Anda di halaman 1dari 49

PEMUDA BANGSA

MOHAMMAD
YAMIN

1
HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur Alhamdulilllah,


kupersembahkan karya kecilku untuk orang-orang
yang kusayangi :

 Orang tua tercinta, motivator terbesar dalam


hidupku, atas semua pengorbanan dan
kesabaran mengantarku sampai kini.
 Keluarga besar SMAN 99 Jakarta yang
telah mendukung terciptanya karya tulis ini.
 Sahabat-sahabat seperjuangan di kelas XI
Mipa 5 dan semua teman-teman yang tak
mungkin saya sebutkan satu persatu.
 Bapak/Ibu guru SMAN 99 Jakarta yang
selalu menginspirasi dan mendoakan.

2
KESAN DAN PESAN PEMBACA

Setelah membaca buku ini, saya rasa pasti


masih ada banyak kekurangan disana-sini. Maka
dari itu mohon sekiranya pembaca sekalian
berkenan memberikan kesan dan pesan terhadap
buku ini. Terima kasih.

3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat, serta
ridho-Nya kepada kita semua, sehingga buku ini
dapat terselesaikan dengan tema biografi Moh.
Yamin. Buku ini ditujukan untuk memahami
tentang perjuangan-perjuangan beliau terhadap
bangsa Indonesia, diharapkan pembaca dapat
memahami isi dari buku ini.
Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada orang tua serta
bapak/ibu guru yang selama ini telah banyak
memberi bimbingan kepada saya. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
yang telah membantu saya dalam pembuatan
buku ini.
Menyadari banyaknya kekurangan yang
terdapat dalam penyusunan buku ini, saya sangat
mengharapkan kritik dari para pembaca untuk
melengkapi segala kekurangan buku ini.

4
Jakarta, 31 Oktober 2017

Penyusun

5
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Halaman Persembahan – 2

Kesan Pesan Pembaca - 3

Kata Pengantar - 4

Daftar Isi – 6

Biografi

Latar Belakang – 8

Kehidupan Politik – 12

Jong Sumatranen Bond - 16

Sumpah Pemuda – 20

Rumusan Pancasila - 27

Kesusastraan – 35

Karya dan Penghargaan – 43

6
Daftar Pustaka – 46

Riwayat Penulis – 48

Sampul belakang

7
Latar Belakang

Mohammad Yamin dilahirkan di Talawi,


Sawahlunto pada 23 Agustus 1903. Ia merupakan
putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan
Siti Saadah yang masing-masing berasal dari
Sawahlunto dan Padang Panjang. Ayahnya
memiliki enam belas anak dari lima istri, yang
hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual
yang berpengaruh. Saudara-saudara Yamin
antara lain : Muhammad Yaman, seorang

8
pendidik; Djamaluddin Adinegoro, seorang
wartawan terkemuka; dan Ramana Usman,
pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu
sepupunya, Mohammad Amir, juga merupakan
tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya


di Hollandsch-Inlandsche School (HIS)
Palembang, kemudian melanjutkannya ke
Algemeene Middelbare School (AMS)
Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai
mempelajari sejarah purbakala dan berbagai
bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Namun
setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan
ke Leiden, Belanda harus diurungnya
dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia
kemudian menjalani kuliah di Rechtshoogeschool
te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta,
yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas
Indonesia), dan berhasil memperoleh gelar
Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada
tahun 1932

9
Dari riwayat pendidikannya dan dari
keterlibatannya dalam organisasi politik maupun
perjuangan kemerdekaan, tampaklah bahwa
Yamin termasuk seorang yang berwawasan luas.
Walaupun pendidikannya pendidikan Barat, ia
tidak pernah menerima mentah-mentah apa yang
diperolehnya itu sehingga ia tidak menjadi
kebarat-baratan.

Ia tetap membawakan nasionalisme dan


rasa cinta tanah air dalam karya-karyanya.
Barangkali hal ini merupakan pengaruh
lingkungan keluarganya karena ayah ibu Yamin
adalah keturunan kepala adat di Minangkabau.
Ketika kecil pun, Yamin oleh orang tuanya diberi
pendidikan adat dan agama hingga tahun 1914.

Dengan demikian, dapat dipahami apabila


Yamin tidak terhanyut begitu saja oleh hal-hal
yang pernah diterimanya, baik itu berupa karya-
karya sastra Barat yang pernah dinikmatinya
maupun sistem pendidikan Barat yang pernah
dialaminya.

10
Pada tahun 1937, Mohammad Yamin
menikah dengan Siti Sundari yaitu seorang putri
bangsawan dari Kadilangu, Demak, Jawa Tengah
dan dari perkawinan tersebut mereka dikaruniai
seorang putra bernama Dang Rahadian
Sinayangsih Yamin. Pada tahun 1969, Dang
Rahadian Sinayangsih Yamin melangsungkan
pernikahan dengan Raden Ajeng Sundari Merto
Amodjo yaitu seorang putri tertua dari
Mangkunegoro VIII.

11
Politik

Karier politik Muh. Yamin dimulai sejak ia


masih menjadi seorang mahasiswa di Jakarta
yaitu dengan bergabung dengan organisasi Jong
Sumatera Bond dan menyusun ikrar sumpah
pemuda yang dibacakan di Kongres Pemuda
II.Dalam ikrar yang dibacakan, Ia menetapkan
bahasa indonesia yang berasal dari bahasa
melayu menjadi bahasa nasional Indonesia, dan
bahasa Indonesia dapat menjadi alat pemersatu.

12
Pada tahun 1932, beliau mendapatkan gelar
sarjana hukum-nya, setelah itu Ia bekerja dalam
bidang hukum di jakarta sampai tahun 1942. Dan
pada tahun itu juga Yamin tercatat sebagai
anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, Ia
bersama kawannya mendirikan Gerindo. Pada
tahun 1939, Yamin terpilih menjadi anggota
Volksraad.

Pada masa pendudukan Jepang yaitu pada


tahun 1942 hingga tahun 1945, Yamin bertugas di
PUTERA atau Pusat Tenaga Rakyat. Pada tahun
1945, Yamin terpilih menjadi anggota BPUPKI.
Setelah Ir. Soekarno menjadi Presiden, beliau
menduduki bebrapa jabatan penting dalam
pemerintahan diantaranya anggota DPR sejak
tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952),
Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan
Kebudayaan (1953–1955), Menteri Urusan Sosial
dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan
Perancang Nasional (1962), Ketua Dewan
Pengawas IKBN Antara (1961–1962) dan Menteri
Penerangan (1962-1963).

13
Saat menjadi Menteri kehakiman, Yamin
membebaskan tahanan politik tanpa proses
peradilan, karena hal tersebut ia mendapat
banyak kritik dari anggota DPR. Saat menjabat
menjadi Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan
Kebudayaan, Yamin mendorong berdirinya
universitas negeri dan swasta seperti Universitas
Andalas di Padang.

Sejumlah jabatan penting pernah dipegang


Muhammad Yamin. Fakta ini menunjukkan
bagaimana peran yang telah dimainkannya dalam
perjalanan perjuangan bangsa ini sangat
signifikan. Ketika sebagian besar kaum terpelajar
kita lebih suka berbicara dan menulis dalam
bahasa Belanda, misalnya, Yamin justru menulis
dalam bahasa Melayu, seperti yang dilakukannya
dalam majalah Jong Sumatra. Secara sadar, ia
hendak mengangkat bahasa Melayu sebagai
bahasa yang sesungguhnya yang sangat
berpeluang menjadi alat untuk mempersatukan
keanekaragaman suku bangsa kita.

14
Setalah habis masa karir politiknya,
Mohammad Yamin bersama istri, Siti Sundari
yang dinikahinya pada 1937, dan anaknya Dang
Rahadian Sinayangsih Yamin menghabiskan
waktu keluarga. Hingga beliau kemudian
meninggal pada 17 Oktober 1962.

Jasa beliau untuk Tanah Air dan Tanah


Tumpah Darah Indonesia kemudian ditandai
dengan penganugerahan tanda bintang jasa,
BIntang Mahaputra.

15
Jong Sumatranen Bond

Jong Sumatranen Bond (JSB; bahasa


Indonesia: Perkumpulan Pemuda Sumatra)
adalah perkumpulan yang bertujuan untuk
mempererat hubungan di antara murid-murid
yang berasal dari Sumatra, mendidik pemuda
Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta
mempelajari dan mengembangkan budaya
Sumatra.(Wikipedia)

16
Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9
Desember 1917 di Jakarta. JSB memiliki enam
cabang, empat di Jawa dan dua di Sumatra, yakni
di Padang dan Bukittinggi. Beberapa tahun
kemudian, para pemuda Batak keluar dari
perkumpulan ini dikarenakan dominasi pemuda
Minangkabau dalam kepengurusannya. Para
pemuda Batak ini membentuk perkumpulan
sendiri, Jong Batak.

Kelahiran JSB pada mulanya banyak


diragukan orang. Salah satu diantaranya ialah
redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang
mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi
sebuah politik dan umum. Tanpa menghiraukan
suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap
mendirikan perkumpulan sendiri. Kaum tua di
Minangkabau menentang pergerakan yang
dimotori oleh kaum muda ini. Mereka
menganggap gerakan modern JSB sebagai
ancaman bagi adat Minang. Aktivis JSB, Bahder
Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua
generasi ini pada edisi perdana Jong Sumatra.

17
Sumatera memang dikenal banyak
menghasilkan jago-jago pergerakan, dan banyak
di antaranya yang mengawali karier organisasinya
melalui JSB, seperti Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin. Hatta adalah bendahara JSB
di Padang 1916-1918. Kemudian ia menjadi
pengurus JSB Batavia pada 1919 dan mulai
mengurusi Jong Sumatra sejak 1920 hingga
1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta
banyak menuangkan segenap alam pikirannya,
salah satunya lewat karangan berjudul “Hindiana”
yang dimuat di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920.

Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah


satu putra Sumatra yang paling dibanggakan.
Karya-karyanya yang berupa esai ataupun sajak
sempat merajai Jong Sumatra. Ia memimpin JSB
pada 1926-1928 dan dengan aktif mendorong
pemikiran tentang perlunya bahasa Indonesia
digunakan sebagai bahasa persatuan. Kepekaan
Yamin meraba pentingnya bahasa identitas sudah
mulai terlihat dalam tulisannya di Jong Sumatra
no 4, th 3, 1920. Jong Sumatra berperan penting
dalam memperjuangkan pemakaian bahasa

18
nasional, dengan menjadi media yang pertama
kali mempublikasikan gagasan Yamin, mengenai
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

19
Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda adalah satu tonggak


utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan
Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi
semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya
negara Indonesia.

Yang dimaksud dengan "Sumpah Pemuda"


adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang
diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di
Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan
cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa
Indonesia", dan "bahasa Indonesia". Keputusan

20
ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap
"perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar
"disiarkan dalam segala surat kabar dan
dibacakan di muka rapat perkumpulan-
perkumpulan".

Istilah "Sumpah Pemuda" sendiri tidak


muncul dalam putusan kongres tersebut,
melainkan diberikan setelahnya. Berikut ini adalah
bunyi tiga keputusan kongres tersebut
sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding
Museum Sumpah Pemuda. Penulisan
menggunakan ejaan van Ophuysen.

Dalam Kongres Pemuda II, Yamin memiliki


peran penting. Di hadapan ribuan pemuda dari
pelbagai daerah, ia berpidato pemberi semangat
perjuangan.

Tak cuma itu, Yamin juga ikut dalam rapat


marathon yang digelar Sabtu sore hingga Ahad
malam, 27-28 Oktober 1928. Ia ikut urun rembuk
bersama utusan dari Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Indonesia, Sekar Rukun,
21
Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Celebes,
Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lainnya.

Dari hasil diskusi itu, para pemuda sepakat


untuk mencetuskan Ikrar pamuda. Yamin-lah
yang bertugas meramu rumusannya. “Rancangan
sumpah itu ditulis Yamin sewaktu Mr Sunario
berpidato di sesi terakhir kongres,” tulis Majalah
Tempo edisi 2 November 2008 dalam artikel
"Secarik Kertas untuk Indonesia". “Dalam
kongres, Yamin menjabat sebagai sekretaris.”

Tak perlu lama bagi Yamin untuk


menumpahkan buah pikirannya. Belum lagi Mr
Sunario selesai berpidato, rumusan ikrar sudah
diselesaikan Yamin. Ia pun serahkan kertas itu ke
ketua kongres, Soegondo Djojopoespito, yang
duduk di sebelahnya.

“Saya punya rumusan resolusi yang


elegan,” kata Yamin sembari berbisik ke
Soegondo. Menerima kertas dari Yamin, sang
ketua langsung membaca isinya. Tak lama,
kemudian ia memandang Yamin. Yang dilihat

22
membalas dengan senyuman. Soegondo
membubuhi paraf setuju pada secarik kertas
tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain
untuk paraf setuju juga. Sumpah tersebut awalnya
dibacakan oleh Soegondo dan kemudian
dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.

Bahasa Melayu diperlakukan Yamin secara


kreatif. Hal itu tampak pula dari puisi awalnya
yang berjudul "Tanah Air". Puisi yang ditulisnya
saat ia masih berusia 17 tahun itu dimuat majalah
Jong Sumatra, Juli 1920. Dalam puisinya
"Indonesia Tumpah Darahku" yang ditulisnya 26
Oktober 1928, menjelang Kongres Pemuda yang
kemudian menghasilkan Sumpah Pemuda, ia
menyampaikan kecintaan pada bahasa
bangsanya dan pada cita-cita mempersatukan
beragam suku bangsa ke dalam satu negeri, satu
bangsa, dan satu bahasa yaitu Indonesia.

Gagasan mengenai bahasa persatuan


tentulah tidak datang secara tiba-tiba. Ia lahir dari
sebuah proses pemikiran yang matang. Dalam
Kongres Pemuda Indonesia I, tahun 1926,

23
Muhammad Yamin terpilih sebagai salah seorang
yang memperjuangkan bahasa Melayu agar
menjadi bahasa yang dapat dipahami suku-suku
bangsa di Indonesia.

Salah satu hasil kongres tersebut berupa


materi-materi yang akan dibahas dalam kongres
berikutnya. Yamin dipercaya untuk membuat
konsep-konsepnya. Salah satu di antara butir
konsep itu berisi rumusan tentang bahasa yang
tertulis "Kami poetra dan poetri Indonesia
mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean
bahasa Melajoe". Setelah melewati perdebatan
dan berbagai pertimbangan, dalam Kongres
Pemuda II, 28 Oktober 1928, disepakati rumusan
mengenai bahasa persatuan, sebagai berikut:
"Kami poetra dan poetri Indonesia,
mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean
bahasa Indonesia".

Sebuah putusan penting yang ternyata


didukung oleh tokoh-tokoh berbagai suku bangsa,
seperti Ki Hadjar Dewantara, Purbatjaraka, Abu
Hanifah, Husein Djajadiningrat, dan Adinegoro.

24
Dengan keputusan itu, bahasa Melayu resmi
diangkat sebagai bahasa Indonesia yang
memberi kepastian kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia dalam masyarakat Indonesia.

Gagasan Muhammad Yamin mengenai


pentingnya bahasa persatuan terungkap pula
dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, tahun
1938. Terbukti kemudian bahasa Indonesia resmi
menjadi bahasa negara sebagaimana tercantum
dalam Pasal 36, Undang-Undang Dasar 1945.

Peranan Muhammad Yamin dalam


mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia dan dalam memajukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan, diakui pula
oleh para pakar sejarah. Hampir semua buku
sejarah yang mengangkat peristiwa Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928, selalu menyinggung
peranan yang dimainkan Muhammad Yamin, baik
sebagai pencetus gagasan diselenggarakannya
kongres, maupun sebagai salah seorang tokoh
yang merumuskan ketiga butir Sumpah Pemuda,

25
yakni "Bertanah Air, Berbangsa, dan Menjunjung
Bahasa Persatuan Indonesia".

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah


darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa


jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia.

26
Rumusan Pancasila

Pancasila secara resmi lahir pada 18


Agustus 1945 setelah disahkan dalam sidang
PPKI. Pada era reformasi, Pancasila pernah
dianggap mati karena dinilai ciptaan rezim orde
baru, karena sosialisasi Pancasila dilakukan
dengan cara paksaan (doktrin) oleh rezim yang
27
berkuasa. Rumusan Pancasila diciptakan oleh
para pendiri bangsa seperti Ir. Soekarno, Mr. Moh
Yamin dan Dr. Soepomo.Pada sidang pertama
BPUPKI yang dilaksanakan dari tanggal 29 Mei -
1 Juni 1945, disampaikan pidato tentang usulan
dasar negara.

Pada 29 Mei 1945 Mr. Moh Yamin


mengemukakan ideologi pancasila, sebagai
berikut.
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Peri Kesejahteraan Rakyat

Dalam teks pidatonya, Moh Yamin juga


menuliskan usulan tertulis mengenai Rancangan
Undang-Undang Dasar, dan didalamnya terdapat
5 dasar ideologi negara.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan dan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

28
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dala
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia

Selanjutnya Prof. Dr. Soepomo menyampaikan


pidatonya pada tanggal 30 Mei 1945 dan
menyampaikan teori-teori negara, yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Kemudian disusul oleh Ir. Soekarno pada


tanggal 1 Juni 1945 yang mengusulkan tiga
usulan dasar Negara yang benama Pancasila,
Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila :
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (peri kemanusiaan)
3. Mufakat (demokrasi)
4. Kesejahteraan sosial

29
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Trisila :
1. Sosio-Nasionalisme
2. Sosio-Demokrasi, dan
3. Ketuhanan Yang Maha Esa
Rumusan Ekasila :
1. Gotong Royong

Ada beberapa kesamaan di dalam rumusan


dasar negara yang dikemukakan oleh Ir. Soekaro,
Mr. Muh Yamin maupun Dr. Soepomo baik sama
dalam penulisan maupun makna yang
terkandungmemiliki beberapa kesamaan, yaitu :
1.Pada dasarnya para pendiri bangsa
merumuskan dasar negara sebagai landasan
hukum yang absolut untuk menjalankan roda
pemerintahan Negara Indonesia.
2.Nilai-nilai Pancasila bersumber dari nilai agama,
kebudayaan serta adat istiadat.
3.Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat
negara (Philosofische Grondslag) karena
mengandung unsur-unsur sebagai berikut: alasan
filosofis berdirinya suatu negara; setiap produk
hukum di Indonesia harus berdasarkan nilai

30
Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa (Weltanschauung).
4.Jumlah rancangan dasar negara dari para
founding fathers berjumlah lima butir, kecuali Ir.
Soekarno yang mengajukan dua rancangan dasar
negara yang lain yaitu Trisila dan Ekasila.

Perbedaan rumusan pancasila terlihat dari


tiap butir-butirnya. Ada beberapa pendapat yang
walaupun secara umum bermakna sama, namun
tiap buitrnya terdapat perbedaan dalam penulisan
kalimat. Selain itu para founding fathers juga
memiliki penekanan-penekanan terhadap
rancangan dasar negara yang mereka
sampaikan.

Dasar negara, menurut Ir. Soekarno,


berbentuk Philosophische Grondslag atau
Weltanschauung. Kemudian menurut Mr.
Soepomo juga menekankan bahwa negara
Indonesia merdeka bukan negara yang
mempersatukan dirinya dengan golongan
terbesar dalam masyarakat dan tidak
mempersatukan dirinya dengan golongan yang

31
paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang
paling kuat).

Akan tetapi, negara mempersatukan diri


dengan segala lapisan rakyat yang berbeda
golongan dan paham. Sedangkan menurut Mr.
Mohammad Yamin menekankan bahwa : “…
rakyat Indonesia mesti mendapat dasar negara
yang berasal daripada peradaban kebangsaan
Indonesia; orang timur pulang kepada
kebudayaan timur.” “… kita tidak berniat, lalu
akan meniru sesuatu susunan tata Negara negeri
luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang
beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun
umurnya.”

Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh


nasional yang juga tokoh-tokoh Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Choosakai
mengadakan pertemuan untuk membahas pidato
serta usulan-usulan mengenai asas dasar negara
yang telah dikemukakan dalam sidang-sidang
BPUPKI. Kesembilan tokoh nasional tersebut

32
adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, A.A.
Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoelkahar
Muzakir, Haji Agus Salim, Achmad Soebardjo,
K.H. Wachid Hasjim, dan Muh. Yamin.

Setelah mengadakan pembahasan, maka


oleh sembilan tokok tersebut disusunlah sebuah
piagam piagam yang kemudian dikenal dengan
nama Piagam Jakarta, yang di dalamnya terdapat
perumusan dan sistematika Pancasila, yaitu
sebagai berikut :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Piagam Jakarta yang di dalamnya terdapat


perumusan dan sistematika Pancasia tersebut
kemudian diterima oleh BPUPKI dalam

33
sidangnya pada tanggal 14 sampai 16 Juli
1945.

34
Kesusastraan

Dia menulis puisi dan lakon yang berlatar


belakang sejarah serta menerjemahkan sejumlah
karya asing.

Dua buku puisnya masing-masing terdiri


dari satu judul, Tanah Air (9 Desember 1922,
berupa manuskrip di Pusat Dokumentasi H.B.
Jassin) terdiri dari 30 bait dan tiap bait terdiri 9
baris; Indonesia, Tumpah Darahku (26 Oktober
1928) terdiri dari 88 bait dan tiap bait terdiri dari 7
baris.

Muhammad Yamin (dan Rustam Effendi)


terkenal sebagai pembawa puisi berpola soneta
dari Belanda – asli Italia itu – ke Indonesia. Antara

35
tahun 1920-1922, dia banyak menulis lirik. Yamin
sendiri banyak menulis soneta, tapi belum
dibukukan.

Lakonnya, Ken Angrok dan Ken Dedes


(1934), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (1932),
Gajah Mada (1946), Pangeran Dipanegara
(1950). Terjemahannya antara lain: Julius Caesar
(1952) karya William Shakespeare, 1564-1616;
Menantikan Surat dari Raja dan Di Dalam dan di
Luar Lingkungan Rumah Tangga karya
Rabindranath Tagore (1861-1941).

Sejumlah puisinya ada dalam antologi


Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963) susunan
H.B. Jassin.
Oleh beberapa pengamat dan peninjau
sastra, Muhammad Yamin dianggap sebagai
pemula penyair dalam khasanah sastra Indonesia
modern. Setelah dewasa dan matang, dia terjun
ke gelanggan politik dan tidak mencipta karya
sastra lagi.
Beberapa karyanya yang terkenal ialah sebagai
berikut :

36
Bukit Barisan
Hijau tampaknya Bukit Barisan

Berpuncak Tanggamus dengan Singgalang


Putuslah nyawa hilanglah badan
Lamun hati terkenal pulang
Gunung tinggi diliputi awan
Berteduh langit malam dan siang
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang belulang
Habislah tahun berganti jaman
Badan merantau sakit dan senang
Membawakan diri untung dan malang
Di tengah malam terjaga badan
Terkenang bapak sudah berpulang
Berteduh selasih kemboja sebatang

Perasaan
Hatiku rawan bercampur hibur
Mendengarkan riak desir-mendesir
37
Menuju ke pantai di tepi bergisir
Berlagu dendang sumber-menyumber.
Ombak bergulung hambur-menghambur
Mencari tepi tanah pesisir
Lalu terhempas di padang pasir
Buih berderai, putih bertabur.
Duduk begini di bulan terang
Mendengarkan gelombang memecah di karang
Rasakan putus jantungku gerang
Setelah selebu sedemikian menyerang
Terdengarlah suara merdu menderang:
‘Perasaan tinggi pemuda sekarang’

Pada tahun 1928 Yamin menerbitkan


kumpulan sajaknya yang berjudul Indonesia,
Tumpah Darahku. Penerbitan itu bertepatan
dengan Kongres Pemuda yang melahirkan
Sumpah Pemuda yang terkenal itu. Dalam
kumpulan sajak ini, Yamin tidak lagi menyanyikan
Pulau Perca atau Sumatera saja, melainkan telah
menyanyikan kebesaran dan keagungan
Nusantara. Dalam salah satu sajaknya, ia

38
mengatakan demikian: ‘….. kita sedarah
sebangsa/bertanah air di Indonesia’.
Keagungan dan keluhuran masa silam
bangsanya menimbulkan pula kesadaran pada
diri Yamin bahwa:

Buat kami anak sekarang


Sejarah demikian tanda nan terang
Kami berpoyong asal nan gadang
Bertenaga tinggi petang dan pagi

Di atas terbaca warna nasionalisme dalam


sajak-sajak Muhammad Yamin. Di samping itu,
adanya Kongres Pemuda yang melahirkan
Sumpah Pemuda itu juga memegang peranan
yang amat penting. Dengan adanya sumpah
pemuda itu kesadaran nasional semakin
meningkat dan organisasi-organisasi pemuda
yang semula bersifat kedaerahan mulai
mengubah dirinya ke arah nasionalistis. Hal ini
dapat dikatakan berpengaruh pada pandangan
Yamin sebagai penyair dan peranannya yang
ingin disumbangkannya untuk kejayaan bangsa

39
dan negaranya. Sebagai pemuda yang mencita-
citakan kejayaan masa depan bangsanya, ia tetap
mengenang kegemilangan masa silam
bangsanya:

Adapun kami anak sekarang


Mari berjejrih berbanting tulang
Menjaga kemegahan jangalah hilang,
Supaya lepas ke padang yang bebas
Sebagai poyangku masa dahulu,
Karena bangsaku dalam hatiku
Turunan Indonesia darah Melayu

Guru Besar Ilmu Sejarah dari Universitas


Monash Australia, M.C. Ricklefs, misalnya,
mengatakan, "Muhammad...menjadi salah satu
pemimpin politik Indonesia yang paling radikal,
meninggalkan bentuk-bentuk pantun dan syair
dan menerbitkan sajak-sajak pertama yang
benar-benar modern dalam tahun 1920—1922".
Ricklefs selanjutnya menambahkan, "Yamin
menulis sekumpulan sajak yang diterbitkan tahun
1929 dengan judul Indonesia Tumpah Darahku.

40
Sajak-sajak tersebut mencerminkan keyakinan di
kalangan kaum terpelajar muda bahwa pertama-
tama mereka adalah orang Indonesia, dan baru
yang kedua orang Minangkabau, Batak, Jawa,
Kristen, Muslim, atau apa saja".

Sebagai politikus terpelajar, selain aktif di


lapangan politik dan pemerintahan, Muhammad
Yamin masih sempat membuahkan beberapa
karya yang sekaligus juga memperlihatkan
minatnya di lapangan kebudayaan.

Selain menulis karya asli, Yamin juga


dikenal sebagai penerjemah. Beberapa karya
terjemahannya, antara lain, adalah Menanti Surat
dari Raja (1928) dan Di Dalam dan di Luar
Lingkungan Rumah Tangga (1933), keduanya
dari karya asli Rabindranath Tagore dan Julius
Caesar (1951) karya Willdiam Shakespearwe,
sedangkan karyanya yang menyangkut sejarah
dan kebudayaan umum, antara lain, Gadjah Mada
(1946), Pangeran Dipanegara (1950), dan 6000
Tahun Sang Merah Putih (1954).

41
Ajip Rosidi (1975:18—19) Membicarakan
Puisi Indonesia Jilid 1 dalam bukunya
menguraikan ihwal kepeloporan penggunaan
bahasa ini sebagai bahasa ilmu dan kesusastraan
yang modern.

Karya dan Penghargaan

42
Karya-karyanya :
Tanah Air (puisi), 1922
Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (drama), 1932
Ken Arok dan Ken Dedes (drama), 1934
Sedjarah Peperangan Dipanegara, 1945
Tan Malaka, 1945
Gadjah Mada (novel), 1948
Sapta Dharma, 1950
Revolusi Amerika, 1951

43
Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia,
1951
Bumi Siliwangi (Soneta), 1954
Kebudayaan Asia-Afrika, 1955
Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang
Demokrasi, 1956
6000 Tahun Sang Merah Putih, 1958
Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960,
3 jilid
Ketatanegaraan Madjapahit, 7 jilid

Penghargaan :
 Bintang Mahaputra RI, tanda penghargaan
tertinggi dari Presiden RI atas jasa-jasanya
pada nusa dan bangsa
 Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer
sebagai pencipta lambang Gajah Mada dan
Panca Darma Corps
 Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas
jasanya menciptakan Pataka Komando
Cadangan Strategis Angkatan Darat

44
Di Jakarta, dalam usia 59 tahun yaitu pada
tanggal 17 Oktober 1962 Muhammad Yamin tutup
usia. Walaupun pada masa dewasanya ia praktis
meninggalkan lapangan sastra dan lebih banyak
berkecimpung dalam lapangan politik dan
kenegaraan ia telah meninggalkan karya-karya
yang berarti dalam perkembangan sastra
Indonesia.

45
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_
Yamin

http://www.biografiku.com/2010/03/biogr
afi-muhammad-yamin.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pe
muda

http://www.jendelasastra.com/dapur-
sastra/dapur-jendela-sastra/lain-
lain/puisi-puisi-muhammad-yamin

http://www.infobiografi.com/biografi-dan-
profil-lengkap-mohammad-yamin-
pahlawan-nasional-indonesia/

46
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastr
a/artikel/Muhammad_Yamin

https://www.wonderfulminangkabau.com/
biografi-mohammad-yamin/

https://id.wikipedia.org/wiki/Jong_Sumatr
anen_Bond

http://petriways.blogspot.com/2017/12/ru
musan-dasar-negara-menurut-ir.html

http://legalstudies71.blogspot.com/2017/
09/rumusan-pancasila-pada-piagam-
jakarta.html

47
RIWAYAT PENULIS

Rosa Aisya Ryandana, lahir di Jakarta pada


tanggal 11 Januari tahun 2001 dari pasangan
Dani Rokhimat dan Mona Salanti. Sejak lahir
tinggal di Jakarta. Pernah menempuh pendidikan
di TK Tunas Muda III, Jakarta. Kemudian
menamatkan sekolah dasar di SDN 03 Pagi
Cibubur, Jakarta Timur. Selanjutnya menempuh
pendidikan di SMPN 258 Jakarta. Dan saat ini
sedang menjalani pendidikan di SMAN 99
Jakarta.

48
49

Anda mungkin juga menyukai