Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

NIFAS FISIOLOGIS

DISUSUN OLEH:
KHARISMA WARDANI SATYASHANDY
NIM. P17321195008

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas (postpartum) merupakan masa pemulihan dari sembilan bulan kehamilan
dan proses persalinan. Dengan pengertian lainnya, masa nifas yang biasa disebut juga masa
puerpurium ini dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil.Setelah persalinan wanita akan mengalami masa
puerperium, untuk mengembalikan alat genetalia interna kedalam keadaan normal, dengan
tenggang waktu sekitar 42 hari atau enam minggu atau satu bulan tujuh hari.
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat - alat kandungan
pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama 6 - 8
minggu. Periode nifas merupakan masa kritis bagi ibu, diperkirakan bahwa 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, yang mana 50% dari kematian
ibu tersebut terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Selain itu, masa nifas ini juga
merupakan masa kritis bagi bayi , sebab dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu
setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah
lahir (Saifuddin et al, 2002). Untuk itu perawatan selama masa nifas merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan.
Perawatan masa nifas mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan
dalam mobilisasi, anjuran untuk kebersihan diri , pengaturan diet, pengaturan miksi dan
defekasi, perawatan payudara (mammae) yang ditujukan terutama untuk kelancaran
pemberian air susu ibu guna pemenuhan nutrisi bayi, dan lain – lain.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah praktek klinik kebidanan diharapkan mahasiswa mampu melakukan perawatan
dan asuhan kebidanan secara komprehensif kepada ibu pada masa nifas dengan
pendekatan manajemen kebidanan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian kepada kasus nifas fisiologis
b. Dapat merumuskan diagnosa dan masalah aktual pada ibu nifas fisiologis
c. Dapat menyusun rencana asuhan secara menyeluruh pada ibu nifas fisiologis
d. Melaksanakan tindakan secara menyeluruh sesuai dengan diagnosa dan masalah
pada ibu nifas fisiologis
e. Dapat melakukan evaluasi dari diagnosa yang telah ditentukan sebelumnya.
1.3 Metode Pengumpulan Data
Manajemen kebidanan komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan data sebagai
berikut :
a. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data wawancara langsung responden yang diteliti, metode ini
diberikan hasil secara langsung dalam metode ini dapat digunakan instrumen berupa
pedoman wawancara kemudian daftar periksa atau cheklist.

2
b. Observasi
Yaitu cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung
kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang telah di teliti.
c. Studi dokumentasi
Yaitu merupakan cara pengumpulan data dengan melihat data dan riwayat ibu di rekam
medik.
d. Pemeriksaan Fisik
Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada klien secara
langsung meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi untuk mendapatkan data yang
objektif
e. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan mengambil literatur dengan buku-buku, makalah
dan dari internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Format Laporan Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep Teori
2.1.1 Definisi Masa Nifas
2.1.2 Tahap Masa Nifas
2.1.3 Perubahan dan Adaptasi Fisiologi pada Masa Nifas
2.1.4 Perubahan dan Adaptasi Psikologis pada Masa Nifas
2.1.5 Kebutuhan dasar Ibu pada Masa Nifas
2.1.6 Tanda bahaya Masa Nifas
2.1.7 Perencanaan dan Penatalaksanaan
2.2 Konsep Manajemen Kebidanan Ibu Pada Masa Nifas
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira
6 minggu (Anik M, 2014).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai
setelah partus selesai atau kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan pulih kembali
seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2010).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa
nifas berlangsung selama 6 minggu (Sulistyawati, 2009:1).
Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak disebut
puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous artinya melahirkan. Jadi
puerperium adalah masa setelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali sperti pra-hamil (Dewi,
V.N.L dan Sunarsih T, 2012).

2.2 Tahapan Masa Nifas


Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Siti Saleha (2009) adalah sebagai berikut :
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat
banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan
darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan
dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu – 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.

2.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas


a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan
iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (placenta site) sehingga jaringan perlekatan
antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas.

4
Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar
umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran
sebelum hamil).
Jika sampai 2 minggu postpartum, uterus belum masuk panggul, curiga ada
subinvolusi. Subinvolusidapat disebabkan oleh infeksi atau perdarahan lanjut (late
postpartum haemorrhage) (Widyasih H dkk, 2012).

Tabel 2.1
Ukuran Uterus Selama Masa Nifas

Involusi Uteri TFU Berat Uterus Diameter Palpasi


Uterus Serviks
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lunak
7 hari Pertengahan 500 gr 7,5 cm 2 cm
(minggu 1) pusat
shympisis
14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm
(minggu 2)
6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit
Sumber : Ambarwati, dkk. 2010:73

2) Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi
asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita (Dewi, V.N.L dan
Sunarsih T, 2012).

5
Tabel 2.2
Pengeluaran Lochea Selama Post Partum

Lochea Waktu Muncul Warna Ciri-ciri


Mengandung
darah, sisa selaput
ketuban, jaringan
Rubra 1-2 hari Merah
desidua, lanugo,
verniks caseosa
dan mekonium
Merah Berisi darah dan
Sanguinolenta 3-7 hari
kekuningan lender
Mengandung
sedikit darah,
Kuning lebih banyak
Serosa 7-14 hari
kecoklatan serum, leukosit
dan robekan
laserasi plasenta
Mengadung
leukosit, selaput
Alba >14 hari Putih kekuningan lendir serviks dan
serabut jaringan
mati
Keluar cairan
Purulenta - - seperti nnah dan
berbau busuk
Lochea tidak
Locheostasis - -
lancar keluarnya
Sumber : Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: TIM

b. Perubahan Vagina dan Perineum


1) Vagina
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau
kerutan-kerutan) kembali. Esterogen pascapartum yang menurun berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula teregang akan
kembali secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi
lahir. Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan
menonjol pada wanita multipara. Kekurangan esterogen menyebabkan penurunan
jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak
nyaman saat koitus menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi
dimulai lagi(Dewi, V.N.L dan Sunarsih T, 2012).

6
2) Perineum
Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus
pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika(Widyasih
H dkk, 2012).
c. Perubahan pada Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan
colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
(dehidrasi), kurang makan, haemoroid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali
teratur dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan
yang cukup.
d. Sistem Perkemihan
1) Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah
wanita melahirkan sebagian menjelaskan penyebab penurunan fungsi ginjal selama
masa postpartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira 2 – 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan serta
dilatasi ureter dan pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil
wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
2) Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pascamelahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan
yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari,
selama 2 – 3 hari pertma setelah melahirkan. Kehilangan cairan melalui keringat dan
peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama
masa postpartum.
3) Uretra dan Kandung Kemih
Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat
mengalami edema. Kandung kemih edema, terisi penuh, dan hipotonik dapat
mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna, urine residual. Hal
ini dapat dihindari jika dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan
kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih. Pengambilan urine dengan
cara bersih atau melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung
kemih.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, penigkatan kapasitas kandung kemih setelah
bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih
menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat

7
melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks
berkemih. Penurunan berkemih terjadi seiring diuresis postpartum dapat menyebabkan
distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul dapat menyebabkan
perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan
baik (Dewi, V.N.L dan Sunarsih T, 2012).
e. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin
bertambah. Adaptasi muskuloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan, bergesernya
pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat masa
post partum sistem muskuluskeletalakan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini
dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat proses involusi uteri. Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas
meliputi :
1) Dinding perut dan peritonium.
Dinding perut akan lnggar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam
6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis pada otot-otot rectus abdominis,
sehingga sebagian dari dinding perut digaris tengah hanya terdiri dri peritoneum, fasia
tipis dan kulit.
2) Kulit abdomen.
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar. Melonggar dan mengendur
hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding-dinding abdomen dapat kembali normal
dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
3) Striae.
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut di dinding abdomen.
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk
garis lurus yang samar. Tingkat diastasis abdominis pada ibu post partum dapat dikaji
melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat
membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
4) Perubahan ligament.
Selain jalan lahir, ligamen-ligamen, difragma pelvis dan fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala.
Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retrofleksi.
5) Simpisis pubis.
Pemisahan simpisis pubis jarag terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan
morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain : nyeri tekan pada
pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan.
Pemisahan simpisis pubis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa
minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.

8
f. Tanda-tanda Vital.
1) Suhu badan
Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik (37,5-38⁰C) sebagai akibat
kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan
normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik lagi
karena ada pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena
banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium,
mastitis, traktus genitalis, atau sistem lain (Dewi, V.N.L dan Sunarsih T, 2011).
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi akan lebih cepat.Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar
60 kali permenit, yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat
penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum (Widyasih H dkk,
2012).
3) Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat
menandakan terjadinya preeklamsia postpartum.
4) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.
Bila suhu nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran napas (Dewi, V.N.L dan Sunarsih T, 2011).
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal, karena ibu dalam keadaan
pemulihan. Bila ada respirasi cepat postpartum (> 30 x/menit), mungkin karena adanya
ikutan tanda-tanda syok (Widyasih H dkk, 2012).
g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh dara uteri meningkat
selama kehamilan. Deuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon esterogen, yang
dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar
esterogen menurun selama nifas, namun kadarnya tetap tinggi daripada normal. Plasma
darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu
mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi
retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan pervaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan
darah dengan sectio cesaria menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari
volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan pervaginam, hemokonsentrasiakan
naik pada persalinan sectio cesaria, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal
setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan. Shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum
9
kordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini
terjadi pada hari ketiga sampai kelima post partum.
h. Perubahan sistem hematologi
Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat, pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma
akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat di mana
jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.00 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik sampai 25.000-30.000 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin,
hematokrit, dan erotrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai
akibat dari volume darah. Volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah
akan dipengaruhi oleh status gizi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa
postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. penurunan volume dan
peningkatan sel darah pada kehamilan pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan
hematokrit dan hemoglobin pada hari ke-3 sampau ke-7 postpartum dan akan kembali
normal dalam
4 – 5 minggu postpartum (Dewi, V.N.L dan Sunarsih T, 2012).

2.4 Adaptasi Psikologis Ibu dalam Masa Nifas


a. Adaptasi psikologis post partum menurut teori Rubin dalam buku Sri Astuti, dkk (2015 :
22) dibagi dalam 3 fase :
1) Fase taking in (fase ketergantungan)
a) Lamanya 3 hari pertama setelah melahirkan.
b) Fokus pada diri ibu sendiri, tidak pada bayi.
c) Ibu membutuhkan waktu untuk tidur dan istirahat.
d) Pasif, ibu mempunyai ketergantungan dan tidak bisa membuat keputusan.
e) Ibu memerlukan bimbingan dalam merawat bayi dan mempunyai perasaan takjub
ketika melihat bayinya yang baru lahir.
2) Fase taking hold (fase independen)
a) Akhir hari ke-3 sampai hari ke-10.
b) Aktif, mandiri, dan bisa membuat keputusan.
c) Memulai aktivitas perawatan diri, fokus pada perut, dan kandung kemih.
d) Fokus pada bayi dan menyusui.
e) Merespon instruksi tentang perawatan bayi dan perawatan diri.
f) Dapat mengungkapkan kurangnya kepercayaan diri dalam merawat bayi.
3) Letting go (fase interdependen)
a) Terakhir hari ke-10 sampai 6 minggu postpartum.
b) Ibu sudah mengubah peran barunya.

10
c) Menyadari bayi metupakan bagian dari dirinya.
d) Ibu sudah dapat menjalankan perannya.
b. Post Partum Blues
Post partum blues atau sindrom ibu baru, dimengerti sebagai suatu sindrom gangguan
efek ringan pada minggu pertama setelah persalinan. Puncak dari post partum blues ini
3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung dari beberapa hari sampai 2 minggu. Oleh
karena begitu umum, maka diharapkan tidak dianggap sebagain penyakit. Post partum
blues tidak mengganggu kemampuan seorang wanita untuk merawat bayinya sehingga
ibu dengan kecenderungan untuk mengembangkan post partum bluesmasih bisa merawat
bayinya.
Stres dan sejarah depresi dapat mempengaruhi apakah post partum blues terus menjadi
depresi besar, oleh karena itu post partum blues harus segera ditindak lanjuti.
1) Gejala
a) Reaksi depresi/ sedih/ disforia.
b) Sering menangis.
c) Mudah tersinggung.
d) Cemas.
e) Labilitas perasaan.
f) Cenderung menyalahkan diri sendiri.
g) Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.
h) Kelelahan.
i) Mudah sedih.
j) Cepat marah.
k) Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat menjadi gembira.
l) Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangan dan bayinya.
m) Perasaan bersalah.
n) Pelupa.
2) Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues
a) Faktor hormonal, berupa perubahan kadar esterogen, progesteron dan prolaktin
serta estriol yang terlalu rendah. Kadar esterogen turun secara tajam setelah
melahirkan dan ternyata esterogen memiliki efek supresi aktivitas enzim non
adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati maupun kejadian
depresi.
b) Ketidaknyamanan fisik yang dialami sehingga menimbulkan emosi pada wanita
pasca melahirkan.
c) Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
d) Faktor umur dan jumlah anak.
e) Latar belakang psikososial wanita tersebut, misalnya tingkat pendidikan, kehamilan
yang tidak diinginkan, status perkawinan, atau riwayat gangguan jiwa pada wanita
tersebut.
f) Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya suami, orang tua dan keluarga.

11
g) Stres yang dialami oleh wanita itu sendiri, misalnya karena belum bisa menyusui
bayinya, rasa bosan terhadap rutinitas barunya.
h) Kelelahan pasca bersalin.
i) Ketidaksiapan perubahan peran yang terjadi pada wanita tersebut.
j) Rasa memilki bayinya yang terlalu dalam sehingga takut yang berlebihan akan
kehilangan bayinya.
k) Masalah kecemburuan dari anak terdahulunya.
c. Kesedihan dan duka cita (Depresi)
Penelitian menunjukkan 10% ibu mengalami depresi setelah melahirkan dan 10% nya
saja tidak mengalami perubahan emosi. Keadaan ini berlangsung antara 3-6 bulan bahkan
pada beberapa kasus terjadi selama 1 tahun pertama kehidupan bayi. Penyebab depresi
terjadi karena reaksi terhadap rasa sakit yang muncul setelah melahirkan dan karena
sebab-sebab yang kompleks lainnya. Gejalanya yaitu :
1) Perubahan pada mood.
2) Gangguan pada pola tidur dan pola makan.
3) Perubahan mental dan libido.
4) Dapat pula muncul fobia, serta ketakutan akan menyakiti diri sendiri dan bayinya.

2.5 Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui dari ASI di produksi sampai proses bayi
menghisap dan menelan ASI (Sri Astutik dkk, 2015).
a. Hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien menurut Widyasih H dkk, 2012 yaitu :
1) Menyusui bayi segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan.
2) Ajarkan cara menyusui yang benar.
3) Memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain (ASI eksklusif).
4) Menyusui tanpa dijadwal, sesuka bayi (On demand).
b. Fisiologi laktasi
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya
belum keluar karena masih dihambat oleh kadar ekstrogen yang tinggi. Pada hari kedua
atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga
pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan
menyusukan lebih dini terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin oleh
hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua refleks pada ibu yang sangat penting
dalam proses laktasi yaitu reflek prolaktin dan refleks aliran timbul akibat perangsangan
puting susu oleh hisapan bayi.
1) Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting susu
terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar
otak, lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin memacu sel
kelenjar (alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan
jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi,
intensitas dan lamanya bayi menghisap.

12
2) Refleks let down
Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain mempengaruhi hipofise
anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga mempengaruhi hipofise posterior
mengeluarkan hormon oksitosin. Dimana setelah oksitosin dilepas kedalam darah akan
mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga
memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju puting susu.
3) Refleks let-down
Dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu merasakan sensasi
apapun. Tanda-tanda lain dari let-down adalah tetesan pada payudara lain yang sedang
dihisap oleh bayi. refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu.
c. Mekanisme menyusui
1) Refleks mencari (rooting reflex)
Payudara ibu menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan rangsangan
yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Keadaan ini menyebabkan kepala bayi
berputar menuju puting susu yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan
kemudian puting susu ditarik masuk kedalam mulut.
2) Refleks menghisap (sucking reflex)
Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan lidah ditarik lebih jauh
dan rahang menekan kalang payudara di belakang puting susu yang pada saat itu sudah
terletak pada langit-langit keras. Tekanan bibir dan gerakan rahang yang terjadi secara
berirama membuat gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus laktiferus sehingga
air susu akan mengalir ke puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan
puting susu pada langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari puting susu.
3) Refleks menelan (swallowing reflex)
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan mengisap yang
ditimbulkan oleh otot-otot pipi sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan
diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke lambung.
d. Manfaat ASI
1) Nutrien (zat gizi) dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Zat gizi yang terkandung
dalam ASI antara lain : lemak, karbohidrat, protein, garam, mineral serta vitamin. ASI
memberikan seluruh kebutuhan nutrisi dan energi selama 1 bulan pertama, separuh
atau lebih nutrisi selama 6 bulan kedua dalam tahun pertama, dan 1/3 nutrisi atau lebih
selama tahun kedua.
2) ASI mengandung zat protektif yang dapat menyebabkan bayi jarang sakit.
3) Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan bagi ibu dan bayi, yakni dapat
membentuk rasa percaya. Pada saat bayi kontak kulit dengan ibunya, maka akan timbul
rasa aman dan nyaman bagi bayi. Perasaan ini sangat penting untuk menimbulkan rasa
percaya (basic sense of trust).
4) Menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi baik.
5) Mengurangi kejadian karies dentis.
Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI. Kebiasaan menyusu dengan botol atau

13
dot akan menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu formula sehingga gizi
menjadi lebih asam.

6) Mengurangi kejadian maloklusi.


Penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat
menyusu dengan botol dan dot.

(Widyasih H dkk, 2012)

2.6 Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas


Periode pascapartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan yaitu waktu kembali
pada keadaan tidak hamil. Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan, maka ibu
nifas membutuhkan diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup
dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas antara lain (Dewi, 2012) :
a. Nutrisi dan cairan
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama kebutuhan
protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi
air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.
1) Kebutuhan kalori selama menyusui rata-rata ibu harus mengkonsumsi 2.300 – 2.700
kal ketika menyusui.
2) Ibu memerlukan tambahan 20 gram protein diatas kebutuhan normal ketika
menyusui. Protein digunakan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak
atau mati. Sumber protein hewani didapat dari telur, daging, ikan, udang, kerang,
susu, dan keju. Sementara itu, protein nabati banyak terkandung dalam tahu, tempe,
kacang-kacangan, dan lain-lain.
3) Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi adalah asupan cairan. Ibu menyusui
dianjurkan minum 2 – 3 liter perhari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah.
Mineral, air, dan vitamin digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit
dan mengatur kelancaran metabolisme tubuh.
4) Pil zat besi (Fe) harus diminum, untuk menambah gizi setidaknya selama 40 pasca
persalinan.
5) Minum kapsul vitamib A (200.000 unit) sebanyaknya 2 kali yaitu pada 1 jam setelah
melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat memberikan vvitamin A kepada
bayinya melalui ASI.
b. Ambulasi
Kini perawatan masa nifas lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan
mobilasasi dini, keuntungannya yaitu :
1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerpurium.
2) Mempercepat involusi uterus.
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal.
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat pengeluaran sisa
metabilisme.

14
c. Eliminasi (BAK dan BAB)
1) Miksi
Setelah melahirkan, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan akan terasa
pedih saat BAK, kemungkinan disebabkan oleh iritasi pada uretra sebagai akibat
persalinan sehingga penderita takut BAK. Miksi (BAK) disebut normal apabila dapat
BAK spontan tiap 3-4 jam.
2) Defekasi
Ibu diharapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari post partum. Apabila mengalami kesulitan
BAB, lakukan diet teratur, cukupi kebutuhan cairan, konsumsi makanan berserat,
olahraga, beri obat rangsangan per oral atau per rektal atau lakukan klisma jika perlu.
d. Kebersihan diri
1) Puting susu
Jika terdapat luka di putting segera diobati karena putting susu merupakan pot
de entrée dan dapat menimbulkan mastitis. Oleh karena itu, sebaiknya putting susu
dibersihkan dengan air yang sudah dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah menyusui.
2) Lochea
Lochea yang berbau amis dan lochea yang berbau busuk menandakan adanya
infeksi. Jika lochea berwarna merah setelah 2 minggu, ada kemungkinan
tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering
disebabkan retrofleksi uteri.
Tanda-tanda pengeluaran lochea yang menunjukkan keadaan abnormal adalah
sebagai berikut (Dewi, 2012) :
a) Perdarahan berkepanjangan.
b) Pengeluaran lochea tertahan.
c) Rasa nyeri yang berlebihan.
d) Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan.
e) Terjadi infeksi intrauterin.
3) Perineum
Bila sudah BAB atau BAK, perineum harus dibersihkan secara rutin. Caranya
dibersihkan dengan sabun di daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke
belakang, baru kemudian dibersihkan daerah sekitar anus. Anjurkan ibu untuk
membersihkan vulva setiap kali selesai BAK atau BAB.
Anjuran bagi Ibu Nifas untuk
a) Menjaga kebersihan seluruh tubuh.
b) Mengajarkan ibu cara membersihan daerah kelamin dengan sabun dan air.
c) Menyarankan ibu mengganti pembalut setiap kali mandi, BAB/BAK, paling tidak
dalam waktu 3-4 jam supaya ganti pembalut.
d) Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh
daerah kelamin.
e) Anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka episiotomi dan laserasi.

15
f) Pada ibu post sectio caesaria (SC), luka tetap dijaga agar tetap bersih dan kering,
tiap hari dihganti balutan.

(Widyasih H, dkk. 2012)

e. Istirahat

Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, selain itu biasanya terjadi
gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah. Anjurkan bagi ibu untuk istirahat
cukup untuk mengurangi kelelahan, tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur,
kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan lahan, mengatur kegiatan
rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada siang hari kira –
kira 2 jam dan malam 7 – 8 jam (Widyasih H, dkk. 2012).
Kekurangan istirahata pada ibu nifas dapat berakibat beberapa hal, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Mengurangi jumlah ASI.
2) Memperlambat involusi yang akhirnya bisa menyebakan perdarahan.
3) Depresi.
f. Seksual
Dinding vagina kembali pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8 mingguu.
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti, dan
ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya yang
mempunyai tradisi melalui hubungan seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah
40 hari atau 6 minggu setelah persalinan(Hesty Widyasih, dkk. 2012).
g. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil
kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin
merencanakan tentang keluarganya. Petugas kesehatan dapat membantu mereka dengan
mengajarkan cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Sebelum menggunakan
metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu meliputi bagaimana
metode ini dapat mencegah kehamilan serta metodenya, kelebihan dan keuntungan, efek
samping, kekurangannya dan bagaimana memakai metode itu. Kapan metode itu dapat
mulai digunakan untuk wanita pasca persalinan yang menyusui.
Jika pasangan memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu kembali
dengannya lagi dalam dua minggu untuk mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan
oleh ibu atau pasangan dan untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik.
Jenis kontrasepsi menurut (Dewi, V.N.L dan Sunarsih T, 2011).
h. Latihan Senam Nifas
Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan fisik seperti
dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang senggama dan otot dasar panggul. Untuk
mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam
nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk banyak
bergerak, karena dengan ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam

16
melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari
sampai hari yang kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk
mempercepat pemulihan keadaan ibu (Widyasih H dkk, 2012).
Tujuan dilakukannya senam nifas pada ibu setelah melahirkan adalah :
1) Membantu mempercepat pemulihan keadaan ibu.
2) Mempercepat proses involusi da pemuliahan fungsi alat kandungan.
3) Membantu memulihkan kekuatan dan kekencangan otot-otot panggul, perut dan
perineum terutama otot yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan.
4) Memperlancar pengeluaran lochea.
5) Membantu mengurangi rasa sakit pada otot-otot detelah melahirkan.
6) Merelaksasikan otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan.
7) Meminimalisasi timbulnya kelainan dan komplikasi nifas misalnya emboli, trombosia
dan lain-lain.

2.7 Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas


Tanda bahaya dalam masa nifas menurut (Dewi, V.N.L dan Sunarsih T, 2011) antara lain :
a. Perdarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari
perdarahan haid biasa atau bila memerlukan pergantian pembalut-pembalut 2 kali dalam
setengah jam).
b. Sub involusi yaitu keadaan dimana proses involusi rahim tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Penyebab terjadinya subinvolusi uteri adalah terjadi infeksi pada endometrium,
terdapat sisa plasenta dan selaputnya terdapat bekuan darah, atau mioma uteri.
c. Pengeluaran cairan vagina yang berbau busuk.
d. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung.
e. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan.
f. Pembengkakandi wajah atau ditangan.
g. Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau merasa tidak enak badan.
h. Payudara yang bertambah atau berubah menjadi merah panas atau terasa sakit.
i. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
j. Rasa sakit merah, lunak dan atau pembengkakan di kaki.
k. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau dirinya sendiri.
l. Merasa sangat letih dan nafas terengah-engah.

2.8 Keadaan Abnormal yang dapat Menyertai Masa Nifas


Saat masa nifas, kemungkinan terjadi komplikasi sangat besar, diantaranya adalah :
a. Perdarahan postpartum
Perdarahan pervaginam/perdarahan postpartum/posrtpartum hemorargi/hemorargi
postpartum/HPP didefinisikan sebagai hilangnya darah 500 ml atau lebih di organ-organ
reproduksi setelah selesainya kala tiga persalinan (Sri Astutik dkk, 2015). Perdarahan
postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

17
1) Perdarahan postpartum primer/Hemorargi Postpartum Primer (HPP)
Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, dan inversio uteri.Beberapa
etiologi dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa plasenta (80%), laserasi jalan
lahir (20%), serta gangguan faal pembukaan darah pascasolusio plasenta. Berikut
adalah faktor resiko dari komplikasi ini, antara lain partus lama, overdistensi uterus
(hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia), perdarahan antepartum, pasca induksi
oksitosin atau MgSO4, korioamnionitis, mioma uteri, anestesia. Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Periksa apakah plasenta lengkap.
b) Masase fundus uteri.
c) Pasang infus Ringer Laktat (RL) dan berikan uterotonik (oksitosin, methergin, atau
misoprostol).
d) Bila perdarahan > 1 liter pertimbangkan transfusi.
e) Periksa faktor pembekuan darah.
f) Bila kontraksi uterus baik dan perdarahan terus terjadi, periksa kembali
kemungkinan adanya laserasi jalan lahir.
g) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan kompresi bimanual.
2) Perdarahan postpartum sekunder/Hemorargi Postpartum Sekunder
Perdarahan postpartum sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. Bila
dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diidentifikasi adanya massa intrauterin (sisa
konsepsi atau gumpalan darah), maka harus dilakukan evakuasi uterus. Terapi awal
yang dilakukan adalah memasang cairan infus dan memberikan uterotonika (metehrgin
0,5 mg intramuskular), antipiretika, dan antibiotika (bila ada tanda infeksi). Kuretase
hanya dilakukan bila terdapat sisa konsepsi.
b. Infeksi masa nifas
Beberapa bakteri dapat menyebabkam infeksi setelah
Persalinan. Gejala umum infeksi berupa suhu badan panas, malaise, denyut nadi cepat.
Gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan dan rasa nyeri pada payudara atau
adanya disuria. Infeksi nifas yang mungkin terjadi diantaranya yaitu endometritir,
peritonitis, pielonefritis, tromboflebitis, mastitis, abses payudara, hingga menyebar
sampai ke seluruh sistem tubuh, yang biasa disebut sepsis puerpuralis.
1) Endometritis
Adalah radang pada endometrium, kuman-kuman memasuki endometrium,
biasanya pada luka bekas insersi plasenta, dan secara cepat menyebar hingga
endometrium. Tanda dan gejala endometritis yaitu peningkatan demam secara
persisten hingga 40⁰C, bergantung pada keparahan infeksi, takikardia, menggigil
dengan infeksi berat, nyeri tekan uteri menyebar secara lateral, nyeri panggul dengan
pemeriksaan bimanual, sub-involusi, locchia sedikit, tidak berbau, atau berbau tidak
18
sedap, serta lochia seropurulenta (Sri Astutik dkk, 2015).
2) Peritonitis
Adalah inflamasi peritoneum (lapisan membran serosa rongga abdomen) yang
ditandai dengan gejala nyeri tekan, demam, takikardia, dehidrasi.Pengobatan secara
umum sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur), sekret vagina, luka operasi,
darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan.
Berikan dalam dosis yang cukup adekuat. Oleh karena hasil pemeriksaan memerlukan
waktu, maka berikan spektrum luas (broad spectrum) sementara menunggu hasil
laboratorium. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau
transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai.
3) Parametritis
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa cara
yaitu : penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis, penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum, serta penyebaran sekunder dari tromboflebitis. Proses ini dapat tinggal
terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke semua
jurusan.
4) Bendungan ASI
Bendungan Air Susu Ibu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa
nyeri disertai kenaikan suhu badan. Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya
penyempitan duktus Laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu
memiliki kelainan puting susu (misalnya puting susu datar, tenggelam, dan cekung).
Penatalaksanaan menurut Suherni (2009):
a) Keluarkan ASI secara manual/ASI tetap diberikan kepada bayi.
b) Menyangga payudara dengan bra yang menyokong.
c) Kompres dengan kantong es (kalau perlu).
d) Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral.
5) Mastitis
Adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi pada setiap wanita, mastitis
semata-mata merupakan komplikasi pada wanita menyusui. Mastitis harus dibedakan
dari peningkatan suhu transien dan nyeri payudara akibat pembesaran awal karena air
susu masuk ke dalam payudara (Sri Astutik dkk, 2015).
Gejala mastitis non infeksius menurut Widyasih H dkk, 2012antara lain :
a) Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan yang akut.
b) Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri tekan tersebut.
c) Ibu tidak mengalami demamdan merasa baik-baik saja
c. Tromboflebitis
Trombloflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita penderita varikositis
atau pada mereka yang secara genetik rentan terhadap relaksasi dinding vena dan stasis
vena. Tromboflebitis terdiri dari Tromboflebitis pelvik dan tromboflebitis femoralis.
Penanganan meliputi tirah baring, elevasi ekstremitas yang terkena, kompres panas,

19
stoking elastis, dan analgesia jika dibutuhkan. Rujukan ke dokter konsultan penting untuk
memutuskan penggunaan terapi antikoagulan dan antibiotik (cenderung pada
tromboflabitis vena profunda). Tidak ada kondisi apapun yang mengharuskan masase
tungkai. Resiko terbesar pada trombofeblitis adalah emboli paru, terutama sekali terjadi
pada tromboflebitis vena profunda dan kecil kemungkinannya terjadi pada tromboflebitis
superfisial.
d. Hematoma
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah. Bahaya hematoma
adalah kehilangan sejumlah darah karena hemoragi, anemia, infeksi. Hematoma terjadi
karena ruptur pembuluh darah spontan atau akibat trauma. Pada siklus reproduktif,
hematoma sering kali terjadi selama proses melahirkan atau segera setelahnya, seperti
hematoma vulva, vagina, atau hematoma ligamentum latum uteri.
Penanganan untuk hematoma ukuran kecil dan sedang mungkin dapat secara spontan
diabsorpsi. Jika hematom terus membesar dan bukan menjadi stabil, bidan harus
memberitahukan dokter konsultan untuk evaluasi dan perawatan lebih lanjut dan penting
untuk mengonsultasikannya dengan dokter.
e. Depresi berat
Depresi berat dikenal sebagai sindroma depresif non psikotik pada kehamilan namun
umumnya terjadi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah kelahiran. Depresi berat
akan memiliki resiko tinggipada wanita/keluarga yang pernah mengalami kelainan
psikiatrik atau pernah mengalami pre menstrual sindrom. Kemungkinan rekuren pada
kehamilan berikutnya. Gejala-gejala depresi berat, antara lain perubahan pada mood,
gangguan pola tidur dan pola makan, perubahan mental dan libido, dapat pula muncul
fobia, ketakutan akan menyakiti diri sendiri atau bayinya. Penatalaksanaan depresi berat
adalah sebagai berikut :
1) Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar.
2) Terapi psikologis dari psikiater dan psikolog.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti depresan (hati-hati pemberian anti
depresan pada wanita hamil dan menyusui).
4) Pasien dengan percobaan bunuh diri sebaiknya tidak ditinggal sendirian dirumah.
5) Jika diperlukan lakukan perawatan dirumah sakit.
6) Tidak dianjurkan untuk rooming in/ rawat gabung dengan bayinya.

2.9 Tinjauan Asuhan Kebidanan


a. Konsep manajemen asuhan varney (Konsep saja secara umum 7 langkah varney)
menurut Muslihatun (2011) :
a) Langkah 1. Pengkajian data
Data yang harus dikumpulkan pada ibu hamil, meliputi : biodata/identitas baik ibu
maupun suami, data subjektif dan data objektif, yang terdiri atas pemeriksaan fisik,
pemeriksaan panggul dan pemeriksaaan laboratorium/penunjang lainnya. Biodata
yang dikumpulkan dari ibu dan suaminya meliputi : nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat lengkap.

20
 Data subjektif
1. Riwayat perkawinan, terdiri atas : status perkawinan, perkawinan ke, umur
ibu saat perkawinan dan lama perkawinan.
2. Riwayat menstruasu, meliputi HPHT, siklus haid, perdarahan pervaginam
dan flour albus.
3. Riwayat kehamilan sekarang, meliputi : riwayat ANC, gerakan janin, tanda-
tanda bahaya atau penyulit, keluhan utama, obat yang dikonsumsi, termasuk
jamu, kkhawatiran ibu.
4. Riwayat obstetri (Gravida (G), Para(P), Abortus(Ab), Anak hidup (Ah)),
meliputi perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu,
hipertensi dalam kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, BB lahir bayi
<2500 gram atau >400 gram serta masalah selama kehamilan, persalinan
dan nifas yang lalu.
5. Riwayat keluarga berencana, meliputi : jenis metode yang dipakai, waktu,
tenaga dan tempat saat pemasangan dan berhenti, keluhan/alasan berhenti.
6. Riwayat kesehatan/penyakit ibu dan keluarga, meliputi : penyakit jantung,
hipertensi, DM, TBC, ginjal, asma, epilepsi, hati, malaria, penyakit kelamin,
HIV/AIDS.
7. Riwayat kecelakaan, operasi, alergi obat/makanan
8. Imunisasi TT
9. Pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari, meliputi : pola nutrisi (makan dan
minum), eliminasi (BAB dan BAK), personal hygiene, aktifitas dan
istirahat.
10. Riwayat psikososial, meliputi pengetahuan dan respon ibu terhadap
kehamilan dan kondisi yang dihadapi saat ini, jumlah keluarga dirumah,
respon keluarga terhadap kehamilan, dukungan keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga, tempat melahirkan dan penolong yang
diinginkan.
 Data objektif
Data objektif yang perlu dikajia adalah keadaan umum ibu dengan melihat
ekspresi wajah ibu keliatan menahan sakit, mata kedip-kedipkan supaya
penglihatan lebih jelas. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan khusus menurut
yaitu :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui lokasi edema
Auskultasi : mengukur tekanan darah pasien untuk mengetahui tekanan darah
pasien ≥160 mmHg sebagai salah satu tanda gejala PEB dan
auskultasi paru untuk mengetahui edema paru.
Perkusi : umtuk mengetahui reflek patela
b) Langkah 2. Identifikasi Diagnosa Dan Masalah
Mengidentifikasi masalah dari data yang ada untuk menentukan diagnosa yang
akurat yang terdiri dari diagnosa, masalah dan kebutuhan. Interpretasi data diperoleh

21
dari pengkajian data dasar pasien.
c) Langkah 3. Mengidentifikasi Diagnosa Dana Masalah Potensial.
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial. Diagnosa
atau masalah potensial diidentifikasi berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah
ada teridentifikasi.

d) Langkah 4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan


penanganan segera.
Diperlukan untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
berdasrakan kondisi pasien. Langkah ini sebagai cerminan keseimbngan dari proses
manajemen kebidanan.
e) Langkah 5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh.
Langkah ini ditentukan oleh hasil pengkajian data pada langkah sebelumnya. Jika
ada informasi/data yang tidak lengkap bisa dilengkapi. Juga bisa mencerminkan
rasional yang benar/valid. Pengetahuan teori yang slaah atau tidak memadai atau
suatu data dasar yang tidak lengkap bisa dianggap valid dan akan menghasilkan
asuhan pasien yang tidak cukup dan berbaya.
f) Langkah 6. Pelaksanaan perencanaan.
Pada langkah ini bidan mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan
secara efektif dan aman. Pelaksanaan asuhan ini sebagian dilakukan oleh bidan,
sebagian oleh klien sendiri atau oleh petugas kesehatan lainnya. Walaupun bidan
tidak melaksanakan seluru asuhan sendiri, tetapi bidan tetap memiliki tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (memantau rencanya benar-benar
terlaksana).
Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya karena adanya komplikasi.
Manajemen yang efisien berhubungan dengan waktu, biaya serta peningkatan mutu
asuhan. Kaji ulang apakah semua rencana telah dilaksanakan.
g) Langkah 7. Evaluasi.
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan, apakah
telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam diagnosa maupun
masalah. Pelaksanaan rencana asuhan tersebut dapat dianggap efektif apabila anak
menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik, terjadinya
pencapaian dalam tugas perkembangan sesuai dengan kelompok usia dan ukuran
fisik sesuai dengan batasan ideal anak.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut terlaksanan dengan
efektif dan mungkin sebagian belum efektif. Langkah – langkah proses manajemen
umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses berfikir yang
mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses
menejemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik.
Manajemen kebidanan yang terdiri atas 7 langkah ini merupakan proses
berfikir dalam mengambil keputusan klinin dalam memberikan asuha kebidanan
yang dapat diaplikasikan/diterapkan dalam setiap situasi.

22
b. Pendokumentasian secara SOAP
7 langkah varney disarikan menjadi 4 langkah yaitu SOAP (Subjektif, Objektif,
Analisa, dan Penatalaksanaan). SOAP disarikan dari proses pemikiran penetalaksanaan
kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien. SOAP menurut
Kemenkes RI No. 938/Menkes/SK/VII/2007 yaitu :
1. S = Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data pasien melalui
anamnesa sebagai langkah 1 Varney.
2. O = Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium
dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan
sebagai langkah 1 Varney.
3. A = Analisa/Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan
objektif dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan serta keburtuhan. Termasuk
dalam langkah 2 Varney.
4. P = Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian hasil mencatat seluruh perencanaan,
penatalaksanaan dan evaluasi yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,
evaluasi/folloe up dari rujukan. Langkah ini termasuk dalam langkah 2,3,4,5,6 dan 7
dalam Varney.

23
c. Bagan alur berpikir dan pendokumentasian secara SOAP

Alur pikir bidan Pencatatan dari asuhan


Kebidanan

Proses Manajemen
Dokumentasi Kebidanan
Kebidanan

No 7 Langkah Varney 5 langkah SOAP NOTES


(kompetensi
bidan)
1 Pengumpulan Data Data Subyektif
Obyektif
2 Masalah/diagnosis Analisis/ Analisis/Diagnosa
3 Antisipasi masalah Diagnosa
potensi/diagnosa
lain
4 Menetapkan
kebutuhan segera
untuk konsultasi,
kolaborasi
5 Perencanaan Perencanaan Penatalaksanaan
6 Implementasi Implementasi 1. Konsul
7 Evaluasi Evaluasi 2. Tes diagnostik lab
3. Rujukan
4. Pendidikan/konseling
5. Follow up

Gambar 2.2. Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan Sistem Pendokumentasian SOAP

24
DAFTAR PUSTAKA

Anik M. (2014). Asuhan Keperatawan pada Ibu dalam Masa Nifas (Pospartum). Jakarta: TIM.
Astuti, sri dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Erlangga.
Ambarwati, dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika.
Dewi, Vivian Nanny Lia dkk. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Muslihatun, Nur Wafi dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat, Cetakan kedelapan. Jakarta: Bina
Pustaka.
Rukiyah, Ai Yeyeh. 2011. Asuhan kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media.
Saifudin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan Nasional, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonata.
Yayasan Bina Pustaka-Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Andi.
Varney, Helen dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Widyasih, Hesty dkk. 2012. Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta: Fitramaya.

25

Anda mungkin juga menyukai