PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini di Indonesia telah banyak konflik yang terjadi di daerah yang
Indonesia adalah konflik yang ada di Ambon, Poso, Sampit, dan Aceh. Konflik-
konflik tersebut menunjukkan bahwa secara umum daerah yang dihuni oleh
konflik.
perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Keberagaman itu berupa budaya,
etnis, bangsa, bahasa, agama dan kepercayaan. Tak selamanya keragaman tersebut
terjadi di Tarakan Kalimatan Utara pada September 2010. Konflik tersebut terjadi
antara dua etnis yaitu etnis Dayak Tidung sebagai masyarakat pribumi Tarakan
penduduk Tarakan itu sendiri terdiri dari dua unsur masyarakat yaitu masyarakat
1
2
pribumi dan masyarakat pendatang yang mana terdapat perbedaan pada dua etnis
penduduk asli suatu negara). Jika kata pribumi dilekatkan pada masyarakat
pribumi Tarakan maka dapat diartikan sebagai masyarakat asli Tarakan yang
terlahir dari keturunan darah Tarakan dan tinggal di wilayah Tarakan sejak nenek
lokal. Berdasarkan Sensus Penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik Kota
Tarakan tahun 2010 dari 193.370 jiwa penduduk Tarakan tercatat 51.64 persen
atau 99.847 jiwa diantaranya merupakan warga pendatang (Badan Pusat Statistik
Kota Tarakan, 2010). Menurut kepala Badan Pusat Statistik Kota Tarakan Hamdi
Hasan masyarakat pendatang tersebut berasal dari Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi
dari berbagai etnis, diantaranya yaitu etnis Jawa, Bugis, Madura, Batak, Sunda,
Makassar, Toraja, dan lain-lain. Namun dari etnis-etnis tersebut, etnis Bugis yang
paling dominan. Letak pulau Kalimantan yang tidak terlalu jauh dari Pulau
adanya kecemburuan sosial dan kesenjangan antara etnis lokal dengan etnis
pendatang seperti etnis Bugis, etnis Jawa, dan lain-lain. Adanya kecemburuan
3
sosial yang tinggi antara penduduk lokal terhadap penduduk pendatang serta
pada akhirnya akan menimbulkan rasa iri dan dendam yang sewaktu-waktu bisa
Konflik antar etnis Dayak Tidung dengan etnis Bugis di Kota Tarakan
terjadi pada September 2010 bermula dari konflik antar individu. Hal tersebut
mengakibatkan seorang warga yang berasal dari etnis Dayak Tidung tewas akibat
kegeraman etnis Dayak Tidung terhadap etnis Bugis dan akhirnya konflik antar
terbuka antar etnis. Hal ini sempat membuat roda perekonomian di Kota Tarakan
yaitu Yonif 613 Raja Alam (Markas TNI AD), Bandara Juwata dan Lanud, Kompi
C Yonif 613 Raja Alam, serta Mapolres Kota Tarakan yang menampung lebih
dari 1.000 pengungsi korban konflik. Catatan Polda Kaltim, jumlah pengungsi
mencapai 40.170 jiwa, bahkan ada ribuan warga Kota Tarakan yang diungsikan
Terkait dengan konflik etnis Dayak Tidung dengan etnis pendatang pada
September 2010 upaya perdamaian telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait yaitu
antara pihak etnis Dayak Tidung dengan etnis Bugis. Hasil dari kesepakatan yaitu
kedua belah pihak berdamai dan masyarakat diminta memahami bahwa peristiwa
4
di Kota Tarakan adalah kriminal murni. Imbas dari kesepakatan damai itu suasana
kembali ke tempat tinggal mereka. Lalu lintas jalan raya kembali ramai, pusat
pertokoan mulai kembali di buka, serta sekolah yang sempat diliburkan aktif
kembali.
kembali seperti semula. Etnis Dayak Tidung dan Bugis di Kota Tarakan kembali
terjadi tentu saja tidak dapat dilupakan, namun kini masyarakat fokus untuk
menjaga perdamaian agar konflik yang pernah terjadi tidak terulang kembali.
Tarakan. Selain itu, diketahui bahwa di Kelurahan Selumit ini banyak pula
terdapat etnis Bugis yang menetap dan kedua etnis tersebut hidup berdampingan
hingga kini. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan kajian atas dinamika
khususnya antara etnis Dayak Tidung dengan etnis Bugis. Hal ini dikarenakan
kajian atas dinamika kehidupan sosial masyarakat etnis Dayak Tidung dan Bugis
Pengetahuan Sosial juga mengkaji materi perubahan sosial sebagai dampak dari
dalam KI 3 KD 3.1 Kelas VIII semester 1 yaitu memahami aspek keruangan dan
5
konektivitas antar ruang dan waktu dalam lingkup nasional serta perubahan dan
kehidupan sosial terdapat dalam mata kuliah Perubahan Sosial pada semester 5.
masyarakat etnis Dayak Tidung dan Bugis Kelurahan Selumit pasca konflik 2010
Kerusuhan: Ingatan Kolektif dan Identitas Etnis Madura Pasca Kekerasan antar
Etnis di Kota Sampit, Kalimantan Tengah. Peneliti secara khusus meneliti orang-
orang Madura yang kembali ke Kota Sampit pasca kerusuhan Sampit pada
Februari 2001. Penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai peristiwa pada masa
lalu membentuk mental image yang dijadikan referensi untuk kerangka bertindak
masa lalu untuk memulai kembali kehidupannya di Kota Sampit. Hal tersebut
dilakukan adanya sikap saling menghargai dan toleransi ketika tinggal di Sampit
sudah terjaga selama ini. Dengan adanya kerusuhan tersebut diketahui juga bahwa
masih ada bibit-bibit sifat intoleran dari sebagian kecil warga terhadap orang lain
yang berbeda agama dan hal tersebut sangatlah mengecewakan warga masyarakat
baik, adanya sikap saling toleransi, bergotong royong, saling membantu, saling
menghormati dan menghargai antar warga yang berbeda agama dalam kehidupan
sehari-hari.
Mesuji, Kabupaten Oki, Sumatera Selatan). Hasil dari penelitian adalah bahwa
konflik etnis yang terjadi antara Desa Pematang Panggang dan Desa Surya Adi
yaitu antara etnis pribumi dengan etnis pendatang ikut melibatkan desa-desa lain
di Kecamatan Mesuji yang sangat multi-etnik. Akibat konflik antar etnik tersebut,
konflik hingga kini masih sering terjadi dan mengakar dalam di kehidupam
masyarakat.
Berdasarkan pada ketiga penelitian tadi, fokus penelitian ini terletak pada
dinamika kehidupan sosial yang terjadi pada etnis Dayak Tidung dan Bugis pasca
dari kedua etnis tersebut untuk menjaga perdamaian pasca konflik. Berdasarkan
Sosial masyarakat etnis Dayak Tidung dan Etnis Bugis di Kelurahan Selumit
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah terjadinya konflik antar etnis Dayak Tidung dan Bugis
4. Apa upaya yang dilakukan oleh masyarakat etnis Dayak Tidung dan etnis
C. Tujuan Penelitian
Tarakan.
8
dan etnis Bugis di Kelurahan Selumit dalam menjaga hubungan antar warga
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan apabila akan
masyarakat etnis Dayak Tidung dan Bugis di Kelurahan Selumit pasca konflik
c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pedoman bagi warga di
2. Manfaat Praktis
yang luas.
b. Bagi Mahasiswa
dan Bugis di Kelurahan Selumit pasca konflik 2010 Tarakan sehingga dapat
c. Bagi Peneliti
gelar Sarjana (S1) pada program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
1. Ruang Lingkup
F. Definisi Operasional
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan dan ditegaskan dalam penelitian ini
1. Interaksi Sosial
yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya,
jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik (Walgito, 2003:57).
pengaruh timbal balik antar individu dengan golongan di dalam usaha mereka
11
untuk memecahkan persoalan yang diharapkan dan dalam usaha mereka untuk
mencapai tujuannya.
sistem sosialnya.
Tidung sendiri berasal dari kata Tidong yang artinya di atas gunung (Biantoro,
wilayah Jawa yang relatif masuk ke pedalaman, arti gunung di sini adalah
daratan lebih tinggi di sekitar laut atau biasa disebut pesisir pantai (Muthohar,
2015:12)
4. Etnis Bugis
Bugis merupakan salah satu etnis yang mendiami wilayah bagian Selatan
Pulau Sulawesi yang saat ini dikenal dengan Sulawesi Selatan. Asal usul orang
Bugis (To Ugi) pertama, orang Bugis berasal dari India Belakang seperti halnya
suku bangsa lain di Nusantara. Kedua, Orang Bugis merupakan salah satu
5. Konflik Sosial
yang langka seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya dimana tujuan
mereka berkonflik itu tidak hanya untuk memperoleh keuntungan tetapi juga
6. Toleransi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Interaksi Sosial
kunci dari semua kehidupan sosial oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial
yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya,
jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik (Walgito, 2003:57).
sebagai pengaruh timbal balik antar individu dengan golongan di dalam usaha
mereka untuk memecahkan persoalan yang diharapkan dan dalam usaha mereka
untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, interksi sosial juga dapat diartikan
pertemuan atau perjumpaan. Setiap interaksi sosial yang terjadi pada masyrakat
akan menimbulkan adanya hubungan timbal balik. Hal tersebut didasarkan dengan
adanya tindakan aksi dan tanggapan (reaksi) antara dua pihak tersebut.
13
14
Berdasarkan hal tersebut, ada dua syarat bagi terjadinya suatu interaksi sosial,
yakni terjadinya kontak sosial dan komunikasi (Narwoko dan Suyanto, 2007:16).
Kontak sosial dalam hal ini bersifat primer dan sekunder yakni kontak primer
terjadi apabila hubungan langsung bertemu dan kontak sekunder melalui perantara
atau tidak langsung (Soekanto, 2012:61). Tanpa adanya kontak sosial dan
Selain memiliki syarat agar interaksi sosial dapat terbentuk juga ada
1. Imitasi
interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong
seseorang.
2. Sugesti
atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak
lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama dengan imitasi, tetapi titik-tolaknya
dilanda oleh emosi, yang menghambat daya berpikirnya secara rasional. Proses
15
sugesti mungkin saja terjadi apabila orang yang memberikan pandangan adalah
3. Identifikasi
keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.
4. Simpati
merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan
yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan
(Basrowi, 2005:138):
3. Adanya dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang
4. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut
terdiri dari dua individu atau lebih. Komunikasi yang terjadi dapat berupa secara
interaksi sosial. Serta adanya tujuan yang ingin dicapai sehingga masyarakat
Kehidupan sosial di mana pun dan kapan pun selalu diwarnai oleh dua
peperangan, tidak adanya rasa saling memiliki, dan lain-lain. Berdasarkan hal
tersebut interaksi memiliki dua bentuk yaitu berupa proses asosiatif dan
a. Proses Asosiatif
1. Kerjasama (Cooperation)
terdapat aktivitas tertentu yang ditunjukan untuk menujuan bersama dengan saling
2012:155). Hal ini menggambarkan penting dalam kerjasama yaitu karena orang
d) Koalisi (Coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
2. Akomodasi
sosial yang berlaku dalam masyarakat (Basrowi, 2005:146). Dalam hal ini
3. Asimilasi
terdapat antara individu atau kelompok dan juga meliputi usaha-usaha untuk
kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran, dan
tindakan.
b. Proses Disasosiatif
1. Persaingan (Competition)
berlomba atau bersaing antar individu atau antar kelompok tanpa menggunakan
ancaman atau kekerasan untuk mengejar suatu nilai tertentu supaya lebih maju,
lebih baik, atau lebih kuat (Soekanto, 2012:87). Dapat dilihat bahwa persaingan
ini merupakan usaha yang dilakukan namun secara kompetitif tanpa adanya suatu
2. Kontravensi (Contravertion)
persaingan dan konflik (Soekanto, 2012:88). Kontravensi ini ditandai oleh gejala-
gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan
Konflik adalah suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok
manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan
konflik adalah:
lainnya, oleh karena itu manusia berinteraksi. Proses interaksi sosial yang
dilakukan secara terus menerus mengakibatkan perubahan sosial dalam tata hidup
2012:162)
dengan perubahan sosial dikarenankan dinamika sosial ini terpusat pada proses
kehidupan sosial.
sifat manusia yang tidak pernah puas dan mudah bosan dengan keadaan yang
sendirinya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan sosial yakni faktor
dari luar (eksternal) dan dari dalam masyarakat itu sendiri (internal) (Abdulsyani,
2012:162).
1. Terjadinya bencana alam atau kondisi lingkungan fisik, kondisi ini terkadang
kelahirannya.
yang kalah.
21
animosity.
akumulatif. Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan baru dari
dan persebaran suatu hasil kebudayaan baru tersebut, serta cara-cara unsur
kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat,
3. Pertentangan (Conflict)
Proses perubahan sosial dapat terjadi sebagai akibat adanya koflik sosial
kepentingan atau terjadi ketimpangan sosial. Pada saat masyarakat dalam keadaan
konflik, dapat timbul kekecewaan dan keresahan sosial, maka pada saat itu
2012:164).
mudah untuk dipengaruhi oleh budaya luar. Hal tersebut, turut didukung oleh
kenyataan bahwa sebagian besar tempat tinggal mereka telah menjadi daerah
dengan berbagai etnis lain, seperti etnis Bugis, Banjar, Jawa, dan etnis lainnya.
23
Oleh karena pergaulan itu, Etnis Dayak Tidung banyak yang menguasai bahasa-
bahasa etnis lain dan membuat terjadinya peminjaman kata-kata daerah lain yang
Etnis Dayak Tidung menganut Agama Islam sekitar abad ke-18 yang
masuknya agama Islam, ikut pula masuk tradisi tulisan Arab Melayu membuat
Etnis Dayak Tidung identik dengan tradisi Melayu. Meskipun mereka beragama
Islam, ada beberapa yang masih menganut kepercayaan pada roh-roh atau
Dayak Tidung yang tidak memeluk agama Islam (Muthohar, 2015:157). Namun,
pelan-pelan mereka tidak dianggap lagi sebagai etnis Dayak. Keberadaan mereka
dikategorikan suku yang berbudaya Melayu, seperti etnis Banjar, Kutai dan Pasir
(Aminah, 2011:25).
menganggap Dayak Tidung tidak dianggap sebagai etnis Dayak karena telah
Dayak Tidung tetap masuk ke dalam kelompok etnis Dayak. Hal ini dikarenakan
suku Dayak Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut yaitu,
etnis Dayak yang ada di Sabah, Malaysia. Seperti yang diungkapkan King
(1993:57) bahwa:
Seperti yang telah diungkapkan King di atas dapat diketahui bahwa bahasa Dayak
Tidung memiliki kesamaan bahasa dengan etnis Kalimantan lainnya seperti Dayak
bahwa Dayak Tidung merupakan sub Dayak Rumpun Murut yang banyak
bahwa Dayak Tidung merupakan sub dari etnis Dayak namun kini telah
adat istiadat, sistem kepercayaan, serta sistem nilai dan norma yang berlaku.
Bahasa Dayak Tidung mempunyai beberapa dialek dan bahkan juga mempunyai
Nunukan dan Sembakung (Biantoro, 2011:26). Secara garis besar, bahasa Dayak
Tidung dapat dibedakan menjadi dua dialek besar, yaitu dialek Dayak Tidung
Sesayap dan dialek Dayak Tidung Sembakung. Dialek Dayak Tidung Sesayap
Tidung sendiri berasal dari kata Tidong yang artinya di atas gunung
seperti di wilayah Jawa yang relatif masuk ke pedalaman, arti gunung di sini
adalah daratan lebih tinggi di sekitar laut atau biasa disebut pesisir pantai
Kalimantan yang salah satunya di Kota Tarakan yang merupakan wilayah pesisir,
D. Etnis Bugis
Bugis merupakan salah satu etnis yang mendiami wilayah bagian Selatan
Pulau Sulawesi yang saat ini dikenal dengan Sulawesi Selatan. Menurut
data tersebut dapat terlihat bahwa keberadaan etnis Bugis di Sulawesi Selatan
Terdapat dua pendapat utama mengenai asal usul orang Bugis (To Ugi)
(Abdullah, dkk, 2009:235). Pertama, orang Bugis berasal dari India Belakang
seperti halnya suku bangsa lain di Nusantara. Kedua, Orang Bugis merupakan
salah satu rumpun dari orang Austranesia yang tersebar di beberapa tempat di
Bugis.
diwariskan secara turun temurun (Rusli dan Rakhmawati, 2013:22). Orang Bugis
loyal terdahap adat yang diwarisi dari para leluhur. Penghargaan terhadap adat
dapat dilihat pada praktik Islam yang sering di campur adukkan dengan praktik
adat (Abdullah dkk, 2009:243). Hal ini membuat etnis Bugis dikenal sebagai etnis
26
yang kental akan adat istiadatnya sehingga membuat antara adat dan Islam sangat
2009:236). Berdasarkan hal tersebut maka tak heran bahwa etnis Bugis juga
banyak terdapat di wilayah pulau Kalimantan salah satunya yaitu di Kota Tarakan.
E. Konflik Sosial
1. Pengertian Konflik
perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan,
dan sebagainya dimana tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya untuk
dan pertentangan antar anggota atau masyarakat dengan tujuan untuk mencapai
dan Rubin (2004:27) mengatakan ketika suatu konflik terjadi, maka konflik akan
semakin mendalam bila aspirasi antara pihak yang berkonflik bersifat kaku dan
membuat konflik semakin menjadi besar dan akan berlangsung terus menerus.
yaitu:
kultural seperti perbedaan suku bangsa, agama, ras, dan majemuk sosial
keberagaman dalam kultur dan sosial masyarakat menjadi salah satu faktor
adanya perbedaan ciri-ciri oleh individu yang dibawa dalam suatu interaksi.
yang di antaranya menyangkut ciri fisik, suku, agama, ras, profesi, kekayaan
individu dalam proses interaksi sosial konflik pun tak dapat dihindari.
3. Jenis-jenis Konflik
Hal ini muncul akibat adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan
dendam dari seseorang ataupun kelompok terhadap pihak lain (Laurer, 2001:98).
nyawa dan harta benda. Contoh konflik yang destruktif adalah konflik yang terjadi
antara suku Dayak dan Melayu melawan suku Madura. Konflik ini menjadi
destruktif karena konflik dipicu oleh rasa kebencian yang tumbuh di dalam diri
perbaikan. Konflik fungsional ini membawa dampak positif bagi sistem yang
antara para cendikiawan itu sangat keras tetapi tidak berkembang menjadi konflik
yang destruktif, seperti membakar gedung pertemuan atau kemudian tidak saling
menegur satu sama lain. Berdasarkan contoh tersebut dapat diketahui bahwa
Pertama, konflik yang destruktif muncul karena rasa benci suatu kelompok
terhadap kelompok lain. Kebencian itu dapat mencul karena adanya perbedaan
fungsional berasal dari perbedaan pendapat antara dua kelompok tentang suatu
kelompok yang mereka hadapi bersama. Kedua, yang membedakan antara konflik
destruktif dan fungsional adalah akibat dari adanya konflik destruktif berupa
benturan-benturan fisik yang membawa kerugian jiwa atau harta. Sedangkan hasil
dari konflik fungsional adalah suaatu konsesus terhadap hal-hal yang menjadi
sumber munculnya perbedaan pendapat. Disamping itu, hasil atau akibat dari
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dua jenis konflik diatas
Pola kehidupan sosial itulah yang dapat dengan mudah membuat kita
memahami akan keberadaan konflik (Wijono, 2012:235). Karena hal ini, bisa kita
lihat dampaknya dalam kehidupan baik itu berupa dampak positif atau dampak
diantaranya:
yang semula pasif menjadi aktif dalam memainkan peranan tertentu di dalam
masyarakat
adalah:
1) Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok. Jika konflik yang tidak berhasil
menjadi beringas, agresif dan mudah marah, lebih-lebih jika konflik tersebut
3) Hancurnya nilai-nilai dan norma sosial yang ada. Antara nilai-nilai dan norma
sosial dengan konflik terdapat hubungan yang bersifat korelasional, bisa saja
terjadi konflik berdampak pada hancurnya nilai-nilai dan norma sosial akibat
Konflik adalah produk yang timbul dari sebuah hubungan antar individu.
yang baik merupakan cara yang paling utama harus dilakukan untuk menjadikan
konflik yang ada bisa terselsesaikan dan terpecahkan secara baik. Adapun bentuk
penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian
cara yang formal, jika cara pertama membawa hasil (Nasikun, 2003:22). Adapun
a. Konsiliasi (conciliation)
b. Mediasi (mediation)
c. Arbitrasi
dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat
kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus
ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, dia dapat naik
banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional
yang tertinggi
d. Perwasitan
Di dalam hal ini kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk
Teori konflik yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah Teori
konflik Lewis Alfred Coser. Menurut Haryanto (2012:51) teori konflik Lewis A.
pembeda teori konflik pada umumnya karena dalam teorinya Coser lebih
pendekatan yang mana kedua pendekatan tersebut menjadi perdebatan dalam teori
konflik lainnya.
dimana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara
Conflict, memusatkan perhatiannya pada fungsi konflik. Dari judul itu dapat
dilihat bahwa uraian Coser terhadap konflik bersifat fungsional dan terarah
lebih luas di tempat konflik itu terjadi. Hal ini bukan berarti bahwa konflik itu
membedakan konflik dalam dua kategori yakni konflik realistik dan nonrealistik.
Konflik yang realistik yaitu pertentangan yang bersumber pada rasa frustasi
mengenai hal-hal spesifik dalam sebuah hubungan, juga dari dugaan mengenai
pihak lain, Coser (1956:49) mengemukakan bahwa konflik yang tidak realistik
adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis,
tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan paling tidak salah satu dari
pihak. Artinya konflik yang timbul bukan karena adanya persaingan untuk
terhadap kelompok lain dalam masyarakat. Dalam hal ini konflik merupakan suatu
tujuan. Sebagai contoh yaitu adanya konflik antaretnis (sikap rasis). Konflik
asosiasi baru dan terpeliharanya garis batas kelompok. Berkaitan dengan hal
(adaptasi) dan memelihara batas kelompok, (2) konflik muncul ketika ada akses
dari penuntut untuk memperoleh imbalan sesuai dengan kerjanya, (3) semakin
lebih lama, lebih intens dan semakin berpotensi menjadi konflik sosial, (4) tipe
Pasca terjadi konflik dilihat dari teori konflik sosial Coser merupakan satu
mana nantinya mungkin akan dapat dijadikan sebagai suatu alat yang sifatnya
sosial yang ada (Demartoto, 2010:3). Dalam hal ini fungsi positifnya adalah
melindunginya.
diuraikan oleh Lewis Coser ini. Tetapi harus diakui bahwa dalam banyak hal,
fungsi yang disebutkan oleh Coser itu tidak seberapa dibandingkan dengan
ketidakstabilan atau kehancuran yang disebabkan oleh konflik itu (Setiadi dan
Kolip, 2011:373). Oleh karena itu, perlu dikembangkan cara agar bahaya tersebut
dapat dikurangi atau bahkan dapat diredam. Bagi Coser katup penyelamat (savety
valve) dapat diartikan sebagai jalan keluar yang meredakan permusuhan, atau
Katup Penyelamat (Savety valve) ialah salah satu mekanisme khusus yang
antara pihak yang bertentangan akan semakin tajam. Dengan demikian ini katup
36
terhadap suatu struktur. Katup pengaman ini disamping dapat berbentuk institusi
F. Torelansi
dibutuhkan salah satu sikap yang dapat menjembatani adanya perbedaan dalam
merupakan suatu alasan yang terjadi akibat adanya konflik (Muldon dkk,
2011:324). Toleransi adalah sarana untuk mengatasi konflik sosial dari adanya
atau mengerti banyak tentang satu sama lain yang menyebabkan rasa takut dan
intoleransi (Reese dan Zalewksi, 2012:784). Interaksi yang lebih besar antar
kelompok masyarakat akan mengurangi rasa takut dalam masyarakat dan akan
pada hubungan antara mereka yang mentolerir dan mereka yang ditoleransi, antara
terjadi akibat tidak adanya rasa menghormati dan menghargai orang lain. Seperti
mencari kesamaan dan kesepakatan yang tidak mudah untuk dicapai justru paling
penting di dalam masyarakat yang berbhineka tunggal ika adalah adanya saling
pengertian. Rasa pengertian yang ada di dalam toleransi ini dapat menjembatani
1. Mengakui hak setiap orang, suatu sikap yang menunjukkan pengakuan akan
hak setiap orang. Mengingat bahwa pada dasarnya tiap individu berhak
masing.
2. Menghormati keyakinan orang lain. Hal ini berdasarkan alasan bahwa tidak
orang lain atau golongan lain. Landasan tersebut berlaku juga dalam hal
6. Sebagai warga Negara Indonesia salah satu landasan untuk bersikap toleran
didorong oleh jiwa falsafah Pancasila Sila yang berkenaan ialah Ketuhanan
yaitu sikap menerima tanpa mengeluh, menyetujui atau menerima, yang pada
keyakinan, tindakan atau kebiasaan yang dianggap salah namun masih dapat
izin yang terbatas kepada minoritas untuk hidup sesuai dengan keyakinan
dan obyek. Untuk saat ini, situasinya bukan pada mayoritas dalam kaitannya
dengan minoritas, tapi salah satu kelompok yang kurang lebih memiliki
kekuasaan yang sama dan mereka yang mengetahui bahwa untuk perdamaian
39
sosial dan mengejar kepentingan mereka sendiri. Maka saling toleransi adalah
pilihan yang tepat. Mereka lebih memilih hidup berdampingan secara damai
daripada berselisih dan setuju dengan aturan dari modus vivendi (kesepakatan
perubahan kekuasaan, kelompok yang lebih kuat mungkin tidak lagi melihat
terhadap yang lain. Pihak yang bertoleransi menghormati pihak lain sebagai
dalam keyakinan etis mereka tentang pandangan yang baik dan benar dalam
praktik budaya mereka. Warga mengakui satu sama lain setara dalam hal
semua pihak dan tidak mendukung salah satu komunitas etis atau budaya
tertentu.
tuntutan yang lebih dari sekedar saling mengakui seperti dalam konsepsi
menghormati anggota komunitas budaya atau agama lain setara dalam hal
40
ethically valuable.
cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau
kelompok lain baik yang berbeda maupun sama. Dalam hal ini seseorang atau
kelompok masyarakat cukup dengan tidak menyakiti orang lain. Selanjutnya yang
kedua adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya
sekedar seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan dan
dukungan terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain. Hasilnya dari
damai dan perbedaan yang ada dalam masyarakat tersebut. Dalam masyarakat
BAB III
METODE PENELITIAN
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
subyek peneliti (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
menyeluruh aspek-aspek kajian yang berkaitan dengan keadaan dari suatu obyek.
Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat
B. Lokasi Penelitian
penelitian tersebut terletak di Jalan KH Agus Salim dan Jalan Hang Tuah
41
42
dimana etnis pribumi atau etnis Dayak Tidung di Tarakan dan etnis Bugis yang
menetap pada satu lokasi. Dalam kesehariaanya kedua etnis tersebut saling hidup
kehidupan sosial yang terjadi antara masyarakat etnis Dayak Tidung dan Bugis
C. Kehadiran Peneliti
deskriptif memegang peran yang sangat penting. Peneliti wajib hadir dalam
mendalam. Peneliti berperan besar pada seluruh proses penelitian dan tidak
D. Sumber Data
yang berkaitan dengan penelitian (Amirin, 1986:130). Oleh karena itu, ketepatan
dan kekayaan data yang diperoleh bergantung dengan penentuan sumber data
yang akan diteliti. Data yang akan diperoleh dalam penelitian kualitatif berupa
2014:103).
memberikan data yang lengkap, maka harus mencari orang lain yang dapat
43
dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan
berdasarkan data atau informasi yang telah diperoleh dari informan sebelumnya
Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua jenis data
yakni data primer dan data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini
dalam penelitian ini terdiri dari informan pendukung dan informan kunci.
Informan pendukung dari penelitian ini adalah Ketua Adat Dayak Tidung dan
Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan atau Ketua Adat Bugis, Lurah
dinamika kehidupan sosial masyarakat Etnis Dayak Tidung dan Bugis. Informan
Sedangkan informan kunci dalam penelitian ini adalah masyarakat etnis Dayak
Sumber data yang kedua yakni yakni data sekunder yang diperoleh dari
merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Data sekunder dalam
penelitian ini adalah dari laporan administratif, profil desa dan kelurahan,
tentang konflik sosial, dinamika sosial atau perubahan sosial, Etnis Dayak Tdung
dan Bugis.
dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan
maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Pengamatan yang akan dilakukan pada penelitian ini di mana pengamat beroperasi
tanpa diketahui oleh subyek. Observasi dilaksanakan di lokasi yang menjadi objek
2. Wawancara
dari informan dalam berbagai situasi dan konteks (Sarosa, 2012:45). Pada
informan harus bisa lebih selektif dengan memilih informan yang mempunyai
peran penting dan dapat memberikan informasi inti pada penelitian ini serta agar
semua pertanyaan telah disiapkan sebelumnya dalam urutan yang sama untuk
wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
3. Dokumentasi
Dokumentasi diperlukan oleh peneliti agar memperoleh data yang dapat dilihat
46
secara langsung dan seperti pada kenyataan yang ada di lapangan. Peneliti
melakukan studi dokumentasi gambar atau foto serta catatan dari serangkaian
kegiatan observasi dan wawancara pada masyarakat etnis Dayak Tidung dan
F. Analisis Data
macam, dan dilakukan terus menerus sampai datanya jenuh. Oleh karena itu pada
penelitian kualitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data model interktif
Miles & Huberman. Teknik analisis data model interaktif menurut Miles dan
tersebut yaitu (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4)
1. Pengumpulan Data
atau data yang dibutuhkan guna mencapai tujuan penelitian. Teknik yang
47
melalui tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
berkaitan satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
pengumpulan data, oleh karenanya analisis data dapat dilakukan sebelum, selama
dan setelah proses pengumpulan data di lapangan (Miles & Huberman, 1992:19).
2. Reduksi Data
data dalam penelitian ini sudah dimulai sejak peneliti memutuskan kerangka
konseptual, tentang pemilihan masalah, pertanyaan yang diajukan dan tentang tata
cara pengumpulan data yang dipakai. Reduksi data berlangsung secara terus
menerus selama penelitian ini berlangsung dan merupakan bagian dari analisis.
3. Penyajian Data
dari penelitian yang perlu mendapatkan revisi atau tambahan tersendiri. Data yang
atau dilakukan pengecekan keabsahan data temuan untuk memperoleh hasil dari
temuan.
48
alur sebab akibat dan proporsi (Miles & Huberman, 1992:19). Verifikasi data
dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus menerus sepanjang proses
makna dari data-data yang telah dikumpulkan. Dengan begitu, peneliti akan dapat
berlangsung. Lebih jelas mengenai komponen analisis data yang digunakan dalam
keabsahan data adalah dengan triangulasi. Triangulasi dalam penelitian ini ada
2013:108). Jika ketiga triangulasi digunakan dengan tepat, baik, dan benar maka
a. Triangulasi Sumber
Proses ini dilakukan dengan cara mengecek data dari beberapa sumber.
Keterangan dari banyak sumber akan memberikan gambaran yang lengkap dan
akurat. Data dari beberapa sumber tidak bisa dirata-ratakan tetapi di deskripsikan,
mana yang sama dan mana yang berbeda, kemudian dimintakan kesepakatan dari
Dayak Tidung dan Bugis di Kelurahan Selumit pasca konflik 2010 Tarakan, selain
mencari data dari Kelurahan Selumit, tetapi juga menggali data dari ketua adat
b. Triangulasi Teknik
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya
dokumentasi.
c. Triangulasi Waktu
H. Tahap-tahap penelitian
berikut:
50
1. Tahap Persiapan
ditulis dalam proposal penelitian lalu diajukan dan dikonsultasikan dengan dosen
2. Tahap Pelaksanaan
berupa foro dan dokumen lain yang berkaitan dengan dinamika kehidupan
social masyarakat etnis Dayak Tidung dan Bugis pasca konflik 2010 Tarakan.
yaitu berupa laporan skripsi yang mengacu pada penulisan PPKI UM Edisi
DAFTAR RUJUKAN
Abdulsyani. 2012. Sosiologi Skema, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Badan Pusat Statistik Kota Tarakan. 2010. Kota Tarakan dalam Angka 2010.
Tarakan: Bappeda Kota Tarakan.
Coser. Lewis A. 1956. The Function of Social Conflict. New York: The Free
Press.
Forst, Rainer. 2013. Toleration in Conflict Past and Present. Terjemahan Ciaran
Cronin. New York: University Press.
Hasyim, Umar. 1997. Toleransi dan Kemerdekaan Agama dalam Islam sebagai
Dasar Menuju Kerukunan antar Agama. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
King, Victor T. 1993. The People of Borneo (The People of South-East Asia and
the Pasific). Oxford UK & Cambridge USA: Blackwell.
Kurniawan, Dedi dan Syani, Abdul. 2014. Faktor Penyebab, Dampak Dan Strategi
Penyelesaian Konflik Antar Warga Di Kecamatan Way Panji Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Sosiologi, (Online), 15 (1): 1-12
( http://download.portalgaruda.org/article.php) diakses pada 3 April 2017.
Miles, Matthew B. & Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku
Sumber Tentang Metode-metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi
Rohidi. 1992. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Narwoko, Dwi & Suyanto, Bagong. 2007. Sosiologi: Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana Prananda Media Grup.
Nasikun. 2003. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution. 2002. Metode Research: Penemlitian Ilmiah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: Nalar & Forum Jakarta Paris.
Pruitt, D.G dan Rubin, J.Z. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Rahwono, B. Sigit. 2014. Konflik dan Rekonsiliasi Konflik di Mesuji (Studi pada
Masyarakat Pribumi dan Pendatang di Kecamatan Mesuji, Kabupaten
Oki, Sumatera Selatan). Yogyakarta: Universitas Negeri Sunan Kalijaga.
(Online) (digilib.uin-suka.ac.id/15452/) diakses pada 9 Desember 2016.
Rapp, Cardin dan Feitang. 2015. Teaching Tolerance? Associational Diversity and
Tolerance Formation. (Online) 63 (5), 1030-1051 Sage Publication online
(http://journals.sagepub.com/doi/full/10.1111/1467-9248.12142), diakses
2 April 2017.
Rusli, Muh. dan Rakhmawati. 2013. Kontribusi “Pamali” Tanah Bugis Bagi
pembentukan Akhlak. El Harakah Jurnal: Vol 15 (1): 19-33 (Online)
(http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/infopub) diakses pada 28
Maret 2017.
Setiadi, Elly & Kolip Usman. 2011. Pengantar Sosiologi Pengantar. Sosiologi
Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan
Penyelesaiannya. Jakarta: Prenadamedia Group.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi 1., Cet. 44. Jakarta:
Rajawali Pers.
Tillman, Diane. 2004. Pendidikan Nilai untuk Kaum Muda Dewasa. Terjemahan
Risa Pratono. Jakarta: Garasindo.
Wulansari, Dewi. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama.
Yaumi dan Damopolii. 2014. Action Research Teori, Model, dan Aplikasi.
Jakarta: Prenadamedia Group.