Anda di halaman 1dari 16

Makalah Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan lingkungan hidup)

Kerusakan Lingkungan Hidup


di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo
sebagai Akibat dari Meluapnya Lumpur Lapindo Brantas

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Sri Hartatik, M.S.
Sukron Romadhona, S.Pd., M.I.L.

Oleh
Muhammad Syarif Hidayat
180210101100
Kelas C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kelancaran sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan benar.
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat sehat-Nya,
berupa sehat fisik maupun akal , sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup dengan judul “Kerusakan Lingkungan
Hidup di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo sebagai Akibat dari Meluapnya Lumpur Lapindo
Brantas”.
Makalah ini berisi tentang beberapa penyebab semburan lumpur lapindo pada 29 Mei 2006 di
Porong Sidoarjo Jawa Timur dan beberapa dampak yang diakibatkan dari adanya semburan tersebut.
Dan juga disertai dengan beberapa upaya untuk menanggulanginya.
Penulis pasti menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat
kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta
saran, agar makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik dan benar. Lalu jika ada kesalahan
dalam penulisan, kami meminta maaf sebesar-besarnya.
Tak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih terhadap semua pihak yang telah
mendukung penyusunan makalah ini terutama kepada Dosen Pembimbing kami.
Sekian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang. Terima kasih.

Jember, 12 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................................1
1.2 PERUMUSAN MASALAH..................................................................................................1
1.3 TUJUAN PENULISAN.........................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Pengertian Lingkungan Hidup..............................................................................................3
2.2 Latar Belakang Sebelum Terjadinya Kasus Lumpur Lapindo Sidoarjo................................3
2.3 Peristiwa Terjadinya Luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo......................................................4
2.4 Penyebab Luapan Lumpur Lapindo......................................................................................4
2.5 Dampak Akibat Pencemaran Luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo..........................................5
2.5.1 Terhadap Lingkungan......................................................................................................5
2.5.2 Terhadap Kesehatan Masyarakat Sidoarjo......................................................................6
2.6 Hasil Uji Lumpur...................................................................................................................6
2.7 Upaya Penanggulangan Luapan Lumpur Lapindo.................................................................7
BAB III. PENUTUP........................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................10

3
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lingkungan merupakan tempat di mana makhuk hidup tinggal, bersosial, bertingkah laku,
dan beradaptasi. Pengaruh lingkungan sangatlah besar terhadap ekosistem disekitarnya, oleh
karena itu, lingkungan harus selalu dijaga. Manusia adalah makhul yang mempunyai daya
pikir dan daya nalar yang tinggi dibandingkan makhluk lainnya. Oleh karena itu manusia
disebut makhluk hidup yang paling aktif. Salah satunya yaitu aktif dalam mengelolah dan
mengubah ekosistem yang ada di lingkungannya. Sebagian besar kebutuhan manusia
diperoleh dari lingkungan, oleh karena itu manusia harus menjaga lingkungan. Hubungan
manusia dengan lingkungan tidak dapat dipisahkan, karena manusia masih memerlukan alam,
alam pun juga memerlukan manusia untuk merawatnya dan memliharanya. Namun, kadang
campur tangan manusia menimbulkan beberapa dampak yang kurang baik bagi
lingkungannya. Seperti yang terjadi di Porong Sidoarjo, yaitu meluapnya lumpur panas di
kawasan penduduk pada tanggal 29 Mei 2006. Lumpur yang bercampur dengan gas metana
yaitu gas beracun telah meresahkan warga, karena lumpur ini telah menenggelamkan desa-
desa di kawasan tersebut. Dan tidak menutup kemungkinan akan menenggelamkan lebih
banyak lagi desa-desa yang lain.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan lingkungan hidup?

2. Bagaimana latar belakang masyarakat Porong dan sekitarnya sebelum peristiwa lumpur
panas terjadi?

4. Bagaimana peristiwa terjadinya luapan lumpur panas Lapindo Brantas?

3. Apa yang menyebabkan luapan lumpur lapindo di Porong Sidoarjo?

4. Apa dampak yang ditimbulkan pasca terjadinya luapan lumpur panas Lapindo Brantas ?

1
5. Apa komposisi yang terkandung di dalam lumpur panas Lapindo Brantas?

6. Bagaimana upaya penanggulangan setelah luapan lumpur Lapindo Brantas terjadi?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui apa arti dari lingkungan hidup.

2. Untuk mengetahui latar belakang masyarakat Porong dan sekitarnya sebelum peristiwa
lumpur panas terjadi.

3. Untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan meluapnya lumpur panas Lapindo
Brantas.

4. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan setelah meluapnya lumpur panas Lapindo
Brantas.

5. Mengetahui zat-zat kimia apakah yang terkandung di dalam lumpur panas lapindo
tersebut.

6. Mengetahui apa saja penanggulangan yang dilakukan setelah terjadinya luapan lumpur
panas Lapindo Brantas.

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lingkungan Hidup

Pengertian Lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 adalah


kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahkluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lain, dengan disertai pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup. Perlu dilakukannya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup sebagai upaya dasar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup
termasuk sumber daya kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karenanya
harus tersedianya sumber daya global yang merupakan sebagai unsur lingkungan hidup yang
terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam baik hayati maupun non hayati dan
sumber daya buatan.

3
Dan untuk melakukan pencegahan terhadap pencemaran tersebut haruslah melihat
kepada hal baku mutu lingkungan hidup, yang merupakan sebagai tolok ukur batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada/atau unsur pencemaran
yang tenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan
hidup. Dimana pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat energi atau komponnen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

2.2 Latar Belakang Sebelum Terjadinya Kasus Lumpur Lapindo Sidoarjo

Sebelum terjadinya luapan lumpur lapindo Sidoarjo Surabaya, ekosistem serta


infrastruktur di Sidoarjo sangat baik, dimana kegiatan perekonomian berjalan lancar.
Lingkungan hidup disekitar masyarakat sidoarjo tertata sesuai dengan ketentuan Undang
Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Kesejahteraan perekonomian sangat
baik walaupun berjalan sangat lambat, akan tetapi terhadap swasembada pangan terutama
dibidang agrobisnis di sekitar wilayah sidoarjo Surabaya berjalan lancer sesuai dengan yang
diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945.

2.3 Peristiwa Terjadinya Luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo.

Peristiwa luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo Surabaya, Jawa Timur yang terjadi pada
tanggal 28 Mei 2006 kira-kira pukul 22.00, disebabkan kebocoran gas hidrogen sulfida (H 2S)
di areal ladang eksplorasi gas, di lokasi Banjar Panji perusahaan PT. Lapindo Brantas di Desa
Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Dimana kebocoran gas tersebut
berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter.
Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga.
Semburan lumpur panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini belum juga bisa teratasi.
Semburan yang akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini telah memporak-
porandakan sumber-sumber penghidupan warga setempat dan sekitarnya. Kompas edisi Senin

4
(19/6/06) melaporkan, tak kurang 10 pabrik harus tutup, dimana 90 hektar sawah dan
pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, begitu pula dengan tambak-
tambak bandeng, belum lagi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua
tergenang lumpur panas.

2.4 Penyebab Luapan Lumpur Lapindo

Sebenarnya ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab terjadinya luapan lumpur
lapindo, seperti kaitannya dengan gempa Yogyakarta yang berlangsung pada hari yang sama,
aspek politik yaitu eksplorasi migas oleh pemerintah,dan aspek ekonomis yaitu untuk
menghemat dana pengeluaran, maka PT Lapindo sengaja tidak memasang casing pada sumur
BPJ-1. Salah satu dari ketiga perkiraan yang sudah umum diketahui banyak orang tentang
penyebab meluapnya lumpur lapindo di Porong Sidoarjo 29 Mei 2006 lalu adalah PT
Lapindo Brantas yang waktu itu sedang melakukan kegiatan di dekat lokasi semburan.
Kegiatan yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas waktu iu adalah pengeboran sumur Banjar
Panji-1 (BPJ-1) pada awal maret 2006, kegiatan tersebut bekerjasama dengan perusahaan
kontraktor pengeboran yaitu PT Medici Citran Nusantara. Dugaan atas meluapnya lumpur
tersebut kepada PT Lapindo Brantas adalah kurang telitinya PT Lapindo dalam melakukan
pengeboran sumur dan terlalu menyepelekan. Dua hal tersebut sudah tampak ketika
rancangan pengeboran akhirnya tidak sesuai dengan yang ada dilapangan. Rancangan
pengeboran adalah sumur akan dibor dengan kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk bisa
mencapai batu gamping. Lalu sumur tersebut dipasang casing yang bervariasi sesuai dengan
kedalaman sebelum mencapai batu gamping. Awalnya, PT Lapindo sudah memasang casing
30 inchi pada kedalaman 150 kaki, 20 inchi pada 1195 kaki, 16 inchi pada 2385 kaki dan 13-
3/8 inchi pada 3580 kaki. Namun setelah PT Lapindo mengebor lebih dalam lagi, mereka
lupa memasang casing. Mereka berencana akan memasang casing lagi setelah
mencapai/menyentuh titik batu gamping. Selama pengeboran tersebut, lumpur yang
bertekanan tinggi sudah mulai menerobos, akan tetapi PT Lapindo masih bisa mengatasi
dengan pompa lumpur dari PT Medici. Dan setelah kedalam 9297 kaki, akhirnya mata bor
menyentuh batu gamping. PT Lapindo mengira target sudah tercapai, namun sebenarnya
mereka hanya menyentuh titik batu gamping saja. Titik batu gamping itu banyak lubang
sehingga mengakibatkan lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur dari bawah sudah

5
habis, lalu PT Lapindo berusaha menarik bor, tetapi gagal, akhirnya bor dipotong dan operasi
pengeboran dihentikan serta perangkap BOP (Blow Out Proventer) ditutup. Namun fluida
yang bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sehingga fluida tersebut harus mencari
jalan lain untuk bisa keluar. Itu lah yang menyebabkan penyemburan tidak hanya terjadi di
sekitar sumur melainkan

di beberapa tempat. Oleh karena itu terjadilah semburan lumpur lapindo.

2.5 Dampak Akibat Pencemaran Luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo.

2.5.1 Terhadap Lingkungan

Akibat Dampak luapan Lumpur Panas, mengakibatkan banyaknya lingkungan fisik


yang rusak. Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya
menggenangi empat desa dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat
dievakuasinya warga setempat untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian.
Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong.
Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga
yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa dan tak 25.000 jiwa mengungsi.
Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam lumpur dan 77 unit rumah ibadah
terendam lumpur.

Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara
lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring;
lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul,
Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi
dan 7 ekor kijang.

Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak
1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo
428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor
Koramil dan Kelurahan Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit. Kerusakan
lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal persawahan.

6
2.5.2 Terhadap Kesehatan Masyarakat Sidoarjo

ISPA menempati peringkat teratas penyakit yang dikeluhkan masyarakat. Namun


pada tahun 2007 (setahun setelah menyemburnya lumpur lapindo) terjadi peningkatan
tajam jumlah penderita sampai mencapai puncaknya tahun 2009 yakni 52 ribu lebih
penderita.

(menurut penelitian : WALHI Jawa Timur )

Lumpur lapindo mengandung senyawa PAH yang bisa mengakibatkan :

 Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan
kulit

 Kanker

 Permasalahan reproduksi

 Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit

2.6 Hasil Uji Lumpur

Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo,


Corelab, dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk
limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti arsen, barium, boron, timbal, raksa, sianida
bebas, dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti trichlorophenol,
chlordane, chlorobenzene, kloroform, dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua
parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.Hasil pengujian LC50 terhadap

7
larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia
carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun
bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat
menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut
memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate
Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia
carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun
bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.

Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang diperlukan untuk membuang


lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke dalam laut. Jika nilai LC50 lebih besar dari
30.000 mg/L SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan.

Namun kesimpulan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menunjukkan


hasil berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan
lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang
cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas; dan perlu sangat
diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbalnya
sangat besar yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan.

Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang batas PAH yang


diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m³ atau setara dengan 0,23 mg/m³ atau setara
dengan 0,23 mg/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui bahwa seluruh titik
pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung kadar chrysene di atas ambang batas.
Sedangkan untuk benz(a)anthracene hanya terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7, 15, dan 20,
yang kesemuanya di atas ambang batas.

Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (chrysene dan benz(a)anthracene)
dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2.000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih
dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (chrysene dan benz(a)anthracene) tersebut
telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan.

8
2.7 Upaya Penanggulangan Luapan Lumpur Lapindo

Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur lapindo adalah dengan
membangun tanggul desekitar luapan lumpur panas itu. Namun tanggul yang dibangun bisa
sewaktu-waktu jebol karena lumpur setiap hari terus meluap naik. Hingga akhirnya
direncanakan akan membangun beberapa waduk untuk membendung lumpur tersebut.
Namun rencana tersebut batal tanpa sebab yang jelas.

Ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa luapan lumpur bisa diatasi dengan
melakukan beberapa skenario, namun hingga 2009 luapan tidak bisa dihentikan yang artinya
luapan ini adalah fenomena alam yang akan susah ditanggulangi tanpa ijin Tuhan.

Beberapa skenario yang dikatakan diatas antara lain :

1. Menggunakan suatu sistem yang disebut Snubbing Unit yaitu sistem peralatan
bertenaga hidraulik yang umumnya digunakan untuk pekerjaan di dalam sumur yang
sudah ada. Rencananya Snubbing Unit digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor
yang tertinggal didalam sumur, jika mata bor ditemukan maka bor tersebut akan
didorong masuk kedalam sumur lalu dasar sumur akan dututp dengan semen dan
lumpur berat. Tetapi rencana ini gagal karena bor gagal didorong masuk kedalam
sumur.

2. Rencana pengeboran miring menghindari mata bor yang tertinggal.Namun


rencana ini juga gagal hingga akhirnya sumur BPJ-1 ditutup secara permanen.

3. Pembuatan sumur-sumur baru di sekitar sumur BPJ-1. Ada tiga sumur yang
dibangun, yaitu sumur pertama dibangun sekitar 500 meter barat daya sumur BPJ-1,
sumur kedua dibangun sekitar 500 meter barat laut sumur BPJ-1, dan sumur ketiga
dibangun sekitar utara timur laut dari 8 sumur BPJ-1. Sumur-sumur tersebut
digunakan untuk mengepung retakanretakan tempat keluarnya lumpur. Rencana ini
gagal karena bermasalah dengan biaya yang begitu mahal dan memakan waktu .

9
10
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

· Sebelum terjadinya luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo Surabaya, ekosistem serta


infrasutruktur di Sidoarjo sangat baik, dimana kegiatan perekonomian berjalan lancar.
Lingkungan hidup disekitar masyarakat sidoarjo tertata sesuai dengan ketentuan Undang
Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Kesejahteraan perekonomian sangat
baik walaupun berjalan sangat lambat, akan tetapi terhadap swasembada pangan terutama
dibidang agrobisnis di sekitar wilayah sidoarjo Surabaya berjalan lancar sesuai dengan yang
diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945.

· Setelah terjadinya peristiwa Luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo Surabaya, Jawa Timur
dimana Tanggal 28 Mei 2006, sekitar pukul 22.00 terjadi kebocoran gas hidrogen sulfida
(H2S) di areal ladang eksplorasi, lokasi Banjar Panji perusahaan PT. Lapindo Brantas
(Lapindo) di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Kebocoran gas
tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10
meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga
dan semburan lumpur panas tersebut sampai saat ini belum juga bisa teratasi. Semburan yang
akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini telah memporak-porandakan sumber-
sumber penghidupan warga setempat dan sekitarnya yaitu tidak kurang dari 10 pabrik harus
tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi,
demikian juga dengan tambak-tambak banding dan lain sebagainya.

3.2 Saran

Bagi pembaca disarankan supaya makalah ini dapat dijadikan sebagai media
pembelajaran dalam rangka peningkatan pemahaman tentang materi-materi pada mata kuliah
pendidikan lingkungan hidup khususnya mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan oleh

11
industri-industri pertambangan di Indonesia. Dan bagi penulis-penulis lain diharapkan agar
makalah ini dapat dikembangankan lebih lanjut guna menyempurnakan makalah yang telah
dibuat sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dewan., A. (2011). Ahli Geologi Inggris:Pengeboran Lapindo Penyebab Semburan Lumpur


Sidoarjo.

Kompas, Tgl 8 Juni 2006, Try Harijono, Jawa Pos, Tgl 2 Juni 2006.

Cabut PSC Lapindo, Solusi Terhadap Ancaman Bencana Bagi Masyarakat di Sekitar Blok
Brantas, http:// www.walhi. or.id/ kampanye/ cemar/industri/ 060728_psclapindo_ rep/

12
Jawa Timur, Kaya Migas = Kaya Bencana, http://www.walhi.or.id/ kampanye/ cemar/
industri/060730_lapindo_cu/

Anon, 2012, Kajian Masalah Lingkungan Lumpur Lapindo, viewed 13 September 2019,
<http://muhamadherliansyah.blogspot.com/2012/06/kajian-masalah-lingkunganlumpur.html>

Anon, 2012, Wikipedia, viewed 13 September 2019,


<http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo>

13

Anda mungkin juga menyukai