Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1 Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis.

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya.5

2.1.2 Epidemiologi

Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dari

22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia

sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan

TB, yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/MDR).5

2.1.3 Diagnosis

 Anamnesis

SuspekTB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.

Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu,

yang disertai:

a. Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau

5
b. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat

badan, keringat malam dan mudah lelah).5

 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali

menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar suara napas

bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apeks paru,

tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

 Pemeriksaan Penunjang

a. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.

b. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA)

ataukultur kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagi-

sewaktu.

c. Untuk TB non-paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung,

cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.

d. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/top lordotik.

Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-

bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas

jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai

yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis

(penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).5

 Penegakan Diagnosis (Assessment)

a. Diagnosis Pasti TB

6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes

tuberkulin pada anak).5

b. Kriteria Diagnosis

Berdasarkan International Standards for Tuberkulosis Care

(ISTC 2014) Standar Diagnosis

a) Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan

harus waspada terhadap individu dan grup dengan faktor risiko

TB dengan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaan

diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB.

b) Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung

selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus

dievaluasi untuk TB.

c) Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu

mengeluarkan dahak, harus diperiksa mikroskopis spesimen

apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1 spesimen sputum

untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*, yang diperiksa di

laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya

adalah spesimen pagi.

d) Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen

dari organ yang terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis

dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai

7
pilihan uji mikrobiologis untuk pasien terduga meningitis

karena membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat.

e) Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak.

Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF* negatif pada pasien

dengan gejala klinis yang mendukung TB, sebaiknya segera

diberikan pengobatan antituberkulosis setelah pemeriksaan

kultur.5

2.1.4 Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

a. Tujuan pengobatan:

 Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan

produktivitas pasien.

 Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.

 Mencegah kekambuhanTB.

 Mengurangi penularan TB kepada orang lain.

 Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya

b. Prinsip-prinsip terapi:

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk

kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan

dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari

penggunaan monoterapi.

8
B. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose

Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.

C. Obat ditelan sekaligus (singledose) dalam keadaan perut kosong.

D. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban

tanggung jawab kesehatan masyarakat.

E. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang

belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama.

F. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai,

diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien

(patientcenteredapproach) dan dilakukan dengan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang

pengawas menelan obat.

G. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator

penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada

akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.

H. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan

efek samping harus tercatat dan tersimpan.5

Tabel 2.1 Dosis Obat Anti Tuberkulosis KDT/FDC


Fase Intensif Fase Lanjutan
Berat Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu
Badan R/H/Z/E R/H/Z R/H/Z/ R/H R/H
150/75/400/275 150/75/40 10/150/500 150/75 150/150
30/37 2 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4 4
>71 5 5 5 5 5

9
Tabel 2.2 Dosis obat TB berdasarkan berat badan (BB)
Rekomendasi dosis dalam mg/kgbb
Obat Harian 3x/minggu
INH 5 (4-6) max 300 mg/hr 10(8-12) max 900 mg/dosis
RIF 10 (8-12) max 600 mg/hr 10(8-12) max 600 mg/dosis
PZA 25(20-30) max 1600 mg/hr 35(30-40)max 2400 mg/dosis
EMB 15(15-20) max 1600 mg/hr 30(25-35)max 2400 mg/dosis

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan5

A. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid,

pirazinamid dan etambutol.

a. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis

obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum

setiap hari dan diawasi secara langsung untuk menjamin

kepatuhan minum obat dan mencegah terjadinya kekebalan obat.

b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya

penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif

(konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah

terjadi konversi pengobatan dilanjutkan dengan tahap lanjut.

B. Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan isoniazid

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan

isoniazid), namun dalam jangka waktu yang lebih lama (minimal

4 bulan).

b. Obat dapat diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat

program) atau tiap hari (obat non-program).

10
c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :5

A. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap

hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam

seminggu. Jadi lama pengobatan seluruhnya 6 bulan.

B. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal

pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal

pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah

suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal

diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan,

3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.

C. OAT sisipan : HRZE

Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi)

pada akhir pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2,

maka diberikan pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

c. Konseling dan Edukasi5

a) Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang

penyakit tuberkulosis

b) Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur.

11
c) Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan

2.1.5 Kriteria Rujukan5

A. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan

perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu

B. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)

C. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu

D. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)

E. SuspekTB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.

2.1.6 Peralatan5

A. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.

B. Radiologi

C. Uji Gen Xpert-RifMTB jika fasilitas tersedia

2.1.7 Prognosis

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi

sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid,

prognosis menjadi kurang baik.5

Kriteria hasil pengobatan:

a) Sembuh : pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap

dan pemeriksaan apusan dahak ulang (followup), hasilnya negatif

pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

12
b) Pengobatan lengkap : pasien yang telah menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan

apusan dahak ulang pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan

sebelumnya.

c) Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena

sebab apapun.

d) Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-

turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

e) Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.

f) Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan

pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.5

2.1.8 Efek Samping

Sebagian besar pasien TB paru dapat menyelesaikan pengobatan

tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek

samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek

samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping

yang terjadi dapat yaitu:6

A. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada

syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini

dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg

13
perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut

pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai

defisiensi piridoksin (syndrompellagra) Efek samping berat dapat

berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5%

penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan

OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan

khusus.

B. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya

memerlukanpengobatan simptomatis ialah:

 Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

 Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,

muntah kadang-kadang diare

 Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,

muntah kadang-kadang diare.8

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

 Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut

OATharus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB

parupada keadaan khusus

 Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.

Bilasalah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera

dihentikandan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah

menghilang

14
 Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas. Rifampisin

dapat menyebabkan warna merah pada air seni,keringat, air mata

dan air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses

metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus

diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak

perlu khawatir.

C. Piranizamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat

(penatalaksanaan sesuai pedoman TB paru pada keadaan khusus).

Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat

menyebabkan serangan arthritis gout, hal ini kemungkinan

disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.

Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi

kulit yang lain.

D. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.31

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis

yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB

perhari atau 30mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan

penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah

obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak

karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

15
E. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek

samping tersebutakan meningkat seiring dengan peningkatan dosis

yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat

pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek

samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan

kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat

segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan

diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan

menetap (kehilangan keseimbangan dantuli). Reaksi hipersensitiviti

kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit

kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan

ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga

yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi

ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin

dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada

perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.9,10

2.1.9 Komplikasi

TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB

paru dibedakan menjadi dua, yaitu:7

16
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,

laryngitis, usus.

2. Komplikasi pada stadium lanjut: Komplikasi-komplikasi yang sering

terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:

a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang

dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau

syok hipovolemik

b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)

pada paru

d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang

pecah

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi,

ginjal, dan sebagainya.9,10

2.2 Sistem

Evaluasi program P2TB di Puskesmas Rawat Inap Sarolangun

menggunakan pendekatan sistem, yaitu merupakan suatu penerapan dari cara

berpikir yang sistematis dan logis dalam membahas dan mencari pemecahan dari

suatu masalah atau keadaan yang dihadapi. Dalam hal ini program atau

organisasi dipandang menjadi suatu sistem yang terdiri dari komponen-

komponen sistem.8

17
2.2.1. Definisi Sistem

Sistem dapat memiliki beberapa makna.8

A. Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling

dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai

satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang

telah ditetapkan (Ryans)

B. Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-

fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit

organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif

dan efisien (John McManama)

C. Sistem adalah kumpulan dari bagian-bagian yang berhubungan dan

membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-masing

bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai

sasaran kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula

D. Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai

elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan

sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

Jika diperhatikan dalam keempat pengertian sistem ini, terlihat bahwa

pengertian sistem secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam,

yakni sebagai suatu wujud dan sebagai suatu metoda.8

A. Sistem sebagai suatu wujud

Suatu sistem disebut sebagai suatu wujud, apabila bagian-

bagian atau elemen-elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut

18
memberikan suatu wujud yang ciri-cirinya dapat dideskripsikan

dengan jelas.

B. Sistem sebagai suatu metode

Suatu sistem disebut sebagai suatu metode, apabila bagian atau

elemen-elemen yang terhimpun dalam sistem tersebut membentuk

suatu metode yang dapat dipakai sebagai alat dalam melakukan

pekerjaan administrasi. Pemahaman sistem sebagai suatu metode

berperanan besar dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah

yang dihadapi oleh suatu sistem. Populer dengan sebutan

pendekatan sistem (systemapproach) yang pada akhir-akhir ini

banyak dimanfaatkan pada pekerjaan administrasi.

2.2.2 Unsur-unsur Sistem

Unsur-unsur yang terdapat dalam sistem dapat dikelompokkan menjadi

enam unsur yaitu :8

a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat

dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem

tersebut. Dalam sistem pelayanan kesehatan, masukan terdiri dari

tenaga, dana, metode, sarana/material.

b. Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat

dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi

keluaran yang direncanakan. Dalam sistem pelayanan kesehatan

19
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

penilaian.

c. Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.

d. Umpan balik (feedback) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi

sistem tersebut.

e. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu

sistem.

f. Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak

dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap

sistem. 8

Lingkungan

Masukan Proses Keluaran Dampak

Umpan Balik

Gambar 2.1 Enam unsur sistem yang saling mempengaruhi

20
2.2.3 Pendekatan Sistem

Suatu sistem pada dasarnya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan

tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentuknya sistem tersebut,

perlu dirangkai berbagai unsur atau elemen sedemikian rupa sehingga

secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersama-

sama berfungsi untuk mencapai tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara

kerja sistem ini diterapkan ketika menyelenggarakan pekerjaan

administrasi, maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan

nama pendekatan sistem (systemapproach).8

Terdapat beberapa definisi dari pendekatan sistem, antara lain:

a. Penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang

suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga

dapat berfungsi sebagai satu-kesatuan mencapai tujuan yang telah

ditetapkan (L. James Harvey).

b. Strategi yang menggunakan metode analisa, desain dan manajemen

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan

efisien.

c. Penerapan dari cara berpikir yang sistematis dan logis dalam

membahas dan mencari pemecahan dari suatu masalah atau keadaan

yang dihadapi.

Dalam suatu pendekatan sistem, dua proses utama yang

dikerjakan adalah (1) menguraikan sesuatu untuk mencari masalah

dan (2) membentuk sesuatu untuk menyusun jalan keluar.12

21
Keuntungan dari pendekatan sistem adalah dapat menilai masukan

secara efisien, menilai proses secara efektif, menilai keluaran secara

optimal, dan menilai umpan balik secara adekuat. Akan tetapi,

pendekatan sistem memiliki kelemahan, yaitu terjebak pada detail

sehingga sulit menarik kesimpulan.8

2.3. Evaluasi Program

Definisi evaluasi menurut The American Public Association adalah

suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari

pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.8

Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan

merupakan suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan

yang telah ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang

telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan.9 Evaluasi

merupakan proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan

yang dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai, serta dilaksanakan

sebagai upaya untuk melakukan perbaikan atas segala kegiatan.10

Berdasarkan tujuannya, evaluasi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:8

a. Evaluasi formatif

Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada tahap awal

program. Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk meyakinkan bahwa

rencana yang akan disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang

ditemukan, sehingga nantinya dapat menyelesaikan masalah tersebut.

22
b. Evaluasi promotif

Ini merupakan jenis evaluasi yang dilakukan pada saat program

sedang dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi promotif adalah untuk

mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai

dengan rencana atau tidak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat

merugikan tujuan program.

c. Evaluasi sumatif

Ini merupakan jenis evaluasi yang dilaksanakan pada saat program

telah selesai. Tujuannya adalah untuk mengukur keluaran (output) atau

dampak (impact) bila memungkinkan. Jenis evaluasi ini yang dilakukan

dalam makalah ini.

Secara umum, langkah-langkah membuat evaluasi program meliputi (1)

penetapan indikator dari unsur keluaran, (2) penetapan tolak ukur dari tiap

indikator keluaran, (3) perbandingan pencapaian masing-masing indikator

keluaran program dengan tolak ukurnya, (4) penetapan prioritas masalah, (5)

pembuatan kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan, (6)

pengidentifikasian penyebab masalah, (7) pembuatan alternatif pemecahan

masalah, (8) penentuan prioritas cara pemecahan masalah yang dirangkum

dalam kesimpulan dan saran.9

23

Anda mungkin juga menyukai