K3LH (Kesehatan, Keselamatan, Kerja dan Lingkungan Hidup) adalah Program
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup pada suatu
perusahaan atau instansi lain yang memiliki banyak pekerja atau karyawan. Resiko kecelakaan serta penyakit akibat kerja sering terjadi karena program K3 tidak berjalan dengan baik.
MANFAAT: Perusahaan akan menjadi lebih bermutu dan sistematis untuk
berkembang lebih cepat, dan pekerja menjadi lebih aman, lebih sehat dan nyaman. Karena setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memeroleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai- nilai agama. Jika kenyamanan dalam bekerja bisa terwujud, akan tercipta hubungan yang lebih harmonis antara para pekerja dan perusahaan tempat mereka bekerja sehingga menghasilkan produk yang maksimal sesuai misi perusahaan.
EKONOMI: perusahaan yg menerapkan K3LH tentunya akan lebih menghemat
anggaran untuk sebuah kemungkinan insiden yang terjadi di masa depan.
Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
o Kewajiban pengurus (pimpinan tempat kerja) o Kewajiban dan hak pekerja o Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi aktif dari pengusaha atau pengurus dan pekerja di tempat-tempat kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi dan meningkatkan produktivitas kerja. o Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan ini dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000, (seratus ribu rupiah)
KEWAJIBAN PEMILIK: UNDANG-UNDANG nomor 23 pasal 23 Tentang
Kesehatan Kerja HAK: UU RI No. 25 Tahun 1991 Tentang Ketenagakerjaan 1. Menentukan personil penilai Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya
5. Mencari data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan. 6. Analisis Risiko Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin.
7. Evaluasi risiko Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri. b. Menyusun program pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja. d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis.
10. Mengkaji ulang penelitian
guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut. - Peraturan Menteri No. 5 tahun 1996, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja - Tenaga kerja dan imigrasi no 3/men/1982, pelayanan kesehatan kerja - No 7/men/1964, syarat kesehatan kebersihan dan penerangan dalam tempat kerja