Anda di halaman 1dari 7

TERAPI PERILAKU (BEHAVIOR)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Dosen : Sutarno, SST, M.Kep

Kelompok 2/ D3 Keperawatan 2B

1. Tri Yuniarti NIM : 106117047


2. Anggitasari NIM : 106117048
3. Lady Budi Hartati NIM : 106117049
4. Popon Suryani NIM : 106117050
5. Jessica Indras Prastika NIM : 106117057
6. Sindih Fitriani NIM : 106117063
7. Nazmuddin Ali NIM : 106117065

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP

D3 KEPERAWATAN 2B

2019/2020

PEMBAHASAN
TERAPI PERILAKU

A. Pengertian Terapi Perilaku


Terapi behavior (perilaku) adalah penerapan aneka ragam teknik
dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Ia
menyatakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada
perubahan tingkah laku kearah cara-cara yang lebih adaptif.
Pendekatan ini telah memberikan sumbangan-sumbangan yang berarti
baik kepada bidang-bidang klinis maupun pendidikan.
Terapi perilaku adalah terapi psikologi singkat bertarget yang lebih
menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan,
mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini didasarkan pada teori
pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical dan
operant conditioning.
B. Tujuan Terapi Perilaku
Terapi tingkah laku, berberda dengan sebagaian besar pendekatan
terapi lainnya, ditandai oleh :
1. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan
spesifik.
2. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
3. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan
masalah.
4. Penafsiran objektif atas hasil-hasil terapi.
Terapi tingkah laku tidak berlandaskan sekumpulan konsep yang
sistematik, juga tidak berakar pada suatu teori yang dikembangkan
dengan baik. Sekalipun memiliki banyak teknik, terapi tingkah laku
hanya memiliki sedikit konsep. Ia adalah suatu pendekatan induktif
yang berlandaskan eksperimen-eksperimen, dan menerapkan metode
eksperimental pada proses terapeutik.
Dari beberapa penjelasan diatas, maka ciri-ciri terapi behavior
antara lain, memusatkan perhatian pada tingkah laku yang nampak dan
lengkap, harus cermat dalam penguraian tujuan treatment,
menggunakan prosedur treatment yang sesuai dengan masalah dan
hasil terapi dijabarkan sesuai dengan proses terapi.
Pada dasarnya terapi behavioral diarahkan pada tujuan-tujuan
memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang
maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang
diinginkan. Tujuan terapi behavioral juga berorientasi pada
pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang diantaranya untuk :
1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar.
2. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif.
3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari.
4. Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang
merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang
baru yang lebih sehat dan sesuai.
5. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang
maladaptif, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang
diinginkan.
6. Penentapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran
dilakukan bersama antara konseli dan konselor.

C. Pengkondisian Klasic
Pengondisian klasik, atau disebut pengondosisian responden,
berasal dari karya Pavlov. Pada dasarnya pengondisian klasik
melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang secara otomatis
membangkitkan respon berkondisi (CR), yang sama dengan respons
tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus tak
terkondisi. Jika UCS dipasangkan dengan suatu stimulus berkondisi
(CS), lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR.

D. Pengkondisian Operan
Satu aliran utama lainnya dari pendekatan terapi yang
berlandaskan teori belajar, melibatkan pemberian ganjaran pada
individu atas kemunculan tingkah lakunya (yang diharapkan) pada saat
tingkah laku itu muncul. Pengondisian operan ini dikenal juga dengan
sebutan pengondisian instrumental karena memperlihatkan bahwa
tingkah laku instrumental bias dimunculkan oleh organisme yang aktif
sebelum perkuatan diberikan untuk tingkah laku tersebut. Skinner
mengembangkan prinsip-prinsip perkuatan yang digunakan pada upaya
memperoleh pole-pola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam
pengondisian operan, pemberian perkuatan positif bias memperkuat
tingkah laku, sedangkan pemberian perkuatan negative bias
memperlemah tingkah laku.
Proses kondisioning (operant conditioning) tidak jauh berbeda
dari kondisioning klasik (clasic conditioning) Pavlov. Keduanya
terdapat stimulus dan respons tak terkondisi serta stimulus dan respon
terkondisi. Tetapi dalam percobaan pavlov anjing mengeluarkan air
liur dalam kondisi pasif, sedangkan dalam percobaan Skinner tikus
aktif mengubah situasi dengan menekan tombol demi tercapainya
kebutuhan yaitu makanan. Menurut Skinner terdapat dua prinsip
umum yang berkaitan dengan kondisioning operan, yaitu :
1. Setiap respons yang diikuti oleh reward →ini bekerja sebagai
reinforcement stimuli → akan cenderung diulangi.
2. Reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan
(rate) terjadinya respons.

E. Teknik Modifikasi Terapi Perilaku


Berikut beberapa teknik-teknik yang digunakan dalam terapi
perilaku, antara lain :
1. Relaksasi
Keadaan rileks adalah keadaan pada mana seseorang berada
dalam keadaan tenang, dalam suasana emosi yang tenang. Peranan
teknik relaksasi sebagai dasar penting dalam kegiatan terapeutik,
telah diketahui dan dilaksanakan sejak berabad-abad yang lalu.
Jacobson mengemukakan jika seseorang berada dalam keadan
rileks yang dalam ia tidak akan memperlihatkan respon, terkejut
terhadap suara keras. Jacobson membuat teknik relaksasi yang
disebut sebagai teknik atau latihan relaksasi progresif untuk
membawa seseorang sampai ke keadaan relaks pada otot-ototna.
2. Pengebalan Sistematik
Sebagai rangsang yang dapat menghambat munculnya
perasaan takut pada manusia adalah keadaan relaks, namun karena
keadaan relaks yang diperoleh mellui relakssi model Jacobson
membutuhkan waktu lama, maka Wolpe mengubahnya menjadi
sekitar 6-10 pertemuan disamping memakai relaksasi Wolpe
kemudian memakai teknik imajinasi untuk mengganti hal-hal yang
nyata dan haal yang terbukti untuk mengurangi ketakutan. Kedua
hal ini yakni relaksasi dan imajinasi, yang merupakan
kondisioning yang bertebtangaan (counterconditioning).
Counterconditioning adalah teknik pengebalan sistematik,
khususnya teknik Wolpe. Golfried (1977) yang meenyarankan
melalui penguatan diri (self controlled desensitization), dimana
seorang klien pertama-tama menggambarkan suatu keadaan yang
menimbulkan perasaan cemas dan kemudian menggambarkan
bagaimana diri sendiri mengatasi keadaan tersebut sampaai
berhasil.
3. Latihan Asertif
Shaffer dan Galinsky (1974) menerangkan bagaimana
kelompok-kelompok latihan asertif atau “latiham ekspresif”
dibentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri atas delapan sampai
sepuluh anggota memiliki latar belakang yang sama, dan session
terapi berlangsung selama dua jam. Terapis bertindak sebagai
penyelenggara dan pengarah permainan peran, pelatih, pemberi
perkuatan, dan sebagai model peran. Dalam diskusi-diskusi
kelompok, terapis bertindak sebagai seorang ahli, memberikan
bimbingan dalam situasi-situasi permainan peran, dan memberikan
umpan balik kepada para anggota.
a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan
tersinggung
b. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu
mendorong orang lain untuk mendahuluinya
c. Memiliki kesulitan untuk mengatakn “tidak”
d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan
respons-respons positif lainnya
e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran sendiri

4. Peniruan melalui Penokohan (Modeling)


Penggunaan teknik penokohan dalam terapi perilaku, telah
dimulai dari akhir tahun 50-an, merupakan tokoh yang nyata,
tokoh yang dilihat dari film atau tokoh dalam imajinasi. Ada
beberapa istilah yang muncul sehubungan dengan prosedur
penokohan ini, yaitu penokohan (modeling), peniruan (imitation)
dan belajar melalui pengamatan (observational learning).
Penokohan merupakan istilah umum untuk menunjukkan
terjaadinya proses belajar melalui pengamatan dari orang lain dan
perubahan yang terjadi karenanya melalui peniruan. Penokohan
jelas menunjukkan adanya perilaku pada orang lain yang dipakai
sebagai tokoh (contoh model) untuk perilakunya.

5. Penguasan Diri (Self Control)

Melalui pendekatan penguasan diri, klien dimungkinkan


memiliki pegangan untuk menghadapi masalah. Strategi umum
dalam program penguasaan diri yakni memperkuat perilaku yang
diinginkan dan memperlemahnya dengan perilaku yang
bertentangan yang tidak diinginkan. Dalam penggunaaan teknik
penguasaan diri, terapis membantu klien menyusun rencana yang
meliputi pemantauan diri (self monitoring), penilaian diri (self
evaluation), penguatan diri (self reinforcement) dan sasaran
perilaku (target behavior). Penyusunan rencana meliputi teknik-
teknik praktis yang diperlukan, misalnya cara untuk memberi
hadiah terhadap diri sendiri kalau berhasilmelakukan penguasaan
diri (misal, dengan makan atau membeli sesuatu) dan sebaliknya
menghukum diri sendiri kalau gagal menguasai diri (misal, dengan
membayar dengan jumlah tertentu sebagai denda).

Adapun pengobatan terapi perilaku pada gangguan jiwa sebagai


berikut :

1. Terapi jiwa dengan sholat


a. Obat jiwa yang dihasilkan dari wudhu sebelum sholat
b. Obat jiwa yang terkandung dalam perilaku selama mendirikan
sholat.
c. Menghadap kepada Allah dalam rangka meminta pertolongan
d. Memohon ampun setelah sholat
2. Terapi jiwa dengan Puasa
Puasa menjadi obat bagi segala ketegangan,kekacauan ataupun
leguncangan jiwa karena puasa mengandung faktor-faktor yang
mengobati jiwa. Orang yang berpuasa menghadap Tuhan-Nya
dengan kesadaran penuh dengan taat, menghambah dan bertasbih,
semua itu dapat mengobati dan membebaskan jiwa dari belenggu-
belenggu keburukan dan segalah hubungan dengan setan.
3. Terapi Jiwa dengan Ibadah Haji
Dalam ibadah haji, para jamaah melembyr menjadi satu,
mengarah pada tujuan yang sama, menghadap kiblat yang sama,
dan menyembah Tuhan yang sama. Peleburan jiwa-jiwa menjadi
satu ini sendiri dapat menyembuhk anjiwa manusia. Ia
menyingkirkan segala pengaruh negatif yang berkaitan dengan
urusan dunia. Sebaliknya ia memperkuat segala ikatan yang
berkaitan dengan urusan agama serta kecintaan pada Allah dan
Rasul-Nya tentulah ini pengobatan jiwa yang dahsyat

DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : Universitas
Gunadarma

Hasmand, Fedrian. 2006. Misteri Potensi Gaih Manusia. Jakarta : Qisthi


Press

Gunarsa, Singgih D. 2004. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan dari


Anak sampai Usia Lanjut. Jakarta : SDG

Anda mungkin juga menyukai