Anda di halaman 1dari 71

Pengantar

Eksperimen Fisika
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si[1] Endah Purnomosari,S.T. [2]
[1] Staf Pengajar Lab.Fisika Politeknik STT Tekstil, Bandung
[2] PLP Laboratorium Fisika, Politeknik STT Tekstil, Bandung
PENGANTAR EKSPERIMEN FISIKA

Penulis:

Valentinus Galih V.P., M.Sc.


Endah Purnomosari, S.T.
PENGANTAR EKSPERIMEN FISIKA
Penulis :
Valentinus Galih V.P., M.Sc

Endah P., S.T

ISBN :978-602-72713-0-2
Editor :
Fransiska Vidiyana, S.T

Penyunting :
Andi Risnawan, S.T

Desain Sampul dan :


Tata Letak
Agustinus Budi, S.S

Penerbit :
CV. Mulia Jaya

Redaksi :
Jalan Anggajaya II No. 291-A,
Condong Catur
Kabupaten Sleman, Yogyakarta
Telp: 0812-4994-0973
cv.muliajaya291@yahoo.com

Cetakan Pertama Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii


KATA PENGANTAR v
BAB 1 TEORI RALAT 1
1 PENDAHULUAN 1
2 DASAR TEORI 1
3 METODE EKSPERIMEN 7
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
5 KESIMPULAN DAN SARAN 9
6 DAFTAR PUSTAKA 9
BAB 2 DENSITAS MASSA 10
1 PENDAHULUAN 10
2 DASAR TEORI 11
3 METODE EKSPERIMEN 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
5 KESIMPULAN DAN SARAN 16
6 DAFTAR PUSTAKA 16
BAB 3 AEROMETER 17
1 PENDAHULUAN 17
2 DASAR TEORI 18
3 METODE EKSPERIMEN 19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19
5 KESIMPULAN DAN SARAN 22
6 DAFTAR PUSTAKA 23
BAB 4 GETARAN (KONSTANTA PEGAS) 24
1 PENDAHULUAN 24
2 DASAR TEORI 24
3 METODE EKSPERIMEN 29
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30
5 KESIMPULAN DAN SARAN 32
6 DAFTAR PUSTAKA 33
BAB 5 NERACA MOHR 34
1 PENDAHULUAN 34
2 DASAR TEORI 35
3 METODE EKSPERIMEN 36
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 37
5 KESIMPULAN DAN SARAN 37
6 DAFTAR PUSTAKA 38
BAB 6 KOEFISIEN MUAI THERMAL 39
1 PENDAHULUAN 39
2 DASAR TEORI 40
3 METODE EKSPERIMEN 41
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 42
5 KESIMPULAN DAN SARAN 45
6 DAFTAR PUSTAKA 45
BAB 7 MESIN ATWOOD (PULLEY) 46
1 PENDAHULUAN 46

iii
2 DASAR TEORI 46
3 METODE EKSPERIMEN 48
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 49
5 KESIMPULAN DAN SARAN 52
6 DAFTAR PUSTAKA 53
APPENDIKS 54
BIOGRAFI PENULIS 65

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat tak terhingga
sehingga penulis dapat menyeleseikan buku ini. Buku ini ditulis dengan maksud untuk membantu pelajar
dan mahasiswa dalam melakukan ekperimen fisika.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan buku ini,
yaitu :
1. Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
2. Kepala Jurusan Teknik Tekstil atas bantuan supportnya
3. Kepala Laboratorium Fisika Dasar
4. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya

Kami menyadari bahwa dalam buku ini ada sejumlah kekurangan. Oleh karena itu, saran dan komentar
sangat dinantikan untuk perbaikan selanjutnya. Meskipun demikian, kami tetap berharap semoga buku
ini bermanfaat.

Bandung, 12 Januari 2015

Penulis

v
BAB 1 TEORI RALAT
[1] [2]
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si Endah P.S.T.
[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
[2]
PLP Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Abstrak
Pada eksperimen ini akan diberikan cara menggunakan teori ralat untuk mengukur luas permukaan balok
(lempangan A suatu benda berbentuk balok). Pengukuran menggunakan suatu volume tertentu dengan
pengabaian ketebalan balok ( untuk pengukuran luas permukaan balok) dan menggunakan alat ukur penggaris.
Eksperimen akan dilakukan secara pengukuran tunggal dan pengukuran berulang. Hasil yang didapatkan adalah
luasan balok pengukuran tunggal 𝐴 ± ∆𝐴 = 1,35 ± 0,01 . 102 𝑐𝑚2 . pengukuran berulang dapat dilakukan ol eh
praktikan untuk memperlihatkan bahwa ralat pengukuran berulang akan menghasilkan ralat yang lebih baik.
Tujuan dari eksperimen ini adalah praktikan mempunyai kemampuan menggunakan teori ralat dalam melakukan
eksperimen serta mengerti cara penulisan ilmiah.

Keyword: Teori ralat, Pengukuran Tunggal, Pengukur an Berulang

1. PENDAHULUAN

Di dalam melakukan pengukuran seperti panjang, massa, waktu dan sebagainya terdapat suatu
keterbatasan alat ukur dan keterbatasan panca indera yang dapat mengakibatkan hasil pengukuran yang
teramati menjadi berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lain, walaupun objek yang diamati
dan alat ukur yang digunakan adalah sama, semisal dalam mengukur panjang suatu bahan.menurut
Halliday (1997), mengatakan bahwadi dalam dunia internasional (National Institute of Standards and
Technology (NIST) di Gaithersburg, Maryland) telah disepakati bahwa cara untuk melakukan pengukuran
eksperimental di dunia teknik dan sains harus memperlihatkan nilai ketidakpastian ( teori ralat).Tanpa
adanya nilai ketidakpastian ini, maka suatu eksperimen menjadi tidak ada artinya
(meaningless).Umumnya dalam melakukan pengukuran dapat dituliskan 𝑥 ± ∆𝑥, yang bermakna x adalah
besaran yang teramati, sedangkan ∆𝑥 adalah nilai ralatnya atau angka ketidakpastian. Pada bab ini akaPn
dibahas bagaimana cara menentukan teori ralat dari suatu pengukuran.

2. DASAR TEORI

2.1. Ralat dari Pengukuran Tunggal

Dalam melakukan pengukuran tunggal ( sekali pengukuran) dapat digunakan ralat tunggal, umumnya
1
untuk menentukan ralat tunggal yaitu dengan menggunakan 𝑁𝑆𝑇, yaitu setengah sekala terkecil ( misal
2
1 1 1
pengukuran menggunakan penggaris ∆𝑥 = 0,1 = 0,05) , tetapi dapat pula digunakan 𝑁𝑆𝑇, 𝑁𝑆𝑇 dsb,
2 3 5

sesuai dengan kepastian pengukurnya.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 1


2.2. Ralat dari Pengukuran Berulang

Dalam melakukan pengukuran berulang(minimal tiga kali pengukuran) dapat digunakan ralat berulang,
umumnya untuk menentukan ralat berulang yaitu dengan menggunakan standar deviasi, yang merupakan
fungsi probabilitas. Menurut Boas (2006) untuk x adalah suatu besaran yang terukur secara eksperimen
dan dilakukan sebanyak Ni kali untuk tiap 𝑖 dengan menggunakan metode yang sama ( semisal mengukur
panjang suatu benda pada daerah yang sama) dan dilakukan suatu pengukuran total secara berulang
sebanyak N kali pengukuran untuk total pengukuran 𝑖, semisal daerah ukur panjangnya berbeda cara
dalam mengamati ( vertical atau horizontal) , seperti pada Gambar-1 di bawah

Posisi horizontal Posisi vertikal


Gambar-1 Pengukuran berulang

Besar rerata( harga ekspektasi) atau averagevalue dari pengukuran untuk 𝑝𝑖 adalah suatu fungsi
probabilitas 𝑓 𝑥 𝑖 dengan sebanyak Ni kali, maka dapat dituliskan sebagai berikut ( Boas, 2006)

𝑛 𝑛
1
𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑜𝑓 𝑥 = 𝐸(𝑥) = 𝜇 = 𝑥 = 𝑥 = 𝑁𝑖 𝑥𝑖 = 𝑝𝑖 𝑥𝑖 … (1)
𝑁
𝑖=1 𝑖=1

𝑝𝑖 adalah suatu fungsi probabilitas 𝑓 𝑥𝑖 dengan pengukuran Ni sebanyak sekali pengukuran tetapi
dilakukan pengukuran berulang sebanyak N kali pengukuran dengan metode yang diubah , maka besar
rerata pengukuran adalah

𝑛 𝑛
1
𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑜𝑓 𝑥 = 𝜇 = 𝑥 = 𝑥 = 𝑥𝑖 = 𝑝𝑖 𝑥𝑖 … (2)
𝑁
𝑖=1 𝑖=1

Untuk menentukan besar penyebaran data ( dispersion/ spread) maka pertama-tama dilakukan pendataan
seberapa besar perbedaan tiap pengukuran terhadap rerata atau nilai average value-nya, beberapa dari
deviasi ini akan bernilai positif dan negative. Dan jika direratakan hasil ini, maka akan didapatkan nilai
nol, maka setiap deviasi haruslah dikuadratkan, sehingga kita dapatkan besar variasi dari random variable
yang merupakan sebaran datanya, yaitu sebesar

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 2


𝑛 𝑛

𝑠2 = 𝑉𝑎𝑟 𝑥 = 𝑓(𝑥 𝑖 ) 𝑥𝑖 − 𝑥 2= 𝑝𝑖 𝑥 𝑖 − 𝑥 2 … (3)

𝑖=1 𝑖=1

Variansi umumnya disebut sebagai dispersion jika besar data xi nilainya mendekati reratanya, maka nilai
variansi-nya kecil, sehingga 𝑉𝑎𝑟 𝑥 kecil. Besar sebaran data pengukuran adalah akar dari 𝑉𝑎𝑟 𝑥 yang
biasa disebut sebagai deviasi standar dari x yang dapat dituliskan sebagai berikut ( Boas, 2006)

𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 = 𝜎𝑒𝑟𝑟 = 𝑥 𝑖 − 𝑥 = 𝑆𝑒𝑟𝑟 ≈ 𝑉𝑎𝑟(𝑥) … (4)

Untuk menentukan besar deviasi standar sebagai fungsi 𝑉𝑎𝑟(𝑥), maka dapat digunakan rumusan berikut

𝑠2 = 𝑝𝑖 𝑥𝑖 − 𝑥 2 … (5)

𝑖=1

Untuk 𝑝𝑖 adalah suatu konstanta, maka

𝑛 𝑛

𝑠 2 = 𝑝𝑖 𝑥𝑖 − 𝜇 − 𝑥 − 𝜇 2 = 𝑝𝑖 𝑥𝑖 − 𝜇 2 − 2 𝑥𝑖 − 𝜇 𝑥 − 𝜇 + 𝑥 − 𝜇 2 … (6)
𝑖=1 𝑖=1

𝑠2 ≅ 𝜎𝑥 2 + 𝑝𝑖 −2 𝑥𝑖 − 𝜇 𝑥 − 𝜇 + 𝑥 − 𝜇 2 … (7)
𝑖=1

Menurut Boas ( 2006) dapat diperlihatkan bahwa

𝑛 𝑛

𝑝𝑖 −2 𝑥 𝑖 − 𝜇 𝑥 −𝜇 + 𝑥 − 𝜇 2 ≅ 𝑝𝑖 − 𝑥 − 𝜇 2 … (8)
𝑖=1 𝑖=1

𝑠 2 = 𝜎𝑥 2 − 𝑝𝑖 𝑥 − 𝜇 2 … (9)
𝑖=1

2
𝑛 𝑛

𝑠 2 = 𝜎𝑥 2 − 𝑝𝑖 𝑝𝑗 𝑥𝑗 − 𝜇 … (10)
𝑖=1 𝑗=1

Untuk fungsi distribusi 𝑝𝑖 = 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡 = 1/𝑁, maka

2
𝑛 𝑛
𝑁𝜎𝑥 1 2 1
𝑠2 = − 𝑥𝑗 − 𝜇 … (11)
𝑁 𝑁 𝑁
𝑖=1 𝑗=1

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 3


Dengan nilai

2
𝑛
1 1 2
𝑥𝑗 − 𝜇 = 𝑥𝑗 − 𝜇
𝑁 𝑁
𝑗=1

Maka didapatkan bahwa

𝑛 𝑛
𝑁𝜎𝑥 2 1 1
𝑠2 = − (𝑥 − 𝜇) 2 … (12)
𝑁 𝑁 𝑁 𝑗
𝑖=1 𝑗 =1

𝑁𝜎𝑥 2 𝜎𝑥 2 𝑁−1
𝑠2 = − = 𝜎𝑥 2 … (13)
𝑁 𝑁 𝑁

𝑛 𝑛
𝑁 𝑁 1
𝜎𝑥 = 𝑠2 = 𝑝𝑖 𝑥𝑖 − 𝑥 2 = 𝑥𝑖 − 𝑥 2 … (14)
𝑁 −1 𝑁−1 𝑁−1
𝑖=1 𝑖=1

𝑛 𝑛
1 2
1
𝜎𝑥 = 𝑥𝑖 − 𝑥 = 𝑥 𝑖 2 − 2𝑥𝑖 𝑥 + 𝑥 2 … (15)
𝑁− 1 𝑁− 1
𝑖=1 𝑖=1

Jika nilai 𝜎𝑥 dibagi dengan 𝑁, yang merupakan standar deviasi 𝜎𝑒𝑟𝑟 ( Boas, 2006)

𝑛
𝑛 2
𝜎𝑥 1 1 2 𝑖=1𝑥𝑖 − 𝑥
𝜎𝑒𝑟𝑟 = = 𝑥𝑖 − 𝑥 = … (16)
𝑁 𝑁 𝑁−1 𝑁(𝑁 − 1)
𝑖=1

Bentuk lain dari persamaan ini adalah

𝜎𝑥 1
𝜎𝑒𝑟𝑟 = = 𝑥𝑖 2 − 2 𝑥 𝑥𝑖 + 𝑥 2 … (17)
𝑁 𝑁 𝑁 −1

2
𝜎𝑥
1 𝑁 𝑥 𝑖 2 − 2 𝑥 𝑖 𝑥𝑗 + 𝑁 −1 𝑥𝑗
𝜎𝑒𝑟𝑟 = = … (18)
𝑁 𝑁 𝑁−1

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 4


1 2
𝜎𝑥 1 𝑁 𝑥𝑖 2 − 2 − 𝑥𝑗
𝑁
= = ⋯ (19)
𝑁 𝑁 𝑁−1

2
𝜎𝑥 1 𝑁 𝑥𝑖 2 − 𝑥𝑗
≅ … (20)
𝑁 𝑚𝑎𝑥
𝑁 𝑁−1

2
1 𝑁 𝑥𝑖 2 − 𝑥𝑗
𝜎𝑒𝑟𝑟 𝑚𝑎𝑥 ≅ … (21)
𝑁 𝑁 −1

𝜎𝑒𝑟𝑟 adalah error standar , yang merupakan harga sebaran estimasi dari nilai rerata 𝑥 . Persamaan (16)
dan persamaan (21) dapat digunakan sebagai ralat dari pengukuran berulang. Persamaan (21) akan
memperlihatkan nilai pengukuran ralat berulang yang maksimum. Kedua persamaan dapat digunakan
untuk memperlihatkan besar standar deviasi sebaran data eksperimen.

2.3. Ralat Lebih dari Satu Variabel Pengukuran Tunggal

Ralat untuk satu variable telah dijabarkan pada subbab sebelumnya baik secara pengukuran tunggal
ataupun secara pengukuran berulang. Dalam hal pengukuran tunggal untuk ralat lebih dari satu variable
sebagai contoh adalah volume 𝑉(𝑝, 𝑙, 𝑡) yang mana volume adalah sebagai fungsi panjang, lebar dan
tinggi

𝑉 𝑝𝑖 ,𝑙 𝑖 ,𝑡𝑖 = 𝑝𝑖 . 𝑙𝑖 .𝑡𝑖 = 𝑝. 𝑙. 𝑡

Untuk mendapatkan besar ralat volume pengukuran tunggal, maka dapat digunakan deret Taylor

𝑉 𝑝, 𝑙, 𝑡
𝜕𝑉 1 𝜕2 𝑉 2+
𝜕𝑉 1 𝜕2 𝑉 2
= 𝑉𝑜 + 𝑝− 𝑝 + 𝑝− 𝑝 𝑙− 𝑙 + 𝑙− 𝑙
𝜕𝑝 2 𝜕𝑝 2 𝜕𝑙 2 𝜕𝑙 2
𝜕𝑉
+ 𝑡− 𝑡 + ⋯ … (22)
𝜕𝑡

𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝑉 𝑝, 𝑙, 𝑡 = 𝑉𝑜 + 𝑝− 𝑝 + 𝑙− 𝑙 + 𝑡− 𝑡 + ⋯ … (23)
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡

𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝑉 𝑝, 𝑙, 𝑡 − 𝑉𝑜 = 𝑝− 𝑝 + 𝑙− 𝑙 + 𝑡 − 𝑡 … (24)
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 5


𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝑉 𝑝, 𝑙, 𝑡 = 𝑉𝑜 + 𝑝− 𝑝 + 𝑙− 𝑙 + 𝑡− 𝑡 = 𝑉𝑜 ± 𝜎𝑉𝑜𝑙 … (25)
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡

Dengan mengingat bahwa 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 = 𝜎𝑒𝑟𝑟 = 𝑥𝑖 − 𝑥 , maka

𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝜎𝑉𝑜𝑙 = 𝜎𝑝 + 𝜎𝑙 + 𝜎
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡 𝑡

Nilai ralat haruslah mutlak, maka

𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝜎𝑉𝑜𝑙 = 𝜎𝑝 + 𝜎𝑙 + 𝜎 … (26)
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡 𝑡

𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
∆𝑉 = ∆𝑝 + ∆𝑙 + ∆𝑡 … (27)
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡

Persamaan (27) adalah nilai ralat pengukuran tunggal V= 𝑉𝑜 ± 𝜎𝑉𝑜𝑙

2.4. Ralat Lebih Satu variable Pengukuran Berulang

Ralat untuk satu variable telah dijabarkan pada subbab sebelumnya baik secara pengukuran tunggal
ataupun secara pengukuran berulang. Dalam hal pengukuran berulang untuk ralat lebih dari satu variable
sebagai contoh adalah volume 𝑉(𝑝, 𝑙, 𝑡) yang mana volume adalah sebagai fungsi panjang, lebar dan
tinggi 𝑉 𝑝𝑖 ,𝑙 𝑖 ,𝑡𝑖 = 𝑝𝑖 . 𝑙𝑖 .𝑡𝑖 = 𝑝. 𝑙. 𝑡, maka untuk mendapatkan besar ralat volume pengukuran berulang,
yaitu melalui kaitan suatu fungsi yang memiliki suatu sifat

𝑓 𝑤 = 𝑓 𝑥. 𝑦. 𝑧 = 𝑓 𝑥 + 𝑓 𝑦 + 𝑓 𝑧 … (28)

𝑓 𝜎𝑉𝑜𝑙 2 = 𝑓 𝜎𝑝 2 + 𝑓 𝜎𝑙 2 + 𝑓 𝜎𝑡 2 … (29)

2 2 2
𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝜎𝑉𝑜𝑙 2 = 𝜎𝑝 2 + 𝜎𝑙 2 + 𝜎𝑡 2 … (30)
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡

2 2 2
𝜕𝑉 2
𝜕𝑉 2
𝜕𝑉
𝜎𝑉𝑜𝑙 = 𝜎𝑝 + 𝜎𝑙 + 𝜎𝑡 2 … (31)
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡

Persamaan (31) adalah nilai ralat pengukuran berulang

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 6


2.5. Penulisan Angka Penting

Dalam hal penulisan angka penting dapat menggunakan rumusan angka penting (A.P) yaitu

∆𝑥
𝐴. 𝑃 = . 100% … (32)
𝑥
Dapat dilihat pada Tabel-1 aturan sebagai berikut

Tabel-1 Aturan angka penting


No Nilai A.P Banyak angka penting
1 𝐴. 𝑃 <0,1% 4 angka penting
2 0,2% < 𝐴. 𝑃 < 10% 3 angka penting
3 A.P >10% 2 angka penting

3. METODE EKSPERIMEN

Pada metode eksperimen akan dijabarkan bagaimana metode yang digunakan serta alat dan bahan yang
dipakai dalam eksperimen ini.

3.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipakai pada eksperimen ini adalah:

 Penggaris
 Balok kayu berbagai ukuran
 Jangka sorong
 Mikrometer sekrup

3.2. Skema Percobaan


Menghitung luas balok :

Gambar-2 Skema Percobaan


3.3. Cara kerja
 Dihitung panjang dan lebar lempengan balok sekali pengukuran kemudian dihitung luas
lempengan
 Dihitung panjang dan lebar lempengan balok dengan menggunakan penggaris secara
berulang sebanyak 10 kali dan dihitung luas lempengan balok
 Dianalisa hasil kedua pengukuran tersebut

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 7


4. HASIL DAN PEMBAHASAN (CONTOH HASIL UJI EKSPERIMEN)

Pada perhitungan tunggal pengukuran panjang dan lebar didapatkan bahwa

𝑝 ± ∆𝑝 = 16,10 ± 0,05 𝑐𝑚

𝑙 ± ∆𝑙 = (8,40 ± 0,05)𝑐𝑚

Maka besar luas permukaan balok adalah

𝐴 = 𝑝. 𝑙 = 135,24 𝑐𝑚2

𝜕𝐴 𝜕𝐴
∆𝐴 = ∆𝑝 + ∆𝑙
𝜕𝑝 𝜕𝑙

∆𝐴 = 𝑙 ∆𝑝 + 𝑝 ∆𝑙 = 8,40 .0,05 + 16,1 .0,05 = 1,22𝑐𝑚 2

Maka penulisan angka penting

1,22
𝐴. 𝑃 = . 100% = 0,9% = 3 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔
135,24

Maka luas untuk pengukuran tunggal adalah

𝐴 ± ∆𝐴 = 1,35 ± 0,01 . 102 𝑐𝑚2

Dapat dilakukan hal yang serupa untuk pengukuran berulang untuk mendapatkan luas pengukuran
berulang yaitu melalui pengukuran panjnag dan lebar secara berulang, misalkan setelah dilakukan
pengukuran berulang didapatkan bahwa

𝑝 ± ∆𝑝 = 16,091 ± 0,001 𝑐𝑚

𝑙 ± ∆𝑙 = (8,412 ± 0,002)𝑐𝑚

Maka ralat pengukuran berulang adalah

2 2
𝜕𝐴 𝜕𝐴
𝜎𝐴 = 𝜎𝑝 2 + 𝜎𝑙 2
𝜕𝑝 𝜕𝑙

Besar luasan pengukuran berulang adalah 𝐴 ± 𝜎𝐴 .

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 8


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Telah dipelajari cara menggunakan ralat baik secara berulang maupun secara pengukuran tunggal untuk
menghitung luasan suatu permukaan balok. Hasil pengukuran tunggal adalah 𝐴 ± ∆𝐴 = 1,35 ±
0,01 . 102 𝑐𝑚2 sedangkan hasil pengukuran berulang adalah 𝐴 ± 𝜎𝐴 .

5.2. Saran

Dapat dilakukan percobaan dengan mencari volume benda, percobaan dengan bahan lain dengan
menggunakan volume suatu benda yang tidak beraturan, sehingga praktikan akan lebih mahir dalam
menggunakan teori ralat ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Mary L. Boas, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley and Sons Inc ,
Canada, 2006.

[2] Halliday, D., Resnick, R., Walker, Fundamenthal of Physics-Extended, 5th, John Wiley & Sons,
New York 1997.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 9


BAB 2 DENSITAS MASSA
[1] [2]
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si Endah P.S.T.
[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
[2]
PLP Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Abstrak
Pada eksperimen ini akan diberikan salah satu metode untuk menentukan densitas massa jenis berbagai larutan,
semisal larutan air murni, larutan air garam, larutan alkohol dsb. Pada eksperimen ini akan digunakan neraca teknis
dan persamaan Hukum newton untuk memperlihatkan bahwa teori pada hukum Newton sesuai dengan hasil
eksperimen. Teori ralat juga digunakan dalam eksperimen ini.Praktikan diminta untuk melakukan pengukuran
tunggal ataupun berulang. Tujuan dari eksperimen ini adalah praktikan mempunyai kemampuan menggunakan
teori ralat dalam melakukan eksperi men serta mengerti cara penulisan ilmiah serta dapat menggunakan neraca
teknis untuk menentukan densitas massa jenis zat cair

Keyword: Teori ralat, Pengukuran Tunggal, Densitas Massa Jenis Zat Cair

1. PENDAHULUAN

Archimedes, seorang kebangsaan Yunani (287 B.C.) adalah salah seorang


fisikawan, dan pemikir yang hebat serta dapat pula disebut matematikawan
terbesar pada jamannya. Archimeds adalah orang pertama yang
memperlihatkan hubungan antara keliling lingkaran terhadap diameter,
Archimedes juga memperlihatkan bagaimana menghitung volume dan luas
permukaan bola, silinder dan juga bentuk objek geometric yang lain.
Archimedes dikenal sebagai orang yang pertama kali juga memperkenalkan
adanya gaya Buoyant sebelum kalkulus dan Mekanika Klasik diciptakan oleh
Newton.
Dalam mempelajari prinsip kerja hokum Archimedes tentang gaya buoyant dan untuk menentukan massa
jenis zat cair, maka penjelasan Mekanika Newton atau sering disebut sebagai mekanika klasikdapat
digunakan( Galih Vidia, 2011). Mekanika Newton atau klasik adalah teori tentang gerak yang didasarkan
pada konsep massa dan gaya dan hukum-hukum yang menghubungkan konsep-konsep fisis ini dengan
besaran kinematika dan dinamika. Semua gejala dalam mekanika klasik dapat digambarkan secara
sederhana dengan menerapkan hukum Newton tentang gerak. Mekanika klasik menghasilkan hasil yang
sangat akurat dalam kehidupan sehari-hari. Pada bab ini akan diperlihatkan bahwa konsep mekanika
Newton dapat digunakan untuk menentukan dens itas massa jenis zat cair.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 10


2. DASAR TEORI

Densitas massa jenis zat dapat ditentukan menggunakan prinsip kerja mekanika Newton yaitu dengan
menggunakan prinsip kerja hukum Archimedes (Halliday, 1997). Densitas adalah massa benda tiap
volume, yaitu dengan rumusan

𝑚
𝜌= 𝑘𝑔/𝑚3 … (1)
𝑉

Untuk menghitung densitas suatu benda dapat digunakan skema percobaan sebagai berikut Gambar-1

Gambar-1 Percobaan densitas massa: a) tanpa zat cair, b) dengan zat cair (Halliday, 1997)

Keadaan tanpa zat cair

𝐹 = 0 … (2)

𝑇1 = 𝑀𝑔 … (3)

Keadaan dengan zat cair

𝐹 = 0 … (4)

𝐵 + 𝑇2 = 𝑀𝑔 … (5)

𝐵 = 𝑀𝑔 − 𝑇2 = 𝑇1 − 𝑇2 … (6)

Besar B adalah besar gaya Buoyant yang merupakan besar gaya reaksi zat cair. Karena T 1 dan T2 masing-
masing dihitung dengan menggunakan neraca teknis, maka variable yang terukur adalah massa, sehingga
besar massa zat cair dapat ditentukan dari

𝐵
= 𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 = 𝑀𝑇1 − 𝑀𝑇2 … (7)
𝑔

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 11


3. METODE EKSPERIMEN

Pada metode eksperimen akan dijabarkan bagaimana metode yang digunakan serta alat dan bahan yang
dipakai dalam eksperimen ini.

3.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipakai pada eksperimen ini adalah:

 Neraca quadrouple beam balance


 Jangka sorong
 Mikrometer sekrup
 Batang zat padat

3.2. Skema Percobaan

Dapat diperlihatkan skema percobaan eksperimen ini adalah sebagai Gambar-2dibawah

diukur panjang balok diukur massa balok diukur massa zat cair diukur massa diukur massa kenaikan
air dan gelas gaya buoyant/ g zat cair
( massa zat cair)

Gambar-2 Skema Percobaan


3.3. Cara kerja
 Dihitung panjang dan lebar lempengan batang zat padat sekali pengukuran kemudian dihitung
volume lempengan
 Dihitung massa lempengan batang zat padat
 Diukur massa air dan gelas
 Diukur gaya buoyant per konstanta percepatan grafitasi
 Diukur massa kenaikan zat cair dan densitasnya menggunakan persamaan (1)
 Dilakukan percobaan untuk zat cair yang lain

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 12


4. HASIL DAN PEMBAHASAN (CONTOH HASIL EKSPERIMEN)

Pada perhitungan tunggal pengukuran panjang , lebar dan tebal didapatkan bahwa

𝑝 ± ∆𝑝 = 3,515 ± 0,005 𝑐𝑚

𝑙 ± ∆𝑙 = (1,587 ± 0,005)𝑐𝑚

𝑡 ± ∆𝑡 = (1,587 ± 0,005)𝑐𝑚

Pengukuran dilakukan seperti pada Gambar-3

Gambar-3 Mengukur Volume Batang zat padat

Maka besar volume batang zat padat adalah

𝑉 = 𝑝. 𝑙. 𝑡 = 8,8486 𝑐𝑚3

𝜕𝐴 𝜕𝐴 𝜕𝐴
∆𝐴 = ∆𝑝 + ∆𝑙 + ∆𝑡
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡

∆𝑉 = 𝑡𝑙 ∆𝑝 + 𝑝𝑡 ∆𝑙 + 𝑝𝑙 ∆𝑡 = 0,003𝑐𝑚 3

𝑉 ± ∆𝑉 = 8,849 ± 0,003

Pengukuran massa batang zat padat dapat diperlihatkan pada Gambar-4

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 13


Gambar-4 Massa Batang zat padat

𝑚 ± ∆𝑚 = 82,15 ± 0,05 = 8,22 ± 0,01 . 10𝑔𝑟

Pengukuran T2

Gambar-5 Pengukuran T2

Didapatkan bahwa

𝑚 𝑇2 ± ∆𝑚𝑇2 = 64,45 ± 0,05 = 6,45 ± 0,01 . 10𝑔𝑟

Pengukuran T1 dan gelas kaca (massa gelas = 93,45 gr)

Gambar-6 Pengukuran T1

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 14


Didapatkan bahwa

𝑚𝑇1𝐺 ± ∆𝑚𝑇1𝐺 = 175,25 ± 0,05 𝑔𝑟

Pengukuran massa kenaikan air dan gelas secara eksperimen ( Gambar-7) didapatkan

Gambar-7 Pengukuran massa kenaikan air

Dengan massa kenaikan air dan gelas

𝑚𝐴𝐺 ± ∆𝑚𝐴𝐺 = 110,35 ± 0,05 𝑔𝑟

Secara teori didapatkan bahwa masssa zat cair dan gelas.

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 + 𝑀𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = 𝑀𝑇1 − 𝑀𝑇2 = 175,25 − 65 = 110,25

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 16,8 = (1,68 ).10 𝑔𝑟

Massa zat cair secara eksperimen adalah

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 + 𝑀𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = 110,35 𝑔𝑟

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 + 93,45 = 110,35 𝑔𝑟

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑒𝑥 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛𝑡 = 1,69 ± 0,01 . 10 𝑔𝑟

Hasil analisa teori dan hasil pengukuran eksperimen memperlihatkan hasil yang cukup baik. Untuk
memperlihatkan nilai densitas dapat digunakan persamaan (1), sehingga

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 16,9 𝑔𝑟 16,9 𝑔𝑟 16,9 𝑔𝑟


𝜌= ≅ = = = 0,845 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3
𝑉 20 𝑚𝑙 20 10 𝑙 20 10−3 103 𝑐𝑚 3
−3

Dengan mengetahui volume zat cair V≅ 20 𝑚𝑙, maka didapatkan densitas massa zat cair. Besar ralat
dapat ditentukan menggunakan

𝜕𝜌 𝜕𝜌 1 𝑚
∆𝜌 = ∆𝑚 + ∆𝑉 = ∆𝑚 + 2 ∆𝑉
𝜕𝑚 𝜕𝑉 𝑉 𝑉

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 15


1 16,9
∆𝜌 ≅ 0,01 + 0,003 = 0,006
20 400
Sehingga besar densitas dituliskan 𝜌𝑒𝑥𝑝 ± ∆𝜌𝑒𝑥𝑝 = (0,845 ± 0,006)𝑔𝑟/𝑐𝑚 3. Hasil nilai densitas
mendekati hasil dari literatur air murni pada umumnya yang sebesar 1,00 𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 (Halliday, 1997).

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan

Telah dipelajari cara menggunakan ralat baik secara berulang maupun secara pengukuran tunggal untuk
menghitung volume suatu permukaan batang zat padat. Pada percobaan ini densitas massa zat cair dapat
diukur dengan menggunakan prinsip kerja mekanika Newtonian dan hasil 𝜌 ± ∆𝜌 𝑒𝑥𝑝 ≈ (0,845 ±
0,006)𝑔𝑟/𝑐𝑚 3 , sedangkan hasil literature (Halliday, 1997) 𝜌 = 1,00𝑔𝑟/𝑐𝑚 3hasil teori menunjukkan
bahwa massa zat cair 𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 16,8 = (1,68 ).10 𝑔𝑟 sedangkan hasil eksperimen menunjukkan
bahwa 𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑒𝑥𝑝𝑒 𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛𝑡 = 1,69 ± 0,01 . 10 𝑔𝑟.Pada eksperimen ini adanya ketidaksesuaian antara
eksperimen dengan teori maupun literature lebih dikarenakan keterbatasan alat yang kurang
representative untuk dilakukan percobaan yang baik serta pengukuran tunggal yang memperlihatkan hasil
yang kurang teliti.

5.2. Saran

Dapat dilakukan uji larutan lain dan menghitung besar densitas massa zat cair lain

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Halliday, D., Resnick, R., Walker, Fundamenthal of Physics-Extended, 5th, John Wiley & Sons,
New York 1997.

[2]Mary L. Boas, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley and Sons Inc , Canada,
2006.

[3] Vidia, Galih dan Mulyono , Olimpiade Fisika SMA,CV. Andi Publisher, Yogyakarta, 2011.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 16


BAB 3 AEROMETER
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si[1] Endah P.S.T. [2]
[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
[2]
PLP Sekolah Tinggi teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Abstrak
Pada eksperimen ini akan diberikan salah satu metode (menggunakan aerometer) untuk menentukan densitas
massa jenis berbagai larutan semisal larutan air murni, larutan air garam, larutan alkohol dsb. dengan
menggunakan prinsip kesetimbangan gaya pada Hukum Newton pertama. Pada eksperimen ini akan digunakan
neraca teknis dan persamaan Hukum newton untuk memperlihatkan bahwa teori pada hukum Newton sesuai
dengan hasil eksperimen. Teori ralat juga digunakan dalam eksperimen ini.Praktikan diminta untuk melakukan
pengukuran tunggal ataupun berulang. Tujuan dari eksperimen ini adalah praktikan mempunyai kemampuan
menggunakan teori ralat dalam melakukan eksperimen serta mengerti cara penulisan ilmiah serta dapat
menggunakan neraca teknis dan aerometer untuk menentukan densitas massa jenis zat cair

Keyword: Teori ralat, Pengukuran Tunggal, Aerometer, Densitas Massa Jenis Zat Cair

1. PENDAHULUAN

Mekanika klasik menggambarkan dinamika partikel atau


sistem partikel. Pada kasus-kasus dinamika partikel dapat
ditunjukkan melalui hukum-hukum Newton tentang gerak,
terutama oleh hukum Newton ke-2. Hukum ini menyatakan,
"Sebuah benda yang memperoleh pengaruh gaya atau
interaksi akan bergerak sedemikian rupa sehingga laju
perubahan waktu dari momentum sama dengan gaya
tersebut". Dalam pelajaran dinamika hukum-hukum Newton
sangat berperan dalam penyelesaian kasus-kasus gaya.
Mekanika Newton atau sering disebut sebagai mekanika klasik, karena perintis berbagai prinsip dasar
dalam mempelajari mekanika, khususnya dinamika, kinematika hingga prinsip usaha, energy dan
momentum kesemuanya menggunakan prinsip Hukum Newton (Vidia, 2011). Mekanika Newton atau
klasik adalah teori tentang gerak yang didasarkan pada konsep massa dan gaya dan hukum-hukum yang
menghubungkan konsep-konsep fisis ini dengan besaran kinematika dan dinamika. Semua gejala dalam
mekanika klasik dapat digambarkan secara sederhana dengan menerapkan hukum Newton tentang
gerak.Mekanika klasik menghasilkan hasil yang sangat akurat dalam kehidupan sehari-hari. Pada bab ini
akan diperlihatkan bahwa konsep mekanika Newton dapat digunakan untuk menentukan densitas massa
jenis zat cair dengan menggunakan alat aerometer.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 17


2. DASAR TEORI

Densitas massa jenis zat dapat ditentukan menggunakan prinsip kerja mekanika Newton yaitu dengan
menggunakan prinsip kerja hukum Archimedes (Halliday, 1997). Densitas adalah massa benda tiap
volume, yaitu dengan rumusan

𝑚
𝜌= (𝑔/𝑐𝑚3 ) … (1)
𝑉

Besar densitas air murni adalah sebesar 𝜌 =1,00 gr/ cm3 , densitas larutan garam 𝜌 =1,03 gr/ cm3
sedangkan densitas alcohol adalah 𝜌 =0,81 gr/ cm3 . Untuk menghitung densitas suatu benda dapat
digunakan alat aerometer seperti padaGambar-1

Gambar-1 Percobaan Aerometer

Persamaan gerak saat keadaan massa aerometer ( 41,0 ± 0,5) 𝑔𝑟 dan massa yang akan ditambahkan
𝑚𝑖 𝑔𝑟 saat dalam keadaan diam dan terdapat gaya buoyant B yang memiliki arah ke atas adalah

∑ 𝐹 = 0 … (2)

𝑚𝑖 𝑔 + 𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔 = 𝐵 … (3)

𝐵 = 𝑊𝑖 + 𝑊𝑎𝑒𝑟𝑜 … (4)

Besar B adalah besar gaya Buoyant yang merupakan besar gaya reaksi zat cair. Karena T1 dan T2 masing-
masing dihitung dengan menggunakan neraca teknis, maka variable yang terukur adalah massa, sehingga
besar massa zat cair dapat ditentukan dari

𝐵
= 𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 = 𝑚𝑖 + 𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 … (5)
𝑔

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 18


3. METODE EKSPERIMEN

Pada metode eksperimen akan dijabarkan bagaimana metode yang digunakan serta alat dan bahan yang
dipakai dalam eksperimen ini.

3.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipakai pada eksperimen ini adalah:

 Neraca teknis
 Aerometer
 Penggaris ( alat ukur )
 Massa beban (mi)
 Alat tulis

3.2. Skema Percobaan

Dapat diperlihatkan skema percobaan eksperimen ini adalah sebagai Gambar-2dibawah

Aerometer ditimbang Gelas ukur diisi Gelas ukur berisi zat cair Massa kenaikan air ditimbang
hingga ketinggian ho( diberi aerometer dan
750 ml) massa tambahan hingga
ketinggian h( 800 ml)
Gambar-2 Skema Percobaan
3.3. Cara kerja
 Dihitung massa aerometer
 Ditentukan ketinggian awal zat cair (ho=750 ml)
 Gelas ukur berisi zat cair diberi aerometer dan massa tambahan hingga ketinggian h( 800 ml)
 Massa kenaikan air diambil dan ditimbang
 Diukur massa kenaikan zat cair baik secara teori maupun secara eksperimen
 Diukur densitas massa menggunakan persamaan (1)
 Dilakukan percobaan untuk zat cair yang lain

4. HASIL DAN PEMBAHASAN (CONTOH HASIL EKSPERIMEN)

Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa pada percobaan air murni adalah:

𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 ± ∆𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (41,0 ± 0,5)𝑔𝑟

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 19


𝑚𝑖 ± ∆𝑚𝑖 = (9,0 ± 0,5)𝑔𝑟

(𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 𝑚𝑖 + 𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (5,0). 10𝑔𝑟

(𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 ± ∆𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = (5,0 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Untuk menentukan massa zat cair secara eksperimen, maka ditentukan terlebih dahulu massa gelas ukur

𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (9,9 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Massa kenaikan zat cair dan gelas secara eksperimen

𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (1,5 ± 0,1). 100 𝑔𝑟

Maka besarmassa air murni adalah

(𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 ± ∆𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (5,1 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Besar densitas air murni adalah

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 51 𝑔𝑟 1,02𝑔𝑟


𝜌= ≅ =
𝑉 50 𝑚𝑙 𝑐𝑚3
Dengan rapat densitas air murni secara eksperimen adalah

𝜕𝜌 𝜕𝜌 1 𝑚
|∆𝜌| = | ∆𝑚| + | ∆𝑉| = | ∆𝑚| + | 2 ∆𝑉|
𝜕𝑚 𝜕𝑉 𝑉 𝑉
1 51
|∆𝜌| ≅ | 0,5| + | 0,05| = 0,01
50 2500
𝑔𝑟
(𝜌 ± ∆𝜌)𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 = (1,02 ± 0,01)
𝑐𝑚3

Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa pada percobaan larutan air garam adalah:

𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 ± ∆𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (41,0 ± 0,5)𝑔𝑟

𝑚𝑖 ± ∆𝑚𝑖 = (9,0 ± 0,5)𝑔𝑟

(𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 𝑚𝑖 + 𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (5,0). 10𝑔𝑟

(𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 ± ∆𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = (5,0 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Untuk menentukan massa zat cair secara eksperimen, maka ditentukan terlebih dahulu massa gelas ukur

𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (9,9 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Massa kenaikan zat cair dan gelas secara eksperimen dapat diperlihatkan pada Gambar-3

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 20


Gambar-3 Massa kenaikan larutan garam dan gelas

𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (1,46 ± 0,05). 100 = (1,5 ± 0,1). 100𝑔𝑟

Maka besar massa air garam adalah

(𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 ± ∆𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (5,1 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Besar densitas air garam adalah

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 47 𝑔𝑟 1,02𝑔𝑟


𝜌= ≅ =
𝑉 50 𝑚𝑙 𝑐𝑚3
Dengan rapat densitas air garam secara eksperimen adalah

𝜕𝜌 𝜕𝜌 1 𝑚
|∆𝜌| = | ∆𝑚| + | ∆𝑉| = | ∆𝑚| + | 2 ∆𝑉|
𝜕𝑚 𝜕𝑉 𝑉 𝑉
1 51
|∆𝜌| ≅ | 0,5| + | 0,05| = 0,01
50 2500
𝑔𝑟
(𝜌 ± ∆𝜌)𝑠𝑎𝑙𝑡 = (1,02 ± 0,01)
𝑐𝑚3
Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa pada percobaan larutan alkohol adalah:

𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 ± ∆𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (41,0 ± 0,5)𝑔𝑟

𝑚𝑖 ± ∆𝑚𝑖 = (0,0 ± 0,5)𝑔𝑟

(𝑚𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 𝑚𝑖 + 𝑚𝑎𝑒𝑟𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = (4,1). 10𝑔𝑟

(𝑚𝐴𝑙 ± ∆𝑚𝐴𝑙 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = (4,1 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Untuk menentukan massa zat cair secara eksperimen, maka ditentukan terlebih dahulu massa gelas ukur

𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (9,9 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Massa kenaikan zat cair dan gelas secara eksperimen

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 21


𝑚𝐴𝑙−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝐴𝑙−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (1,39 ± 0,05). 100 = (1,4 ± 0,1). 100 𝑔𝑟

Maka besar massa alkohol adalah

(𝑚𝐴𝑙 ± ∆𝑚𝐴𝑙 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (4,1 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Besar densitas air Al adalah

𝑀𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 41 𝑔𝑟 0,82𝑔𝑟


𝜌= ≅ =
𝑉 50 𝑚𝑙 𝑐𝑚3
Dengan rapat densitas alkohol secara eksperimen adalah

𝜕𝜌 𝜕𝜌 1 𝑚
|∆𝜌| = | ∆𝑚| + | ∆𝑉| = | ∆𝑚| + | 2 ∆𝑉|
𝜕𝑚 𝜕𝑉 𝑉 𝑉
1 41
|∆𝜌| ≅ | 0,5| + | 0,05| = 0,01
50 2500
𝑔𝑟
(𝜌 ± ∆𝜌)𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = (0,82 ± 0,01)
𝑐𝑚3

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Telah dipelajari cara menggunakan ralat secara pengukuran tunggal untuk menghitung densitas massa
jenis larutan air murni, larutan garam dan juga alcohol. Hasil eksperimen, hasil teori dan literature
memperlihatkan sebagai berikut pada Tabel-1

Tabel-1 Hasil eksperimen densitas

Keterangan Air murni Larutan garam Alkohol


Hasil (𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 ± ∆𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 (𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 ± ∆𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 (𝑚𝐴𝑙 ± ∆𝑚𝐴𝑙 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛
eksperimen = (5,1 ± 0,1). 10 𝑔𝑟 = (5,1 ± 0,1). 10 𝑔𝑟 = (4,1
𝑔𝑟 𝑔𝑟 ± 0,1). 10 𝑔𝑟
(𝜌 ± ∆𝜌)𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 = (1,02 ± 0,01) 3 (𝜌 ± ∆𝜌)𝑠𝑎𝑙𝑡 = (1,02 ± 0,01) 3 𝑔𝑟
𝑐𝑚 𝑐𝑚 (𝜌 ± ∆𝜌)𝐴𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 = (0,82 ± 0,01) 3
𝑐𝑚

Hasil teori (𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 ± ∆𝑚𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 (𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 ± ∆𝑚𝑠𝑎𝑙𝑡 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 (𝑚𝐴𝑙 ± ∆𝑚𝐴𝑙 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = (4,1
= (5,0 ± 0,1). 10 𝑔𝑟 = (5,0 ± 0,1). 10 𝑔𝑟 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

Hasil literature ( 𝑔𝑟 𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝜌 = 1,00 𝜌 = 1,03 𝜌 = 0,81
Halliday, 1997) 𝑐𝑚3 𝑐𝑚3 𝑐𝑚3

Pada eksperimen ini dapat diperlihatkan bahwa data eksperimen maupun teori serta literature masih dapat
dipertanggungjawabkan baik dalam metode dan hasil.Secara umum tidak terdapat penyimpangan densitas

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 22


larutan zat cair.Percobaan densitas denganmenggunakan aerometer dirasakan sesuai untuk
memperlihatkan densitas zat cair dengan lebih baik dan lebih mudah digunakan.

5.2. Saran

dapat dilakukan uji larutan lain dan menghitung besar densitas massa zat cair lain

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Halliday, D., Resnick, R., Walker, Fundamenthal of Physics-Extended, 5th, John Wiley & Sons,
New York 1997.

[2]Mary L. Boas, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley and Sons Inc, Canada,
2006.

[3] Vidia, Galih dan Mulyono ,Olimpiade Fisika SMA,CV. Andi Publisher, Yogyakarta, 2011.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 23


BAB 4 GETARAN (KONSTANTA PEGAS)
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si[1] Endah P.S.T. [2]
[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
[2]
PLP Sekolah Tinggi teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Abstrak
Pada eksperimen ini akan diberikan salah satu topik tentang getaran harmonis sederhana ( contoh pada molekul,
atau gerakan redaman di mobil) yang sering digunakan dalam dunia teknik dan sains. Topik getaran sederhana
salah satunya dapat digunakan untuk menentukan percepatan grafitasiserta menentukan konstanta elastisitas
pegas. Pada eksperimen ini akan digunakan persamaan Hukum newton untuk memperlihatkan konstanta grafitasi
serta menentukan nilai konstanta pegas. Teori ralat juga digunakan dalam eksperimen ini.Praktikan diminta untuk
melakukan pengukuran tunggal ataupun berulang. Tujuan dari eksperimen ini adalah praktikan mempunyai
kemampuan menggunakan teori ralat dalam melakukan eksperimen serta mengerti cara penulisan ilmiah serta
dapat menggunakan percobaan konstanta pegas untuk percepatan grafitasi

Keyword: Teori ralat, Pengukuran Tunggal, Konstanta pegas, percepatan grafitasi

1. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan kita sehari-hari terdapat banyak benda yang bergetar. Gitaris
group band musik terkenal yang memainkan gitar, getaran garpu tala, getaran
mobil ketika mesinnya dinyalakan, demikian juga rumah anda yang bergetar
dahsyat ketika terjadi gempa bumi. Sangat banyak contoh getaran dalam
kehidupan kita.

Getaran dan gelombang merupakan dua hal yang saling berkaitan.Gelombang, baik itu gelombang air
laut, gelombang gempa bumi, gelombang suara yang merambat di udara; semuanya bersumber pada
getaran. Dengan kata lain, getaran adalah penyebab adanya gelombang. Mengenai gelombang,
selengkapnya akan kita pelajari pada pokok bahasan tersendiri. Sekarang terlebih dahulu kita pelajari
pokok bahasan getaran ( Vidia, 2011)

2. DASAR TEORI

Getaranadalah suatu gerak bolak-balik di sekitar kesetimbangan. Kesetimbangan di sini maksudnya


adalah keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda
tersebut. Getaran mempunyai amplitudo (jarak simpangan terjauh dengan titik tengah) yang sama.
Getaran bebas terjadi bila sistem mekanis dimulai dengan gaya awal, lalu dibiarkan bergetar secara bebas.
Contoh getaran seperti ini adalah memukul garpu tala dan membiarkannya bergetar, atau bandul yang
ditarik dari keadaan setimbang lalu dilepaskan.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 24


2.1. Getaran Bebas Tanpa Peredam

Gambar-1 Sistem getaran sederhana

Pada model yang paling sederhana ( Gambar-1)redaman dianggap dapat diabaikan, dan tidak ada gaya
luar yang mempengaruhi massa, seperti gaya angin (getaran bebas).Dalam keadaan ini gaya yang berlaku
pada pegas F sebanding dengan panjang peregangan xdikalikan dengan konstanta pegas k, sesuai dengan
hukum Hooke, atau bila dirumuskan secara matematis:
𝐹(𝑝𝑒𝑔𝑎𝑠) = −𝑘𝑥 … (1)

Arah gaya pegas berlawanan arah dengan arah gerak partikel massa mdengan k adalah tetapan pegas.
Sesuai Hukum kedua Newtongaya yang ditimbulkan sebanding dengan percepatan massa:
𝑑𝑣 𝑑2 𝑥
∑𝐹 = 𝑚 = 𝑚 2 … (2)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑑2 𝑥
𝑚𝑔 − 𝑘𝑥 = 𝑚 … (3)
𝑑𝑡 2

𝑑2 𝑥
𝑚 + 𝑘𝑥 = 𝑚𝑔 … (4)
𝑑𝑡 2

𝑚𝑥̈ + 𝑘𝑥 = 𝑚𝑔 … (5)

𝑘
𝑥̈ + 𝑥 = 𝑔 … (6)
𝑚

Untuk benda dalam keadaan setimbang, maka berlaku

𝑘𝑥 = 𝑚𝑔

𝑔
𝑥= 𝑚 → 𝑦 = 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝑥 … (7)
𝑘

Yang merupakan persamaan garis lurus dengan k=𝑔/𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 . untuk pegas berosilasi dengan suatu
percepatan tertentu, maka

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 25


𝑘
(𝐷 2 + )𝑥 = 𝑔
𝑚

𝑘 𝑘
𝐷1,2 = ±√− = ±𝑖√
𝑚 𝑚

Bila kita menganggap bahwa kita memulai getaran sistem dengan meregangkan pegas sejauh A kemudian
melepaskannya, solusi persamaan di atas yang memberikan gerakan massa adalah:

𝑘 𝑘
𝑥(𝑡) = 𝑔 + 𝐴𝑒𝑥𝑝𝑖√ 𝑡 + 𝐵 exp −𝑖√ 𝑡
𝑚 𝑚

𝑘 𝑘
𝑥(𝑡) = 𝑔 + 𝐴 cos √ 𝑡 + 𝐵 sin √ 𝑡 = 𝑔 + 𝐴 cos 𝜔 𝑡 + 𝐵 sin 𝜔 𝑡 … (8)
𝑚 𝑚

𝑥 = 𝐴 sin(𝜔𝑡 + 𝛾) = 𝐴 sin(2𝜋𝑓𝑡 + 𝛾) … (9)

𝑑𝑥
𝑣= = 𝐴𝜔𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑡 + 𝛾) … (10)
𝑑𝑡

𝑑𝑣
𝑎= = −𝐴𝜔2 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑡 + 𝛾) … (11)
𝑑𝑡

Gambar-2 Grafik energi getaran sederhana pada pegas

Solusi ini menyatakan bahwa massa akan berosilasi dalam gerak harmonis sederhana yang memiliki
amplitudoA dan frekuensi f. Bilangan f adalah salah satu besaran yang terpenting dalam analisis getaran,
dan dinamakan frekuensi alami takredam. Untuk sistem massa-pegas sederhana,didefinisikan sebagai:

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 26


2𝜋𝑓 = 𝜔

2𝜋 𝑘
2𝜋𝑓 = = √ … (12)
𝑇 𝑚

1 𝑚
𝑇= √ … (13)
2𝜋 𝑘
Catatan: frekuensi sudutω (ω = 2πf) dengan satuan radian per detik kerap kali digunakan dalam
persamaan karena menyederhanakan persamaan, namun besaran ini biasanya diubah ke dalam frekuensi
"standar" (satuan Hz) ketika menyatakan frekuensi sistem.Bila massa dan kekakuan (tetapan k) diketahui
frekuensi getaran sistem akan dapat ditentukan menggunakan rumus di atas.
1 1
𝐸 = 𝑚𝑣 2 + 𝑘𝑥 2 … (14)
2 2
Saat posisi x sama dengan amplitudo A, maka energy kinetic = nol, sedangkan energy total adalah sama
dengan enrgi potensial maksimumnya, yaitu
1
𝐸 = 𝑘𝐴2 … (15)
2
Saat posisi x=0, maka energy kinetiknya akan maksimal, sedangkan energy potensialnya adalah nol
1
𝐸 = 𝑚𝑣𝑚𝑎𝑥 2 … (16)
2

2.2. Gerakan Osilasi Bebas pada Bandul


Gerak pada bandul ( seperti apda Gambar-3) adalah salah satu contoh getaran selaras sederhana yang
merupakan gerak bolak-balik suatu benda digantungkan pada seutas tali dengan panjang l, kemudian
benda tersebut diputar dengan sudut θ.

Gambar-3 Gerakan osilasi pada Bandul


Persamaan gerak osilasi pada bandul adalah
1
𝐿 = 𝑚(𝑥̇ 2 + 𝑦̇ 2 + 𝑧̇ 2 ) − (𝑚𝑔𝑦) … (17)
2
kita tinjau posisi benda yang bermassa
𝑥, 𝑦, 𝑧 = 𝑙𝑠𝑖𝑛(𝜃), −𝑙𝑐𝑜𝑠(𝜃), 0 … (18)
kita tinjau perubahan posisi terhadap perubahan waktu

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 27


𝑑 𝑑
(𝑥, 𝑦, 𝑧) = {𝑙𝑠𝑖𝑛(𝜃), −𝑙𝑐𝑜𝑠(𝜃), 0} … (19)
𝑑𝑡 𝑑𝑡
panjangl tidak mengalami perubahan untuk setiap waktu t sekon, sedangkan sudut θ mengalami
perubahan untuk setiap waktu t sekon, sehingga persamaan diatas akan menjadi
𝑑 𝑑 𝑑𝜃 𝑑
(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑙 {𝑠𝑖𝑛(𝜃), −𝑐𝑜𝑠(𝜃), 0} = 𝑙 {𝑠𝑖𝑛(𝜃), −𝑐𝑜𝑠(𝜃), 0} … (20)
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝜃
𝑑
(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑙𝜃̇ 𝑐𝑜𝑠𝜃, 𝑙𝜃̇ 𝑠𝑖𝑛𝜃, 0 … (21)
𝑑𝑡
masukkan persamaan diatas
1
𝐿 = 𝑚(𝑥̇ 2 + 𝑦̇ 2 + 𝑧̇ 2 ) − (𝑚𝑔𝑦) … (22)
2
1
𝐿 = 𝑚((𝑙𝜃̇ 𝑐𝑜𝑠𝜃)2 + (𝑙𝜃̇ 𝑠𝑖𝑛𝜃)2 + 0) − (−𝑚𝑔𝑙𝑐𝑜𝑠(𝜃)) … (23)
2
1
𝐿 = 𝑚𝑙 2 𝜃̇ 2 + 𝑚𝑔𝑙𝑐𝑜𝑠𝜃 … (24)
2
Persamaan Euler-Lagrange adalah
𝑑 𝑑𝐿 𝑑𝐿
( )= … (25)
𝑑𝑡 𝑑𝑞̇ 𝑑𝑞
𝑑 𝑑𝐿 𝑑𝐿
( )= … (26)
𝑑𝑡 𝑑𝜃̇ 𝑑𝜃
𝑑
𝑚𝑙 2 𝜃̇ = −𝑚𝑔𝑙𝑠𝑖𝑛𝜃 … (27)
𝑑𝑡
𝑔
𝜃̈ = − 𝑠𝑖𝑛𝜃 … (28)
𝑙
Untuk sudut 𝜃 yang kecil dapat digunakan deret Fourier, sehingga penyelesaian persamaan ini adalah
𝑔
𝜃̈ + 𝜃 = 0 … (29)
𝑙
𝑔
𝜃̈ + 𝜃 = 0 … (30)
𝑙
𝑔
(𝐷 2 + ) 𝜃 = 0 … (31)
𝑙
𝑔 𝑔
𝐷1,2 = ±√− = ±𝑖√ … (32)
𝑙 𝑙
Bila kita menganggap bahwa kita memulai getaran sistem dengan meregangkan bandul sejauh A
kemudian melepaskannya, solusi persamaan di atas yang memberikan gerakan massa adalah:
𝑔 𝑔
𝜃 = 𝐴𝑒𝑥𝑝𝑖√ 𝑡 + 𝐵 exp −𝑖√ 𝑡 … (33)
𝑙 𝑙
𝑔 𝑔
𝜃 = 𝐴 cos √ 𝑡 + 𝐵 sin √ 𝑡 = 𝐴 cos 𝜔 𝑡 + 𝐵 sin 𝜔 𝑡 … (34)
𝑙 𝑙

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 28


𝜃 = 𝐴 sin(𝜔𝑡 + 𝛾) = 𝐴 sin(2𝜋𝑓𝑡 + 𝛾) … (35)
𝑑𝜃
𝜔= = 𝐴𝜔𝑐𝑜𝑠(𝜔𝑡 + 𝛾) … (36)
𝑑𝑡
𝑑𝜔
𝛼= = −𝐴𝜔2 𝑠𝑖𝑛(𝜔𝑡 + 𝛾) … (37)
𝑑𝑡
Besar periode untuk bandul adalah memenuhi persamaan

𝑙
𝑇 = 2𝜋√ … (38)
𝑔

3. METODE EKSPERIMEN

Pada metode eksperimen akan dijabarkan bagaimana metode yang digunakan serta alat dan bahan yang
dipakai dalam eksperimen ini.
a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipakai pada eksperimen ini adalah:

 Seperangkat alat percobaan pegas


 Sistem Bandul
 Penggaris ( alat ukur )
 Massa beban (mi)
 stopwatch
 Alat tulis

b. Skema Percobaan

Dapat diperlihatkan skema percobaan eksperimen ini adalah sebagai Gambar-2dibawah

Gambar-2 Skema Percobaan pegas dan konstanta grafitasi


c. Cara kerja
 Dihitung panjangpegas awal sebelum diberi tambahan beban
 Ditentukan pertambahan panjnag pegas setiap pertambahan massa
 Kurva y-x dibuatdengan massa sebagai sumbu-x dan pertambahan panjang sebagai sumbu-y
 Besar konstanta pegas dapat ditentukan dari besar gradient Mg
 Diukur terlebih dahulu besar konstanta percepatan grafitasi g menggunakan persamaan (38)

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 29


 Diukur konstanta pegas menggunakan persamaan (7)
 Ditentukan besar ralat konstanta pegas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN (CONTOH HASIL EKSPERIMEN)

Contoh :

1. Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa pada percobaan getaran sederhana adalah:

𝑙𝑡𝑎𝑙𝑖 ± ∆𝑙𝑡𝑎𝑙𝑖 = (9,70 ± 0,05)𝑐𝑚 = (9,7 ± 0,1). 10−2 𝑚

𝑇 ± ∆𝑇 = (0,68 ± 0,05)𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = (6,8 ± 0,5). 10−1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Percepatan grafitasi dari persamaan (38) adalah

𝑙
𝑔=
(𝑇⁄2𝜋)2

Dengan ralat tunggal adalah

𝜕𝑔 𝜕𝑔 1 2
2
∆𝑔 = | ∆𝑙| + | ∆𝑇| = | ∆𝑙| + |𝑙(2𝜋) ∆𝑇|
𝜕𝑙 𝜕𝑇 (𝑇⁄2𝜋)2 𝑇3

1 2
∆𝑔 = | 2
0,005| + |0,1(6,3)2 0,05| ≅ 1,30
(0,68⁄6,3) 0,683

(𝑔 ± ∆𝑔)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (8,6 ± 1,3) 𝑚/𝑠 2

Untuk mendapatkan koefisien kontanta pegas dapat dilakukan dengan membuat Tabel-1 di bawah ( untuk
massa awal 50 gram) dan diplot kurva semisal seperti pada Gambar-3 berikut

Tabel-1 Pertambahan Panjang vs massa

No Massa ±0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚 Pertambahan panjang±0,05 𝑐𝑚


1 60 1,2
2 70 3,3
3 80 5,4
4 90 7,3
5 100 9,6

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 30


12

10

pertambahan panjang (cm)


y = 0,208x - 11,28
R² = 0,9994
8

0
0 20 40 60 80 100 120
Massa ( gram)

Gambar-3Contoh kurva x(cm) vs massa (g)

Besar Mgradien adalah 0,208 cm/ gram= 2,08 m/ kg. Untuk menetukan besar konstanta pegas dapat
𝑔
digunakan persamaan gerak yaitu : 𝑥 = 𝑘 𝑚 → 𝑦 = 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝑥. Yang merupakan persamaan garis lurus
8,6 𝑘𝑔
dengan nilai konstanta elastisitas pegas k= 2,08
= 4,135 𝑠2
sehingga didapatkan bahwa ∆𝑘 =

𝑔 𝑔 |𝑀 −𝑀 |+|𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑2 −𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑 | 8,6


∆𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = ( 𝑔𝑟𝑎𝑑1 𝑔𝑟𝑎𝑑 )dengan ∆𝑘 = 0,02 = 0,04
𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 2 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 2 2 2,082

2. Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa pada percobaan getaran sederhana adalah:

𝑙𝑡𝑎𝑙𝑖 ± ∆𝑙𝑡𝑎𝑙𝑖 = (9,81 ± 0,05)𝑐𝑚 = (9,8 ± 0,1). 10−2 𝑚

𝑇 ± ∆𝑇 = (0,71 ± 0,05)𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = (7,1 ± 0,5). 10−1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Percepatan grafitasi dari persamaan (38) adalah

𝑙
𝑔=
(𝑇⁄2𝜋)2

Dengan ralat tunggal adalah

𝜕𝑔 𝜕𝑔 1 2
∆𝑔 = | ∆𝑙| + | ∆𝑇| = | 2
∆𝑙| + |𝑙(2𝜋)2 3 ∆𝑇|
𝜕𝑙 𝜕𝑇 (𝑇⁄2𝜋) 𝑇

1 2
∆𝑔 = | 2
0,005| + |0,1(6,3)2 0,05| ≅ 0,5
(0,71⁄6,3) 0,713

(𝑔 ± ∆𝑔)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (7,72 ± 0,5) 𝑚/𝑠 2

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 31


5. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Telah dipelajari cara menggunakan ralat secara pengukuran tunggal untuk menghitung konstanta
percepatan grafitasi dan elastisitas pegas. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa (𝑔 ±
∆𝑔)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (8,6 ± 1,3) 𝑚/𝑠 2 . Untuk menentukan konstanta pegas dapat digunakan
𝑘𝑔 𝑘𝑔
4,135 𝑠2
dengan ralat konstanta pegas adalah ∆𝑘 = 0,04 𝑠2 , maka dapat dituliskan 𝑘 ± ∆𝑘 =
𝑘𝑔
(4,14 ± 0,04) . Terdapat perbedaan antara hasil literature dan eksperimen. Dari hasil ini diperoleh data
𝑠2
𝑚
bahwa hasil eksperimen menunjukkan bahwa (𝑔 ± ∆𝑔)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (8,6 ± 1,3) 𝑠2 dengan toleransi (7,3-
𝑚
9,9) 𝑠2 sedangkan hasil literature memperlihatkan g=9,8 m/s2 dapat diperlihatkan bahwa hasil eksperimen

masih dalam jangkauan nilai literature, sehingga dapat disimpulkan bahwa data eksperimen masih dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

b. Saran

dapat dilakukan uji berulang untuk menentukan konstanta percepatan grafitasi dan menghitung besar
konstanta pegas.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Halliday, D., Resnick, R., Walker, Fundamenthal of Physics-Extended, 5th, John Wiley & Sons,
New York 1997.

[2]Mary L. Boas, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley and Sons Inc, Canada,
2006.

[3] Vidia, Galih dan Mulyono ,Olimpiade Fisika SMA,CV. Andi Publisher, Yogyakarta, 2011.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 32


BAB 5 NERACA MOHR
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si[1] Endah P.S.T. [2]
[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
[2]
PLP Sekolah Tinggi teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Abstrak
Pada eksperimen ini akan diberikan salah satu metode (menggunakan nberaca Mohr) untuk menentukan densitas
massa jenis berbagai larutan semisal larutan air murni, larutan air garam, larutan alkohol dsb. dengan
menggunakan prinsip kesetimbangan gaya pada Hukum Newton pertama. Pada eksperimen ini akan digunakan
neraca teknis dan persamaan Hukum newton untuk memperlihatkan bahwa teori pada hukum Newton sesuai
dengan hasil eksperimen. Teori ralat juga digunakan dalam eksperimen ini.Praktikan diminta untuk melakukan
pengukuran tunggal ataupun berulang. Tujuan dari eksperimen ini adalah praktikan mempunyai kemampuan
menggunakan teori ralat dalam melakukan eksperimen serta mengerti cara penulisan ilmiah serta dapat
menggunakan neraca teknis dan Neraca mohr untuk menentukan densitas massa jenis zat cair

Keyword: Teori ralat, Pengukuran Tunggal, Neraca Mohr, Densitas Massa Jenis Zat Cair

1. PENDAHULUAN

Dalam menentukan densitas suatu larutan selama ini telah


diperkenalkan beberapa metode, seperti menggunakan neraca
teknis dan aerometer. Pada bab ini akan diberikan metode lain
untuk menentukan densitas massa suatu larutan
denganmenggunakan prinsip kerja torsi pada gerak melingkar.
Gerak Melingkar adalah gerak suatu benda yang membentuk
lintasan berupa lingkaran mengelilingi suatu titik tetap. Agar
suatu benda dapat bergerak melingkar ia membutuhkan adanya
gaya yang selalu membelokkan-nya menuju pusat lintasan
lingkaran. Gaya ini dinamakan gaya sentripetal.
Mekanika Newton atau sering disebut sebagai mekanika klasik, karena perintis berbagai prinsip dasar
dalam mempelajari mekanika, khususnya dinamika, kinematika hingga prinsip usaha, energy dan
momentum kesemuanya menggunakan prinsip Hukum Newton (Vidia, 2011). Mekanika Newton atau
klasik adalah teori tentang gerak yang didasarkan pada konsep massa dan gaya dan hukum-hukum yang
menghubungkan konsep-konsep fisis ini dengan besaran kinematika dan dinamika. Semua gejala dalam
mekanika klasik dapat digambarkan secara sederhana dengan menerapkan hukum Newton tentang
gerak.Mekanika klasik menghasilkan hasil yang sangat akurat dalam kehidupan sehari-hari. Pada bab ini

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 33


akan diperlihatkan bahwa konsep mekanika Newton dapat digunakan untuk menentukan densitas massa
jenis zat cair.

2. DASAR TEORI

Densitas massa jenis zat dapat ditentukan menggunakan prinsip kerja mekanika Newton yaitu dengan
menggunakan prinsip kerja torsi (Halliday, 1997). Densitas adalah massa benda tiap volume, yaitu
dengan rumusan

𝑚
𝜌= (𝑔/𝑐𝑚3 ) … (1)
𝑉

Besar densitas air murni adalah sebesar 𝜌 =1,00 gr/ cm3 , densitas larutan garam 𝜌 =1,03 gr/ cm3
sedangkan densitas alcohol adalah 𝜌 =0,81 gr/ cm3 . Untuk menghitung densitas suatu benda dapat
digunakan alat neraca Mohr seperti pada Gambar-1

Gambar-1 Percobaan Neraca Mohr

Persamaan gerak saat keadaan setimbangsaat massa neraca mohr tidak diberi zat cair adalah

∑ 𝜏 = 0 … (2)

𝑚𝐿𝑔 − 𝑀𝑙𝑔 = 0 … (3)

𝑚𝐿 = 𝑀𝑙 … (4)

Persamaan gerak saat keadaan setimbang massa neraca mohr diberi air dan tambahan massa beban serta
adanya gaya buoyant adalah

∑ 𝜏 = 0 … (5)

𝑚𝐿𝑔 − 𝑀𝑙𝑔 − ∑ 𝑚𝑖 𝑙𝑖 𝑔 + 𝐵𝐿 = 0 … (6)

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 34


∑ 𝑚𝑖 𝑙𝑖 𝑔 = 𝐵𝐿 … (7)

∑ 𝑚𝑖 𝑙𝑖
𝑚𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 = … (8)
𝐿

𝑚𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 ∑ 𝑚𝑖 𝑙𝑖
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 = = … (9)
𝐿. 𝑉 𝐿. 𝑉

3. METODE EKSPERIMEN

Pada metode eksperimen akan dijabarkan bagaimana metode yang digunakan serta alat dan bahan yang
dipakai dalam eksperimen ini.

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipakai pada eksperimen ini adalah:

 Neraca teknis
 Neraca Mohr
 Penggaris ( alat ukur )
 Massa beban (mi)
 Alat tulis

b. Skema Percobaan

Dapat diperlihatkan skema percobaan eksperimen ini adalah sebagai Gambar-2dibawah

Gambar-2 Skema Percobaan


c. Cara kerja
 Dihitung massa gelas dan juga ditentukan keadaan kesetimbangan sebelum diberi zat cair
 Ditentukan ketinggian awal zat cair saat tidak dalam keadaan setimbang ( diperlihatkan pada
arah jarum kesetimbangan)
 Dibuat keadaan setimbang dengan menambahkan massa mi pada jarak li
 Massa kenaikan air diambil dan ditimbang
 Diukur massa kenaikan zat cair baik secara teori maupun secara eksperimen

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 35


 Diukur densitas massa menggunakan persamaan (1)
 Dilakukan percobaan untuk zat cair yang lain

4. HASIL DAN PEMBAHASAN (CONTOH HASIL EKSPERIMEN)

Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa pada percobaan air murni adalah:

𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (9,9 ± 0,1). 10 𝑔𝑟

∑ 𝑚𝑖 𝑙𝑖 5(3 + 7)
(𝑚𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = = = 5 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐿 10

Massa zat cair dan gelas secara eksperimen adalah

𝑚𝑎𝑖𝑟−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 ± ∆𝑚𝑎𝑖𝑟−𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 = (102,0 ± 0,5) 𝑔𝑟 = (1,02 ± 0,01). 102 𝑔𝑟

Maka massa zat cair untuk volume kenaikan sebesar 4 𝑐𝑚3 adalah

(𝑚𝑎𝑖𝑟 ± ∆𝑚𝑎𝑖𝑟 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (3,0 ± 0,5) 𝑔𝑟𝑎𝑚

𝑚𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 𝑔𝑟
𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 = = 0,75
𝑉 𝑐𝑚3

𝜕𝜌 𝜕𝜌 1 𝑚
|∆𝜌| = | ∆𝑚| + | ∆𝑉| = | ∆𝑚| + | 2 ∆𝑉|
𝜕𝑚 𝜕𝑉 𝑉 𝑉
1 3
|∆𝜌| ≅ | 0,5| + | 0,05| = 0,14
4 16
𝑔𝑟 𝑔𝑟
(𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 ± ∆𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (0,75 ± 0,14) ≈ (0,8 ± 0,1)
𝑐𝑚3 𝑐𝑚3

5. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Telah dipelajari cara menggunakan ralat secara pengukuran tunggal untuk menghitung densitas massa
jenis larutan air murni denganmenggunakan neraca mohr. Hasil eksperimen, hasil teori dan literature
memperlihatkan sebagai berikut pada Tabel-1

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 36


Tabel-1 Hasil eksperimen densitas

Keterangan Air murni


Hasil (𝑚𝑎𝑖𝑟 ± ∆𝑚𝑎𝑖𝑟 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (3,0 ± 0,5) 𝑔𝑟𝑎𝑚
eksperimen 𝑔𝑟
(𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 ± ∆𝜌𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 )𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (0,8 ± 0,1)
𝑐𝑚3
Hasil teori (𝑚𝑧𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟 )𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 5 𝑔𝑟𝑎𝑚
5 𝑔𝑟 𝑔𝑟
𝜌= = 1,25
4 𝑐𝑚3 𝑐𝑚3
Hasil literature ( 𝑔𝑟
𝜌 = 1,00
Halliday, 1997) 𝑐𝑚3

Terdapat perbedaan antara hasil literature dan eksperimen. Dari hasil ini diperoleh data bahwa hasil
𝑔𝑟 𝑔𝑟
eksperimen menunjukkan bahwa densitas air murni sekitar 0,7 𝑐𝑚3 hingga 0,9 𝑐𝑚3
sedangkan hasil
𝑔𝑟
literature memperlihatkan bahwa densitas air murni adalah 1,00 𝑐𝑚3
. Pada eksperimen ini adanya

ketidaksesuaian antara eksperimen dengan teori maupun literature lebih dikarenakan keterbatasan alat
yang kurang representative untuk dilakukan percobaan yang baik serta pengukuran tunggal yang
memperlihatkan hasil yang kurang teliti.

b. Saran

dapat dilakukan uji larutan lain dan menghitung besar densitas massa zat cair lain

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Halliday, D., Resnick, R., Walker, Fundamenthal of Physics-Extended, 5th, John Wiley & Sons,
New York 1997.

[2]Mary L. Boas, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley and Sons Inc, Canada,
2006.

[3] Vidia, Galih dan Mulyono ,Olimpiade Fisika SMA,CV. Andi Publisher, Yogyakarta, 2011.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 37


BAB 6 KOEFISIEN MUAI TERMAL
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si[1] Endah P.S.T. [2]
[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
[2]
PLP Sekolah Tinggi teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Abstrak
Dalam pelajaran fisika dasar di tingkat universitas, mahasiswa umumnya mendapatkan materi koefisien termal dan
kompresibilitas tekanan. Suatu pelat besi jika dipanaskan oleh suhu tertentu akan mengalami ekspansi termal,
sehingga terjadi perubahan panjang. Agar besi mengalami penyusutan maka dapat dilakukan kompresibilitas
dengan memberinya tekanan.Perubahan bentuk suatu materi yang diakibatkan suhu dan tekanan dapat
menentukan karakteristik suatu bahan.pada eksperimen di bab ini akan diteliti hubungan antara bertambahnya
suhu terhadap pertambahan panjnag suatu bahan. Teori ralat juga digunakan dalam eksperimen ini. Praktikan
diminta untuk melakukan pengukuran tunggal ataupun berulang. Tujuan dari eksperimen ini adalah praktikan
mempunyai kemampuan menggunakan teori ralat dalam melakukan eksperimen serta mengerti cara penulisan
ilmiah serta dapat menggunakan percobaan koefisien muai termal untuk menenukan konstanta muai termal suatu
bahan.

Keyword: Teori ralat, Pengukuran Tunggal, Koefisien muai termal

1. PENDAHULUAN

Sering kita melihat Seorang juara balapan formula-1 untuk


merayakan kemenangannya mereka menggoyang-goyangkan
botol champagne ( berisi materi gas Co2) sehingga tutup botol
tersebut terlepas dengan sendirinya. Bagaimanakah cara lain
untuk dapat membuka botol tersebut tanpa harus menggunakan
pencokel botol??. Dengan menggunakan prinsip koefisien muai
termal ini kita akan mengetahui bahwa perubahan suhu akan
membuat suatu materi memiliki pertambahan panjang ataupun
pertambahan volume.
Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam menganalisa pergerakan suatu system mekanis
khususnya partikel banyak. Mekanika klasik khususnya ranah mekanika non relativistic dapat digunakan
untuk memperlihatkan persamaan termodinamika untuk suatu kondisi tertentu. Berbagai metode yang
biasa digunakan dalam menjabarkan persamaan gerak suatu benda ( mikroskopik) dan suatu contoh
sebagai ilustrasi penggunaan metode tersebut disajikan dapat dipelajari pada buku-buku termodinamika
dan mekanika statistik. Pada penelitian ini dianggap perlu untuk memperkenalkan salah satu contoh kasus
termodinamika yaitu mengenai koefisien muai termalpanjang 𝛼.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 38


2. DASAR TEORI

Perubahan bentuk suatu materi yang diakibatkan suhu dan tekanan dapat menentukan karakteristik suatu
bahan. Suatu proses ekspansi termal dapat dirumuskan sebagai berikut

Δ𝐿
= 𝛼∆𝑇 … (1)
Lo

𝐿 = 𝐿𝑜(1 + 𝛼∆𝑇) … (2)

Proses penyusutan dikarenakan tekanan dirumuskan sebagai berikut

Δ𝐿
= −𝜅∆𝑃 … (3)
Lo

𝐿 = 𝐿𝑜(1 − 𝜅∆𝑃) … (4)

Grafik dari pers-35 dan pers-36 dapat diperlihatkan seperti pada Gambar-1 di bawah

Gambar-1 Kurva ekspansi termal dan kompresibilitas

Untuk menentukan besar perubahan materi volume, maka

𝑉 = 𝐿3 … (5)

𝐿3 = 𝐿𝑜 3 (1 + 𝛼∆𝑇)3 … (6)

𝐿3 = 𝐿𝑜 3 (1 + 3𝛼∆𝑇 + 3(𝛼∆𝑇)2 + (𝛼∆𝑇)3 ) … (7)

𝑉 = 𝑉𝑜(1 + 3𝛼∆𝑇 + 3(𝛼∆𝑇)2 + (𝛼∆𝑇)3 ) … (8)

Δ𝑉
= 3𝛼∆𝑇 + 3(𝛼∆𝑇)2 + (𝛼∆𝑇)3 … (9)
𝑉𝑜

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 39


Δ𝑉
= 3𝛼∆𝑇 … (10)
𝑉𝑜

Δ𝑉
= 𝛽∆𝑇 … (11)
𝑉𝑜

Dengan menggunakan persamaan (1) dan persamaan (11) dapat ditentukan besar koefisien termal untuk
panjang dan juga untuk volume

3. METODE EKSPERIMEN

Pada metode eksperimen akan dijabarkan bagaimana metode yang digunakan serta alat dan bahan yang
dipakai dalam eksperimen ini.

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipakai pada eksperimen ini adalah:

 Seperangkat alat koefisien muai panjang


 Batang uji
 Alat ukur suhu bahan
 Thermometer dan pemanas
 Alat tulis

b. Skema Percobaan

Dapat diperlihatkan skema percobaan eksperimen ini adalah sebagai Gambar-2dibawah

Gambar-2 Skema Percobaan


c. Cara kerja
 Dihitung panjang logam awal Lo dan suhu logam awal To
 Dipanaskan logam hingga ajrum panjang bergerak maksimum ( dilihat suhu di thermometer
gun) dan logam mengalami pertambahan panjang
𝑟
 Diukur besar pertambahan panjang ∆𝐿 = 𝑅 ∆ℒ

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 40


 Dicatat pertambahan panjang ∆𝐿 dan juga pertambahan suhu ∆𝑇 saat suhu maksimum
kemudian diamati penurunan suhu dan penyusutan kembali panjang
 Dapat digunakan persamaan (1) untuk menentukan koefisien muai panjang dengan cara
membuat plot grafik
 Dicobakan untuk jenis batang lain

4. HASIL DAN PEMBAHASAN (CONTOH HASIL EKSPERIMEN)


1. Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa panjang logam aluminium awal, jejari silinder dan
jarum penunjuk adalah:

𝑇𝑜 = 29,2𝑜 𝐶

𝐿𝑜𝐿𝑜𝑔𝑎𝑚 ± ∆𝐿𝑜𝐿𝑜𝑔𝑎𝑚 = (6,02 ± 0,1). 10 𝑐𝑚

𝑟 ± ∆𝑟 = (0,94 ± 0,005) 𝑐𝑚

𝑅 ± ∆𝑅 = (21,3 ± 0,05)𝑐𝑚

Dapat diperlihatkan pada Tabel-1 di bawah

Tabel-1 Data Percobaan


No T ∆𝑇 ∆𝐿 (cm) ∆𝐿
. 10−4
𝐿𝑜
1 81,5oC 52,3oC 0,08 13,3
2 29,2oC 0oC 0 0

Diplot pertambahan panjang terhadap pertambahan suhu, maka didapatkan

25
Perubahan panjang tiap panjang awal

y = 0,2543x
20 R² = 1
15

10
(10^-4)

0
-40 -20 0 20 40 60 80 100
-5

-10
Perubahan suhu (oC)

Gambar-3 Hasil kurva pertambahan panjang terhadap pertambahan suhu

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 41


Untuk menentukan nilai𝛼 adalah besar𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 dapat dilakukan

Δ𝐿
= 𝛼∆𝑇
Lo
0,08 −4
10 = 𝛼 52,3
60,2

13,3 −4
𝛼= 10
52,3

𝛼 = 0,25x 10-4 (oC)-1

𝛼= 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 : 𝛼 = 0,25x 10-4 (oC)-1

18,3−(−5)
𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛1 = 52,3
10−4 = 0,45. 10-4 (oC)-1

7,3−5
𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛2 = 52,3
10−4 = 0,04 x 10-4 (oC)-1

|𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛1 − 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 | + |𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛2 − 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 | −4


𝛥𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = 10
2
|0,45 − 0,25| + |0,02 − 0,25| −4
𝛥𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = 10
2

𝛥𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = 0,22
Δ𝐿
Dengan menggunakan persamaan (1), yaitu Lo = 𝛼∆𝑇, maka dapat ditentukan bahwa 𝛼 aluminium
adalah besar 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = 𝛼 = (0,25±0,22) .10-4 ≈ (2,5 ± 2,2) 10-5 (oC)-1. Dengan Hasil dari
literature (Halliday, 1997) adalah 𝛼 𝑎𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑖𝑢𝑚 = 2,4. 10-5 (oC)-1. Hasil eksperimen dan
literature memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda.

2. Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa panjang logam kuningan awal, jejari silinder dan jarum
penunjuk adalah:

𝑇𝑜 = 259,9𝑜 𝐶

𝐿𝑜𝐿𝑜𝑔𝑎𝑚 ± ∆𝐿𝑜𝐿𝑜𝑔𝑎𝑚 = (6,05 ± 0,1). 10 𝑐𝑚

𝑟 ± ∆𝑟 = (0,94 ± 0,005) 𝑐𝑚

𝑅 ± ∆𝑅 = (21,3 ± 0,05)𝑐𝑚

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 42


Dapat diperlihatkan pada Tabel-2 di bawah

Tabel-2 Data Percobaan

No T ∆𝑇 ∆𝐿 (cm) ∆𝐿
. 10−4
𝐿𝑜
1 83,8oC 54oC 0,08 13
2 61,8oC 32oC 0,06 9
3 29,8 0oC 0 0

Diplot pertambahan panjang terhadap pertambahan suhu, maka didapatkan

20
y = 2,4367x + 0,3481
Perubahan panjang tiap panjang awal

R² = 0,9875
15

10
(10^-4)

0
-2 0 2 4 6 8

-5
Perubahan suhu x 10(oC)

Gambar-3 Hasil kurva pertambahan panjang terhadap pertambahan suhu

Untuk menentukan nilai𝛼 adalah besar 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 dapat dilakukan

13
𝛼 = 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = . 10−4 = 2,4. 10−5
54

𝛼 = 2,4. 10−5 (oC)-1

𝛼= 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 : 𝛼 = 2,4. 10−5 (oC)-1

𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛1 = 3,1 x 10-5 (oC)-1

𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛2 = 1,6 x 10-5 (oC)-1

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 43


|𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛1 − 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 | + |𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛2 − 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 | −5
𝛥𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = = 10
2
|3,1 − 2,4| + |1,6 − 2,4| −5
𝛥𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = 10
2

𝛥𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = 0,8. 10−5


Δ𝐿
Dengan menggunakan persamaan (1), yaitu = 𝛼∆𝑇 , maka dapat ditentukan bahwa
Lo
𝛼 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 adalah besar 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = (2,4±0,8).10 (oC)-1. Hasil dari literature (Halliday, 1997)
-5

adalah 𝛼 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 =1,9. 10-5 (oC)-1. Hasil eksperimen dan literature memperlihatkan hasil yang
tidak jauh berbeda dengan hasil literatur.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Telah dipelajari cara menggunakan ralat secara pengukuran tunggal untuk menghitung koefisien
muailogam alumunium dan kuningan. Hasil eksperimen dan literature memperlihatkan sebagai berikut 𝛼
adalah besar 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝑎𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑖𝑢𝑚 = (2,5 ± 2,2) 10-5. Hasil dari literature (Halliday, 1997) adalah
𝛼 𝑎𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑖𝑢𝑚 = 2,4. 10-5 (oC)-1 dan 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 = (2,4 ±0,8) .10-5 (oC)-1 . Hasil dari literature
(Halliday, 1997) adalah 𝛼 𝑘𝑢𝑛𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 =1,9. 10-5 (oC)-1.Hasil eksperimen dan literature memperlihatkan
hasil yang tidak jauh berbeda.

5.2. Saran

dapat dilakukan uji larutan lain dan menghitung besar koefisien muai panjnag logam jenis lain

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Halliday, D., Resnick, R., Walker, Fundamenthal of Physics-Extended, 5th, John Wiley & Sons,
New York 1997.

[2]Mary L. Boas, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley and Sons Inc, Canada,
2006.

[3] Vidia, Galih dan Mulyono ,Olimpiade Fisika SMA,CV. Andi Publisher, Yogyakarta, 2011.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 44


BAB 7 MESIN ATWOOD (PULLEY)
Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si[1]
[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Abstrak
Pada eksperimen ini akan diberikan salah satu topik tentang mekanika klasik untuk mesin atwood yang sering
digunakan dalam dunia teknik dan sains. Penggunaan mesin atwood salah satunya terdapat di berbagai mesin
tekstil yaitu untuk menggerakan motor mesin. Pada eksperimen ini akan digunakan persamaan Hukum newton
untuk memperlihatkan persamaan gerak yang dapat ditentukan dari nilai hasil percepatan baik secara teori
maupun secara eksperimen. Teori ralat juga digunakan dalam eksperimen ini.Praktikan diminta untuk melakukan
pengukuran tunggal ataupun berulang. Tujuan dari eksperimen ini adalah praktikan mempunyai kemampuan
menggunakan teori ralat dalam melakukan eksperimen serta mengerti cara penulisan ilmiah serta dapat
menggunakan percobaan mesin atwood untuk menentukan percepatan sistem

Keyword: Teori ralat, Pengukuran Tunggal, Konstanta pegas, percepatan grafitasi

1. PENDAHULUAN

Mekanika Newton atau sering disebut sebagai mekanika


klasik, karena perintis berbagai prinsip dasar dalam
mempelajari mekanika, khususnya dinamika, kinematika
hingga prinsip usaha, energy dan momentum kesemuanya
menggunakan prinsip Hukum Newton (Vidia, 2011).

Mekanika Newton atau klasik adalah teori tentang gerak yang didasarkan pada konsep massa dan gaya
dan hukum-hukum yang menghubungkan konsep-konsep fisis ini dengan besaran kinematika dan
dinamika. Semua gejala dalam mekanika klasik dapat digambarkan secara sederhana dengan menerapkan
hukum Newton tentang gerak.Mekanika klasik menghasilkan hasil yang sangat akurat dalam kehidupan
sehari-hari. Pada bab ini akan diperlihatkan bahwa konsep mekanika Newton dapat digunakan untuk
menentukan percepatan suatu system dan persamaan geraknya dengan menggunakan mesin atwood.

2. DASAR TEORI

Mesin atwood adalah suatu system mekanis paling sederhana yang dapat digunakan dalam berbagai
bidang. Dalam menganalisa mesin atwood, dapat digunakan rumusan sebagai berikut di bawah (Vidia,
2014) , seperti pada Gambar-1 di bawah

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 45


Gambar-1 Mesin Atwood

Ditinjau pergerakan pada massa 𝑚 dan𝑀1

∑ 𝐹 = (𝑚 + 𝑀1 )𝑎 = 𝑀𝑎 … (1)

𝑀𝑔 − 𝑇1 = 𝑀𝑎 … (2)

Tinjau pergerakan massa M2

∑ 𝐹 = 𝑀2 𝑎 … (3)

𝑇2 − 𝑀2 𝑔 = 𝑀2 𝑎 … (4)

Tinjau pergerakan massa katrol dengan jejari 𝑟 = 𝑅 dan massa Mkatrol= (70, 0 ± 0,5) gram dengan massa
M1 dan M2 masing-masing adalah (79,0±0,5) gram

𝐼𝑎
∑𝜏 = … (5)
𝑟

𝐼𝑎
𝑇1 − 𝑇2 = … (6)
𝑟2

Substitusi persamaan (6), (4) ke persamaan (2), maka didapatkan bahwa

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 46


𝑚 + 𝑀1 − 𝑀2 𝑚
𝑎 == 𝐼 𝐼 𝑔 … (7)
𝑀1 + 𝑚 + 𝑀2 + 𝑀
𝑟2 1
+ 𝑚 + 𝑀2 + 𝑟2

Untuk menentukan momen inersia silinder pejal, maka dapat digunakan rumusan berikut

1
𝐼 = ∫ 𝑟 2 𝑑𝑚 = ∫ ∫ 𝑟 2 𝑟 𝑑𝑟 𝑑𝜃 = 𝑚𝑟 2 … (8)
2

Untuk menentukan percepatan secara eksperimen dapat digunakan persamaan gerak jatuh bebas, yaitu

1
ℎ = 𝑎𝑡 2 … (9)
2

2ℎ
𝑎= … (10)
𝑡2

Dengan ralat percepatan adalah

𝜕𝑎 𝜕𝑎 2 4
∆𝑎 = | ∆ℎ| + | ∆𝑡| = | 2 ∆ℎ| + | 3 ∆𝑡| … (11)
𝜕ℎ 𝜕𝑡 𝑡 𝑡

Dapat dilakukan metode grafik ataupun metode pengukuran tunggal atau berulang untuk menentukan
besar percepatan 𝑎 ± ∆𝑎

3. METODE EKSPERIMEN

Pada metode eksperimen akan dijabarkan bagaimana metode yang digunakan serta alat dan bahan yang
dipakai dalam eksperimen ini.

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipakai pada eksperimen ini adalah:

 Seperangkat mesin atwood


 Massa beban
 stopwatch
 Alat tulis

b. Skema Percobaan

Dapat diperlihatkan skema percobaan eksperimen ini adalah sebagai Gambar-2dibawah

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 47


Gambar-2 Skema Percobaan
c. Cara kerja
 Ditentukan percepatan grafitasi
 Ditentukan ketinggianawal ho sebelum diberikan massa m
 Ditentukan waktu dengan stopwatch saat ketinggian h ( pengukuran tunggal)
 Untuk pengukuran menggunakan metode grafik, maka ditentukan ketinggian awal ho
sebelum diberikan massa m
 Ditentukan waktu dengan stopwatch saat ketinggian h dan ketinggian divariasi dan ditentukan
waktu
 Diplot grafik ketinggian terhadap waktu t
 Diukur massa m, Mkatrol dan juga M1, M2
 Dicobakan untuk jenis batang lain

4. HASIL DAN PEMBAHASAN (CONTOH HASIL EKSPERIMEN)

Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa percepatan grafitasi adalah:

𝑙𝑡𝑎𝑙𝑖 ± ∆𝑙𝑡𝑎𝑙𝑖 = (9,70 ± 0,05)𝑐𝑚 = (9,7 ± 0,1). 10−2 𝑚

𝑇 ± ∆𝑇 = (0,68 ± 0,05)𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = (6,8 ± 0,5). 10−1 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Percepatan grafitasi dari persamaan (38) adalah

𝑙
𝑔=
(𝑇⁄2𝜋)2

Dengan ralat tunggal adalah

𝜕𝑔 𝜕𝑔 1 2
∆𝑔 = | ∆𝑙| + | ∆𝑇| = | 2
∆𝑙| + |𝑙(2𝜋)2 3 ∆𝑇|
𝜕𝑙 𝜕𝑇 (𝑇⁄2𝜋) 𝑇

1 2
∆𝑔 = | 2
0,005| + |0,1(6,3)2 0,05| ≅ 1,30
(0,68⁄6,3) 0,683

(𝑔 ± ∆𝑔)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (8,6 ± 1,3) 𝑚/𝑠 2

Pada perhitungan tunggal didapatkan bahwa percepatan system adalah

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 48


𝑀𝑘𝑎𝑡𝑟𝑜𝑙 ± ∆𝑀𝑘𝑎𝑡𝑟𝑜𝑙 = (70,0 ± 0,5)gram

𝑀1 ± ∆𝑀1 = (79,0 ± 0,5)𝑔𝑟𝑎𝑚

𝑀2 ± ∆𝑀2 = (79,0 ± 0,5) 𝑔𝑟𝑎𝑚

𝑚 ± ∆𝑚 = (4,0 ± 0,5) 𝑔𝑟𝑎𝑚

ℎ ± ∆ℎ = (5,0 ± 0,1) 10 𝑐𝑚

𝑡 ± ∆𝑡 = (2,30 ± 0,05) 𝑠

Hasil percepatan secara eksperimen adalah


2ℎ
= 0,189 𝑚/𝑠 2
𝑎=
𝑡2
2 4ℎ 2 4.0,5
∆𝑎 = | 2 ∆ℎ| + | 3 ∆𝑡| = | 2 0,001| + | 3 0,05| = 0,0004 + 0,01 = 0,01𝑚/𝑠 2
𝑡 𝑡 2,3 2,3
(𝑎 ± ∆𝑎)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (0,189 ± 0,010) = (1,9 ± 0,1). 10−1 𝑚/𝑠 2
Hasil percepatan secara teori adalah
𝑚 4
𝑎𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 𝐼 𝑔 = 8,6 = 0,175 = (1,8). 10−1 𝑚/𝑠 2
𝑀+𝑚+ 𝑀2 + 2 158 + 4 + 35
𝑟
4
∆𝑎𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = ∆𝑔 = 0,026
158 + 4 + 35
(𝑎 ± ∆𝑎)𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 0,175 ± 0,03 = (1,8 ± 0,3). 10−1 𝑚/𝑠 2

Percobaan dnegan menggunakan metode grafik dapat dilakukan sebagai berikut

1
ℎ = 𝑎𝑡 2
2
2
𝑡2 = ℎ → 𝑡 2 = 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 ℎ
𝑎
Dapat diperlihatkan pada Tabel-1

Tabel-1Data percobaan

No Ketinggian h (meter) Waktu t (sekon) Waktu t2 (sekon2)


1 0 0 0
2 0,10 0,87 0,7569
3 0,12 1,03 1,0609
4 0,14 1,08 1,1664
5 0,16 1,25 1,5625
6 0,18 1,31 1,7161
7 0,20 1,43 2,0449

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 49


8 0,22 1,50 2,25
9 0,24 1,59 2,5281
10 0,26 1,63 2,6569
11 0,28 1,66 2,7556
12 0,30 1,81 3,2761
13 0,32 1,84 3,3856
14 0,34 1,88 3,5344
15 0,36 2,00 4
16 0,38 2,03 4,1209
17 0,40 2,06 4,2436
18 0,42 2,15 4,6225
19 0,44 2,22 4,9284
20 0,46 2,33 5,4289
21 0,48 2,37 5,6169
22 0,50 2,40 5,76
23 0,52 2,56 6,5536
24 0,54 2,63 6,9169
25 0,56 2,71 7,3441
26 0,58 2,75 7,5625
27 0,60 2,78 7,7284
28 0,62 2,83 8,0089
29 0,64 2,85 8,1225
30 0,66 3,03 9,1809
31 0,68 3,06 9,3636
32 0,70 3,11 9,3636
33 0,72 3,12 9,6721
34 0,74 3,25 10,5625
35 0,76 3,28 10,7584
36 0,78 3,31 10,9561
37 0,80 3,37 11,3569

Hasil grafik adalah

14 y = 14,972x - 1,1164
12 R² = 0,9859
10
T^2(sekon^2)

8
6
4
2
0
-2 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00
h(meter)

Gambar-3 kurva t2 terhadap h

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 50


Untuk menentukan nilai percepatan system dapat dilakukan

2
= 𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛
𝑎
8,12 − 0,76
𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = = 13,62
0,64 − 0,1

8,13 − 0,75
𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛1 = = 13,67
0,54

8,11 − 0,77
𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛2 = = 13,59
0,54

Sehingga nilai

𝑎𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = 0,147𝑚/𝑠 2

2 2 |13,67 − 13,62| + |13,59 − 13,62|


∆𝑎 = 2 ∆𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 = 2 ( ) = 0,0004
𝑀𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 13,62 2

(𝑎 ± ∆𝑎)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (1,470 ± 0,004). 10−1 𝑚/𝑠 2


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.3. Kesimpulan

Telah dipelajari cara menggunakan ralat secara pengukuran tunggal dan metode grafik untuk menghitung
percepatan system mesin atwood. Hasil eksperimen dan teori adalah sebagai berikut

Untuk pengukuran tunggal

(𝑎 ± ∆𝑎)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (1,9 ± 0,1). 10−1 𝑚/𝑠 2

Hasil teori adalah

(𝑎 ± ∆𝑎)𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 = 0,175 ± 0,03 = (1,8 ± 0,3). 10−1 𝑚/𝑠 2

Pengukuran menggunakan metode grafik

(𝑎 ± ∆𝑎)𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛 = (1,470 ± 0,004). 10−1 𝑚/𝑠 2

Hasil eksperimen dan literature memperlihatkan hasil yang tidak jauh berbeda.

5.4. Saran

dapat dilakukan metode grafik dengan jumlah data yang lebih banyak

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 51


6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Halliday, D., Resnick, R., Walker, Fundamenthal of Physics-Extended, 5th, John Wiley & Sons,
New York 1997.

[2]Mary L. Boas, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley and Sons Inc, Canada,
2006.

[3] Vidia, Galih dan Mulyono ,Olimpiade Fisika SMA,CV. Andi Publisher, Yogyakarta, 2011.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 52


APPENDIKS.
PENGGUNAAN METODE EULER DALAM FISIKA KOMPUTAS

Oleh: Valentinus Galih V.P., M.Sc., S.Si[1]


[1]
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
galih_vidia@yahoo.com

Euler lahir tahun 1707 di Basel, Swiss. Dia diterima masuk Universitas
Basel tahun 1720 tatkala umurnya baru mencapai tiga belas tahun.
Mula-mula dia belajar teologi, tetapi segera pindah ke mata pelajaran
matematika. Dia peroleh gelar sarjana dari Universitas Basel pada umur
tujuh belas tahun dan tatkala umurnya baru dua puluh tahun dia terima
undangan dari Catherine I dari Rusia untuk bergabung dalam Akademi
Ilmu Pengetahuan di St. Petersburg. Di umur dua puluh tiga tahun dia
jadi mahaguru fisika di sana dan ketika umurnya dua puluh enam tahun
dia menggantikan kursi ketua matematika Daniel Bernoulli.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi didapatkan kenyataan bahwa
penyelesaian masalah-masalah mekanika Newton dan Lagrange saat ini dapat dibantu dengan
komputer yang diciptakan untuk melakukan komputasi yang rumit sehingga hasilnya dapat diperoleh
dalam waktu yang sesingkat mungkin dan dengan ketepatan yang bisa diterima. Aproksimasi
penyelesaian kemudian diperkenalkan untuk menyederhanakan penyelesaian eksak.Metode Numerik
diciptakan untuk menyelesaikan persoalan –persoalan yang rumit di dalam penyelesaian masalah
fisika. Suarga (2005) menyatakan bahwa berbagai perangkat lunak untuk komputasi numerik telah
diciptakan, mulai dari FORTRAN, MATHCAD, TURBO PASCAL, BLAS, MAPLE , dsb. Khusus
diperguruan tinggi MATLAB dan MAPLE sangatlah popular dalam keperluan komputasi
numerik.Matlab yang diciptakan di Stanford University sangatlah kuat di komputasi numerik berbasis
vektor dan matriks.

A. MENGENAL MATLAB

1.1. Pengenalan Software Matlab 6.1

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 53


Matlab adalah singkatan dari Matrix Laboratory, suatu perangkat lunak matematis yang
menggunakan vector dan matriks sebagai elemen data utama.Matlab diciptakan di Universitas
Meksiko dan Stanford University pada tahun 1970-an. Suarga menyatakan bahwa Berbagai
persoalan fisika dapat diselesaikan dengan Matlab terutama dalam bentuk diferensial dan
Integral serta matriks dan vector. (suarga, 2005). Menurut Suarga, yaitu : pengenalan dalam
pemrograman Matlab dapat dilakukan melalui pengenalan konsep dasar/ basic concept yang
bermakna suatu program dapat dikerjakan secara sederhana, hanya dengan menggunakan
aplikasi yang sudah disediakan oleh Matlab pada jendela matlab

1.1.1. Elemen dasar pada Matlab 6.1


Memulai Matlab 6.1
Setelah program Matlab 6.1 berhasil di Instal, maka untuk dapat menjalankan program
tersebut dapat dibuka Icon Matlab 6.1 pada Windows, sehingga muncul Gambar-1

Gambar-1.Tampilan Jendela Matlab 6.1

Operasi Aritmatika
Penambahan :+ x+y
Pengurangan :− x –y
Perkalian :* x* y
Pembagian :/ x/y
Perpangkatan :^ x^3
Akar Sqrt(….) Sqrt (x)
Logaritma Log (…) Log (x)

Konstanta
Matlab telah menyediakan konstanta yang umum dipakai, seperti :

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 54


pi : 3.1415
eps : Nilai epsilon bilangan natural e
inf : Infinitive/ nilai tak berhingga
i : Nilai bilangan imajiner

Variabel
Variabel berfungsi sebagai pembeda fungsi serta penunjuk angka-angka yang satu dengan
angka-angka yang lain, pada matlab variable dapat berupa huruf dan angka.

Tanda Baca

% : Digunakan untuk mengawali komentar


; : Digunakan untuk memisahkan dua peryataan tanpa echo
… : Digunakan untuk melanjutkan kalimat ke baris selanjutnya
, : Digunakan untuk memisahkan dua peryataan dalam sebaris
Contoh penggunaan

Berikut akan diberikan contoh penggunaan elemen-elemen dasar Matlab pada Tabel-1

Tabel-1Penggunaan elemen dasar Matlab 6.1

>> sqrt(4)
ans =
2
>> x=23;
>> y=2+23^2;
>> x+y
ans =
554

>> galih= sqrt(4)


galih =
2

>> Vidia=4^(1/2)
Vidia =
2

1.1.2. Vektor dan Matriks

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 55


Penggunaan matriks dalam matlab adalah salah satunya dalam pemakaian vector. Vektor kolom dan
Vector baris pada matlab dapat dibentuk dengan menggunakan instruksi pada Tabel-2 seperti berikut

Tabel-2Pengenalan vector dan matriks

>> %pengenalan vektor dengan matriks


>> x=[1;2;3;4]

x=

1
2
3
4

>> y=[1 2 3 4 5]

y=

1 2 3 4 5

Matriks berorde n x n dapat dibentuk dengan cara seperti pada Tabel-3, yaitu dengan menyisipkan tanda ;
Tabel-3.Matriks berorde 3 x 3
>> x=[1 2 3; 2 3 4; 4 3 7]
x=

1 2 3
2 3 4
4 3 7

1.1.3. Instruksi Grafis


Pembuatan gambar grafik pada matlab dapat dilakukan secara langsung yaitu melalui
instruksi plot (x,y). beberapa instruksi dalam penggambaran grafik pada Matlab antara
lain (Tabel-4)
Tabel-4Instruksi Grafik
Plot (x,y), polar(x,y) Membuat grafik dalam system koordinat kartesian atau polar
Title(‘text’) Membuat judul grafik
xlabel(‘text’) Membuat label pada sumbu-x
ylabel(‘text’) Membuat label pada sumbu-y
x=Linspace (0,2,10) Memasukkan variable x dari 0 hingga 2 dengan data yang
diambil berjumlah 10

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 56


Contoh Penggunaan

Jika dimisalkan suatu benda bergerak dengan kecepatan 𝑓(𝑥) = 𝑦 = sin 𝑥, maka dapat diperlihatkan
grafik fungsi pergerakan benda tersebut dalam system koordinat kartesian pada Tabel-5

Tabel-5Contoh penggunaan instruksi grafik bentuk kartesian 𝑓(𝑥) = 𝑦 = sin 𝑥


>> x=linspace(0,2*pi,50);
>> y=sin(x);
>> plot(x,y)
Hasil gambar dapat diperlihatkan pada Gambar-2

Gambar-2Grafik fungsi sinus


Pada penggambaran koordinat polar fungsi diatas , maka dapat digunakaninstruksi grafik sebagai berikut
pada Tabel-6
Tabel-6Instruksi grafik bentuk polar 𝑓(𝑥) = sin 𝑥
>> x=linspace(0,2*pi,50);
>> y=sin(x);
>> polar(x,y)
Hasil Instruksi dari grafik fungsi polar diatas adalah Gambar-3

Gambar -3Bentuk polar 𝑓(𝑥) = sin 𝑥

B. DASAR-DASAR FISIKA KOMPUTASI


B.1. Hukum Newton

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 57


Mekanika Newton atau sering disebut sebagai mekanika klasik, karena perintis berbagai prinsip dasar
dalam mempelajari mekanika, khususnya dinamika, kinematika hingga prinsip usaha, energy dan
momentum kesemuanya menggunakan prinsip Hukum Newton. Mekanika Newton atau klasik adalah
teori tentang gerak yang didasarkan pada konsep massa dan gaya dan hukum-hukum yang
menghubungkan konsep-konsep fisis ini dengan besaran kinematika dan dinamika. Semua gejala dalam
mekanika klasik dapat digambarkan secara sederhana dengan menerapkan hukum Newton tentang
gerak.Mekanika klasik menghasilkan hasil yang sangat akurat dalam kehidupan sehari-hari. Dia diikuti
oleh relativitas khusus untuk sistem yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi, mendekati kecepatan
cahaya, mekanika kuantum untuk sistem yang sangat kecil, dan medan teori kuantum untuk sistem yang
memiliki kedua sifat di atas. Namun, mekanika klasik masih sangat berguna, karena ia lebih sederhana
dan mudah diterapkan dari teori lainnya, dan dia juga memiliki perkiraan yang valid dan luas dalam
penerapannya. Mekanika klasik dapat digunakan untuk menjelaskan gerakan benda makroskopis seperti
gasing, mobil, bisbol dan sebagainya, serta benda-benda astronomi (seperti planet dan galaksi) juga
beberapa benda mikroskopis (seperti molekul organik).

Mekanika klasik menggambarkan dinamika partikel atau sistem partikel.Dinamika partikel demikian,
ditunjukkan oleh hukum-hukum Newton tentang gerak, terutama oleh hukum kedua Newton.Hukum ini
menyatakan, "Sebuah benda yang memperoleh pengaruh gaya atau interaksi akan bergerak sedemikian
rupa sehingga laju perubahan waktu dari momentum sama dengan gaya tersebut".

Tiga hukum Newton yang digunakan dalam pelajaran dinamika dan kinematika adalah:

 Hukum Newton I menyatakan bahwa partikel akan tetap diam atau bergerak dengan kecepatan
konstan, bila tidak ada kesetimbangan gaya yang bekerja padanya.
 Hukum Newton II menyatakan bahwa percepatan partikel berbanding lurus dengan gaya yang
bekerja padanya dan searah dengan gaya yang bekerja padanya.
 Hukum Newton III menyatakan bahwa gaya aksi reaksi antara benda-benda yang saling
mempengaruhi adalah sama besar, berlawanan arah dan segaris.
Hukum Newton II adalah dasar dari hampir semua analisis dinamika dan kinematika, untuk partikel
dengan massa m kg dan percepatan𝑎 m/s2 yang ditimbulkan karena adanya gaya F Newton, maka hukum
Newton berlaku

dP Pers-A.1
∑F = = m𝑎
dt

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 58


Hukum Newton pertama adalah disebabkan karena pada hukum Newton II, yaitu gaya-gaya yang
bekerja bernilai nol, tidak akan ada percepatan dan partikel diam atau dikatakan bergerak dengan
kecepatan konstan. Pada hukum Newton II berlaku dua persamaan yaitu

d d Pers-A.2
ΣF = (mẋ ) = m (ẋ )
dt dt

d dv dx dv Pers-A.3
ΣF = m (ẋ ) = m = mv
dt dx dt dx

B.2. Model Persamaan Deferensial


Persamaan deferensial biasa adalah persamaan deferensial yang melibatkan satu variable, pada
umumnya adalah waktu pada problema fisika. Ada tiga bentuk persamaan deferensial biasa (
Ordinary deferensial equations) dalam fisika:
 Persamaan Peluruhan (decay)/ fungsi eksponensial negative
𝑑𝑦
𝑑𝑡
+ 𝛼𝑦 = 0 Pers − A. 4

𝑦 = 𝐴exp(−𝛼𝑡)

 Persamaan pertumbuhan/ fungsi eksponensial positif


𝑑𝑦
− 𝛼𝑦 = 0 Pers − A. 5
𝑑𝑡

𝑦 = 𝐴exp(−𝛼𝑡)

 Persamaan Osilasi/ fungsi sinusoidal


𝑑𝑦
𝑑𝑡
± 𝑖𝛼𝑦 = 0 Pers − A. 6

𝑦 = 𝐴 exp(∓𝑖𝛼𝑡)

 Persamaan deferensial orde tinggi


𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝑑𝑡 2
+ 𝛽 𝑑𝑡 + 𝛼𝑦 = 0 Pers − A. 7

a. Pengenalan Metode Euler


Pada bentuk deferensial

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 59


𝑑𝑦
= 𝑎 Pers − A. 8
𝑑𝑡
Metode Euler menyatakan bahwa solusi dari persamaan deferensial y’adalah
y(t + h) = y(t) + h ∗ 𝑎 Pers − A. 9
Secara matematis Solusi persamaan didapatkan dari
𝑑𝑦 = 𝑎𝑑𝑡
𝑦 𝑡
∫ 𝑑𝑦 = ∫ 𝑎𝑑𝑡
𝑦𝑜 𝑡𝑜

𝑦(𝑡) = 𝑦(𝑡𝑜 ) + 𝑎(𝑡 − 𝑡𝑜 )


𝑦(𝑡𝑖 + 𝑡𝑜 ) = 𝑦(𝑡𝑜 ) + 𝑎(𝑡𝑖 − 𝑡𝑜 ) Pers − A. 10

C. METODOLOGI PENELITIAN
C.1. Studi Kasus Penyelesaian Gerak Lurus berubah beraturan secara teori Menurut Hukum
Newton
Persamaan gerak pada kasus gerak lurus berubah beraturan adalah
𝑚𝑑𝑣 𝑚𝑑2 𝑦
∑𝐹 = =
𝑑𝑡 𝑑𝑡 2
𝐹 𝑑2 𝑦
=𝑎= 2
𝑚 𝑑𝑡
𝑑2 𝑦
𝑎=
𝑑𝑡 2
Dengan menerapkan hukum Newton II

∑ 𝐹 = 𝑚𝑎

d
−mg = (mẏ )
dt

d
(ẏ ) = −g
dt
Rumus 1
𝑎(t) = ÿ = −g
Rumus 2
dv
𝑎= → dv = 𝑎𝑑𝑡 → ∫ 𝑑𝑣 = ∫ 𝑎𝑑𝑡
dt
v(t) = v(𝑡𝑜) + 𝑎𝑡
Rumus 3

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 60


dy
v= → dy = vdt → ∫ dy = ∫ vdt
dt
y(t) = y(to) + vt

C.2.Studi Kasus Penyelesaian Gerak lurus berubah beraturan dengan program Matlab 6.1 secara
komputasi pada
Penyelesaian persamaan gerak lurus berubah beraturan dengan program Matlab dapat diperlihatkan pada
Tabel-7
Tabel-7Persamaan gerak lurus berubah beraturan
Rumus 1 ÿ = −g a(2) = - g;

Rumus 2 v(t) = v(𝑡𝑜) + 𝑎𝑡 v = v + t*a;

Rumus 3 y(t) = y(to) + vt y = y + t*v;

%gerak lurus berubah beraturan - Made by V. Galih Vidia Putra


% dengan metoda Euler tanpa ada gaya hambat udara
clear; help gerakbola
% pemasukan syarat awal
y0 = input('Masukkan posisi awal - ');
v0 = input('Masukkan kecepatan awal - ');
t = input('Masukkan nilai time-step - ');
y = [0 y0]; %vektor posisi
v = [0 v0]; %vektor kecepatan
time = 0;
%pemasukan konstanta-konstanta
g=9.81; % percepatan grafitasi bumi=9,81 m/s2
% pemasukan banyak langkah yang diambil
stepmax = 20;
for i=1:stepmax
% disiapkan fungsi-fungsi yang ingin dibuat grafiknya, yaitu time, y
tplot(i) = time;
yplot(i) = y(2);
vplot(i)=v(2);
% pemasukan Rumus 1
a(2) = - g;
%pemasukan rumus 2 dan 3
y = y + t*v;
v = v + t*a;
time = time + t;
if (y(2)<0)

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 61


break;
end
end
fprintf('waktu Jangkauan bola = %g sekon\n', time)
fprintf('jangkauan bola = %g meter\n', y(2))
fprintf('kecepatan bola = %g meter/s\n', v(2))
%penggambaran Grafik
plot(tplot, yplot, '+',tplot,vplot,’-‘)
grid
xlabel('time (sekon)')
title('Gerak bola dengan EULER')

D. HASIL PEMBAHASAN
a. Hasil Penelitian
Hasil dari perhitungan secara komputasi adalah seperti pada Tabel-9
Tabel-9Hasil perhitungan secara komputasi

Masukkan posisi awal - 0


Masukkan kecepatan awal - 20
Masukkan nilai time-step - 0.01
waktu Jangkauan bola = 0.2 sekon
Jangkauan bola = 3.81361 meter
Kecepatan bola == 18.038 meter/s

Hasil Grafik dapat diperlihatkan pada Gambar-4

Gambar-4Grafik gerak lurus berubah beraturan


b. Pembahasan
 Gerak Lurus Berubah Beraturan

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 62


Secara perhitungan teori
𝑎 = −𝑔
𝑑𝑣
= −𝑔
𝑑𝑡
𝑣(𝑡) = 𝑣𝑜 − 𝑔𝑡
𝑑𝑦
= 𝑣𝑜 − 𝑔𝑡
𝑑𝑡
1
𝑦(𝑡) = 𝑣𝑜𝑡 − 2 𝑔𝑡 2 pers − A. 11

Dengan memasukkan nilai-nilai yang diketahui ke pers-A.11

𝑡 = 0,01 ∗ 20 = 0,2 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛


𝑣0 = 20 𝑚/𝑠
𝑦𝑜 = 0 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
Sehingga
1
𝑦(𝑡 = 0.2) = 20. (0,2) − 9,81(0,2)2
2
𝑦(𝑡) = 3,813 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
Kecepatan saat t=0,2 sekon adalah
𝑣(𝑡) = 20 − 9,81.0,2 = 18,038𝑚/𝑠

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 63


BIOGRAFI PENULIS

Valentinus Galih Vidia Putra, M.Sc.S.Si lahir di desa Wedi, Kabupaten


Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 4 Maret 1987. Pendidikan dasar
sampai menengah diselesaikan di kota kecil Bekasi, Jawa Barat.
Penulis menamatkan pendidikan starta satu (S-1) dan (S-2) Fisika di
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FMIPA UGM. Saat
ini penulis sedang melanjutkan ke program Doctor of Science di
universitas yang sama.
Kegiatan Organisasi dan Riwayat pekerjaan penulis:

1. Asisten Tugas Lab I, II dan III di Laboratorium Fisika UGM (2007-2009).


2. Tim panitia Lomba Fisika Nasional (TOP COP UGM), UGM, Yogyakarta( 2007).
3. Tim Koordinator Lomba cerdas cermat KKN-PPM UGM, Yogyakarta di Purworejo (2008)
4. Anggota keluarga mahasiswa Katolik (KMKath), UGM, Yogyakarta (2005-2010)
5. Tentor Fisika SMA, LBB SSC, Yogyakarta 2010-2012.
6. Pengajar Olimpiade Sains Nasional Fisika SMA De Britto,Yogyakarta dan SMP IPH School,
Surabaya (2011-2013).
7. Asisten dosen Mata Kuliah Fisika Matematika, Prodi Geofisika, Jurusan Fisika UGM (2012).
8. Anggota Keluarga Alumni Gadjah Mada ( Kagama) 2010-Sekarang.
9. Dosen Fakultas Teknik Informatika Universitas Dian Nuswantoro, Semarang (2012-2013)
10. Dosen Fisika, Politeknik STTT, Bandung (2014-sekarang)
11. Dosen Mekatronika, Politeknik STTT Bandung (2014-sekarang)
12. Dosen Otomasi , Akademi Komunitas Tekstil, Solo (2016)

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 64


BIOGRAFI PENULIS

Endah Purnomosari, ST. dilahirkan di kota kecil Cepu, Kabupaten


Blora, Jawa Tengah pada tanggal 30 Desember 1984. Pendidikan SD
sampai SMP diselesaikan di kota asalnya. Kemudian melanjutkan
pendidikan SMK Telkom di kota Purwokerto, Jawa Tengah. Penulis
menamatkan pendidikan diploma III Teknik Elektro (DIII) di
Politeknik Negeri Semarang, Jawa Tengah dan (S-1) Teknik Elektro
di Sekolah Tinggi Teknologi Mandala di Bandung, Jawa Barat sambil
bekerja sebagai Pranata Laboratorium Pendidikan di Laboratoorium
Fisika Dasar di Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.

Pengantar Eksperimen Fisika Hal. 65

Anda mungkin juga menyukai