Endin Mujahidin1
1
Universitas Ibn Khaldun Bogor
Corresponding author: endin.mujahidin@uika-bogor.a.c.com
Abstrak. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Sejarah telah membuktikan bahwa pesantren merupakan satu-satunya model pendidikan masyarakat
yang dapat bertahan selama berabad-abad lamanya. Salah satu penyebabnya adalah inovasi yang terus
dikembangkan dalam pesantren. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi inovasi-inovasi yang
dikembangkan dalam pesantren. Metode yang digunakan adalah studi pustaka. Data yang diperoleh
dari studi literatur dan fenomena yang diamati secara langsung, intensif, dan mendetail serta
diinterpretasikan secara tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pengembangan program
pendidikan di pesantren ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh pengelola pesantren, yaitu, (1)
munculnya sekolah-sekolah terpadu (mulai tingkat dasar hingga menengah); dan (2) penyelenggaraan
sekolah sistem boarding school (sekolah berasrama). Dalam sistem ini, para murid mengikuti
pendidikan reguler dari pagi hingga siang di sekolah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama
atau pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di bawah didikan
dan pengawasan para ustadz pembimbing. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pesantren
hendaknya membuka inovasi baru yaitu pesantren terpadu. Dimana santri tidak hanya diajari ilmu-ilmu
“berbasis kitab kuning” tetapi juga ilmu-ilmu yang terkait dengan teknologi. Sehingga alumni pesantren
tidak ketinggalan zaman. Dari penelitian ini direkomendasikan adanya pengembangan kurikulum,
sarana prasarana, tenaga kependidikan, dan anggaran.
Kata kunci: inovasi, kiyai, Pendidikan, Pesantren.
A. PENDAHULUAN
Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana pendidikan di Indonesia adalah Pesantren. Ia adalah
model sistem pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan
sistem-sistem yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk dimakan zaman dengan segala
perubahannya. Karenanya banyak pakar, baik lokal maupun internasional melirik Pesantren sebagai
bahan kajian. Tidak jarang beberapa tesis dan disertasi menulis tentang lembaga pendidikan Islam tertua
ini.
Di antara sisi yang menarik para pakar dalam mengkaji lembaga ini adalah karena “modelnya”.
Sifat keislaman dan keindonesiaan yang terintegrasi dalam pesantren menjadi daya tariknya. Belum lagi
kesederhanaan, sistem dan manhaj yang terkesan apa adanya, hubungan kyai dan santri serta keadaan
fisik yang serba sederhana. Walau di tengah suasana yang demikian, yang menjadi magnet terbesar
adalah peran dan kiprahnya bagi masyarakat, negara dan umat manusia yang tidak bisa dianggap sepele
atau dilihat sebelah mata. Sejarah membuktikan besarnya konstribusi yang pernah dipersembahkan
lembaga yang satu ini, baik di masa pra kolonial, kolonial dan pasca kolonial, bahkan di masa kini pun
peran itu masih tetap dirasakan (Halim, 2005).
Di tengah gagalnya sebagian sistem pendidikan dewasa ini, ada baiknya kita menyimak kembali
sistem pendidikan pesantren. Keintegrasian antara ilmu etika dan pengetahuan yang pernah
dicanangkan pesantren perlu mendapat perhatian, sehingga paling tidak mengurangi apa yang menjadi
trend di tengah-tengah pelajar dan pemuda kita diantaranya dekadensi moral, free sex, tawuran, dsb.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang dihasilkan diperoleh dari
studi literatur dan dari fenomena yang diamati secara langsung, intensif, dan mendetail serta
diinterpretasikan secara tepat.
Ketika arus global sudah merambah masyarakat secara menyeluruh, pendidikan pesantren
dituntut menjadi semakin terstruktur dan kurikulum pesantren menjadi lebih tetap, sehingga saat ini
banyak pesantren selain kurikulum agama, sekarang ini kebanyakan pesantren juga menawarkan mata
pelajaran umum. Bahkan, banyak pesantren sekarang melaksanakan kurikulum Depdiknas. Sekolah-
sekolah Islam yang melaksanakan kurikulum Depdiknas ini kebanyakan di Madrasah.
Dalam pengembangan program pendidikan di pesantren ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh
pengelola pesantren, yaitu, munculnya sekolah-sekolah terpadu (mulai tingkat dasar hingga menengah);
dan penyelenggaraan sekolah bermutu yang sering disebut dengan boarding school. Nama lain dari
istilah boarding school adalah sekolah berasrama. Para murid mengikuti pendidikan reguler dari pagi
hingga siang di sekolah, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama atau pendidikan nilai-nilai
khusus di malam hari. Selama 24 jam anak didik berada di bawah didikan dan pengawasan para ustadz
pembimbing.
Di lingkungan sekolah ini mereka dipacu untuk menguasai ilmu dan teknologi secara intensif.
Selama di lingkungan asrama mereka ditempa untuk menerapkan ajaran agama atau nilai-nilai khusus
tadi, tak lupa mengekspresikan rasa seni dan ketrampilan hidup di hari libur. Hari-hari mereka adalah
hari-hari berinteraksi dengan teman sebaya dan para ustadz. Rutinitas kegiatan dari pagi hari hingga
malam sampai ketemu pagi lagi, mereka menghadapi makhluk hidup yang sama, orang yang sama,
lingkungan yang sama, dinamika dan romantika yang seperti itu pula. Dalam khazanah pendidikan kita,
sekolah berasrama adalah model pendidikan yang cukup tua sebagaimana pesantren.
Pengembangan progam pendidikan meliputi program jangka pendek. Tahun ke-1 sampai ke-3,
menengah. Tahun ke-4 sampai ke-6, dan jangka panjang. Tahun ke-7 sampai ke-10. dalam
implementasinya program tersebut bisa di jelaskan sebagai berikut (Burhanuddun, 1994):
a. Kurikulum
1) Jangka pendek. Yaitu, Penerapan kurikulum dengan prosentase yang proposional, yaitu 80 persen
disusun oleh pusat, dan 20 persen di susun di tingkat daerah atau disesuaikan dengan muatan
lokal.
2) Jangka menengah. Yaitu pesantren atau sekolah memiliki kelenturan dalam menentukan waktu
serta pesantren bisa merubah beberapa pelajaran yang diangap penting
3) Jangka panjang. Yaitu pembentukan standart inti kompetisi untuk menjaga kualitas pendidikan
dan menngfokuskan semua pelajaran untuk menjaga kesatuan bangsa dan negara
b. Sarana dan prasarana
Pengadaan sarana dan prasarana ditentukan dengan kebutuhan yang ada di pesantren atas
kerjasama antara pesantren dan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
c. Tenaga pendidikan
1) Kepala sekolah atau pengelola pesantre pelatihan-pelatihan tentang prinsip-prinsip kependidikan
secara umum secara bertahap. Memiliki keluasan dalam pengelolaan manajemen pesantren.
Memiliki kemandirian serta kebijakan yang luas, jauh dari intervensi
2) Ustadz atau asatid seleksi yang disesuaikan dengan kemampuan ustadz yang mengikuti standart
pemerintah dan pesantren pengangkatan dan penempatan penghargaan
3) Pengawas atau komite pesantren pelatihan-pelatihan tentang prinsip-prinsip pendidikan dan
kepengawasa menumbuhkan profesionalitas pengawasan.
d. Pengembangan Anggaran
Dalam implementasi angaran pesantren hal yang paling mendasar adalah memperhatikan
ketentuan sebagai berikut (Haedari, Amin, 2004):
1) Dana pembangunan, pengeluaran dana ini diatur dan digunakan untuk pembangunan dan
pembenahan sarana fisik lembaga, dana ini di sesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah ustadz
serta peserta didik yang ada di lembaga pendidikan tersebut.
2) Dana rutin, dana rutin adalah dana yang digunakan untuk biaya operasional satu tahun anggaran.
Dana rutin pengunaanya meliputi pelaksanaan progam belajar mengajar, pembayaran gaji ustadz
maupun personil, serta pemeliharaan dan perawatan sarana prasarana lembaga pendidikan.
Dari kedua prinsip ini dapat di jabarkan sebagai berikut:
1) Membangun unit belajar/ruang kelas baru berikut sarana-prasarananya termasuk sarana olahraga,
yang ditempuh baik melalui anggaran pemerintah (pusat dan daerah) maupun melalui
pemberdayaan pertisipasi masyarakat dengan pengelolaan yang efisien dan kontrol yang semakin
ketat.
2) Mengembangkan model-model alternatif layanan pendidikan yang efisien dan relevan bagi
kelompok masyarakat yang kurang beruntung, baik kerena persoalan ketidakmampuan biaya
maupun persoalan konflik sosial politik, untuk selanjutya dioperasionalkan oleh pengelola
pendidikan daerah.
3) Memberikan beasiswa kepada keluarga miskin dan kepada siswa yang berprestasi dan bagi siswa
yang secara sosial ekonomis tidak beruntung, yang bersumber dari pemerintah dan/atau
masyarakat dengan memperhatikan prinsip pemberdayaan, kesempatan, pemerataan dan
keadilan.
4) Berkerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Baik negeri maupun swasta dalam bentuk imbal
swadaya, sehingga lebih berdaya dalam mengelola pendidikan serta memacu partisipasi yang
semakin meluas dari instansi lainnya.
D. KESIMPULAN
REFERENSI