Anda di halaman 1dari 2

BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN


3.1 Kasus
“KASUS GRATIFIKASI ZUMI ZOLA (2018)”
Zumi Zola sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka bersama Pelaksana Tugas Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi Arfan terkait kasus dugaan suap senilai Rp 6 miliar.
Perkara yang melibatkan keduanya merupakan pengembangan perkara kasus suap pengesahan
Rancangan APBD Jambi 2018. KPK menduga, suap yang diterima Zumi Zola dan Arfan
digunakan untuk menyuap anggota DPRD Jambi agar hadir dalam rapat pengesahan Rancangan
APBD Jambi 2018. Dalam OTT, KPK menyita uang Rp4,7 miliar dari total Rp6 miliar diduga
telah disiapkan pihak Pemprov Jambi bagi anggota DPRD Jambi. KPK pun menyangka Zumi
menerima hadiah kurang lebih Rp6 miliar. Atas perbuatannya Zumi dijerat dengan Pasal 12B
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP pidana.

3.2 Pembahasan

Penyidik KPK menggeledah tiga tempat terkait kasus dugaan gratifikasi Zumi yakni
rumah dinas dan vila Zumi, serta rumah seorang saksi di Kota Jambi. Brankas tersebut berada di
salah satu tempat tersebut. Selain uang pecahan dolar AS, penyidik juga menemukan uang
pecahan rupiah. Penyidik KPK melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan gratifikasi Zumi
pada 31 Januari 2018 sampai 1 Februari 2018. KPK resmi menahan Gubernur Jambi Zumi Zola
usai diperiksa selama sekitar sembilan jam.

Gratifikasi adalah pemberian hadiah kepada pegawai negeri atau pejabat penyelenggara
negara baik berupa uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, dan fasilitas lainya
diluar daripada gajinya yang telah ditentukan demi untuk suatu tujuan tertentu. Dari penjabaran
kasus diatas jelas gratifikasi berbeda dengan hadiah dans edekah. Hadiah dan sedekah tidak
terkait dengan kepentingan untuk memperoleh keputusan tertentu, tetapi motifnya lebih
didasarkan pada keihklasan semata. Gratifikasi jelas akan mempengaruhi integritas,
independensi dan objektivitasnya keputusan yang akan diambil seorang pejabat/ penyelenggara
negara terhadap sebuah hal.
Pelarangan tentang kegiatan gratifikasi sendiri sudah diatur dalam UU Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, namun tetap saja dalam kegiatan pelayanan birokrasi public hal ini
belum sepenuhnya dipatuhi dan dilakukan oeh semua pihak. Padahal masalah ini bersifat vital
dan dapat memengaruhi dan merugikan kinerja birokrasi selain itu juga dapat merugikan
masyarakat banyak. Pengaturan mengenai pelanggaran gratifikasi didalam birokrasi hanya secara
tak kasat mata, sehingga tidak memberi efek pencegahan ataupun sanksi yang jelas bagi
pelanggarnya demi kelangsungan berdasarkan tata kelola system pelayanan public yang baik.

Sumber:

Arief, Barda. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penangulangan. Bandung: Ciyra
Aditya Bakti.

Anda mungkin juga menyukai