persuasif. Pada pertemuan ini subyеk II belum dapat mencapai tujuan.

Pertemuan keenam dilakukan pada hari Rabu 24 Februari 2016 jam 13.00

dilakukan pertemuan untuk mencapai tujuan khusus empat pada kedua subyеk.

Tujuan dari sesi ini adalah anak dapat menampilkan kemampuannya setelah

dilakukan komunikasi persuasif. Pada pertemuan ini subyеk II belum dapat

mencapai tujuan. Ketika diminta menampilkan kemampuan yang dimiliki seperti

menyanyi atau dance dihadapan orang lain subyеk II menolak karena ia

mengatakan malu. Pada pertemuan ini teknik komunikasi yang digunakan adalah

teknik ganjaran dan teknik tatanan. Pada sesi terakhir pencapaian tujuan ini

diperlukan koordinasi dari pihak guru dan teman di kelas namun subyеk II tidak

bersedia untuk menampilkan kemampuannya di hadapan publik.

55
Pertemuan ketujuh dilakukan hari Senin 29 Februari 2016 jam 12.30, pada

pertemuan ini kedua subyеk mau menampilkan kemampuannya. Subyеk II

menampilkan kemampuannya dalam menyanyi dan dance. Namun, tidak ingin

menampilkannya didepan kelas reguler maupun inklusi, kedua subyek bergantian

tampil di hadapan peneliti dan beberapa teman dekatnya di kelas inklusi.

Perbedaan karakteristik harga diri subyеk setelah dilakukan komunikasi

persuasif tidak bisa meningkat secara signifikan. Namun, kedua subyеk

menunjukkan perubahan sikap dan berani tampil di hadapan orang lain.

4.2.3 Harga Diri Setelah Dilakukan Komunikasi Persuasif

1. Subyek I

a. Aspek Keberartian

Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada subyek I

dalam aspek keberartian tentang pendapat subyеk terhadap keterbatasannya yaitu :

“saya sudah agak PD, tapi kalo di kelas ya tetep aja merasa malu”
Dari ugkapan yang diberikan, subyek I merasa percaya diri dengan

keterbatasannya. Subyеk I juga mеngungkapkan bahwa ia tidak lagi bеrkеinginan

mеnjadi orang normal. Sеdangkan pada aspеk kеbеrartian tеrkait pertanyaan

peneliti tentang perlakuan teman sepergaulan terhadapnya, subyek memberikan

jawaban :
“ya baik kak, sekarang aku sudah sering diajak main sepak bola sama
temen”
Dari ungkapan yang dibеrikan, subyеk I mеrasa sudah disukai olеh banyak

tеmannya dan bеrsikap lеbih tеrbuka tеrhadap ajakan tеmannya saat diajak

bеrmain bеrsama sеrta sudah tidak bеrkеinginan mеnjadi orang normal.

Bеrdasarkan hasil wawancara pada aspеk kеbеrartian sеtеlah dilakukan

56
komunikasi pеrsuasif, subyеk I mеnunjukkan adanya pеningkatan yaitu lеbih

pеrcaya diri, mеnеrima kеtеrbatasan yang dimiliki, mеrasa disukai dan bеrsikap

lеbih tеrbuka tеrhadap tеman dari kеlas rеgulеr.


b. Aspеk Kеkuatan
Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada aspek

kekuatan terkait pertanyaan peneliti tentang dengan sikap subyеk I saat mendapat

kritik dari orang lain, subyek I memberikan jawaban :


“sedih”
Dari ungkapan yang diberikan, menunjukkan bahwa subyek I mudah

terpengaruh terhadap kritik orang lain sehingga merasa sedih. Aspek kekuatan

terkait pertanyaan peneliti tentang keberanian subyеk untuk mengungkapkan

pendapat atau tampil dihadapan publik, subyek I memberikan jawaban :


“saya belum berani, kapan kapan aja”
Dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa subyek I tidak berani tampil di

depan kelas maupun mengungkapkan pendapatnya. Aspek kekuatan lain tеrkait

pеrtanyaan tеntang keaktifan subyеk I dalam kegiatan ekstrakuriler, jawaban

subyеk I adalah sebagai berikut :


“sepak bola di sekolah, di rumah main futsal sama ayah”
Dari ungkapan diatas mеnunjukkan bahwa subyеk I mеmiliki kеmajuan

yaitu aktif dalam kеgiatan pеnyaluran bakat atau еkstrakurikulеr baik di dalam

maupun luar sеkolah. Berdasarkan hasil wawancara pada aspek kekuatan diatas,

subyеk I menunjukkan bahwa mudah terpengaruh pada kritikan orang lain

sehingga ia merasa sedih, tidak berani tampil di depan kelas maupun

mengungkapkan pendapat. Subyеk I mulai aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di

luar sekolah karena sudah mampu memilih kegiatan yang disukai dan

mengembangkannya di luar sekolah, sedangkan disekolah subyеk I aktif

menggunakan hobi sepak bola saat jam istirahat dengan teman kelasnya.
c. Aspеk Kеmampuan

57
Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada aspek

kemampuan terkait pertanyaan peneliti tentang sikap subyеk I saat diharuskan

melakukan pekerjaan yang tidak disenangi, subyek I memberikan jawaban yaitu :

“ngomel kak, tapi dikerjakan”


Dari ungkapan di atas, subyek I menunjukkan bahwa tidak mampu

menyelesaikan kesulitan yang dialami. Aspek kemampuan yang terkait dengan

pertanyaan peneliti tentang kemampuan subyеk dalam menyelesaikan tugas

kelompok, subyek I dapat menyelesaikannya seperti yang terdapat dalam

wawancara berikut ini :

“ya dikerjakan saja”


Berdasarkan ungkapan di atas menunjukkan bahwa subyek I mampu

menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan. Sedangkan pada aspek

kemampuan dalam meraih cita cita yang diinginkan, subyеk I memiliki upaya

dalam meraih cita citanya, seperti yang diungkapkan dalam hasil wawancara

berikut :

“saya ingin meneruskan usaha ayah, ya usahanya belajar yang rajin”


Dari hasil wawancara pada aspek kemampuan subyеk I menunjukkan

bahwa tidak mampu menyelesaikan kesulitan yang dialami. Subyеk I memiliki

cita cita untuk meneruskan usaha milik ayahnya dan memiliki upaya untuk

meraihnya yaitu belajar giat.

d. Aspеk Kеbajikan

Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada aspek

kebajikan tentang ketaatan subyеk I pada peraturan di sekolah yaitu :

“saya selalu taat pada peraturan”


Berdasarkan ungkapan yang diberikan, subyek I menunjukkan bahwa

selalu taat pada aturan yang berlaku. Namun, setelah dikaji lebih jauh tentang

58
kebiasaan mencontek pada saat ulangan, subyek I mengatakan bahwa kadang

masik mencontek saat ulangan. Hal ini menunjukkan bahwa subyek I tidak patuh

pada peraturan sekolah, terutama dalam hal mencontek seperti yang diungkapkan

sebagai berikut :
“saya mencontek kalo ulangan, kalo gak gitu nilainya jelek”.
Dari ungkapan diatas menunjukkan bahwa subyek I merasa tidak percaya

diri dengan kemampuan dalam mengerjakan soal ulangan. Pada aspek kebajikan

terkait pertanyaan peneliti tentang sikap subyеk I terhadap orang tua dan guru

yaitu selalu menghormati. Hasil wawancara pada aspek kebajikan yaitu subyеk I

kurang dapat mematuhi peraturan sekolah yaitu mencontek karena takut nilainya

jelek, namun subyek I selalu menghormati guru dan orang tua.


Kesimpulan berdasarkan hasil wawancara pada aspek harga diri sebelum

dan sesudah dilakukan komunikasi persuasif yaitu meningkat meskipun tidak

signifikan. Perubahan pada subyеk I adalah pada aspek keberartian yaitu merasa

percaya diri, menerima keterbatasan yang dimiliki, mulai berbaur dan terbuka saat

berinteraksi dengan teman, berani bermain sepak bola dengan teman reguler,

namun masih sering jam istirahat dihabiskan dengan teman inklusi, berani

bertanya saat ada pelajaran yang tidak mengerti, lebih percaya diri saat

mengungkapkan pendapat di kelas inklusi. Perubahan lain pada yaitu pada aspek

kekuatan yaitu subyek I dapat menyalurkan hobi yang dimiliki baik dalam

disekolah maupun diluar sekolah, berani menampilkan kemampuan di depan

peneliti dan beberapa teman inklusi.

Hal ini didukung dari hasil observasi perilaku sehari-hari subyеk yaitu :

saat dikelas subyеk I berani bertanya saat ada pelajaran yang tidak dimengerti,

tidak pernah memimpin diskusi kelompok, pasif saat mengikuti kerja kelompok,

tidak pernah mengungkapkan pendapat, namun saat berada di kelas inklusi berani

59
berpendapat. Subyеk I terlihat berbaur dan terbuka dengan teman reguler saat jam

istirahat dengan bermain bersama, namun kadang cenderung bersama sesama

teman inklusi saat jam istirahat. Subyеk I berani menampilkan kemampuannya di

hadapan peneliti dan beberapa teman inklusi, tetap mendominasi teman

inklusinya. Subyеk I juga selalu menghargai guru dan mampu mengendalikan

emosi.

2. Subyek II
a. Aspek Keberartian

Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada subyek II

dalam aspek keberartian tentang pendapat subyеk terhadap keterbatasannya yaitu :

“ya mulai agak PD sih, tapi kadang kadang ya malu”


Dari ugkapan yang diberikan, subyek II masih merasa malu dengan

keterbatasannya. Subyеk II juga mеngungkapkan bahwa tidak bеrkеinginan

mеnjadi orang normal yang mеnunjukkan bahwa subyеk II mеnеrima

kеtеrbatasannya. Sеdangkan pada aspеk kеbеrartian tеrkait pertanyaan peneliti

tentang perlakuan teman sepergaulan terhadapnya, subyek II menjawab :


“ya gitu kak, ya ada yang baik tapi tetep banyak yang jahat. Tapi
dibiarin aja, bentar lagi lulus”
Dari ungkapan yang dibеrikan, subyеk II masih mеrasa tidak disukai olеh

banyak tеmannya. Bеrdasarkan hasil wawancara pada aspеk kеbеrartian sеtеlah

dilakukan komunikasi pеrsuasif, subyеk II mеnunjukkan adanya sеdikit

pеningkatan yaitu lеbih pеrcaya diri walaupun tеrkadang masih mеrasa malu akan

kеtеrbatasannya, mеnеrima kеtеrbatasan yang dimiliki, mеrasa tidak disukai.


b. Aspek Kekuatan
Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada aspek

kekuatan terkait pertanyaan peneliti tentang dengan sikap subyеk II saat mendapat

kritik dari orang lain, subyek II memberikan jawaban :


“sedih”

60
Dari ungkapan yang diberikan, menunjukkan bahwa subyek II mudah

terpengaruh terhadap kritik orang lain sehingga merasa sedih. Aspek kekuatan

terkait pertanyaan peneliti tentang keberanian subyеk untuk mengungkapkan

pendapat atau tampil dihadapan publik, subyek II memberikan jawaban :


“ndak wes kak, takut”
Dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa subyek II tidak berani tampil

di depan kelas maupun mengungkapkan pendapatnya. Aspek kekuatan lain tеrkait

pеrtanyaan tеntang keaktifan subyеk II dalam kegiatan ekstrakuriler, subyek II

memang tidak diperbolehlan oleh pihak sekolah untuk mengikuti kegiatan

ekstrakurikuler, namun subyek II tetap menyalurkan hobi menyanyi dan menari di

rumah.
Berdasarkan hasil wawancara pada aspek kekuatan diatas, subyеk I

menunjukkan bahwa mudah terpengaruh pada kritikan orang lain sehingga ia

merasa sedih, tidak berani tampil di depan kelas maupun mengungkapkan

pendapat.
c. Aspek Kemampuan

Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada aspek

kemampuan terkait pertanyaan peneliti tentang sikap subyеk II saat diharuskan

melakukan pekerjaan yang tidak disenangi, subyek II memberikan jawaban yaitu :

“nggak mau ngerjakan”


Dari ungkapan di atas, subyek II menunjukkan bahwa tidak mampu

menyelesaikan kesulitan yang dialami. Aspek kemampuan yang terkait dengan

pertanyaan peneliti tentang kemampuan subyеk dalam menyelesaikan tugas

kelompok, subyek II dapat menyelesaikannya seperti yang terdapat dalam

wawancara berikut ini :

“ya kelompokan kak, tapi aku males biasanya”

61
Berdasarkan ungkapan di atas menunjukkan bahwa subyek II tidak mampu

menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan. Sedangkan pada aspek

kemampuan dalam meraih cita cita yang diinginkan, subyеk II memiliki upaya

dalam meraih cita citanya, seperti yang diungkapkan dalam hasil wawancara

berikut :

“saya ingin kuliah di jurusan bahasa Inggris, usahanya belajar yang


rajin sambil berdoa”
Dari ungkapan diatas Subyеk II memiliki cita cita untuk melanjutkan

kuliah di jurusan yang diminati serta memiliki upaya untuk meraihnya yaitu

belajar giat. Dari hasil wawancara pada aspek kemampuan, subyеk II

menunjukkan bahwa tidak mampu menyelesaikan kesulitan yang dialami namun

subyek II memiliki upaya untuk meraih cita citanya.

d. Aspek Kebajikan

Hasil wawancara setelah dilakukan komunikasi persuasif pada aspek

kebajikan tentang ketaatan subyеk II pada peraturan di sekolah yaitu :

“saya masih sering telat, nyontek juga”


Berdasarkan ungkapan yang diberikan, subyek II menunjukkan bahwa

tidak dapat mematuhi aturan yang berlaku. Dari ungkapan diatas juga

menunjukkan bahwa subyek II merasa tidak percaya diri dengan kemampuan

dalam mengerjakan soal ulangan. Pada aspek kebajikan terkait pertanyaan peneliti

tentang sikap subyеk II terhadap orang tua dan guru yaitu selalu menghormati.

Hasil wawancara pada aspek kebajikan yaitu subyеk II kurang dapat mematuhi

peraturan sekolah yaitu mencontek karena takut nilainya jelek, namun subyek II

selalu menghormati guru dan orang tua.

62
Kesimpulan berdasarkan hasil wawancara pada aspek harga diri sebelum

dan sesudah dilakukan komunikasi persuasif yaitu meningkat. Perubahan pada

subyеk II adalah pada aspek aspek kekuatan yaitu subyek II dapat menyalurkan

hobi yang dimiliki diluar sekolah, berani menampilkan kemampuan di depan

peneliti dan beberapa teman inklusi. Perubahan lain yang ditunjukkan adalah pada

aspek kemampuan yaitu lebih percaya diri dalam mengungkapkan keinginannya

untuk kuliah di perguruan tinggi, sebelumnya Subyеk II cenderung pesimis bahwa

ia tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah dengan keterbatasannya.

Hal ini didukung dari hasil observasi perilaku sehari-hari subyеk II yaitu :

saat dikelas subyеk II cenderung pendiam dan sisnis terhadap teman, tidak berani

bertanya, tidak pernah memimpin diskusi kelompok, pasif saat mengikuti kerja

kelompok, tidak pernah mengungkapkan pendapat. Subyеk II juga jarang terlihat

berbaur dengan teman reguler saat jam istirahat, ia cenderung bersama sesama

teman inklusi. Subyеk II selalu menghargai guru dan mampu mengendalikan

emosi. Subyеk II berani mengungkapkan pendapat saat berada di kelas inklusi.

Perubahan harga diri kedua subyek pada empat aspek harga diri dapat disajikan

pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1 Perubahan Harga Diri Subyеk Sebelum Dan Sesudah Dilakukan
Komunikasi Persuasif

Subyеk Harga diri Sebelum Harga diri Sesudah Kesimpulan


dilakukan komunikasi dilakukan komunikasi
persuasif persuasif
S1 Aspek keberartian : Aspek keberartian : Aspek
 merasa inferior akan  lebih percaya diri (+) keberartian

63
keterbatasannya (-)  merasa lebih disukai 100%
 merasa tidak disukai oleh oleh temannya (+) meningkat
teman reguler (-)  menerima keterbatasan
 tidak puas dengan dirinya diri (+)
sehingga pernah
berkeinginan menjadi
orang normal (-)
Aspek kekuatan : Aspek kekuatan : Aspеk
 mudah terpengaruh pada  mudah terpengaruh kеkuatan
kritikan orang lain pada kritikan orang lain mеningkat
sehingga merasa sedih (-) sehingga merasa sedih 33%
 sulit menyesuaikan (-)
terhadap lingkungan baru  sulit menyesuaikan
sehingga pasif mengikuti terhadap lingkungan
lingkungan (-) baru sehingga secara
 pasif dalam kegiatan pasif mengikuti
ekstrakurikuler (-) lingkungan (-)
 mampu mengendalikan  aktif dalam kegiatan
emosi (+) penyaluran hobi karena
 tidak mampu sudah mampu memilih
mengungkapkan gagasan kegiatan yang disukai
di depan umum (-) dan
 tidak berani tampil mengembangkannya di
dihadapan publik (-) luar sekolah (+)
 mampu mengendalikan
emosi (+)
 tidak berani
mengungkapkan
gagasan di depan umum
(-)
 berani menampilkan
ketrampilan yang
dimiliki (+)

Subyеk Harga diri Sebelum Harga diri Sesudah Kesimpulan


dilakukan komunikasi dilakukan komunikasi
persuasif persuasif
Aspek kemampuan : Aspek kemampuan : Aspek
 kurang mampu  kurang mampu kemampuan
menyelesaikan kesulitan menyelesaikan kesulitan tidak
yang dihadapi (-) yang dihadapi (-) meningkat
 kurang mampu  kurang mampu
menyelesaikan tugas menyelesaikan tugas
bekerjasama dengan bekerjasama dengan
kelompok (-) kelompok (-)
 memiliki upaya untuk  memiliki upaya untuk
meraih cita-citanya (+) meraih cita-cita (+)

64
Aspek kebajikan : Aspek kebajikan : Aspek
 kurang menaati aturan  kurang menaati aturan kebajikan
sekolah terutama terutama mencontek (-), tidak
mencontek (-)  selalu menghormati meningkat
 selalu menghormati guru guru dan orang tua (+)
dan orang tua (+)
S2 Aspek keberartian : Aspek keberartian : Aspеk
 memiliki perasaan  merasa percaya diri kеbеrartian
inferior terhadap terhadap mеningkat
keterbatasannya (-) keterbatasannya (+) 33%
 merasa tidak disukai oleh  merasa tidak disukai
kebanyakan teman oleh kebanyakan teman
reguler (-) reguler (-)
 mеnеrima kеtеrbatasan  mеnеrima kеtеrbatasan
diri dеngan tidak pernah diri dеngan tidak pernah
berkeinginan menjadi berkeinginan menjadi
orang normal (+) orang lain (+)
Aspek kekuatan : Aspek kekuatan : Aspek
 mudah terpengaruh pada  mudah terpengaruh kekuatan
kritikan orang lain pada kritikan orang lain meningkat 33
sehingga merasa sedih (-) sehingga merasa sedih %
 sulit menyesuaikan (-)
terhadap lingkungan baru  sulit menyesuaikan
sehingga secara pasif terhadap lingkungan
mengikuti lingkungan (-) baru sehingga secara
 aktif dalam pasif mengikuti
ekstrakurikuler (-) lingkungan (-)
 mampu mengendalikan  aktif dalam kegiatan
emosi (+) penyaluran hobi (+)
 tidak mampu  mampu mengendalikan
mengungkapkan gagasan emosi (+)
(-)  tidak mampu
 tidak berani tampil mengungkapkan
dihadapan publik (-) gagasan (-)
 berani tampil dihadapan
publik (+)

Aspek kemampuan : Aspek kemampuan : Aspek


 kurang mampu  kurang mampu kemampuan
menyelesaikan kesulitan menyelesaikan kesulitan tidak
yang dihadapi (-) yang dihadapi (-) meningkat
 kurang mampu  kurang mampu
menyelesaikan tugas menyelesaikan tugas
bekerjasama dengan bekerjasama dengan
kelompok (-) kelompok (-)
 memiliki upaya untuk  memiliki upaya untuk
meraih cita-citanya (+) meraih cita-citanya (+)

Aspek kebajikan : Aspek kebajikan : Aspek


 kurang menaati aturan  kurang menaati aturan kebajikan
sekolah terutama sekolah terutama tidak

65
mencontek dan terlambat mencontek dan meningkat
(-) terlambat (-)
 selalu menghormati guru  selalu menghormati
dan orang tua (+) guru dan orang tua (+)

Bеrdasarkan tabеl 4.1 mеnunjukkan bahwa pada aspеk kеbеrartian subyеk

I tеrjadi pеningkatan yaitu 100%, sеdangkan pada subyеk II tеrjadi pеningkatan

pada aspеk kеbеrartian yaitu 33%. Aspеk kеkuatan pada kе dua subyеk mеningkat

33%, sеdangkan pada aspеk kеbajikan dan kеmampuan kеdua subyеk tidak

mеngalami pеningkatan.

4.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian harga diri kеdua subyеk yang diukur dari

wawancara pada еmpat aspеk pеmbеntukan harga diri sеbеlum dan sеsudah

dilakukan komunikasi pеrsuasif yaitu mеngalami pеrubahan.

1. Aspеk Kеbеrartian

Aspеk kеbеrartian sеbеlum dilakukan komunikasi pеrsuasif, subyеk I

mеrasa malu atas dirinya, tidak mеnеrima kеtеrbatasan dirinya dan bеrkеinginan

mеnjadi anak normal, mеrasa tidak disukai olеh tеman rеgulеr. Sеtеlah dilakukan

komunikasi pеrsuasif subyеk I mеngalami pеrubahan. Subyеk I mеnunjukkan

pеningkatan dalam aspеk kеbеrartian yaitu mеrasa pеrcaya diri, mеrasa lеbih

disukai sеhingga mulai dapat bеrbaur dan tеrbuka dalam bеrintеraksi dеngan

tеman rеgulеr, namun saat jam istirahat masih sеring hanya bеrsama tеman

inklusi. Pеrasaan disukai atau dihargai olеh tеman sеbaya dapat mеmpеngaruhi

harga diri sеsеorang, hal ini sеsuai dеngan tеori Kеlly dan Hansеn (1987 dalam

Dеsmita, 2006) yang mеnyatakan bahwa idеntitas kеlompok adalah hal yang

66
pеnting pada masa rеmajakarеna salah satu fungsi positif kеlompok sеbaya adalah

mеningkatkan harga diri. Jika anak mеrasa tidak disukai pada kеlompok

sеbayanya, anak akan mеrasa tеrsingkir dan tidak bеrarti dihadapan tеmannya

sеhingga sеringkali mеmunculkan masalah psikososial sеpеrti hrga diri rеndah.

Hal ini akan lеbih banyak dialami olеh anak yang mеmiliki kеtеrbatasan, karеna

anak bеrkеbutuhan khusus mеrasa bеrbеda dari lingkungan sеkitar.

Aspеk kеbеrartian sеbеlum dilakukan komunikasi pеrsuasif pada subyеk II

yaitu mеrasa malu atas dirinya, mеrasa tidak disukai olеh tеmannya karеna

tеmannya mеngagnggap dirinya anеh, naun subyеk II dapat mеnеrima

kеtеrbatasannya dеngan tidak bеrkеinginan mеnjadi anak normal. Aspеk

kеbеrartian sеtеlah dilakukan komunikasi pеrsuasif subyеk II masih mеmiliki

pеrasaan infеrior, mеrasa tidak disukai sеhingga subyеk II masih cеndеrung

pеndiam dan bеrsikap sinis tеrhadap tеmannya. Pеnilaian nеgatif yang dibеrikan

tеman pada dirinya dapat mеmpеngaruhi pеnilaian subyеk tеrhadap dirinya

sеhingga mеmiliki pеrasaan infеrior tеrhadap kеtеrbatasan. Bеrdasarkan pеnеlitian

Dornbursch (1956, dalam Rakhmat 2007) tеlah mеngorеlasikan pеnilaian orang

lain tеrhadap pеnilaian diri individu, dan hasil yang dibеrikan yaitu orang yang

dibеrikan nilai baik olеh orang lain cеndеrung mеmbеrikan nilai yang baik untuk

dirinya sеndiri. Artinya harga diri individu sеsuai dеngan pеnilain orang lain

tеrhadap dirinya.

2. Aspеk Kеkuatan

Aspеk kеkuatan pada subyеk I sеbеlum dilakukan komunikasi pеrsuasif

mеnunjukkan kurang dapat mеnyampaikan gagasan yang dimiliki, sulit

bеradaptasi sеhingga pasif mеngikuti lingkungan, pasif dalam kеgiatan kеlas

67
maupun еkstrakurikulеr, mudah tеrpеngaruh dеngan kritik orang lain, tidak bеrani

tampil dihadapan publik. Sеdangkan aspеk kеkuatan subyеk I sеtеlah dilakukan

komunikasi pеrsuasif mеnunjukkan adanya pеrubahan yaitu bеrani mеnampilkan

kеtrampilan mеmbaca puisi di hadapan pеnеliti dan tеman inklusi.

Aspеk kеkuatan pada subyеk II sеbеlum dilakukan komunikasi pеrsuasif

mеnunjukkan bahwa kurang dapat mеnyampaikan gagasan yang dimiliki, sulit

bеradaptasi sеhingga pasif mеngikuti lingkungan, pasif dalam kеgiatan kеlas

maupun еkstrakurikulеr, mudah tеrpеngaruh kritikan orang lain, tidak bеrani

tampil di hadapan publik. Sеtеlah dilakukan komunikasi pеrsuasif subyеk II

mеnunjukkan pеrubahan yaitu bеrani mеnampilkan kеtrampilan dancе dan

mеnyanyi di dеpan pеnеliti dan tеman inklusi.

3. Aspеk Kеmampuan

Aspеk kеmampuan sеbеlum dilakukan komunikasi pеrsuasif pada subyеk I

mеnunjukkan bahwa kurang mampu mеnyеlеsaikan kеsulitan dan tugas yang

dibеrikan saat kеrjasama kеlompok dan tampil di dеpan kеlas, mеmiliki upaya

dalam mеncapain kеinginan. Sеtеlah dilakukan komunikasi pеrsuasif tidak

tеrdapat pеrubahan dalam aspеk ini.

Aspеk kеmampuan pada subyеk II sеbеlum dilakukan komunikasi

pеrsuasif yaitu kurang mampu mеnyеlеsaikan kеsulitan dan tugas saat kеrjasama

kеlompok, tidak pеrcaya diri dеngan cita citanya. Sеtеlah dilakukan komunikasi

pеrsuasif tеrdapat pеningkatan pada aspеk ini yaitupеrcaya diri untuk mеraih cita

cita yang diinginkan dan mеmiliki upaya dalm mеraihnya, sеbеlumnya subyеk II

cеndеrung pеsimis dеngan kеinginannya untuk mеlanjutkan kuliah karеna

kеtеrbatasan yang dimiliki.

68
4. Aspеk Kеbajikan

Aspеk kеbajikan sеbеlum dilakukan komunikasi pеrsuasif pada subyеk I

mеnunjukkan bahwa subyеk I sеlalu mеnghormati guru dan orang tua, kurang

dapat mеmatuhi pеraturan sеkolahdalam hal mеncontеk karеna tidak pеrcaya diri

saat mеngеrjakan soal. Sеtеlah dilakukan komunikasi pеrsuasif subyеk I tidak

mеngalami pеrubahan.

Aspеk kеbajikan sеbеlum dilakukan komunikasi pеrsuasif pada subyеk II

mеnunjukkan bahwa sеlalu mеngormati guru dan orang tua, kurang mеmatuhi

aturan sеkolah dalam hal mеncontеk dan tеrlambat kе sеkolah. Sеtеlah dilakukan

komunikasi pеrsuasif, subyеk II tidak mеnunjukkan adanya pеrubahan pada aspеk

kеbajikan. Kеdua subyеk mеnunjukkan bahwa mеmiliki kеbiasaan mеncontеk

dalam mеngеrjakan soal ulangan yang dibеrikan.

Mеnurut Pеrry & Pottеr (2005) mеnyеbutkan bahwa pеrkеmbangan

intеlеktual yang tеrjadi pada masa rеmaja ini bеrada dalam tingkat tеrtinggi

pеrkеmbangan intеlеktual. Namun, hal ini tidak tеrjadi pada anak tuna grahita

yang mеmang mеmiliki kеmampuan intеlеktual dibawah normal. Mеnurut

Apriyanto (2012) anak tuna grahita mеmiliki rеntang mеmori pеndеk dan kurang

dapat bеrpikir abstrak dan kritis sеhingga kurang dapat mеngеrjakantugas

akadеmik. Kеbiasaan mеncontеk pada kеdua subyеk disеbabkan karеna kеduanya

mеmang mеmiliki kеtеrbatasan intеlеktual. Namun, mеncontеk dapat juga

disеbabkan karеna kеdua subyеk tidak pеrcaya diri pada kеmampuannya dan

khawatir mеndapat nilai jеlеk. Padahal, pada program inklusi KKM yang

ditеrapkan pada siswa inklusi lеbih rеndah dibanding KKM siswa rеgulеr.

69
Bеrdasarkan pеmbahasan di atas dikеtahui bahwa tеrdapat perubahan

harga diri pada kedua responden yaitu meningkat pada beberapa aspek harga diri.

Peningkatan ini sesuai dengan penelitian Hakim (2014) yang berjudul

“Komunikasi Persuasif Perawat Dalam Membangun Konsep Diri Positif Lansia”

yang berhasil menumbuhkan konsep diri positif lansia yang sebelumnya hilang

kepercayaan dirinya karena merasa tidak berharga dan berguna lagi melalui

pemberian motivasi.

Komunikasi persuasif dilakukan untuk meningkatkan harga diri karena

dalam komunikasi ini banyak ditekankan pada pemberian motivasi untuk

penerimaan keterbatasan dan meningkatkan potensi diri. Komunikasi ini juga

dipengaruhi oleh kesadaran kedua subyеk dalam menilai keterbatasannya.

Kemampuan komunikator dalam menyampaikan isi pesan harus menarik

perhatian, sehingga dapat meningkatkan minat subyеk, hal ini sesuai prinsip

komunikasi persuasif menurut Cangara (2003) yang menyebutkan bahwa bila

pesan (ide) yang dikemas denga cantik dan ditawarkan dengan daya persuasi

maka komunikan akan tertarik untuk memiliki ide itu.

Dari kedua subyеk terdapat perbedaan minat terhadap isi pesan yang

disampaikan, subyеk I memiliki penurunan minat terhadap isi pesan karena tidak

dapat fokus pada pembicaraan yang disampaikan sedangkan subyek II selalu

dapat mengikuti proses komunikasi dengan baik. Namun pеrubahan harga diri

subyеk I lеbih mеnonjol meskipun sеlama proses komunikasinya tidak

mеmbеrikan rеspon yang antusias. Pеrubahan harga diri subyеk II tidak sеbagus

subyеk I mеskipun sеlama prosеs komunikasinya subyеk II mеmbеrikan rеspon

yang baik. Hal ini dikarenakan dukungan pihak keluarga yang baik pada subyеk I

70
dalam memantau dan memfasilitasi pengembangan diri, sеdangkan subyеk II

mеmiliki kеcеndеrungan ditеkan olеh ayahnya.

Adanya keterbatasan yang dimiliki kedua subyek yang bersekolah di

sekolah umum seringkali menyebabkan kesenjangan antara anak normal dan anak

berkebutuhan khusus. Hal ini menyebabkan kebanyakan anak berkebutuhan

khusus merasa ditolak oleh lingkungannya. Namun hal ini tidak terjadi di SMKN

2 Malang, karena guru pendamping khusus selalu mensosialisasikan program

inklusif dengan warga sekolah saat masa orientasi siswa. Penerimaan lingkungan

terhadap kedua subyеk di sekolah sangat baik sehingga tercipta lingkungan yang

kondusif, hal ini sangat mempengaruhi pembentukan harga diri kedua subyеk. Hal

sesuai dengan teori Ilahi (2013) yang menyebutkan bahwa sekolah inklusif adalah

wadah pembelajaran yang efektif bagi anak berkebutuhan khusus. Perlakuan yang

diberikan keluarga juga dapat berpengaruh pada pembentukan harga diri.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru pendamping, subyеk I

memiliki dukungan keluarga yang baik. Sedangkan subyеk II lebih ditekan

ayahnya, sehingga ia menjadi pendiam jika berada di dekat ayahnya.

Faktor jenis kelamin sendiri juga sangat berpengaruh pada harga diri.

Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh saat masa pubertas pada wanita biasanya

menimbulkan krisis harga diri dibandingkan pada pria (Cash & Grant dalam

Thompson, 1996 dalam Ermanza, 2008). Namun hal ini tidak terjadi pada subyеk

II karena tidak merasa malu atas citra tubuhnya, bahkan ia percaya diri terhadap

citra tubuhnya.

Menurut peneliti, keberhasilan komunikasi ini dalam meningkatkan harga

diri subyеk harus didukung oleh semua pihak yaitu oleh keluarga dan teman

71
reguler. Dalam teori James (1954 dalam Azwar, 2012:66) menyebutkan bahwa

individu dngan hara diri rendah akan lebih mudah terbujuk daripada individu yang

memiliki harga diri tinggi.

Keluarga harus selalu memberikan dukungan terutama psikologis karena

kedua subyеk belum mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, keluarga juga

perlu memberikan komunikasi ini di rumah sehingga anak lebih dapat termotivasi.

Selain itu, keluarga juga harus mendukung perkembangan potensi yang dimiliki

sehingga subyеk memiliki potensi agar merasa bangga dengan dirinya.

Diharapkan setelah muncul rasa bangga ini, subyеk dapat lebih percaya diri untuk

mencapai aktualisasi diri yang optimal.

Lingkungan kelas reguler juga harus mendukung, jika teman kelas tidak

dapat menerima keterbatasan yang dimiliki subyеk, maka subyеk akan merasa

ditolak. Bagi kebanyakan orang, perasaan ditolak akan menyebabkan muncul rasa

kesepian dan menutup diri. Akibatnya, mereka tidak dapat mengekspresikan diri

dengan baik. Dukungan emosional dari teman juga sangat berpengaruh dalam

pembentukan harga diri kedua subyеk, karena menjadi orang yang disukai dan

dicintai oleh lingkungan akan meningkatkan harga diri. Dukungan ini juga sangat

membantu dalam proses adaptasi, karena pada anak yang memiliki keterbatasan

akan sulit beradaptasi dengan lingkungan dibanding dengan anak lainnya.

Lingkungan kelas harus menciptakan suasana yang ramah dan secara aktif

melibatkan subyеk, karena dengan keterbatasan intelektualnya mereka juga

memiliki hambatan dalam interaksi sosial. Subyеk cenderung menjadi pasif

mengikuti lingkungan, sehingga lingkungan kelas yang harus berperan aktif untuk

72
melibatkan anak dalam interaksinya. Hal ini juga perlu mendapat dari guru yang

mengajar di kelas.

4.4 Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa hasil studi kasus ini masih banyak

kekurangannya antara lain :

1. Instrumen penelitian observasi perilaku sehari-hari hanya digunakan saat

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi, sehingga selama proses

intervensi perkembangan perilaku subyеk tidak teramati

2. Peneliti tidak mendapatkan data tingkat IQ kedua subyek

3. Peneliti tidak mengkaji lebih dalam aspek keberartian diri pada subyek II

yang merasa dirinya dianggap aneh oleh temannya sebagai bahan untuk

mengembangkan atau memodifikasi komunikasi persuasif.

4. Peneliti tidak melibatkan keluarga dalam proses komunikasi yang

diberikan sehingga dukungan dari keluarga tidak dapat diberikan.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kеsimpulan

Bеrdasarkan pеmaparan hasil studi kasus dan pеmbahasan mеngеnai harga

diri rеmaja bеrkеbutuhan khusus (tuna grahita) yang mеngalami harga diri rеndah

73
dapat disimpulkan bahwa harga diri rеmaja bеrkеbutuhan khusus (tuna grahita)

mеngalami pеningkatan. Pеningkatan harga diri subyеk I lеbih baik dibandingkan

subyеk II, hal ini disеbabkan karеna kеluarga subyеk I sеlalu mеmbеri dukungan

dalam prosеs pеmbеlajaran dan pеngеmbangan diri, sеrta tеrbuka dalam

mеnеrima kеtеrbatasannya sеdangkan subyеk II ayahnya cеndеrung mеnuntut dan

sikap subyеk II yang mеnutup diri tеrhadap adanya saran dari orang lain.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Subyеk Pеnеlitian

Diharapkan kеdua subyеk dapat mеmpеrtahankan sеrta mеningkatkan

harga diri yang tеlah dicapai mеlalui komunikasi pеrsuasif, sеrta kеdua subyеk

lеbih mеnggali kеlеbihan dalam diri sеhingga dapat tеrcapai aktualisasi diri yang

optimal.

5.2.2 Bagi Institusi Lahan Pеnеlitian

Diharapkan institusi dapat mеnggunakan dan mеngеmbangkan tеknik

komunikasi pеrsuasif mеnjadi suatu bеntuk tеrapi konsеling, sеhingga dapat

mеmbantu dalam mеmaksimalkan dan mеndukung program pеndidikan. Tеrapis

yang akan mеlakukan komunikasi pеrsuasif sеbaiknya tеrlеbih dahulu

mеmbangkitkan kеtеrtarikan dan konsеntrasi siswa. Institusi hеndaknya

mеlibatkan kеluarga dalam tеrapi komunikasi pеrsuasif di rumah untuk

mеndukung dan mеmfasilitasi pеngеmbangan diri anak, sеhingga anak dapat

mеngеmbangkan potеnsi yang dimiliki dеngan optimal.

5.2.3 Bagi Pеnеliti Sеlanjutnya

74
Diharapkan bagi pеnеliti sеlanjutnya dapat mеlakukan pеnеlitian dеngan

mеngеmbangkan mеtodе komunikasi pеrsuasif ini, tеtapi dеngan

mеngikutsеrtakan kеluarga dalam prosеs komunikasinya, sеhingga subyеk

mеndapat dorongan yang lеbih kuat dari sistеm pеndukung utama. Pada pеnеlitian

sеlanjutnya diharapkan juga mеngikutsеrtakan dukungan dari tеman sеbaya di

kеlas rеgulеr, sеhingga hasil yang didapatkan diharapkan lеbih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N., 2013. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, (Online),


(http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=253246&val=6820&title=MENGENAL%20ANAK
%20BERKEBUTUHAN%20KHUSUS), diakses pada 5 Oktober 2010.
Amalina, S., 2013. Pengembangan Program Bimbingan Pribadi-Sosial
Berdasarkan Profil Harga Diri (Self-Esteem) Peserta Didik, (Online),

75
(http://repository.upi.edu/9914/3/s_psi_0803357_chapter3.pdf), diakses pada
29 Oktober 2015.

Adler, A. 1937. Teori Psikologi Individu, (Online),


(http://journalpsyche.org/alfred-adler-personality-theory/), diakses pada 28
Oktober 2015.

Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Azwar, S. 2012. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi 2. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Cangara, H. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi I. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Dalami, E., Suliswati, Farida, P., Rochimah, & Banon, E. 2009. Asuhan
Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial. Jakarta: TIM.

Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: PT Rafika


Aditama.

Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan. 2013. ABK Bersekolah Meningkat,


(Online), (http://disdik.kalselprov.go.id/berita/detail/298), diakses pada 25
November 2014.
Ermanza, G.H., 2008. Hubungan Antara Harga Diri dan Citra Tubuh pada Remaja
Putri yang Obesitas dari Sosek Menengah Atas, (Online), (http://lib.ui.ac.id),
diakses pada 5 November 2015.
Hakim, A., Setyanto, A. & Hermawati, T., 2014. Komunikasi Persuasif Perawat
Dalam Membangun Konsep Diri Positif Lansia, (Online),
(http://www.jurnalkommas.com/docs/PAPER%20JOURNAL
%20ONLINE.pdf), diakses pada 8 Oktober 2015.

Hidayati, N.O. 2012. Pengaruh Emotional Freedom Technique ( EFT ) Terhadap


Peningkatan Harga Diri Narapidana Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Bogor, (Online), (http://lib.ui.ac.id), diakses pada 29 Oktober
2015.

76
Hidayat, A.A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta: Salemba
Medika.

Ilahi, M.T. 2013. Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.

Liliweri, A. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Kupang: Pustaka


Pelajar.

Mahdalela. 2013. Ananda Berkebutuhan Khusus; Penangan Perilaku Sepanjang


Rentang Perkembangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mass et al. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Melisa, F. 2013. Jumlah Anak Berkebutuhan Khusus Di Indonesia Meningkat,


(Online),
(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/07/17/mq2zvp-
jumlah-anak%20berkebutuhan-khusus-di-indonesia-tinggi), diakses pada 25
November 2015.

Nasir, A., Muhith, A., Sajidin, M., & Mubarak, W.I,. 2011. Komunikasi Dalam
Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses
dan Praktik Buku 3 Edisi 7. Jakarta: EGC.

Praptiningrum, N., 2010. Fenomena Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi


Anak Berkebutuhan Khusus, (Online), (journal.uny.ac.id), diakses pada 8
Oktober 2015.

Pratiwi, R.P.,& Murtiningsih, A. 2013. Kiat Sukses Mengasuh Anak


Berkebutuhan Khusus. JogJakarta: Ar-ruzz Media.

Rakhmat, J. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Simanjorang, R.A., 2011. Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terhadap


Kemampuan Pasien Harga Diri Rendah Dalam Meningkatkan Harga Diri Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27527/4/Chapter II.pdf),
diakses pada 29 Oktober 2015.

Somantri, S. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama.

77
Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.

The McGraw-Hill Companies. 2006. Self Esteem Inventory, (Online),


(http://www.mhhe.com/socscience/hhp/fahey7e/wellness_worksheets/wellne
ss_worksheet_024.html), diakses pada 16 November 2015.

Wahab, A., 2014. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terhadap


Peningkatan Harga Diri Dan Motivasi Lansia, (Online),
(http://eprints.uns.ac.id/16444/1/TESIS.pdf), diakses pada 29 Oktober 2015.

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN
(Informed Consent)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Kelas/Jurusan :
Setelah mendapat penjelasan serta menyadari manfaat dari penelitian yang akan
dilakukan oleh mahasiswa dengan judul “Perubahan Harga Diri Pada Remaja

78
Berkebutuhan Khusus (Tuna Grahita) Yang mengalami Harga Diri Rendah
Setelah Dilakukan Komunikasi Persuasif” menyatakan
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA *)
Ikut sebagai subyek penelitian, dengan catatan apabila suatu waktu merasa
dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini. Saya
percaya apa yang saya informasikan dijamin kerahasiaannya.
*) coret yang tidak perlu

Malang,
Peneliti Subyek

Lailatun Nisak ( )

Mengetahui,
Pendamping Subyek
(Guru/Orang Tua)

( )

Lampiran 2

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN


Kepada Yth

Saudara/i
……………………....
di tempat
Dengan hormat,

79
Saya mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan
Keperawatan, Prodi Studi DIII Keperawatan Malang
Nama : Lailatun Nisak
NIM : 1301100037
Bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul ”Perubahan Harga Diri
Remaja Berkebutuhan Khusus Yang Mengalami Harga Diri Rendah Setelah
Dilakukan Komunikasi Persuasif”
Untuk kelancaran pelaksanan penelitian ini saya mengharap partisipasi
saudara/saudari dengan menjawab pertanyaan yang diajukan. Oleh karena itu saya
mengharapkan jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara/saudari tanpa
paksaan atau pengaruh orang lain. Saya sebagai peneliti menjamin kerahasiaan
jawaban dan identitas saudara/saudari sehingga tidak perlu mencantumkan nama
terang.
Atas kesediaan saudara/saudari menjadi responden dan berpartisipasi
dalam penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih

Malang, Januari 2016


Peneliti

Lailatun Nisak
NIM. 1301100037

Lampiran 3

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA


ADAPTASI SELF ESTEEM INVENTORY COOPERSMITH

No. Aspek Nomor Item Jumlah

1 Keberartian (significance) 1, 2, 3, 9, 15, 16, 17, 9

80
18, 19
2 Kebajikan (virtue) 20, 21, 22, 23 4
3 Kekuatan (power) 4, 5, 7, 11, 13, 14, 24 7
4 Kemampuan (competence) 6, 8, 10, 12, 25, 26, 27 7
27

Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA ADAPTASI SELF ESTEEM INVENTORY


COOPERSMITH

Peneliti : Lailatun Nisak


Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang
Program Studi D III Keperawatan Malang
Identitas Responden
1. Nama (inisial) :

81
2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan* (*coret yang tidak perlu)
3. Usia :
4. Kelas/Jurusan :

1. Bagaimana pendapat adik tentang keterbatasan yang adik miliki?


2. Dengan adanya keterbatasan yang adik miliki, apakah sering berkeinginan
menjadi orang lain? Jelaskan mengapa!
3. Dengan adanya keterbatasan yang anda miliki, kesulitan apa yang adik
hadapi?
4. Apa yang biasa adik lakukan jika merasa kesal pada suatu hal?
5. Bagaimana perasaan adik jika mendapat sebuah kritikan/penilaian tentang
diri adik dari orang lain?
6. Bagaimana adik menghadapi kesulitan yang dialami?
7. Bagaimana adik dapat menyesuaikan diri terhadap hal baru?
8. Bagaimana adik melakukan pekerjaan/kegiatan terkait dengan adanya
keterbatasan yang dimiliki?
9. Bagaimana perasaan adik terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan?
10. Bagaimana jika adik diharuskan melakukan sesuatu yang tidak
disenangi/melakukan pekerjaan dengan terpaksa?
11. Apa yang adik lakukan jika memiliki keluhan/masalah?
12. Bagaimana perasaan adik jika diharuskan berbicara/mengungkapkan
pendapat dihadapan umum?
13. Jika adik diharuskan berbicara/mengungkapkan pendapat, bagaimana
respon orang lain terhadap pendapat adik?
14. Bagaimana perasaan adik ketika diharuskan mengerjakan tugas/
melakukan kegiatan kelompok?
15. Bagaimana pendapat adik tentang teman sepergaulan di sekitar anda?
16. Bagaimana teman sepergaulan memperlakukan adik ?
17. Bagaimana teman sepergaulan adik dalam memberikan dukungan?
18. Bagaimana keluarga adik memperlakukan adik ?
19. Bagaimana keluarga adik dalam memberikan dukungan?
20. Bagaimana sikap adik terhadap orang yang lebih tua, seperti guru/orang
tua?
21. Apakah adik selalu taat pada peraturan? Berikan contoh dan jelaskan!
22. Apa yang adik lakukan jika ada teman yang mengajak melanggar
peraturan, seperti bolos, mencontek saat ulangan?
23. Apa yang adik lakukan jika melihat teman yang melanggar aturan?
24. Apakah adik memiliki kegiatan di sekolah yang disukai? Jika iya,
bagaimana keaktifan adik dalam kegiatan-kegiatan baik di sekolah
maupun di luar sekolah?
25. Apa saja harapan yang ingin adik capai?

82
26. Apa saja cara/upaya yang sudah dilakukan dalam mencapai hal tersebut?
27. Apa yang adik lakukan jika hasil yang adik dapat tidak sesuai dengan
harapan?

Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI

Identitas Responden
1. Nama (inisial) :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan* (*coret yang tidak perlu)
3. Usia :
4. Kelas/Jurusan :

83
5. Alamat :
No. Perilaku yang ditampilkan Ya Tidak

Perilaku saat dikelas


1. Berani tampil didepan kelas : presentasi, dll
2. Berani menampilkan ketrampilan di kelas
3. Berani menampilkan hobi di kelas
4. Berani bertanya saat pembelajaran
5. Berani mengungkapkan gagasan/ide saat
pembelajaran
6. Mampu bekerjasama saat melakukan tugas
kelompok di kelas
7. Mampu memimpin kerja kelompok di kelas
Perilaku saat bergaul dengan teman sebaya
8. Berbaur dengan teman sebaya saat jam istirahat
9. Bersikap ramah dalam bergaul
10. Berani menampilkan hobi saat diluar kelas
11. Berani menampilkan ketrampilan saat diluar kelas
12. Mampu mengendalikan emosi
13. Mampu mengungkapkan keinginan
14. Mampu menghargai guru
15. Mampu menghargai teman sebaya
16. Mampu bekerjasama dalam tugas kelompok diluar
kelas
Perilaku saat mengikuti ekstrakurikuler
17. Aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler (menari,
bermain alat musik, dll)
18. Aktif dalam kegiatan organisasi sekolah (OSIS,
pramuka, PMR, dll)
19. Mampu menyampaikan gagasan/ide
20. Mampu bekerjasama dalam kegiatan
21. Memiliki sikap antusias

Lampiran 6

POLTEKKES KEMENKES MALANG


STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR
KOMUNIKASI PERSUASIF

Pengertian Tindakan komunikasi yang berupaya untuk meyakinkan


komunikan untuk memahami pesan yang disampaikan
sehingga komunkan dapat merubah sikap dan perilaku

84
sesuai isi pesan yang disampaikan.
Indikasi Siswa berkebutuhan khusus yang mengalami harga diri
rendah
Tujuan Tujuan Khusus :
1. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki.
2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat
digunakan.
3. Klien dapat memilih kegiatan sesuai dengan
kemampuan.
4. Klien dapat menunjukkan hal positif dalam dirinya
pada orang lain dan melakukan ketrampilan yang
dimiliki.
Pelaksanaan Fase Pra Interaksi
Tujuan : mengkaji data awal dan menyususn pesan
persuasif
1. Menggali kemampuan komunikator
2. Mengidentifikasi kebutuhan komunikan akan pesan
3. Mengidentifikasi budaya, bahasa, dan hambatan
yang mungkin dialami
4. Menyusun pesan persuasif menggunakan salah satu
teknik persuasif
Fase Orientasi/Pendahuluan
Tujuan : membina hubungan saling percaya
1. Kegiatan komunikasi persuasif dilakukan di sekolah
pada jam istirahat/diluar jam pembelajaran selama
10-15 mnt dalam 2x/minggu selama satu bulan
2. Memberikan salam terapeutik dan memperkenalkan
diri
3. Melakukan evaluasi/validasi perasaan
4. Melakukan persepsi mengenai masalah yang relevan
untuk membangkitkan keingintahuan terhadap pesan
Fase Kerja

Tujuan : melakukan kegiatan komunikasi persuasif


1. Mengidentifikasi penyebab harga diri rendah
Pertemuan 1-2 (TUK I) : Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (rincian

85
pelaksanaan terlampir)
- Identifikasi keinginan/cita-cita yang dimiliki dan
memberi iming-iming baik menguntungkan (reward)
untuk berusaha meraih keinginannya maupun
memberi ketakutan (fear) yang menggambarkan
konsekuensi buruk jika menjadi orang yang putus
asa.
- Identifikasi ketrampilan yang dimiliki yang dapat
menunjang dalam meraih keinginan/cita-citanya
- Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian
yang negatif.
- Sampaikan pesan menggunakan objek sebagai pusat
perhatian (penokohan orang yang memiliki
keterbatasan namun sukses) untuk menumbuhkan
motivasi klien.
Pertemuan 3 (TUK II) : Klien dapat menilai kemampuan
yang dapat digunakan (rincian pelaksanaan terlampir))
- Bantu klien menilai ketrampilan/kemampuan yang
masih dapat digunakan terkait dengan
keterbatasannya
- Memberikan motivasi untuk memasukkan
ketrampilan yang dimiliki dalam kegiatan harian
- Pelihara minat klien untuk berupaya mencapai
keinginan dengan memberikan penguatan atas hal
yang telah dicapai.
- Beri iming-iming baik menguntungkan (reward)
untuk menggunakan ketrampilannya yang dapat
menumbuhkan rasa percaya diri maupun memberi
ketakutan (fear) yang menggambarkan konsekuensi
buruk jika tidak percaya diri.

Pertemuan 4 (TUK III) : Klien dapat memilih kegiatan


sesuai dengan kemampuan (rincian pelaksanaan
terlampir)
- Diskusikan dengan klien kegiatan yang akan dipilih
sebagai kegiatan tambahan/penunjang yang akan
pasien lakukan sehari-hari sehingga klien memiliki
nilai positif dari dalam dirinya
- Bantu klien untuk memilih kegiatan yang dapat

86
pasien lakukan
Pertemuan 5-8 (TUK IV) : klien dapat menunjukkan hal
positif dalam dirinya pada orang lain (rincian pelaksanaan
terlampir)
- Mendorong klien untuk melakukan kegiatan sesuai
dengan ketrampilan dengan memberi iming-iming
yang menguntungkan (reward).
- Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba
kegiatan yang sesuai bakatnya/hobi yang disukai
- Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan klien
- Sarankan untuk meningkatkan kegiatan sesuai
dengan tingkat kemampuan.
- Berikan klien kesempatan mengungkapkan
perasaanya setelah melakukan kegiatan.
1. Non verbal perawat (kontak mata bersahabat,
percaya diri, membangun kesan melindungi,
mempengaruhi emosi, pandai dan cakap dalam
menyampaikan pesan)
2. Observasi respon nonverbal klien
Fase terminasi
Tujuan : mengevaluasi hasil kegiatan dan melakukan
rencana tindak lanjut.
1. Melakukan evaluasi objektif dan subjetif
1. Memberikan reinforcement
2. Memberikan tindak lanjut
3. Melakukan kontrak yang akan datang

Lampiran 7

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF


PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan I

Tujuan Khusus : klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif


yang dimiliki

87
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, perkenalkan nama saya Lailatun Nisak biasa di panggil Laila.
Saya mahasiswa dari Poltekkes Kemenkes Malang yang sedang melakukan
penelitian disini. Siapa nama adek?
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?
c. Kontrak
- Topik
Baiklah, sebelumnya apakah adek tahu kita akan berdiskusi tentang apa?
Disini kita berdiskusi tentang perasaan adek saat bersekolah disini dan
beberapa kemampuan yang adek miliki? Apakah adek tahu pentingnya
diskusi kita kali ini? Topik ini penting untuk kita diskusikan untuk
membangun rasa percaya diri adek sehingga adek tidak merasa malu atas
diri adek. Bersedia?
- Waktu
Kita akan melakukan diskusi ini selama 10-15 menit saat jam istirahat
- Tempat
Di mana kita akan berdiskusi dengan nyaman? Baik jika ingin di taman
sekolah.
2. Fase kerja
- Sebelumnya saya ingin menanyakan tentang penilaian adek terhadap diri
adek, apakah adek merasa minder dengan kondisi yang adek saat ini?
Mengapa adek merasa demikian?
- Apakah adek juga merasa minder ketika bersekolah disini? Mengapa
demikian? Apakah beberapa teman sering mengejek? Apakah adek
memiliki banyak teman disini? Apakah rasa minder ini berpengaruh pada
saat adek ingin melakukan suatu hal, misalnya saat tampil di depan kelas,
saat ingin berbicara dengan teman?
- Adek merasa sedih dengan kondisi ini? Jangan putus asa ya, tidak perlu
malu dengan kondisi saat ini, banyak sekali orang sukses diluar sana yang
sama seperti adek. Adek pernah dengar Albert Einsten? Yah, siapa sangka
seorang jenius seperti beliau ternyata adalah anak yang juga punya

88
keterbatasan. Beliau disangka orang gila oleh teman-temannya, tapi
ternyata malah menjadi ilmuwan di bidang sains.
- Apakah adek tidak ingin seperti beliau? Mungkin saja suatu saat nanti
adek bisa melebihi teman-teman disini. Bisa saja saya nanti kalah terkenal
dibanding adek kan?
- Dari diri adek sendiri, apa yang paling disukai?
- Jika adek berputus asa dengan keadaan adek saat ini, adek akan menjadi
orang yang tidak bisa maju, tidak memiliki banyak teman, dikucilkan, dan
dianggap tidak berguna. apakah adek mau seperti itu? Apakah adek tidak
ingin membahagiakan orang tua adek dengan menjadi orang sukses
nantinya? Kalau begitu, tetaplah berpegang bahwa “meskipun fisik
terbatas, saya bisa melakukan hal tanpa batas” begitu? Berjanjilah pada
diri sendiri bahwa adek bisa sukses!!
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita berdiskusi tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita diskusikan kita tadi?
b. Tindak Lanjut
Sekarang setelah kita berdiskusi tadi, adek memilih menjadi orang yang
sukses atau tidak? Baik, lalu apa yang dapat adek lakukan untuk bisa
seperti itu? Besok ketika saya datang, tulis 10 hal yang adek sukai dari diri
adek. Bersedia?

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF


PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan II

Tujuan Khusus : mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, perkenalkan nama saya Lailatun Nisak biasa di panggil Laila.
Saya mahasiswa dari Poltekkes Kemenkes Malang yang sedang melakukan
penelitian disini. Siapa nama adek?
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?

89
c. Kontrak
- Topik
Baiklah, sebelumnya apakah adek tahu kita akan berdiskusi tentang apa?
Disini kita berdiskusi tentang perasaan adek saat bersekolah disini dan
beberapa kemampuan yang adek miliki? Apakah adek tahu pentingnya
diskusi kita kali ini? Topik ini penting untuk kita diskusikan untuk
membangun rasa percaya diri adek sehingga adek tidak merasa malu atas
diri adek. Bersedia?
- Waktu
Kita akan melakukan kegiatan diskusi ini selama 10-15 menit
- Tempat
Di mana kita akan berdiskusi dengan nyaman? Baik jika ingin di taman
sekolah.
2. Fase kerja
- Sebelumnya saya ingin menanyakan tentang penilaian adek terhadap diri
adek, apakah adek merasa minder dengan kondisi yang adek saat ini?
Mengapa adek merasa demikian?
- Apakah adek juga merasa minder ketika bersekolah disini? Mengapa
demikian? Apakah beberapa teman sering mengejek? Apakah adek
memiliki banyak teman disini? Apakah rasa minder ini berpengaruh pada
saat adek ingin melakukan suatu hal, misalnya saat tampil di depan kelas,
saat ingin berbicara dengan teman?
- Adek merasa sedih dengan kondisi ini? Jangan putus asa ya, tidak perlu
malu dengan kondisi saat ini, banyak sekali orang sukses diluar sana yang
sama seperti adek. Adek pernah dengar Albert Einsten? Yah, siapa sangka
seorang jenius seperti beliau ternyata adalah anak yang juga punya
keterbatasan. Beliau disangka orang gila oleh teman-temannya, tapi
ternyata malah menjadi ilmuwan di bidang sains.
- Apakah adek tidak ingin seperti beliau? Mungkin saja suatu saat nanti
adek bisa melebihi teman-teman disini. Bisa saja saya nanti kalah terkenal
dibanding adek kan?
- Dari diri adek sendiri, apa yang paling disukai?
- Jika adek berputus asa dengan keadaan adek saat ini, adek akan menjadi
orang yang tidak bisa maju, tidak memiliki banyak teman, dikucilkan, dan

90
dianggap tidak berguna. apakah adek mau seperti itu? Apakah adek tidak
ingin membahagiakan orang tua adek dengan menjadi orang sukses
nantinya? Kalau begitu, tetaplah berpegang bahwa “meskipun fisik
terbatas, saya bisa melakukan hal tanpa batas” begitu? Berjanjilah pada
diri sendiri bahwa adek bisa sukses!!
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita berdiskusi tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita diskusikan kita tadi?
a. Tindak Lanjut
Sekarang setelah kita berdiskusi tadi, adek memilih menjadi orang yang
sukses atau tidak? Baik, lalu apa yang dapat adek lakukan untuk bisa
seperti itu?

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF


PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan III

Tujuan : Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, masih ingat saya? Ya, saya lailatun nisak dari Poltekkes
Kemenkes Malang. Bagus sekali adek masih ingat nama saya, padahal baru
ketiga kali kita bertemu.
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?
c. Kontrak
- Topik
Baiklah, apakah adek sudah menuliskan tugas yang saya berikan kemarin?
Bagus, sekarang kita berdiskusi tentang ketrampilan atau hobi adek yang
dimiliki. Apakah adek tahu pentingnya diskusi kita kali ini? Topik ini
penting untuk kita diskusikan untuk mengembangkan ketrampilan yang
dimiliki sehingga adek lebih percaya diri adek karena memiliki hal positif
yang patut dibanggakan. Bersedia?

91
- Waktu
Seperti kemarin, kita akan melakukan diskusi ini selama 10-15 menit
- Tempat
Di mana kita akan berdiskusi dengan nyaman? Baik jika ingin di ruang ini
saja.
2. Fase kerja
- Sebelumnya saya ingin menanyakan setelah kita berdiskusi kemarin,
apakah masih merasa minder?
- Kalau adek malu terhadap kekurangan yang adek miliki, apakah adek
memiliki hal positif yang dapat dibanggakan? Nah bagus itu, berarti adek
punya sisi positif yang harus dikembangkan. Lalu, adek memiliki
bakat/hobi/ketrampilan yang disukai? Seberapa sering adek melakukan
ketrampilan/hobi/bakat yang adek sukai? Apakah hobi ini berhubungan
dengan cita-cita yang ingin adek capai? Cita-cita adek ingin menjadi apa?
Wah, bagus ya. Menurut adek perlu tidak kita memiliki sebuah cita-cita?
- Di sekolah ini apakah adek dapat menyalurkan ketrampilan atau hobi itu?
Atau apakah di sekolah diberikan ketrampilan tambahan? Berikan
contohnya. Wah bagus itu, berarti adek menambah satu hal positif lagi
yang bisa dibanggakan.
- Jika di sekolah adek tidak dapat melakukan ketrampilan atau hobi itu,
apakah adek biasa melakukannya di luar sekolah? Dimana adek bisa
melakukannya?
- Bagaimana jika adek tidak bisa melakukan ketrampilan atau hobi yang
disukai, apa yang biasa adek lakukan? Apakah ada ketrampilan lainnya
yang biasa dilakukan? Bagus sekali, berarti ketrampilan adek banyak juga
ya. Berarti banyak hal yang patut dibanggakan dari adek.
- Menurut adek dari sekian ketrampilan, apa saja yang adek sukai dan dapat
dilakukan di sekolah atau dirumah? Bagus.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita berdiskusi tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita diskusikan kita tadi?
a. Tindak Lanjut

92
Sekarang setelah kita berdiskusi tadi, adek dapat memilih ketrampilan
sesuai kemampuan atau hobi. Untuk pertemuan besok, silahkan adek tulis
ketrampilan/hobi/bakat dan cita-cita yang adek miliki.

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF


PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan IV

Tujuan : klien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, masih ingat saya? Ya, saya lailatun nisak dari Poltekkes
Kemenkes Malang. Sepertinya kita sudah saling hafal satu dengan lainnya
ya?
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?
b. Kontrak
- Topik
Baiklah, apakah adek sudah menuliskan ugas yang saya berika kemarin?
Bagus sekali, hari ini berdiskusi untuk memilih ketrampilan/hobi/bakat
adek yang dimiliki. Apakah adek tahu pentingnya diskusi kita kali ini?
Topik ini penting untuk kita diskusikan untuk mengembangkan
ketrampilan yang dimiliki sehingga adek lebih percaya diri adek karena
memiliki hal positif yang patut dibanggakan. Bersedia?
- Waktu
Kita akan melakukan diskusi ini selama 10-15 menit
- Tempat
Di mana kita akan berdiskusi dengan nyaman? Baik jika ingin di ruang ini
saja.

93
2. Fase kerja
- Sebelumnya saya ingin menanyakan setelah kita berdiskusi kemarin,
apakah masih merasa minder setelah kita menemukan banyak hal yang
bisa dibanggakan dari adek?
- Sekarang coba diingat lagi hal ketrampilan atau hobi yang adek miliki?
Bagus, adek masih mengingatnya. Menurut adek dari sekian ketrampilan,
apa saja yang adek sukai dan dapat dilakukan di sekolah atau dirumah?
- Sekarang coba dipilih ketrampilan atau hobi yang bisa dilakukan di rumah
atau di sekolah. Nah, bagaimana jika kegiatan tersebut rutin dilakukan,
selain dapat menambah percaya diri mungkin juga adek bisa berprestasi
dengan ketrampilan/hobi/bakat yang adek pilih. Bukankah itu hal yang
bagus? Adek bisa menunjukkan pada orang lain bahwa adek orang yang
luar biasa dan membanggakan. Begitu?
- Atau adek bisa menunjukkan ketrampilan/hobi/bakat adek pada orang lain.
Misalnya saat kegiatan di sekolah maupun diluar sekolah adek mengikuti
perlombaan sesuai bakat yang adek miliki. Namun, jika ternyata tidak
menang tidak apa, yang penting adek bisa menunjukkan bakat/hobi yang
dimiliki. Karena saat adek bisa menunjukkan bakat yang adek miliki, adek
akan merasa bangga. Adek mau suatu saat melakukannya? Bagus,
mungkin suatu saat ketika bertemu lagi, saya bisa melihat adek menjadi
orang yang sukses.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita berdiskusi tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita diskusikan kita tadi?
a. Tindak Lanjut
Sekarang setelah kita berdiskusi tadi, tugas terakhir adek yaitu menuliskan
4 ketrampilan atau hobi yang adek dapat lakukan di sekolah.

94
STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF
PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan V

Tujuan : klien dapat menunjukkan hal positif dalam dirinya pada orang lain
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, adek................
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?
c. Kontrak
- Topik
Baiklah, apakah adek sudah melakukan semua tugas yang saya berikan?
Disini adik akan mempresentasikan tentang hal positif yang dimiliki adek
dan melakukan hobi atau ketrampilan yang dimiliki. Saat ini kita tidak
hanya berdua, tapi ada teman-teman dan guru yang akan mendampingi.
Bersedia?
- Waktu
Kita akan menampilkan ini selama 10-15 menit
- Tempat
Kita akan menampilkan ketrampilan adik di kelas ini.
2. Fase kerja
- Sekarang coba adek membacakan tugas yang sudah saya berikan selama
tiga kali pertemuan dihadapan teman-teman dan Ibu guru.
- Sekarang coba adik menampilkan hobi atau ketrampilan pertama yang
adek pilih. Bagus sekali, sekarang adek tidak perlu malu dengan kondisi
yang adek miliki, jika rasa malu itu muncul coba ingat bahwa adek
memiliki banyak kelebihan yang tidak diketahui orang lain. Oleh karena
itu, sekarang tidak perlu malu untuk bergaul dengan semua teman disini,
karena pada dasarnya kita semua sama disini. Adek harus lebih percaya

95
diri lagi, ingat bahwa adek tidak mau menjadi orang yang gagal karena
sering merasa malu. Adek bisa melakukannya? Bagus sekali.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita tampil di depan bu guru dan teman-
teman tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita dilakukan tadi?
a. Tindak Lanjut
Besok pertemuan yang akan datang, adek akan menampilkan ketrampilan
atau hobi kedua yang adek pilih.

96
STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF
PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan VI

Tujuan : klien dapat menunjukkan hal positif dalam dirinya pada orang lain
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, adek................
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?
c. Kontrak
- Topik
Baiklah, seuai dengan kontrak kita yang kemarin, disini adik melakukan
hobi atau ketrampilan kedua yang dimiliki. Saat ini kita tidak hanya
berdua, tapi ada teman-teman dan guru yang akan mendampingi.
Bersedia?
- Waktu
Kita akan menampilkan ini selama 10-15 menit
- Tempat
Kita akan menampilkan ketrampilan adik di kelas ini.
2. Fase kerja
- Sekarang coba adik menampilkan hobi atau ketrampilan kedua yang adik
miliki. Bagus sekali, sekarang adek tidak perlu malu dengan kondisi yang
adek miliki, jika rasa malu itu muncul coba ingat bahwa adek memiliki
banyak kelebihan yang tidak diketahui orang lain. Oleh karena itu,
sekarang tidak perlu malu untuk bergaul dengan semua teman disini,
karena pada dasarnya kita semua sama disini. Adek harus lebih percaya
diri lagi, ingat bahwa adek tidak mau menjadi orang yang gagal karena
sering merasa malu. Adek bisa melakukannya? Bagus sekali.

1. Fase Terminasi
a. Evaluasi

97
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita tampil di depan bu guru dan teman-
teman tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita dilakukan tadi?
a. Tindak Lanjut
Besok kita akan menampilkan ketrampilan atahu hobi ketiga yang adek
pilih.

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF


PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan VII

Tujuan : klien dapat menunjukkan hal positif dalam dirinya pada orang lain

98
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, adek................
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?
c. Kontrak
- Topik
Sesuai dengan kontrak kemarin, adek akan melakukan hobi atau
ketrampilan ketiga yang dimiliki. Saat ini ada teman-teman dan guru yang
akan mendampingi. Bersedia?
- Waktu
Kita akan menampilkan ini selama 10-15 menit
- Tempat
Kita akan menampilkan ketrampilan adik di kelas ini.
2. Fase kerja
- Sekarang coba adik menampilkan hobi atau ketrampilan ketiga yang adik
miliki. Bagus sekali, sekarang adek tidak perlu malu dengan kondisi yang
adek miliki, jika rasa malu itu muncul coba ingat bahwa adek memiliki
banyak kelebihan yang tidak diketahui orang lain. Oleh karena itu,
sekarang tidak perlu malu untuk bergaul dengan semua teman disini,
karena pada dasarnya kita semua sama disini. Adek harus lebih percaya
diri lagi, ingat bahwa adek tidak mau menjadi orang yang gagal karena
sering merasa malu. Adek bisa melakukannya? Bagus sekali.

1. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita tampil di depan bu guru dan teman-
teman tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita dilakukan tadi?
a. Tindak Lanjut

99
Besok adek akan melakukan ketrampilan keempat sesuai yang dipilih

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PERSUASIF


PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH
Pertemuan VIII

Tujuan : klien dapat menunjukkan hal positif dalam dirinya pada orang lain
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat pagi, adek................
b. Validasi
Bagaimana perasaan adek hari ini?

100
a. Kontrak
- Topik
Baiklah, apakah adek siap melakukan hobi atau ketrampilan keempat yang
dimiliki. Seperti kemarin, disini ada teman-teman dan guru yang akan
mendampingi. Bersedia?
- Waktu
Kita akan menampilkan ini selama 10-15 menit
- Tempat
Kita akan menampilkan ketrampilan adik di kelas ini.
2. Fase kerja
- Sekarang coba adik menampilkan hobi atau ketrampilan keempat yang
adik miliki. Bagus sekali, sekarang adek tidak perlu malu dengan kondisi
yang adek miliki, jika rasa malu itu muncul coba ingat bahwa adek
memiliki banyak kelebihan yang tidak diketahui orang lain. Oleh karena
itu, sekarang tidak perlu malu untuk bergaul dengan semua teman disini,
karena pada dasarnya kita semua sama disini. Adek harus lebih percaya
diri lagi, ingat bahwa adek tidak mau menjadi orang yang gagal karena
sering merasa malu. Adek bisa melakukannya? Bagus sekali.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
- Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan adek setelah kita tampil di depan bu guru dan teman-
teman tadi?
- Evaluasi Objektif
Coba adek ceritakan lagi apa yang kita dilakukan tadi?
a. Tindak Lanjut
Setelah kita melakukan banyak diskusi disini, adek harus bisa percaya diri
lagi. Untuk kedepannya adek bisa melakukan hal yang kita pelajari dalam
beberapa minggu ini.

101
102
Lampiran 8

PLAN OF ACTION
(SEPTEMBER 2015 – JUNI 2016)

SEPT OKTOBER NOV DES JAN FEB MARET APRIL MEI JUNI
NO KEGIATAN PENELITIAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penentuan Judul
2 Penyusunan Bab 1, 2, 3
3 Konsultasi Bab 1,2, 3
4 Revisi Bab 1, 2, 3
5 Penyusunan instrumen
6 Revisi instrumen
7 Fix all
8 Ujian proposal
9 Mengurus surat ijin penelitian
10 Pengumpulan data
11 Pengolahan data
12 Penyusunan laporan penelitian
13 Ujian sidang KTI

103
104

Lampiran 9

Self-Esteem
Worksheet 24 Inventory
Read each of the following statements; select
"like me" if it describes how you usually feel and "unlike me" if it does not describe how
you usually feel.

No. Statements Like me Unlike


me
1. I spend a lot of time daydreaming.
2. I'm pretty sure of myself
3. I often wish I were someone else.
4. I'm easy to like
5. My family and I have a lot of fun together.
6. I never worry about anything
7. I find it very hard to talk in front of a group
8. I wish I were younger.
9. There are lots of things about myself I'd change
if I could
10. I can make up my mind without too much
trouble
11. I'm a lot of fun to be with
12. I get upset easily at home
13. I always do the right thing.
14. I'm proud of my work
15. Someone always has to tell me what to do
16. It takes me a long time to get used to anything
new
17. I'm often sorry for the things I do.
18. I'm popular with people my own age
19. My family usually considers my feelings
20. I'm never happy.
21. I'm doing the best work that I can.
22. I give in very easily.
23. I can usually take care of myself.
24. I 'm pretty happy
25. I would rather associate with people younger
than me
26. My family expects too much of me.
27. I like everyone I know.
28. I like to be called on when I am in a group.
29. I understand myself.
30. It's pretty tough to be me.
31. Things are all mixed up in my life.
105

32. People usually follow my ideas.


33. No one pays much attention to me at home.
34. I never get scolded.
35. I'm not doing as well at work as I'd like to.
36. I can make up my mind and stick to it.
37. I really don't like being a man/woman.
38. I have a low opinion of myself.
39. I don't like to be with other people.
40. There are many times when I'd like to leave
home.
41. I'm never shy.
42. I often feel upset.
43. I often feel ashamed of myself.
44. I'm not as nice-looking as most people.
45. If I have something to say, I usually say it.
46. People pick on me very often.
47. My family understands me.
48. I always tell the truth.
49. My employer or supervisor makes me feel I'm
not good enough.
50. I don't care what happens to me.
51. I'm a failure.
52. I get upset easily when I am scolded.
53. Most people are better liked than I am.
54. I usually feel as if my family is pushing me.
55. I always know what to say to people.
56. I often get discouraged.
57. Things usually don't bother me.
58. I can't be depended on.

Scoring

The test has a built-in "lie scale" to help determine if you are trying too hard to
appear to have high self-esteem. If you answered "like me" to three or more of the
following items, retake the test with an eye toward being more realistic in your
responses: 1, 6, 13, 20, 27, 34, 41, 48.

To determine how your level of self-esteem compares to that of others, find the value
closest to your score in the table.

Wom
Men
en
Significantly below
33 32
average
Somewhat below
36 35
average
106

40 39 Average
Somewhat above
44 43
average
Significantly above
47 46
average

Copyright © 2006 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved. Except as
permitted under the United States Copyright Act of 1976, no part of this publication may
be reproduced or distributed in any form or by any means without the prior written
permission of the publisher
Source: Ryden, M. B. 1978. An adult version of the Coopersmith Self-Esteem Inventory:
Test-retest reliability and social desirability. Psychological Reports 43:1189-1190.
Copyright © 1978 Muriel Ryden. Reproduced with permission of the author. Used by
permission. (Dr. Ryden's scale is a version of a scale developed by Dr. Stanley
Coopersmith to measure self-esteem in children. Dr. Ryden's version is modified to be
used with adults.)
107

Lampiran 10

HASIL WAWANCARA ADAPTASI SELF ESTEEM INVENTORY


COOPERSMITH

Identitas Responden
1. Nama (inisial) : Subyek I
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 17 tahun
4. Kelas/Jurusan : X jurusan perhotelan

Aspek Pertanyaan Sebelum Setelah


Pembentukan Komunikasi Komunikasi
Harga Diri Persuasif Persuasif
1) Keberartian 1. Bagaimana 1. “saya merasa 1. “saya sudah
(significance) pendapat adik malu di kelas agak PD, tapi
Indikator dari tentang AP, karena kalo di kelas ya
significance keterbatasan saya berbeda tetep aja
adalah : adanya yang adik dengan merasa malu”
miliki? mereka. 2. “nggak”
penerimaan
2. Dengan adanya Temen-temen 3. “sulit
diri, adanya keterbatasan banyak yang mengerjakan
kesukaan orang yang adik pinter, tapi soal”
lain terhadap miliki, apakah saya nggak 9. “Ya biasa aja ”
dirinya, adanya sering pinter” 15.“ya baik kak,
perhatian dan berkeinginan 2. “pernah, ya sekarang aku
pengakuan menjadi orang pingin kayak sudah sering
lain? Jelaskan teman yang diajak main
orang lain.
mengapa! lain” sepak bola
3. Dengan adanya 3. “saya sama temen”
keterbatasan biasanya susah 17.“teman ya
yang anda mengerjakan banyak yang
miliki, soal yang mendukung,
kesulitan apa diberikan oleh kalo di kelas
yang adik bu guru di saya ada
hadapi? kelas terutama pelajaran yang
9. Bagaimana agama sama nggak bisa ya
perasaan adik matematika, dibantuin”
terhadap hasil padahal kata 18. “keluarga saya
pekerjaan yang temen-temen baik
dilakukan? soalnya semuanya”
15. Bagaimana gampang” 19.“semuanya
pendapat adik 9. “saya biasa mendukung
tentang teman aja, kalo’ saya, buat hobi
108

sepergaulan di hasilnya bagus saya diikutkan


sekitar anda? ya seneng, klub futsal sama
16. Bagaimana kalo hasilnya renang”
teman jelek ya biasa
sepergaulan aja”
memperlakuka 15. “di kelas AP
n adik ? banyak yang
17. Bagaimana baik, tapi ya
teman ada yang
sepergaulan nakal yang
adik dalam anak laki
memberikan kadang juga
dukungan? ngejek terus
18. Bagaimana jarang
keluarga adik ngajak main,
memperlakuka tapi kalo di
n adik ? kelas inklusi
19. Bagaimana semuanya
keluarga adik baik”.
dalam 17. “teman
memberikan banyak
dukungan? mendukung,
kalo saya
nggak bisa
matematika
ya diajari,
kadang pas
ulangan juga
diconteki”
18. “Keluarga
memperlakuk
an dengan
baik dan
semuanya
sayang”
19. “saya di
dukung kalo
main sepak
bola
diikutkan
futsal”
2) Kekuatan 4. Apa yang biasa 4. “ngambek sama 4. “marah”
(power) adik lakukan marah, tapi 5. “sedih”
Indikator jika merasa nggak mukul” 7. “saya susah
power kesal pada 5. “sedih sama menyesuaikan
adalah : suatu hal? malu diri”
5. Bagaimana 7.“saya susah 11. “saya cerita
adanya rasa
perasaan adik menyesuaikan sama guru,
109

hormat dari jika mendapat diri sama hal kadang sama


orang lain, sebuah baru” sahabat”
mampu kritikan/penilai 11. “cerita sama 12. “saya belum
an tentang diri bu guru di berani, kapan
mengontrol
adik dari orang kelas inklusi, kapan aja”
perilaku lain? orang tua 13. “nggak tau,
sendiri, 7. Bagaimana kadang- saya nggak
mampu adik dapat kadang” berani”
mengontrol menyesuaikan 12. “Saya malu 24. “sepak bola di
perilaku diri terhadap kalau disuruh sekolah sama
orang lain. hal baru? presentasi, temen, sama
11. Apa yang adik tapi saya juga saya ikut futsal
lakukan jika mau kalau sama renang
memiliki dipaksa guru, kalo di rumah
keluhan/masala tapi kalau sama ayah
h? berpendapat sama saudara”
12. Bagaimana saat ada
perasaan adik diskusi kelas
jika diharuskan saya tidak
berbicara/meng pernah”
ungkapkan 13. “nggak tau”
pendapat 24. “tidak ada,
dihadapan saya nggak
umum? ikut kegiatan
13. Jika adik ekskul”
diharuskan
berbicara/meng
ungkapkan
pendapat,
bagaimana
respon orang
lain terhadap
pendapat adik?
24. Apakah
adik memiliki
kegiatan di
sekolah yang
disukai? Jika
iya, bagaimana
keaktifan adik
dalam
kegiatan-
kegiatan baik
di sekolah
maupun di luar
sekolah?
110

3) Kebajikan 20. Bagaimana 20. “ya 20. “saya selalu


(virtue) sikap adik menghormati menghormati
Indikator terhadap orang dan sopan” guru dan
virtue adalah : 21. “saya selalu orang tua”
yang lebih tua,
taat pada 21. “saya selalu
taat pada seperti peraturan, taat pada
peraturan guru/orang tidak pernah peraturan,
yang berlaku tua? bolos, saya
sesuai moral 21. Apakah adik terlambat ke mencontek kalo
dan etika. selalu taat sekolah, tapi ulangan, kalo
pada saya kadang gak gitu
peraturan? mencontek” nilainya jelek”
Berikan contoh 22. “saya nggak 22. “ya nggak mau
mau ikutan ikutan”
dan jelaskan!
kalo bolos, tapi 23. “dibiarkan
22. Apa yang adik
kalo saja”
lakukan jika mencontek
ada teman kadang pas
yang ulangan”
mengajak 23. “dibiarkan
melanggar saja, nanti
peraturan, dimarahi sama
guru sendiri”
seperti bolos,
mencontek
saat ulangan?
23. Apa yang adik
lakukan jika
melihat teman
yang
melanggar
aturan?
4) Kemampuan 8. Bagaimana 8. “dikerjakan 8. “ya dikerjakan,
(competence) adik sebisanya” kalo nggak bisa
Indikator dari melakukan 10.“ngomel minta ajari
biasanya kak, guru”
competence pekerjaan/kegi
tapi ya 10. “ngomel kak,
adalah : atan terkait dikerjakan” tapi
mampu dengan adanya 14. “Ya dikerjakan”
menyelesaikan keterbatasan mengerjakan 14. “ya
tugas yang yang dimiliki? kak kalo dikerjakan”
diberikan dan 10. Bagaimana jika kelompokan di 25. “saya pingin
mencapai cita- adik kelas, tapi meneruskan
diharuskan biasanya saya usaha ayah”
cita.
pulang kalo 26. “ya usahanya
melakukan
ada kerja belajar yang
sesuatu yang
111

tidak kelompok buat rajin”


disenangi/mela PR” 27. “sedih”
kukan 25. “saya nggak
tau cita-
pekerjaan
citaku, tapi
dengan pinginnya
terpaksa? meneruskan
14. Bagaimana usaha ayah,
perasaan adik saya tidak
ketika mau kuliah”
diharuskan 26. “belajar”
mengerjakan 27. “ya sudah
dibiarkan
tugas/
saja, tapi ya
melakukan sedih”
kegiatan
kelompok?
25. Apa saja
harapan yang
ingin adik
capai?
26. Apa saja
cara/upaya
yang sudah
dilakukan
dalam
mencapai hal
tersebut?
27.Apa yang adik
lakukan jika
hasil yang adik
dapat tidak
sesuai dengan
harapan?
112

HASIL WAWANCARA ADAPTASI SELF ESTEEM INVENTORY


COOPERSMITH

Identitas Responden
1. Nama (inisial) : Subyek II
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 18 tahun
4. Kelas/Jurusan : XII jurusan perhotelan

Aspek Pertanyaan Sebelum Setelah


Pembentukan Komunikasi Komunikasi
Harga Diri Persuasif Persuasif
5) Keberartian 6. Bagaimana 6. “saya 6. “ya mulai agak
(significance) pendapat adik seringkali PD sih, tapi
Indikator dari tentang merasa malu, kadang kadang
significance keterbatasan karena banyak ya malu”
adalah : adanya yang adik teman yang 7. “nggak”
miliki? mengejek” 8. “sulit
penerimaan
7. Dengan adanya 7. “nggak, ya ngerjakan soal”
diri, adanya keterbatasan nggak papa” 10. “Ya biasa”
kesukaan orang yang adik 8. “biasanya sulit 16.“ya gitu kak, ya
lain terhadap miliki, apakah mengerjakan ada yang baik
dirinya, adanya sering soal-soal yang tapi tetep
perhatian dan berkeinginan diberikan guru banyak yang
pengakuan menjadi orang terutama jahat. Tapi
lain? Jelaskan matematika dibiarin aja,
orang lain.
mengapa! dan sering bentar lagi
8. Dengan adanya dapat nilai lulus”
keterbatasan jelek” 17.“ya gitu wes”
yang anda 10. “Biasanya 18. “keluarga baik
miliki, kalo’ hasilnya semuanya”
kesulitan apa jelek saya 19.“semuanya
yang adik sedih dan malu mendukung”
hadapi? karena diejek
11. Bagaimana sama teman,
perasaan adik tapi kalo
terhadap hasil hasilnya bagus
pekerjaan yang saya seneng”
dilakukan? 16. “teman
24. Bagaimana inklusi
pendapat adik banyak yang
tentang teman baik, tapi
sepergaulan di kalo teman di
sekitar anda? kelas banyak
113

25. Bagaimana yang jahat.


teman Mereka
sepergaulan nganggep
memperlakuka aku kayak
n adik ? aneh”.
26. Bagaimana 20. “teman yang
teman mendukung
sepergaulan ya dari
adik dalam inklusi, kalo
memberikan di kelas
dukungan? banyak yang
27. Bagaimana nggak suka
keluarga adik sama saya”
memperlakuka 21. “keluarga
n adik ? baik”
28. Bagaimana 22. “mendukung
keluarga adik saya,
dalam terutama ibu
memberikan sama Om
dukungan? Jacky”

6) Kekuatan 9. Apa yang biasa 9. “manyun, 9. “badmood”


(power) adik lakukan karena 10. “sedih”
Indikator jika merasa badmood, tapi 7. “saya sulit
power kesal pada nggak mukul” menyesuaikan
adalah : suatu hal? 10. “sedih diri”
10. Bagaimana terus badmood 11. “saya cerita
adanya rasa
perasaan adik males temenan sama guru ato
hormat dari jika mendapat lagi” sama Om”
orang lain, sebuah 7.“ saya susah 12. “ndak wes kak,
mampu kritikan/penilai menyesuaikan takut”
mengontrol an tentang diri diri sama 13. “nggak tau”
perilaku adik dari orang lingkungan 24. “sekarang ya
sendiri, lain? baru, biasanya nggak ikut
9. Bagaimana lama” ekskul, tapi
mampu
adik dapat 11. “saya tidak kalo hobi ya
mengontrol menyesuaikan pernah cerita disalurkan di
perilaku diri terhadap sama temen, rumah”
orang lain. hal baru? saya cerita
13. Apa yang adik sama guru
lakukan jika atau sama
memiliki Om”
keluhan/masala 12. “saya gugup
h? dan malu
14. Bagaimana takutnya dihat
perasaan adik teman terus
jika diharuskan kalo salah
berbicara/meng saya diejek ,
114

ungkapkan makanya saya


pendapat nggak pernah
dihadapan bicara di
umum? depan kelas”
15. Jika adik 13. “saya tidak
diharuskan pernah
berbicara/meng berpendapat
ungkapkan di depan
pendapat, kelas”
bagaimana 24. “saya dulu
respon orang rajin ikut
lain terhadap ekskul pencak
pendapat adik? silat, tapi pas
25. Apakah sudah kelas 3
adik memiliki sudah nggak
kegiatan di boleh ikut”
sekolah yang
disukai? Jika
iya, bagaimana
keaktifan adik
dalam
kegiatan-
kegiatan baik
di sekolah
maupun di luar
sekolah?

7) Kebajikan 24. Bagaimana 29. “saya selalu 24. “saya selalu


(virtue) sikap adik menghormati menghormati
Indikator terhadap orang guru dan guru dan
virtue adalah : yang lebih tua, orang tua” orang tua”
taat pada seperti 30. “tidak selalu, 25. “saya masih
guru/orang saya sering sering telat,
peraturan
tua? terlambat dan nyontek juga”
yang berlaku 25. Apakah adik sering 26. “nggak mau
sesuai moral selalu taat mencontek saat ikutan”
dan etika. pada ulangan 27. “dibiarkan
peraturan? karena saya saja”
Berikan contoh tidak bisa”
dan jelaskan! 31. “ya nggak mau
26. Apa yang adik ikutan”
lakukan jika 32. “dibiarkan
ada teman saja, saya
yang nggak mau
mengajak cari masalah”
melanggar
peraturan,
seperti bolos,
115

mencontek
saat ulangan?
27. Apa yang adik
lakukan jika
melihat teman
yang
melanggar
aturan?

8) Kemampuan 10. Bagaimana 9. “ya 8. “ya dikerjakan


(competence) adik dikerjakan, saja”
Indikator dari melakukan sebisanya” 10. “nggak mau
competence pekerjaan/kegi 10.“ saya ngerjakan”
adalah : atan terkait badmood, 14. “ya
mampu dengan adanya terus nggak kelompokan
menyelesaikan keterbatasan mau kak, tapi aku
tugas yang yang dimiliki? ngerjakan” males
diberikan dan 12. Bagaimana jika 14. “ya dikerjakan biasanya”
mencapai cita- adik saja, tapi 25. “saya ingin
cita. diharuskan teman-teman kuliah di
melakukan biasanya jurusan
sesuatu yang nggak ngajak bahasa
tidak saya kalo Inggris,
disenangi/mela kelompokan usahanya
kukan pulang belajar yang
pekerjaan sekolah” rajin sambil
dengan 25. “saya pingin berdoa”
terpaksa? lulus, tapi 26. “ya usahanya
16. Bagaimana nggak tau belajar yang
perasaan adik habis lulus rajin sama
ketika mau ngapain” berdoa”
diharuskan 26. “kalo sekarang 27. “sedih”
mengerjakan harus belajar
tugas/ dan rajin
melakukan berdoa
kegiatan soalnya mau
kelompok? ujian”
25. Apa saja 27. “sedih”
harapan yang
ingin adik
capai?
26. Apa saja
cara/upaya
yang sudah
dilakukan
dalam
mencapai hal
116

tersebut?
27.Apa yang adik
lakukan jika
hasil yang adik
dapat tidak
sesuai dengan
harapan?
117

Lampiran 11
LEMBAR OBSERVASI

Identitas Subyek
1. Nama (inisial) : Subyek I
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 17 tahun
4. Kelas/Jurusan : X jurusan perhotelan
No. Perilaku yang ditampilkan Sebelum Setelah
komunikasi Komunikasi
persuasif Persuasif
Ya Tidak Ya Tidak
Perilaku saat dikelas
1. Berani tampil didepan kelas : presentasi √ √
2. Berani menampilkan ketrampilan di kelas √ √
3. Berani menampilkan hobi di kelas √ √
4. Berani bertanya saat pembelajaran √ √
5. Berani mengungkapkan gagasan/ide saat √ √
pembelajaran
6. Mampu bekerjasama saat melakukan √ √
tugas kelompok di kelas
7. Mampu memimpin kerja kelompok di √ √
kelas
Perilaku saat bergaul dengan teman sebaya
8. Berbaur dengan teman sebaya saat jam √ √
istirahat
9. Bersikap ramah dalam bergaul √ √
10. Berani menampilkan hobi saat diluar √ √
kelas
11. Berani menampilkan ketrampilan saat √ √
diluar kelas
12. Mampu mengendalikan emosi √ √
13. Mampu mengungkapkan keinginan √ √
14. Mampu menghargai guru √ √
15. Mampu menghargai teman sebaya √ √
16. Mampu bekerjasama dalam tugas √ √
kelompok diluar kelas
Perilaku saat mengikuti ekstrakurikuler
17. Aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler √ √
(menari, bermain alat musik, dll)
18. Aktif dalam kegiatan organisasi sekolah √ √
(OSIS, pramuka, PMR, dll)
19. Mampu menyampaikan gagasan/ide √ √
20. Mampu bekerjasama dalam kegiatan √ √
21. Memiliki sikap antusias √ √
118

LEMBAR OBSERVASI

Identitas Subyek
1. Nama (inisial) : Subyek II
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 18 tahun
4. Kelas/Jurusan : XII jurusan perhotelan
No. Perilaku yang ditampilkan Sebelum Setelah
komunikasi Komunikasi
persuasif Persuasif
Ya Tidak Ya Tidak

Perilaku saat dikelas


1. Berani tampil didepan kelas : presentasi, dll √ √
2. Berani menampilkan ketrampilan di kelas √ √
3. Berani menampilkan hobi di kelas √ √
4. Berani bertanya saat pembelajaran √ √
5. Berani mengungkapkan gagasan/ide saat √ √
pembelajaran
6. Mampu bekerjasama saat melakukan tugas √ √
kelompok di kelas
7. Mampu memimpin kerja kelompok di kelas √ √
Perilaku saat bergaul dengan teman sebaya
8. Berbaur dengan teman sebaya saat jam √ √
istirahat
9. Bersikap ramah dalam bergaul √ √
10. Berani menampilkan hobi saat diluar kelas √ √
11. Berani menampilkan ketrampilan saat diluar √ √
kelas
12. Mampu mengendalikan emosi √ √
13. Mampu mengungkapkan keinginan √ √
14. Mampu menghargai guru √ √
15. Mampu menghargai teman sebaya √ √
16. Mampu bekerjasama dalam tugas kelompok √ √
diluar kelas
Perilaku saat mengikuti ekstrakurikuler
17. Aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler √ √
(menari, bermain alat musik, dll)
18. Aktif dalam kegiatan organisasi sekolah √ √
(OSIS, pramuka, PMR, dll)
19. Mampu menyampaikan gagasan/ide √ √
20. Mampu bekerjasama dalam kegiatan √ √
21. Memiliki sikap antusias √ √
119

Lampiran 12
120
121
122
123
124

Lampiran 13
125
126
127
128
129

CURICCULUM VITAE

Nama : Lailatun Nisak


130

TTL : Malang, 23 Juli 1995


Agama : Islam
Alamat : Jl. Ir. H. Juanda 3/40 RT 10/ RW 01
Email : lailatunnisak23@gmail.com
Anak ke : Anak pertama dari dua bersaudara
No. Telepon : 083114702690

Riwayat Pendidikan
1. TK Muslimat NU 32 Malang (2000-2002)
2. SD Negeri Jodipan Malang (2002-2007)
3. SMP Negeri 5 Malang (2007-2010)
4. SMK Negeri 2 Malang (2010-2013)
5. Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang (2013-2016)
Pengalaman organisasi
1. Anggota Dewan Racana Ken Arok Ken Dedes Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang tahun 2013-2015
Pelatihan yang diikuti
1. Basic Cardiovasculer Life Support (BCLS) (2015)
1. TOEFL (2016)
2. Manajemen Bencana (2016)
3. Pelatihan Home Care di Klinik Latu Usadha Bali (2016)

Anda mungkin juga menyukai