Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya, telah mendorong
terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan
membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih
baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus berfikir,
meningkatkan kernampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya pada saat ini.
Adapun dampak negatif dari globalisasi tersebut adalah (1) keresahan hidup di kalangan
masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stress, kecemasan, dan
frustasi; (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi, dan korupsi, makin sulit
diterapkannya ukuran baik-jahat serta benar-salah secara. lugas; (3) adanya ambisi
kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis, tetapi juga konflik
fisik; dan (4) pelarian dari masalah melalui jalan pintas yang bersifat sementara juga
adiktif, seperi penggunaan obat-obat terlarang.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-cendered sebagai reaksi terhadap apa
yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada
hakikatnya, pendekatan client-cendered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang
menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya.
Terapis berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan
membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupankesanggupan untuk memecahkan
masalah-masalah. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada
kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Hubungan terapeutik antara terapis dan klien merupakan katalisator bagi perubahan; klien
menggunakan hubungan yang unik sebagai alat unuk meningkatkan kesadaran dan untuk
menernukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunakan secara konstruktif dalam
pengubahan hidupnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Konseling Client Centered ?
2. Apa Saja Aspek-Aspek Konseling Client-Centered ?
3. Apa Ciri-Ciri Konseling Client-Centered ?
4. Apa Tujuan Client Centered ?
5. Apa Tahapan KonselingClient Centered ?
6. Apakah Jenis Masalah Yang Sesuai Dengan Pendektan Client Centered ?
7. Apa Saja Teknik KonselingClient Centered ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahuai Pengertian Konseling Client Centered
2. Mengetahui Aspek-Aspek Konseling Client-Centered
3. Mengetahui Ciri-Ciri Konseling Client-Centered
4. Mengetahui Tujuan Client Centered
5. Mengetahui Tahapan KonselingClient Centered
6. Mengetahui Jenis Masalah Yang Sesuai Dengan Pendektan Client Centered
7. Mengetahui Teknik KonselingClient Centered

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konseling Client Centered

Istilah Client Centered sukar diganti dengan istilah bahasa Indonesia yang
singkat dan mengena. Sehingga dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak
konseling yang menekankan peran konseli sendiri dalam proses konseling (Winkel &
Hastuti, 2007: 397). Carl R. Rogers mengembankan terapi Client Centered sebagai
reaksi apa yang disebutnya keterbatasan – keterbatasan mendasar dari psikoanalisis.
Pada hakikatnya, pendekatan Client Centered adalah cabang kusus dari terapi
humanistic yang menggarisbawahi tindakan yang dialami klien berikut dunia subjektif
dan fenomenalnya (Corey, 2003: 90).
Konsep pokok yang mendasari teori Client Centered adalah hal yang
menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,
dan hakekat kecemasan. Menurut Rogers kontruk inti Client Centered adalah konsep
tentang diri dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Individu yang dikatakan
sehat adalah yang dirinya dapat berkembang penuh (the fully functioning self), dan
dapat mengalami proses hidupnya tanpa hambatan. Adapun individu yang telah
mencapai “fully functioning” ditandai dengan: (1) terbuka pada pengalaman, (2)
Menghidupi setiap peristiwa secara penuh, (3) mempercayai pertimbangan dan
pemilihan sendiri (Surya, 2003: 47- 48).
Sedangkan individu mengalami masalah jika ada ketidak seimbangan/ketidak
sesuaian Antara pengalaman organismic dan self yang menyebabkan individu merasa
dirinya rapuh dan mengalami salah suai. Karakteristik yang mengalami salah suai itu
adalah (Diniaty, 2009: 100):
1) Estragement
Membenarkan apa yang sesungguhnya oleh diri sendiri dirasakn tidak
mengenakan
2) Incongurity In Behaviour
Ketidaksesuaian tingkah laku karena Condition of worth, hal ini bias
menimbulkan kecemasan
3) Kecemasan

3
Kondisi yang ditimbulkan oleh adanya ancaman terhadap kesadaran tentang
diri sendiri
4) Defense Mechanism
Tindakan yang diambil oleh individu agar tampak konsisten terhadap struktur
self yang salah.

2.2 Aspek-Aspek Konseling Client-Centered

Ketika seoraang individu paham dan mengerti akan dirinya yang sebenarnya
dengan apa yang menjadi apa yang diharapkannya akan semakin mudah ia memiliki
konsep diri positif. Karena konsep diri itu sendiri adalah bagaimana si individu
mengenal dirinya baik dari aspek fisik, psikis dan menekankan aspek afektif,
emosional, perasaanmaupun kemampuan yang lainnya. Willis (2004: 63) juga
memaparkan bahwa sasaran konseling oleh Carl Rogers adalah memberikan fokus
pada aspek emosi dan perasaan bukanlah aspek intelektual klien, proses konseling
menitikberatkan pada keadaan klien, termasuk keadaan sosial psikologis masa kini
(here and now) bukanya pengalaman masa lalu, proses konseling adalah bertujuan
untuk menyesuaikan antara ideal self dengan actual self, dan peranan aktif dalam
proses konseling adalah pada klien, sedangkan konselor adalah berperan pasif-
reflektif. Ini bermaksud konselor bukan bermakna hanya diam mendengarkan masalah
klien tetapi konselor berusaha membantu agar klien sentiasa aktif untuk
menyelesaikan masalah mereka sendiriKonseling dengan pendekatan client centered
dapat digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan konsep diri positifnya
hal ini sejalan dengan tujuan konseling client centered (Lusiana, Rosra & Widiastuti,
2017:55 ).
Konsep dasar pendekatan client centered yang dikemukakan oleh Rogers
dalam Komalasari (2014) terdiri dari tiga aspek, antara lain:
1. individu itu sendiri, mencangkup aspek fisik maupun psikologis;
2. pengalaman-pengalaman hidup yang bermakna secara psikologis bagi
individu, dapat berupa pengetahuan, pengasuhan orang tua, dan
hubungan pertemanan; dan
3. interaksi antara individu dengan fenomena akan membentuk diri
pribadinya. Kesadaran tentang diri akan membantu seseorang
membedakan dirinya dari orang lain, untuk menemukan diri yang sehat

4
maka individu memerlukan penghargaan, kehangatan, perhatian, dan
penerimaan tanpa syarat.

2.3 Ciri-Ciri Konseling Client-Centered

Konseling yang berpusat kepada konseli bertujuan agar konseli dapatmencapai


karakteristik pribadi yang: Self-actualizing atau fully-function people, yang memiliki
ciri openness to experience, rationality, personal responsibility, self-regard, a
capacity for good personal relation, dan ethical living. Ciri – ciri tersebut dijelaskan
sebagai berikut (Yusuf, 2016: 155-156):
1) Openness to experience (Terbuka terhadap pengalaman)
Terbuka tehadap pengalaman mumungkinkan tingkah laku lebih efisien,
sebab mendorong lebih meluasnya medan persepsi, dn cenderung
berperilaku atas dasar pilihan dari pada keharusan. Keterbukaan ini juga
mengembangkan sikap spontan dan kreatif, sebab individu tidakdirintangi
oleh kondisi – kondisi yang menghambat.
2) Rationality (Rasional)
Rasional ini merupakan hasil dari sikap terbuka tehadap pengalaman.
Orang yang rasional mampu memelihara dan meningkatkan organismenya
untuk mencapai aktualisasi diri.
3) Personal responsibility (Tanggung jawab pribadi)
Orang bertanggung jawab untuk mengaktualisasi dirinya. Dia percaya
bahwa dirinya memiliki otoritas, bertanggung jawab tehadap perilakunya,
dan bertanggung jawab untuk berbeda dengan orang lain. Dengan kata
lain, dia bertanggung jawab untuk mengontrol kehidupan dirinya.
4) Self regard (Sikap menghormati diri sendiri)
Orang yang efektif adalah yangmemiliki tingkat self-acceptence yang
tinggi dan bersifat unconditional self-regard. Konseli mungkin tidak
menghargai semua sifat dan tingkah lakunya, tetapi dia menghargai dirinya
sendiri apa adanya.
5) A capacity for good personal relation (Kemampuan menjalani hubungan
baik)
Orang yang dapat menerima dirinya, cenderung mau menerima orang lain.
Ini berarti bahwa orang tersebut memiliki kemampuan untuk
5
berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain secara baik. Interaksi
(hubungan) ini ditandai oleh perhatian yang sama dari dua orang yang
berhubungan untuk mengaktualisasikan dirinya masing – masing. Faktor –
factor penting yang perlu diperhatikan dalam berinteraksi ini adalah
empathy, congruence, genuineness, atau realness.
6) Ethical living (Kehidupan yang etis)
Satu hal lagi yang penting diperhatikan dalam pendekatan konseling yang
berpusat kepada konseli ini adalah ethical living, yaitu kemampuan untuk
membedakan Antara tujuan dan cara, dan Antara baik dan buruk.

2.4 Tujuan Client Centered

Dalam konseling menggunakan teknik client centered bertujuan membantu


peserta didik menemukan konsep dirinya yang lebih positif lewat komunikasi
konseling, guru BK memposisikan peserta didik sebagai konseli/ orang yang
berharga, penting, dan yang memiliki potensi positif dengan penerimaan tanpa syarat,
yaitu menerima peserta didik apa adanya. Tujuan utama pendekatan ini adalah
mencapai kemandirian dan integrasi diri.
Dalam pandangan Rogers tujuan konseling buka semata-mata menyelesaikan
masalah tetapi membantu konseli dalam proses pertumbuhannya sehingga
konselidapat mengatasi masalah yang dialami sekarang dengan lebih baik, dapat
mengatasi masalahnya sendiri di masa yang akan datang. Sedangkan tujuan dasar
pendekatan client centered menurut Rogers dapat terlihat dari individu yang dapat
mengaktualisasikan diri yang dapat terlihat dari karakteristik :
1) memiliki keterbukaan terhadap pengalaman
2) kepercayaan pada diri sendiri
3) mencari pada diri sendiri tentang jawaban atas masalah-masalah eksistensi
diri
4) keinginan yang berkelanjutan untuk berkembang

Empat karakteristik tersebut memberikan bingkai kerja untuk memahami arah


proses konseling. Konselor tidak memilih tujuan konseling untuk konseli, tetapi
memfasilitasinya melalui penciptaan hubungan terapeutik (Komalasari, 2014).

6
2.5 Tahapan Konseling Client Centered

Berikut ini akan dikemukakan tahap-tahap konseling Terapi Terpusat Pada


Klien ( Willis, 2004: 64) :

1) Konseli datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila konseli


datang atas suruan orang lain, maka konselor harus mampu
menciptakan situasi yang sangat bebas dengan tujuan agar konseli
memilih apakah ia akan terus minta bantuan atau akan
membatalkannya.
2) Situasi Konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab konseli,
untuk itu konselor menyadarkan konseli.
3) Konselor memberanikan konseli agar ia mampu mengemukakan
perasaannya sebagaimana adanya.
4) Konselor menerima perasaan konseli serta memahaminya.
5) Konselor berusaha agar konseli dapat memahami dan menerima
keadaan dirinya.
6) Konseli menentukan pilihan sikap dan tidakan yang akan diambil
(Perencanaa).
7) Konseli merealisasikan pilihannya itu.

2.6 Jenis Masalah Yang Sesuai Dengan Pendektan Client Centered

Carl Roger berpendapat dalam teorinya bahwa setiap indvidu memiliki


kemampuan dalam teorinya sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan
menangani masalah-masalah psikisnya dengan syarat konselor menciptakan kondisi
yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk mengaktualisasi diri.
Sebagian besar proses konseling diletakan dipundak konseli sendiridalam
memecahkan masalah yang mereka hadapi dan konselor hanya berperan sebagai
partner dalam membantu untuk merefleksikan sikap dan peran-perannya untuk
mencari serta menemukan cara yang terbaik dalam pemecahan masalah konseli.
Jenis masalah yang sesuai dalam pendekatan ini adalah masalah-masalah yang
berkaitan dengan bagaimana si individu mengenal dirinya baik dari aspek fisik, psikis
dan menekankan aspek afektif, emosional, perasaan maupun kemampuan yang
lainnya. Seperti masalah yang berkaitan dengan belajar contohnya meningkatkan
motivasi belajar, pengembangan diri , dan hal yang menyangkut konsep – konsep
mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan.

7
2.7 Teknik Konseling Client Centered

Pada dasarnya, Rogers menentang konsep umum tentang teknik. Namun


demikian ada metode – metode / teknik – teknuk dasar komunikasi interaktif (Eford,
2004) yaitu sebagai berikut:
1) Active listening (Mendengarkan secara aktif), yang merujuk kepada
pemberian perhatian secara penuh, dan memberikan respon secara tepat.
2) Reflection of thoughts and feelings (Refleksi pikiran dan perasaan), yaitu
menyampaikan esensi tentang apa yang dikomunikasikan oleh konseli,
sehingga dia dapat mendengar apa yang telah diekspresikan atau
dikatakannya.
3) Carification (Klarifikasi), yang digunakan konselor untuk mengklarifikasi
pikiran – pikiran atau perasaan – perasaan klien.
4) Summariztion, yaitu perwujudan sikap empati konselor terhadap konseli
dengan cara memahami dunia subjektif konseli secara akurat.
5) Confrontation, yaitu upaya kinselor untuk mengkonfrontasi sikap dan
perilaku konseli yang kontradiktif, sebagai upaya memfasilitasi
perkembangan kesadaran konseli.
6) Oepen-ended statements, yaitu bahwa konselor sebaiknya menggunakan
pertanyaan terbuka kapada konseli agar terjadi dialog dan memfasilitasi
berkembangnya kemampuan berpikir konseli.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pendekatan client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan


klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh.Karena
seperti yang telah diketahui bahwa konseling Clien-Centered atau Client Centered
Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl
Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data
mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang
teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception),
(Corey (dalam terjemahan E. Koswara, 1988: 198).

Teori Konseling Client-Centered memiliki kelebihan dan juga kekurangan.


Kelebihan dari teori konseling Client-Centered yaitu pemusatan pada klien dan bukan
pada therapist, identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah
kepribadian,lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik, memberikan
kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif,Penekanan emosi,
perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi,menawarkan perspektif yang lebih up-to-date
dan optimis,klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam
menyelesaiakan masalahny,klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara
penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi, sedangkan kekurangan dari
teori konseling client-centered ini yaitu terapi berpusat pada klien dianggap terlalu
sederhana, terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan, tujuan untuk setiap
klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk
menilai individu, tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan
klien yang kecil tanggung jawabnya, sulit bagi therapist.

9
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika
Aditama. Hal, 90.

Diniaty, Amirah. 2009. Teori – Teori Konseling. Pekanbaru: Daulat Riau. Hal, 100

Erford, Bradley, T. 2004. Professional Scholl Counseling: A Handbook of Theories,


Programs, & Practices. Texas: Caps Press.

Fall, Kevin, A, Holden, Jan, Miner, And Marquis, Andre. 2004. Theoretical Models of
Counseling and Psychotherapy. New York: Brunner-Routledge.

Komalasari, Gentina., Eka, Wahyuni., Karsih. 2014. Teori dan teknik konseling. Jakarta:
Indeks Hlm.261-262.

Prayitno. 2009. Wawasan Profesi Konseling. Padang : Jurusan Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang. Hal, 42.

Surya, M. 2003. Teori – Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Hal, 47-48

Surya, M. 1994. Dasar – Dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori). Bandung : Bhakti
Winaya. Hal, 199.

Willis, S., Sofyan. 2009. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfa Beta. Hal,
100

Winkel, S, W, &, Hastuti, Sri, M, M. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi. Hal, 397.

Yusuf, Syamsu. 2016. Konseling Individual Konsep Dasar dan Pendekatan. Bandung: PT
Refika Aditama. Hal, 155-156.

10

Anda mungkin juga menyukai