Anda di halaman 1dari 10

nataliairda's Blog

UNCATEGORIZED

ASPEK HUKUM VEKTOR PENYAKIT


DAN BINATANG PENGGANGGU

AUGUST 23, 2016 | NATALIAIRDA | LEAVE A COMMENT


Irdanatalia

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MAKASSAR

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.


Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak
penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang, atau dirangsang oleh faktor-
faktor lingkungan. Contoh dramatis adalah keracunan Methyl Mercury yang
terjadi pada penduduk sekitar Minamata (Jepang) akibat mengkonsumsi ikan
yang berasal dari pantai yang tercemar mercury (air raksa). Dari bencana ini,
41 orang meninggal dan juga terjadi cacat tubuh dari bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi Mercury
tersebut. Dengan alasan tersebut, interaksi antara manusia dengan
lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan masyarakat.

Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense, environmental health is the


segment of public health that is concerned with assessing, understanding, and
controlling the impacts of people on their environment and the impacts of the
environment on them”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kesehatan
lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang memberi
perhatian pada penilaian, pemahaman, dan pengendalian dampak manusia
pada lingkungan dan dampak lingkungan pada manusia.

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari


dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat
dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari
upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya. Menurut Notoatmodjo
(1996), kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap
terwujudnya status kesehatan yang optimum pula.

1. Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui aspek hukum vektor pengendalian penyakit dan binatang


pengganggu

BAB II

PEMBAHASAN

1. Kesehatan Lingkungan

Berdasarkan UU No 23 tahun 1992, kesehatan lingkungan adalah sebagai ilmu


pengetahuan dan teknologi, namun demikian banyak orang kurang peduli
terhadap kesehatan lingkungan itu, dan kurang dipahami arti dari kesehatan
lingkungan secara luas. Pada masa yang datang pemerintah lebih fokus pada
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan pengembangan wilayah
yang berkesadaran lingkungan, sementara pihak pengguna infrastruktur dalam
hal ini masyarakat secara keseluruhan harus disiapkan dengan kesadaran
lingkungan yang lebih baik.

Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah


suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan
agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. 1

Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan


lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk
mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. 2

Perubahan iklim dapat meningkatkan resiko kejadian penyakit tular vektor.


Faktor resiko lainnya adalah keadaan rumah dan sanitasi yang buruk,
pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan penduduk yang non-
imun ke daerah endemis. Masalah yang dihadapi dalam pengendalian vektor di
Indonesia antara lain kondisi geogra� dan demogra� yang memungkinkan
adanya keragaman vektor, belum teridenti�kasinya spesies vektor (pemetaan
sebaran vektor) di semua wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan
penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan populasi
resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumber daya
baik tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan
dalam pengendalian vektor. Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh
lingkungan �sik, biologis dan sosial budaya, maka pengendaliannya tidak
hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja tetapi memerlukan
kerjasama lintas sektor dan program.

1. Metode Pengendalian

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk


mengurangi atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu
dengan maksud pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan
atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.

Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua
penyakit yang disebabkan oleh virus.Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180),
pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam
penyakit karena berbagai alasan :

1. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum
efektif, terutama untuk penyakit parasiter
2. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga
sulit dikendalikan.
3. Sering menimbulkan cacat, seperti �lariasis dan malaria.
4. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti
insekta yang bersayap

Tujuan pengendalian vektor penyakit

1. mencegah vektor agar tidak melampaui kepadatan normal


2. menurunkan kepadatan normal vektor
3. memusnahkan vektor
4. RUANG LINGKUP KESEHATAN LINGKUNGAN

Menurut World Health Organization (WHO) ada 17 ruang lingkup kesehatan


lingkungan, yaitu :1

1. Penyediaan Air Minum


2. Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3. Pembuangan Sampah Padat
4. Pengendalian Vektor
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6. Higiene makanan, termasuk higiene susu
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan pemukiman
12. Aspek kesling dan transportasi udara
13. Perencanaan daerah dan perkotaan
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22


ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8, yaitu : 3

1. Penyehatan Air dan Udara


2. Pengamanan Limbah padat/sampah
3. Pengamanan Limbah cair
4. Pengamanan limbah gas
5. Pengamanan radiasi
6. Pengamanan kebisingan
7. Pengamanan vektor penyakit
8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana

   

D. SASARAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Menurut Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan


lingkungan adalah sebagai berikut :3

1. Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang


sejenis
2. Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3. Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis
4. Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk
umum Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti
lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan
penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.

E.Aspek Hukum

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR :


374/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR

bahwa penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit


endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat
menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya
pengendalian atas penyebaran vektor; . bahwa upaya pengendalian vektor
lebih dititikberatkan pada kebijakan pengendalian vektor terpadu melalui
suatu pendekatan pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau
kombinasi beberapa metode pengendalian vektor; c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana di maksud perlu ditetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan tentang  Pengendalian Vektor.  Mengingat : 1. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273); 2.Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844); 3.Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4.Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1973 Nomor 12); 5.Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

6.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/ Menkes/Per/VIII/1986 tentang


Jenis-jenis Penyakit yang dapat Menimbulkan Wabah dan Tata Cara
Pelaporannya;

7.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1350/Menkes/SK/XII/2001 tentang


Pengelolaan Pestisida;

8.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439//Menkes/Per/VI/2009;

9.Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/ Permentan/SR.140/2/2007 tentang


Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida

10Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/SR.140/2/2007 tentang


pengawasan pestisida

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Vektor adalah


artropoda yang dapat menularkan,memindahkah dan/atau menjadi sumber
penular penyakit.

terhadap manusia. 2. Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau


tindakan  yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah
mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya
penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak
masyarakat dengan vektor sehingga  penularan penyakit tular vektor dapat
dicegah. 3. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang
dilakukan berdasarkan azas  keamanan, rasionalitas dan efekti�tas
pelaksanaannya serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.
4. Surveilans vektor adalah pengamatan vektor secara sistematis dan terus
menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit yang bertujuan
sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya
pengendaliannya. 5. Dinamika Penularan Penyakit adalah perjalanan alamiah
penyakit yang ditularkan vektor dan faktor-faktor yang mempengaruhi
penularan penyakit meliputi : inang (host) termasuk perilaku masyarakat,
agent, dan lingkungan

6. Sistim Kewaspadaan Dini adalah kewaspadaan terhadap penyakit


berpotensi Kejadian Luar Biasa beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi
dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan,
upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa
yang cepat dan tepat. 7. Pestisida rumah tangga adalah semua bahan kimia
yang digunakan dalam rumah tangga sehari-hari untuk mencegah
gangguan serangga di permukiman. 8. Kearifan lokal adalah teknologi lokal
dalam pengendalian vektor yang telah dibuktikan secara ilmiah memenuhi
persyaratan keamanan dan efekti�tas 9. Menteri  adalah menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan

BAB II RUANG LINGKUP DAN TUJUAN

Pasal 2 Ruang lingkup pengaturan meliputi penyelenggaraan, perizinan,


pembiayaan, peran serta masyarakat, monitoring dan evaluasi serta pembinaan
dan pengawasan.

Pasal 3 Tujuan upaya pengendalian vektor adalah untuk mencegah atau


membatasi terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah,
sehingga penyakit tersebut dapat dicegah dan dikendalikan.

BAB III PENYELENGGARAAN PENGENDALIAN VEKTOR

Bagian Kesatu Umum Pasal 4

(1) Upaya penyelenggaraan pengendalian vektor dapat dilakukan oleh


Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak swasta dengan menggunakan
metode pendekatan pengendalian vektor terpadu (PVT) (2) Upaya
pengendalian vektor secara terpadu (PVT) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan pendekatan pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta
berkesinambungan (3) Upaya pengendalian vektor  sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan data hasil kajian surveilans
epidemiologi antara lain informasi tentang vektor dan dinamika penularan
penyakit tular vektor.

Pasal 5 (1) Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan


lingkungan secara �sik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik
terhadap vektor maupun tempat perkembangbiakannya dan/atau  perubahan
perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan dan mengembangkan
kearifan lokal sebagai alternatif.

Bagian Kedua Ketenagaan Pasal 6 (1) Pengendalian vektor yang menggunakan


bahan-bahan kimia harus dilakukan oleh tenaga entomolog kesehatan dan
tenaga lain yang terlatih. (2) Tenaga lain yang terlatih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus telah  mengikuti pelatihan pengendalian vektor yang
dibuktikan dengan serti�kat dari lembaga pendidikan dan pelatihan yang telah
terakreditasi (3) Tenaga lain yang terlatih sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dalam melakukan pengendalian vektor harus dibawah pengawasan tenaga
entomolog kesehatan.

Pasal 7

Setiap tenaga pengendalian vektor harus mengunakan perlengkapan 


pelindung diri (PPD) dari bahaya insektisida dalam melaksanakan tugasnya.

Bagian Ketiga  Bahan dan Peralatan Pasal 8

(1) Penggunaan insektisida dapat digunakan setelah mendapat ijin dari


Menteri Pertanian atas saran dan atau pertimbangan Komisi Pestisida
(KOMPES). (2) Penggunaan pestisida rumah tangga harus mengikuti petunjuk
penggunaan sebagaimana tertera pada label produk (3) Peralatan yang
digunakan dalam pengendalian vektor harus memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau sesuai dengan rekomendasi WHO.

Pasal 9 Standar dan persyaratan perlengkapan pelindung diri (PPD), bahan dan
peralatan, serta penggunaan insektisida untuk pengendalian vektor
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan Pasal 9 tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini.

Pasal  10 Penyelenggaraan pengendalian vektor di wilayah kerja Kantor


Kesehatan Pelabuhan selain memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku juga harus sesuai dengan Peraturan ini.

BAB IV PERIZINAN

Pasal 11

(1) Penyelenggara Pengendalian Vektor yang dilakukan oleh swasta


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) harus berbentuk badan hukum
dan memiliki izin operasional dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Untuk
mendapatkan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)   harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Memiliki surat izin usaha dan surat
izin tempat usaha b. Memiliki NPWP c. Memiliki tenaga entomologi atau
tenaga kesehatan lingkungan dan tenaga terlatih. d. Memiliki persediaan
bahan dan peralatan sesuai ketentuan yang berlaku (3) Izin sebagaimana pada
ayat (1) berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang.

BAB V PEMBIAYAAN
Pasal  12

Pembiayaan pengendalian vektor dibebankan pada anggaran belanja dan


pendapatan negara dan anggaran  belanja dan pendapatan daerah serta sumber
lain yang tidak mengikat sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB  VI PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 13

Pengendalian vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat


untuk                 berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya
melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta
pengembangan lingkungan sehat.

BAB VII MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 14 (1) Pemerintah dan  Pemerintah daerah  monitoring dan evaluasi


terhadap penyelenggaraan pengendalian vektor.

(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pda ayat (1) dilaksanakan
secara berjenjang mulai dari tingkat desa,   kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi dan pusat . (3) Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh
Pemerintah daerah  harus dilaporkan kepada Pemerintah secara berkala dan
berjenjang. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi metode
yang digunakan dan hasil pengendalian (5) Tata cara monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pengendalian vektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Pasal 15 (1) Pihak Swasta yang melakukan pengendalian vektor wajib


melaporkan kegiatannya kepada Dinas Kesehatan kabupaten/ kota. (2)
Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a.
teguran lisan, b. teguran tertulis; c. pencabutan izin operasional.

BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 16

(1) Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota melakukan pembinaan terhadap penyelenggaran pengendalian
vektor dengan melibatkan instansi, organisasi profesi, dan asosiasi terkait (2)
Dalam rangka pengawasan Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat memberikan sanksi administratif
berupa teguran tertulis sampai dengan Pencabutan izin operasional bagi
swasta.

Pasal  17

(1). Dalam rangka membantu pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan 


pengendalian vektor, di tingkat Nasional dibentuk Komisi Ahli (Komli)
Pengendalian Vektor yang bertugas melakukan kajian dan evaluasi terhadap
kebijaksanaan operasional pengendalian vektor. (2). Ketentuan lebih lanjut
mengenai susunan organisasi, keanggotaan dan pembiayaan komisi ahli
pengendalian vektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk


mengurangi atau menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu
dengan maksud pencegahan atau pemberantasan penyakit yang ditularkan
atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang pengganggu tersebut.

Ada beberapa cara pengendalian vektor dan binatang pengganggu diantaranya


adalah sebagai berikut.

1. Pengendalian kimiawi
2. Pengendalian Fisika-Mekanika
3. Pengendalian Biologis

Pengendalian vektor penyakit ini merupakan konsep yang relative baru. Pada
awalnya orang berpikir tentang pembasmian vektor. Akan tetapi kemudian
tampak bahwa pembasmian itu sulit dicapai dan kurang realistis dilihat dari
sisi ekologis. Oleh karenanya pengendalian vektor saat ini akan ditujukan
untuk mengurangi dan mencegah penyakit bawaan vektor sejauh dapat dicapai
dengan keadaan social-ekonomi yang ada serta keadaan endemic penyakit
yang ada. Oleh karenanya pemantauan keadaan populasi insekta secara
kontinu menjadi sangat penting.

B.Saran

Pengendalian harus dilakukan  secara terpadu direncanakan dan dilaksanakan


untuk jangka panjang, ditunjang dengan pemantuan yang kontinu.

DAFTAR PUSTAKA

1.http://�les.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102
/Vektor%20Penyakit.pdf (http://�les.buku-kedokteran.webnode.com
/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf) di akses pada tanggal  1
April 2011 8:51 pm

2.http://�les.artikelkesehatan.webnode.com/200000024-11b8012b1b
/Commnicable%20Disease.pdf (http://�les.artikelkesehatan.webnode.com
/200000024-11b8012b1b/Commnicable%20Disease.pdf) di akses pada tanggal
1 april 2011 8:40 pm
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks
Kesehatan Lingkungan.Jakarta : EGC

3.World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari :


http://www.WHO.int (http://www.who.int/). Last Update : Januari 2008

4.Setiyabudi R. Dasar Kesehatan Lingkungan. Disitasi dari :


http://www.ajago.blogspot.htm (http://www.ajago.blogspot.htm/). Last
Update : Desember 2007 Departemen Kesehatan Repubik Indonesia.. Undang-
undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

5. Azwar. 2003. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT. Mutiara


Sumber Widya. Bertens, K. 2001. Etika. Yogyakarta: Gramedia Pustaka.
Mukono. 2004. Pedoman Perencanaan Serti�kasi Sanitarian.
6. Indikator Indonesia Sehat (Kep. MenKes No 1202/MENKES/SK/VIII/2003)

7. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR :


374/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR

REPORT THIS AD

WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai