Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami pada
akhirnya bisa menyelesaikan laporan penelitian pada mata kuliah prilaku arsitektur tepat pada
waktunya.
Semoga laporan penelitian mata kuliah arsitektur prilaku yang telah kami susun turut
memperkaya ilmu arsitektur serta bisa menambah pengetahuan dan pegalaman para pembaca.
Tidak banyak yang dapat kami sampaikan selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak
ada sesuatu yang sempurna.kami juga menyadari bahwa laporan penelitian arsitktur prilaku ini
juga masih memeiliki banyak kekurangan. Maka dari itu, kami harapkan saran serta masukan
dari para pembaca dan demi penyusunan laporan praktikum arsitektur prilaku dengan tema
serupa yang lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prilaku merupakan tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik secara fisik,berupa
interaksi manusia seperti individu dengan individu,individu dengan kelompok maupun
kelompok dengan kelompok lingkungan fisiknya. Maka dari sinilah desain arsitektur
dihasilkan suatu bentuk fisik yang dapat dilihat dan dipegang oleh pengguna atau manusianya.
Ilmu arsitektur prilaku juga berkaitan dengan psikologi yang dialami tiap tiap manusianya,
seperti masalah yang berkaitan dengan kesehatan jiwa. Seorang dengan gangguan jiwa akan
terganggu pula kepribadiannya. Mereka kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang ada di sekitarnya serta tidak sanggup memahami permasalahan yang menimpa dirinya.
Pada penderita gangguan jiwa, gejala utama menonjol terdapat unsur kejiwaan namun
penyebabnya bisa terjadi karena interaksi ibu, anak, ayah, persaingan saudara kandung,
intelegensi, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, masyarakat, kehilangan yang menyebabkan
kecemasan, pola adaptasi, adanya tingkat perkembangan emosi.
Pasien yang sakit “mental”, baik ringan, sedang, maupun berat. Dengan sendirinya
karakteristik pasien maupun tata ruang dalam bangsal RSJ agak berbeda dengan rumah sakit
pada umumnya. Pasien penghuni RSJ nantinya akan mengikuti program rehabilitasi. Program
ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena merupakan rangkaian kegiatan yang
melibatkan banyak hal mulai dari yang bersifat medik, sosial, pendidikan ataupun vokasional
(DepKes RI, 1985). Sehingga masa sebelum mengikuti program rehabilitasi ini pasien
diwadahi di bangsal atau unit rawat inap. Intensitas penggunaan bangsal yang tinggi oleh
pasien mental membutuhkan perhatian yang lebih besar terhadap tata ruang dalam bangsal
tersebut.

Pentingnya pemeliharaan kesehatan jiwa ini juga dapat dilihat dari kecenderungan jumlah
pasien yang terus meningkat lima tahun terakhir di RSJ tersebut. Secara keseluruhan psikologi
manusia berkaitan erat dengan permasalahan personality atau kepribadian (Boedojo et al,
1986:5). Dan kepribadian tidaklah berdiri sendiri melainkan terkait erat dengan kondisi
lingkungan sekitarnya. Hubungan manusia dan lingkungannya ini akan menghasilkan perilaku.
Karena peranan perilaku manusia bisa menjadi titik sentral dalam hubungan manusia dengan
lingkungannya, sehingga peranan psikologi, khususnya psikologi
lingkungan menjadi sangat penting (Sarwono,1995:3).

Dalam penelitian ini dikaji hubungan antara prilaku dengan lingkungan rumah sakit
jiwa (rsj) terutama mengkaitkan antara prilaku yang telah ditentukan dengan konteks yang
dikaji. Dan dalam laporan ini dikaji juga tentang mengetahui serta menggali lebih dalam
prilaku dari pengguna dari rumah sakit jiwa.
B. Permasalahan
1. Menganalisis prilaku dari pengguna rumah sakit
2. Bagaimana ,dan apa sajakah kebutuhan ruang,pola,penataan ruang,hirarki ruang
dan bentuk fisik bangunan dari aktivitas yang ada pada rumah sakit jiwa (rsj?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui serta menggali lebih dalam prilaku dari pngguna rumah sakit
jiwa (rsj)
2. Untuk mengetahui kebutuhan ruang,pola,penataan ruang,hirarki ruag dan bentuk
fisik bangunan dari aktivitas yang ada pada rumah sakit jiwa (rsj)

Cpchenko Ichi Blog


Mencari dan Mempelajari tentang Ilmu Agama, Ilmu Hukum, Bisnis and Ilmu Umum Lainnya
 Entries (RSS)

 Comments (RSS)

 Home
 About UsFacebookTwitter
BAB II
TINJAU PUSTAKA

A. Arsitektur Prilaku

 Meurut Clovis Heimsath (1988), dijelaskan bahwa perilaku adalah suatu kesadaran
akan struktur sosial dari orang-orang, suatu gerakan bersama secara dinamik dalam
waktu.

 Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar.
Perilaku manusia yang dipahami sebagai pembentuk arsitektur tapi juga arsitektur dapat
membentuk perilaku manusia. Seperti yang telah dikemukakan oleh Winston Churchill (1943)
dalam Laurens (2004) “We shape our buildings; then they shape us”.
Manusia membangun bangunan demi pemenuhan kebutuhannya sendiri, kemudian bangunan
itu membentuk perilaku manusia yang hidup dalam bangunan tersebut. Bangunan yang
didesain oleh manusia yang pada awalnya dibangun untuk pemenuhan kebutuhan manusia
tersebut mempengaruhi cara manusia itu dalam menjalani kehidupan sosial dan nilai-nilai yang
ada dalam hidup. Hal ini menyangkut kestabilan antara arsitektur dan sosial dimana keduanya
hidup berdampingan dalam keselarasan lingkungan.
Perilaku manusia itu sendiri dipahami sebagai sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia
dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, estetika, kekuasaan, persuasi dan/atau genetika.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu sebagai berikut:
a. Genetika
b. Sikap adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu
c. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial
d. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya melakukan
perilaku.
Adapun dalam penelitian ini berdasarkan metode yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Observation (observasi)
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan seting yang
dipelajari,aktivitas-aktivitas yang berlangsung,orang-orang yan terlibat dalam
aktivitas,dan makna kejadian yang diamati tersebut.deskripsi harus
kuat,faktual,sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak releven.

2. Behavioral mapping (pemetaan prilaku)


Teknik ini memiliki kekuatan utama pada aspek spasialnya,artinya dengan teknik
ini akan mendapatkan sekaligus suatu bentuk informasi mengenai fenomena
(terutama prilaku individu dan sekelompok manusia) yang terkait dengan sistem
spasialnya.
Terdapat 2 cara pemetaan prilaku:
Place centered (pemetaan berdasarkan tempat)
Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok
manusia memanfaatkan,menggunakan,atau mengakomodasikan prilak dalam
situasi waktu dan tempat tertentu.
Langkah pertama dari teknik ini adalah membuat sketsa dari seting, meliputi
seluruh unsur yang diperkirakan mempengaruhi prilaku pengguna ruang.
Langkah ke dua membuat daftar perilaku yang akan diamati serta menentukan
simbol atau tanda sketsa atas setiap perilaku.
Langkah ke tiga peneliti/pengamat mencatat berbagai perilaku yang terjadi dalam
seting/tempat tersebut dengan menggambarkan simbol-simbol pada peta dasar yang
telah disiapkan.
person centered mapping
Teknik ini pada pergerakan manusia pada suatu periode waktu tertentu.dengan
demikian teknik ini akan berkaitan dengan tidak hanya satu tempat/seting/lokasi
tetapi dengan beberapa lokasi/seting/tempat.
Pada teknik ini berhadapan dengan seseorang yang khusus diamati.
Tahap pertama adalah menentukan sample person atau sekelompok manusia yang
akan diamati perilakunya. Tahap berikutnya adalah mengikuti pergerakan dan
aktivitas yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang akan diamati. Lalu
membuat sketsa-sketsa dan catatan-catatan pada satu peta dasar yang sudah
disiapkan.
Pengamatan dapat dilakukan secara kontinu atau dengn periode waktu tertentu
saja,tergantung dari tujuan penelitian.
3. Kuisioner dan Wawancara
Secara umum kedua teknik ini sering dilakukan secara bersamaan.kuisioner
digunakan jika peneliti/pengamat membuat suatu daftar pertanyaan secara tertulis,
kemudian daftar pertanyaan tersebut diisi oleh para responden. Sedangkan
wawancara peneliti/pengamat tidak mempunyai daftar pertanyaan tertulis yang
terinci dan pada teknik ini peneliti/pengamat dan responden melakukan kontak
langsung pada saat dan tempat yang sama.
B. Pengrtian setting

1. Pengertian rumah sakit jiwa (rsj)

Rumah Sakit :
- gedung tempat merawat orang sakit,
gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yg meliputi berbagai
masalah kesehatan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
- Bangunan untuk merawat/tempat tinggal penderita yang merasakan ketidaknyamanan
pada tubuh karena terganggunya alat tubuh sehingga tidak dapat bekerja semestinya
(W.F. Maramis, 2004)

Sakit Jiwa :
- Sakit ingatan sarafnya terganggu atau pikirannya tidak normal
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
- Personal yang menderita sesuatu yang mendatangkan rasa tidak nyaman pada tubuh
karena terganggunya perasaan batin, pikiran dan angan-angan sehingga tidak dapat
bekerja sebagaimana mestinya (W.F. Maramis, 2004)
- sesuatu perubahan pada fungsi jiwa, yang menyebabkan adanya gangguan pada kesehatan
jiwa (Undang-Undang RI No.3 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa)

Rumah Sakit Jiwa :


- Rumah sakit khusus untuk merawat dan mengobati penderita gangguan mental/gila (W.F.
Maramis, 2004).

Adapun Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2356/MENKES/PER/XI/2011 Tentang Kedudukan


Rumah Sakit di Lingkungan Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit Jiwa dalam melaksanakan tugas
secara teknis fungsional Direktur Utama Rumah Sakit dibina oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa.

Komponen kesehatan jiwa sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 135/Menkes/SK/IV/78,


disebutkan pelayanan Kesehatan Jiwa mencakup komponen pelayanan medik psikiatrik, pelayanan
penunjang medik, rehabilitasi dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui
unit-unit rawat jalan, rawat inap, rawat darurat dan rawat rehabilitasi, disamping itu juga
diperhatikan adanya gangguan fisik pada pasien jiwa. Rumah Sakit Jiwa sebagai pusat pelayanan
kesehatan jiwa dalam melaksanakan upaya-upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan keswa
masyarakat dan melaksanakan sistem rujukan. Dalam proses organo-psikososial kegiatannya
menjangkau masuk ke dalam masyarakat.
Rumah Sakit Jiwa mempunyai tugas menyelenggarakan dan melaksanakan pelayanan pencegahan,
pemulihan dan rehabilitasi di bidang Kesehatan Jiwa dan untuk menyelenggarakan tugas itu rumah
sakit jiwa memiliki fungsi:
a. Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan jiwa pencegahan (preventif)
b. Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan jiwa pemulihan (kuratif)
c. Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan jiwa rehabilitasi
d. Melaksanakan upaya kesehatan jiwa masyarakat
e. Melaksanakan sistem rujukan (sistem referal)
Disamping itu Rumah Sakit Jiwa juga dipergunakan untuk tempat pendidikan kesehatan jiwa, semua
rumah sakit jiwa menjalankan extramural, kecuali rumah sakit Jiwa Kelas C.

Klasifikasi RS Jiwa didasarkan pada taraf kemampuan pelayanan yang tercermin dalam struktur
organisasi, khususnya unit pelayanan fungsional yang ada dengan klasifikasi sebagai berikut:

 a. Rumah Sakit Jiwa Kelas A memiliki (Sub) spesialisasi luas dengan 7 unit (UPF) dan 4 instalasi
serta tempat diklat, dipimpin oleh Direktur ditambah 1 hingga 2 orang wakil direktur yang
menyadiakan pelayanan intramural dan ekstramural.
 b. Rumah Sakit Jiwa Kelas B belum memiliki (Sub) spesialisasi yang luas dengan 4 unit (UPF) dan
4 instalasi, dipimpin oleh seorang Direktur yang memberikan pelayanan intramural dan
ekstramural.
 c. Rumah Sakit Jiwa Kelas C tidak memiliki (Sub) spesialisasi yang luas dengan 2 unit (UPF) dan 1
instalasi, dipimpin oleh seorang Direktur yang hanya memberikan pelayanan ekstramural.

dalam penelitian ini rumah sakit jiwa yang dikunjungi termasuk golongan kelas Ayang dipimpin oleh
Dr. Candra syafei,SpOG,RS jiwa/RSKO terselangga oleh pemerintah provinsi indonesia.

Namun sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 status tipe RSJD terbagi
menjadi dua tipe yaitu, rumah sakit khusus daerah kelas A dan rumah sakit khusus daerah kelas B.
Selanjutnya secara rinci (Pasal 9 PP. Nomor 41 Tahun 2007) disebutkan :

 Rumah sakit dapat berbentuk rumah sakit umum daerah dan rumah sakit khusus daerah.
 Rumah sakit umum daerah terdiri dari 3 (tiga) kelas: rumah sakit umum daerah kelas A;rumah
sakit umum daerah kelas B; dan rumah sakit umum daerah kelas C.
 Rumah sakit khusus daerah terdiri dari 2 (dua) kelas yaitu:rumah sakit khusus daerah kelas A;
dan rumah sakit khusus daerah kelas B.
 Penetapan kriteria klasifikasi rumah sakit umum daerah dan rumah sakit khusus daerah
dilakukan oleh menteri kesehatan setelah berkoordinasi secara tertulis dengan Menteri dan
menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Referensi antara lain: Kepmenkes R.I No. 135/ Menkes/SK/IV/78, 1978, Susunan Organisasi dan Tata
Laksana Rumah-Rumah Sakit Jiwa, Depkes, Jakarta

C. Studi Penelitian Sejenis.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berasal dari data primer dan sekunder.data-
data diperoleh melalui teknik pengumpulan datanya dan analisin dalam pengumulan data.
Teknik pengumpulan data:
 Observasi
Pada saat observasi atau studi banding langsung di objek yang terkait bertujuan
untuk melihat keadaan secara objektif di lokasi penelitian.hal ini guna membuka dan
menambah wawasan untuk membandingkan beberapa yang diperoleh untuk dikaji.
Pengamatan ini dilakukan dengan mencatat,membuat sketsa atau gambar dan foto.
Sketsa,gambar,dan foto diperoleh dengan melakukan rekaman di lapangan atau
melalui dokumentasi dari pihak penelitian.
 Wawancara
Wawancara dilakukan dengan para informan kunci yang mengetahui masalah-
masalah pokok yang berkaitan dengan masalah penelitian. Melalui wawancara dapat
memperoleh suatu gambaran umum yang berkaitan dengan penelitian sekaligus
sebagai bahan untuk perbandingan hasil pengamatan dan pedoman selanjutnya
dalam wawancara mendalam.

B. Metode Analisa Data


Adapun dalam penelitian ini berdasarkan metode yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Observation (observasi)
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan seting yang
dipelajari,aktivitas-aktivitas yang berlangsung,orang-orang yan terlibat dalam
aktivitas,dan makna kejadian yang diamati tersebut.deskripsi harus
kuat,faktual,sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak releven.

2. Behavioral mapping (pemetaan prilaku)


Teknik ini memiliki kekuatan utama pada aspek spasialnya,artinya dengan teknik
ini akan mendapatkan sekaligus suatu bentuk informasi mengenai fenomena
(terutama prilaku individu dan sekelompok manusia) yang terkait dengan sistem
spasialnya.
Terdapat 2 cara pemetaan prilaku:
Place centered (pemetaan berdasarkan tempat)
Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok
manusia memanfaatkan,menggunakan,atau mengakomodasikan prilak dalam
situasi waktu dan tempat tertentu.
Langkah pertama dari teknik ini adalah membuat sketsa dari seting, meliputi
seluruh unsur yang diperkirakan mempengaruhi prilaku pengguna ruang.
Langkah ke dua membuat daftar perilaku yang akan diamati serta menentukan
simbol atau tanda sketsa atas setiap perilaku.
Langkah ke tiga peneliti/pengamat mencatat berbagai perilaku yang terjadi dalam
seting/tempat tersebut dengan menggambarkan simbol-simbol pada peta dasar yang
telah disiapkan.
person centered mapping
Teknik ini pada pergerakan manusia pada suatu periode waktu tertentu.dengan
demikian teknik ini akan berkaitan dengan tidak hanya satu tempat/seting/lokasi
tetapi dengan beberapa lokasi/seting/tempat.
Pada teknik ini berhadapan dengan seseorang yang khusus diamati.
Tahap pertama adalah menentukan sample person atau sekelompok manusia yang
akan diamati perilakunya. Tahap berikutnya adalah mengikuti pergerakan dan
aktivitas yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang akan diamati. Lalu
membuat sketsa-sketsa dan catatan-catatan pada satu peta dasar yang sudah
disiapkan.
Pengamatan dapat dilakukan secara kontinu atau dengn periode waktu tertentu
saja,tergantung dari tujuan penelitian.
3. Kuisioner dan Wawancara
Secara umum kedua teknik ini sering dilakukan secara bersamaan.kuisioner
digunakan jika peneliti/pengamat membuat suatu daftar pertanyaan secara tertulis,
kemudian daftar pertanyaan tersebut diisi oleh para responden. Sedangkan
wawancara peneliti/pengamat tidak mempunyai daftar pertanyaan tertulis yang
terinci dan pada teknik ini peneliti/pengamat dan responden melakukan kontak
langsung pada saat dan tempat yang sama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perilaku emosionl,perilaku iuntuk menyelessaikan masalah:







Anda mungkin juga menyukai