Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Akut adalah hilangnya fungsi secara mendadak dan
hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau fungsi tubular dan
glomerular. (Smeltzer, 2002). Di Amerika Serikat, kejadian tahunan gagal
ginjal akut terjadi 100 kasus / 1 juta orang. Gagal ginjal akut di rumah
sakit terjadi pada 4% dari semua pasien yang dirawat. (nurseslabs.com).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun
2013 menunjukkan bahwa penduduk Indoensia kurang aktifitas fisik
(26,1%); penduduk usia > 15 tahun merupakan perokok aktif (36,3%);
penduduk > 10 tahun kurang mengonsumsi buah dan sayur (93%); serta
penduduk >10 tahun memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol
(4,6%). Dari data ini orang dewasa dan anak-anak mempunyai risiko
terkena penyakit ginjal. (depkes.go.id).
Gagal ginjal akut merupakan istilah untuk kondisi di mana ginjal
seseorang mengalami kerusakan secara mendadak, sehingga tidak bisa
berfungsi. Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tiba-tiba tidak bisa
menyaring limbah kimiawi dari darah yang bisa memicu penumpukan atau
penimbunan limbah tersebut di dalam tubuh. Penumpukan limbah kimia
dan garam dalam tubuh bisa menghentikan organ lain untuk berfungsi
dengan benar. (alodokter.com).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi/pengertian penyakit gagal ginjal akut ?
2. Apa etiologi penyakit gagal ginjal akut?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit gagal ginjal akut?
4. Bagaimana pathways penyakit gagal ginjal akut?
5. Bagaimana manifestasi klinis penyakit gagal ginjal akut?
6. Bagaimana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal akut?
7. Bagaimana komplikasi penyakit gagal ginjal akut?

1
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada anak dengan gagal
ginjal akut?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi/pengertian gagal ginjal akut
2. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal akut
3. Untuk mengetahui patofisiologi gagal ginjal akut
4. Untuk mengetahui pathways keperawatan gagal ginjal akut
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal ginjal akut
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan gagal ginjal akut
7. Untuk mengetahui komplikasi gagal ginjal akut
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada anak dengan
gagal ginjal akut

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Gagal Ginjal Akut adalah hilangnya fungsi secara mendadak dan hamper
lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau fungsi tubular dan glomerular.
(brunner and suddarth.2002.KMB.jakarta: EGC
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi
mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi
ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk
limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari
400 ml/24 jam.

B. Etiologi/predisposisi
1. Parental (hipoperfusi ginjal) akibat masalah aliran darah hipoperfusi ginjal
dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umumnya adalah
penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran
gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis) gagal jantung
kongestif atau syok kardiogenik)
2. Intrarenal (kerusakan actual jaringan ginjal) akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi ini seperti : rasa terbakar, cedera
akibat benturan dan infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan
nekrosis tubulus akut( ATN) dan berhentinya fungsi renal.
3. Pasca renal (obstruksi aliran urin) yang menyebabkan gagal ginjal akut
biasanya akibat dari obstruksi dibagian distal ginjal. Tekanan di tubulus
ginjal menigkat akhirnya laju filtrasi glomerulus meningkat.
(brunner and suddarth.2002.KMB.jakarta: EGC
C. Patofisologi
Menurut Price, (1995) ada beberapa kondisi yang menjadi factor predisposisi
yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan
fungsi ginjal, yaitu sebagai berikut :
1. Obstruksi tubulus
2. Kebocoran cairan tubulus

3
3. Penurunan permeabilitas glomerulus
4. Disfungsi vasomotor
5. Glomerulus feedback

Teori obstruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular


acute) mengakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yan nekrotik dan materi
protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat
lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut
menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus
meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.Hipotesis kebocoran
tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung normal,
tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan
masuk dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membrane basalis dapat terlihat
pada NTA yang berat.
Pada ginjal normal, 90% aliran darah didistribusi ke korteks (tempat
dimana terdapat glomerulus) dan 10% pada medulla. Dengan demikian, ginjal
dapat memekatkan urine dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada GGA,
perbandingan antara distribusi korteks dan medulla menjadi terbalik sehingga
terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Kontriksi dari arteriol aferen
merupakan dasar penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR). Iskemia ginjal
akan mengaktivasi system renin-angiotensin dan memperberat iskemia
korteks luar ginjal setelah hilangnya rangsangan awal.
Pada disfungsi vasomotor, prostaglandin dianggap bertanggung jawab
terjadinya GGA, dimana dalam keadaan normal, hipoksia merangsang ginjal
untuk melakukan vasodilator sehingga aliran darah ginjal diredistribusi ke
korteks yang mengakibatkan diuresis. Ada kemungkinan iskemia akut yang
berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk menyintesis
prostaglandin. Penghambatan prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat
menurunkan aliran darah renal pada orang normal dan menyebabkan NTA.
Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus
proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin atau
iskemia gagal untuk menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air.
Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan

4
tubulus distal dan merangsang peningkatan produksi renin dari sel
jukstaglomerulus. Terjadi aktivasi angiotensin II yang menyebabkan
vasokontriksi ateriol aferen sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah
ginjal dan laju aliran glomerulus.
Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut,
yaitu periode awal, periode oliguria, periode diuresis dan periode perbaikan.
1. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Periode oliguria (volume urin kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan
oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan
magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan
produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremic
untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa seperti
hiperkalemia terjadi.
3. Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine
output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih
dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
4. Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan
berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.

(Muttaqin, Arif., Kumala Sari. 2014)

5
D. Pathways

Renal
Pra Renal Pascarenal

Glomerulus Disfungsi Obstruksi Kebocoran Penurunan


tubulus ultrafiltrasi
feedback vasomotor Kebocoran
glomerulus

Gagal ginjal akut

Pe↓ produksi urine Kecemasan


Azotemia Pemenuhan Informasi

Retensi Diuresis Ekskresi Pe↑ metabolit Pe↑ metabolit


cairan ginjal kalium ↓ pada jaringan pada
interstitial otot gastrointestinal
dan pH turun

Edema paru Defisit Ketidakseim- Pe↑ Bau amonia pada


Asidosis volume bangan elektrolit kelelahan mulut.
metabolik cairan otot Mual, muntah,
Kram otot ↑ anoreksia

Pola napas Pe↓ pH pada Hiperkalemia Kelemahan


Intake nutrisi
tidak efektif cairan fisik
tidak adekuat
serebrospinal Responsi
nyeri

Perubahan Ketidakseim
Kerusakan konduksi bangan
hantaran elektrical nutrisi
impuls saraf jantung kurangd ari
kebutuhan
tubuh

Defisit Neurologik Risiko


Risiko tinggi kejang aritmia

6
D. Manifestasi Klinis
1. Dapat terjadi oliguria, terutama apabila kegagalan disebabkan oleh
iskemia atau obstruksi. Oliguria terjadi karena penurunan GPR.

2. Nekrosis tubulus toksik dapat berupa non-oliguria (haluaran urine


banyak) dan terkait dengan dihasilkannya volume urine encer yang
adekuat

3. Tampak peningkatan BUN dan nilai kreatinin serum menetap

4. Hiperkalemia berat dapat mengarah pada disritmia dan henti jantung

5. Asidosis progresif, peningkatan konsentrasi fosfat serum, dan kadar


kalsium serum rendah

6. Anemia, karena kehilangan darah akibat lesi uremik gastrointestinal,


penurunan masa hidup sel-sel darah merah, dan penurunan pembentukan
eritropoetin

(Corwin, Elizabeth J. 2009)


(Diane C. Baughman. 2000)

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara komprehensif
baik dari disiplin medis, nurse practitionist, nutritionist, dan lain sebagainya.
Berikut ini adalah manajemen penatalaksanaan pada klien gagal ginjal akut
(Judith, 2002)
1. Tata laksana umum
Secara umum yang harus dilakukan pada klien gagal ginjal akut adalah
memberlakukan dan mengawasi secara ketat diet tinggi kalori dan rendah
protein, natrium, kalium dengan pemberian suplemen tambahan. Jumlah
kebutuhan kalori disesuaikan dengan umur dan berat badan. Dan yang
paling penting adalah membatasi asupan cairan. Untuk mengontrol kadar

7
elektrolit yang tidak seimbang dalam tubuh, maka perlu tindakan dialisis
(hemodilysis/ peritoneal dialysis).
2. Tata laksana medis
Penggunaan terapi medis pada gagal ginjal akut utamanya diperuntukkan
untuk menjaga volume cairan dalam tubuh sesuai dengan kompensasi
ginjal dan menjaga kondisi asam basa darah.
Terapi medis yang digunakan adalah :
a. Furosemid
Pemberian 20 sampai 100 mg per IV setiap 6 (enam) jam akan
menjaga stabilitas volume cairan dalam tubuh.
b. Kalsium glukonat
Pemberian 10 ml/ 10% dalam cairan solut infus (IV) akan
membantu menjaga kadar kalium.
c. Natrium polystyrene
15 gr dalam dosis 4 kali sehari dicampur dalam 100 ml dari 20%
sorbitol, 30 sampai 50 gr dalam 50 ml 70% sorbitol dan 150 ml
dalam air akan menjaga kadar kalium.
d. Natrium bikarbonat
Pemberian ini akan mengatasi kondisi asidosis metabolik.
3. Observasi ketat
Hasil pemeriksaan laboratorium (BUN, kreatinin dan kadar kalium)
harus dimonitoring secara ketat. Hal ini sangat bermakna dalam
mempertahankan hidup klien.
4. Terapi edukatif
Sebagai perawat, hal yang paling penting adalah memberikan
pendidikan kesehatan pada klien untuk mengikuti petunjuk diet yang
telah ditentukan.
(Prabowo, Eko. 2014)

8
F. Komplikasi
1. Retensi cairan akibat kegagalan fungsi ginjal dapat menyebabkan edema
atau gagal jantung kongestif

2. Gangguan elektrolit dan pH dapat menimbulkan ensefalopati

3. Apabila hiperkalemia parah (≥ 6,5 miliekuivalen per liter) dapat terjadi


disritmia dan kelemahan otot

(Corwin, Elizabeth J. 2009)

G. Asuhan Keperawatan penyakit GGA


1) Pengkajian
1. Anamnesis

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni


identitas klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis.
Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari
rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita
penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut
usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang
didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si
penderita.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-
sedikit.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit
terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat
menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output

9
dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca
perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas,
cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark,
adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik,
adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat
trauma langsung pada ginjal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi
penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada
TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri
sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi
mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan
peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi
perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
b. Pemeriksaan Pola Fungsi
1) B1 (Breathing)
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola
napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap
azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau

10
urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada
beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis
metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
2) B2 (Blood)

Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi


akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda
khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem
hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang
menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin,
lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan
curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan
memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
3) B3 (Brain)

Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,


ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan
elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder
akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri
yang berlanjut pada sindrom uremia.
4) B4 (Bladder)

Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi


penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari,
sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang
menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai

11
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga

sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.


6) B6 (Bone)

Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder


dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020
menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK,
NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari
350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine :
serum sering
1 : 1.
b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
c. Pemeriksaan elektrolit
Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak
mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein
mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh,
menyebabkan hiperkalemia berat.

12
Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
d. Pemeriksan pH
Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik
normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida
darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif
menyertai gagal ginjal.
5. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah
komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal


akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.
Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan,
protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau
melalui retensi enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium
menjadi natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan
d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.

2) Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

13
2. Pola nafas nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH
pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek
sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan
interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolik.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan

3) Asuhan Keperawatan
No Dx NOC NIC

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway


pola nafas b.d keperawatan 3x24 jam manajemen
diharapkan masalah dapat 1.1 posisikan pasien
teratasi : untuk
NOC : statys pernafasan memaksimalkan
no indikator IR ER fentilasi
1.2 monitor respirasi
1 Frekuensi
dan status o2
pernafasan
1.3 lakukan fisoterapi
2 Irama
dada jika perlu
pernafasan
1.4 auskultasi suara
3 Suara
nafas, catat adanya
auskultasi
suara tambahan
nafas
1.5 berikan
bronkodilator bila
perlu

2. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan NIC: Fluid manajemen


cairan b.d keperawatan 3x24 jam 2.1pertahankan catatan
kehilangan cairan diharapkan masalah dapat intake dan output yang
aktif teratasi : akurat

14
NOC : Volume cairan 2.2 pasang urine
no indikator IR ER kateter jika diperlukan
2.3 monitor status
1 Tekanan darah
nutrisi
2 Keseimbangan
2.4 monitor vital sign
intake dan
2.5 monitor masukan
output dalam
makanan/cairan dan
24 jam
hitung intake kalori
3 Kelembaban
membrane
mukosa

3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC : manajemen


nutrisi kurang dari keperawatan 3x24 jam nutrisi
kebutuhan tubuh b.d diharapkan masalah dapat 4.1 kaji adanya alergi
ketidakmampuan teratasi : makanan
mencerna makanan NOC : status nutrisi 4.2 kolaborasi dengan
Indikator IR ER ahli gizi untuk
Asupan gizi 2 4 menentukan jumlah
Asupan makanan kalori dan nutrisi yang
Asupan cairan dibutuhkan pasien
Rasio BB / TB 4.3 anjurkan pasien
Keterangan : untuk meningkatkan
1 . sangat terganggu intake fe, protein dan
2 . banyak terganggu vitamin c
3 . cukup terganggu 4.4 yakinkan diet yang
4 . sedikit terganggu dimakan mengandung
5 . tidak terganggu tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4.5 monitor jumlah
nutrisi dan kandungan

15
kalori

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal Ginjal Akut adalah hilangnya fungsi mendadak dan hampir lengkap
akibat kegagalan sirkulasi renal atau fungsi tubular dan glomerular.
Factor yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan
fungsi ginjal, yaitu:
1. Obstruksi tubulus
2. Kebocoran cairan tubulus
3. Penurunan permeabilitas glomerulus
4. Disfungsi vasomotor
5. Glomerulus feedback
Tanda dan Gejala
1. Nekrosis tubulus toksik dapat berupa non-oliguria (haluaran urine
banyak) dan terkait dengan dihasilkannya volume urine encer yang
adekuat
2. Peningkatan BUN dan nilai kreatinin serum menetap
3. Hiperkalemia berat
4. Asidosis progresif, peningkatan konsentrasi fosfat serum, dan kadar
kalsium serum rendah
5. Anemia, karena kehilangan darah akibat lesi uremik gastrointestinal.

B. Saran
Kami menyarankan kepada pembaca baik individu serta teman-
teman, agar kiranya dapat memperhatikan kesehatan baik itu dari pola
hidup, pola makan, kebersihan, olahraga, dsb. Karena sesungguhnya
kesehatan itu tergantung pada individu masing-masing .

17
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif., Kumala Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Jakarta : Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Diane C. Baughman. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika

18

Anda mungkin juga menyukai