Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN

PENETAPAN BESARAN NILAI KRITIS DAN


HASIL DIAGNOSTIK KRITIS

Rumah Sakit Umum Mitra Sehat


Jl Sei Merah No.300
Desa Dagang Kerawang Dusun II
Tanjung Morawa-Deli Seradang
Sumatera Utara
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 1

BAB I ..................................................................................................................... 3

DEFINISI .............................................................................................................. 3

BAB II ................................................................................................................... 4

RUANG LINGKUP ............................................................................................. 6

BAB IV ................................................................................................................ 10

DOKUMENTASI ............................................................................................... 10
BAB I
DEFINISI

A. LATAR BELAKANG
Adanya perbedaan harapan, dasar berpikir dan konsep tentang sakit antara dokter dan pasien
membuat hubungan antara keduanya mengandung konfliklaten. Konsep yang harus diiingat
seorang dokter dalam hubungan yang kompleks ini yaitu untuk selalu membangun emphaty
(Hippocrates 400 SM). Seorang dokter adalah seseorang yang karena profesinya dituntut untuk
selalu memprioritaskan penderita. Tindakan pembedahan (surgery) adalah suatu interaksi atau
hubungan yang sangat khusus antara dokter atau provider kesehatan (team work) dengan pasien
dan keluarganya, dalam upaya menyelamatkan dan atau meningkatkan kualitas hidup pasien,
dimana potensial konflik sangatlah besar. Penggunaan anestesi, sedasi dan intervensi bedah
merupakan proses yang komplek dan sering dijumpai di rumah sakit. Penggunaan tersebut
membutuhkan asesmen lengkap dan menyeluruh terhadap pasien, perencanaan, perawatan yang
terintegrasi, pemantauan pasien secara terus menerus dan transfer berdasarkan kriteria tertentu
untuk perawatan lanjutan, rehabilitasi, serta transfer dan pemulangan pada akhirnya. Anestesi
dan sedasi umumnya dipandang sebagai sebuah rangkaian proses mulai dari sedasi minimal
hingga anestesi penuh. Karena respons pasien berubah ubah sepanjang berlangsungnya
rangkaian tersebut, penggunaan anestesi dan sedasi diatur secaraterpadu. Menurut WHO 2009,
diseluruh dunia dan hampir setiap tahun kompilkasi operasi 3 - 16 % dan kematian pasca
operasi 0,4 – 0,8 % dan dapat diartikan bahwa 7 juta penderita yang mengalamimkecacaran dan
1 juta mengalami kematian. Pada juni 2009 di washington DC Amerika, WHO meluncurkan
Safe Surgery Saves Lives (S3L).

B. DEFINISI
Pengertian dari Safe Surgery Saves Lives ( S3L ) adalah suatu program dalam upaya
menurunkan komplikasi pembedahan dan anestesi
4 domain yang menjadi perhatian :
1. Pencegahan infeksi luka operasi
2. Keselamatan pembiusan (safe anesthesia)
3. Keselamatan pembedahan (safe surgical terms)
4. Mekanisme jaminan kualitas dan perawatan pembedahan (surgical care and quality
assurance mechanism)

Faktor yang berpengaruh terhadap komplikasi pembedahan :


1. Ketidaktaatan atau ignore terhadap standar pelayanan pembedahan merupakan awal
terjadinya komplikasi pembedahan
2. Tingginya angka infeksi luka operasi, sering hanya diakibatkan penggunaaan dan
ketidaktepatan waktu pemberian antibiotik profilaksis serta kesalahan tehnik sterilisasi
3. Penggunaan alat monitoring tanda vital yang tidak standar selama operasi, terbukti
meningkatkan komplikasi akibat pembiusan sebesar 100 – 1000 kali
4. Persiapan operasi yang teliti adalah mutlak dilakukan :
a. Identifikasi penderita
b. Identifikasi tempat operasi
c. Ketepatan radiodiagnostik
5. Kompetensi tim pembedahan dan pembiusan (menurut WHO bukan merupakan masalah)
hindari :
a. Kesalahan pasien yang dioperasi (wrong patient)
b. Kesalahan tempat operasi (wrong site operation)
c. Kecelakaan tindakan anestesi

C. TUJUAN
1. Tujuan Utama :
Tujuan program Safe Surgery Saves Lives adalah menciptakan perilaku tim pembedahan
dan lingkungan yang aman bagi pasien.
2. Tujuan Khusus :
a. Tim pembedahan dipastikan melakukan pembedahan pada tepat penderita dan tepat
lokasi
b. Tim pembedahan dipastikan melakukan metode anestesi yang mencegah rasa sakit
bagi pasien
c. Tim pembedahan telah mengenali dan melakukan persiapan yang efektif dalam
pencegahan dan penanganan terjadinya gangguan airway dan breathing
d. Tim pembedahan telah mengenali, melakuakn pencegahan dan antisipasi penanganan
yang efektif terhadap resiko perdarahan (circulation)
e. Tim pembedahan telah mengetahui dan menghindari serta antisipasi penanganan
terjadinya reaksi alergi maupun efek samping obat yang berat yang potensial terjadi
pada pasien
f. Tim pembedahan secara konsistenmenerapkan metode aseptik, guna mencegah
timbulnya infeksi luka operasi
g. Tim pembedahan selalu menghindari terjadinya ketertinggalan alat atau benda habis
pakai pada daerah operasi
h. Tim pembedahan selalu menjaga dan melakukan identifikasi yang tepat terhadap
spesimen hasil pembedahan

4
i. Tim selalu melakukan komunikasi dan pertukaran informasi yang penting dalam
upaya melakukan operasi yang aman
j. Rumah sakit dan public health system selalu secara rutin melakukan surveylance
terhadap kapasitas, volume dan hasil serta komplikasi dari pembedahan dan anestesi
(surgical and anesthesia vital statistic) yang dilakukan

5
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan restrain yaitu semua pasien dengan resiko jatuh, kecenderungan
melukai diri sendiri, dan yang menghambat proses pengobatan.
2.1. INDIKASI.

1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau orang lain.

2. Tahanan pemerintah (yang legal / sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit.

3. Pasien yang membutuhkan tatalaksana emergency (segera) yang berhubungan dengan kelangsungan
hidup pasien.

4. Pasien yang memerlukan pengawasan dan penjagaan ketat di ruangan yang aman.

5. Restraint atau isolasi digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak berhasil /
tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman bahaya.

A. INDIKASI RESTRAIN
1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau orang
lain
2. Tahanan pemerintah (yang legal / sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit
3. Pasien yang membutuhkan tatalaksana emergency (segera) yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup pasien
4. Pasien yang memerlukan pengawasan dan penjagaan ketat di ruangan yang aman
5. Restraint atau isolasi digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak
berhasil / tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman bahaya
B. JENIS RESTRAIN
1. Physical Restraint
Kegiatan pengekangan fisik pasien yang melibatkan satu atau lebih tenaga kesehatan
dengan menahan pasien, memegangi pasien yang bergerak atau menghentikan pasien yang
akan meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan pasien
2. Mechanical Restraint
Pengekangan fisik pasien secara mekanis dengan menggunakan peralatan. Misalnya:
sarung tangan (mittens) yang dirancang khusus pada ruang pelayanan intensif; penggunaan
meja yang berat atau sabut pengaman untuk menahan pasien keluar dari kursi roda;
penggunaan bedrails untuk mencegah pasien orang tua keluar dari tempat tidur;
penggunaan kunci atau keypads

6
3. Technological Surveillance Restraint
Penggunaan teknologi surveilans seperti bantalan tekanan, televisi sirkuit tertutup , untuk
mengingatkan tenaga kesehatan memantau gerakan mereka atau upaya pasien untuk
mencoba meninggalkan tempat tidur atau ruang perawatan
4. Chemical Restraint
Penggunaan obat-obatan untuk pembatasan gerak
5. Psychological Restraint
Kegiatan pembatasan gerak pasien dengan berulang kali dan secara terus menerus memberi
tahu pasien untuk tidak melakukan sesuatu, atau apabila melakukan sesuatu merupakan
perbuatan yang tidak diperbolehkan atau terlalu berbahaya. Hal tersebut termasuk
mengambil alih pilihan atas gaya hidup pasien seperti mengatakan kepada pasien kapan
waktunya tidur dan bangun tidur; maupun mengambil peralatan individual atau hak milik
pribadi, seperti mengambil alat bantu berjalan, kaca mata, atau pakaian luar pasien dengan
tujuan untuk menghentikan pasien untuk keluar meninggalkan tempat tidur atau ruang
perawatan.

7
PRINSIP

C. PEMASANGAN PENGHALANG
1. Pembatasan gerak pasien dengan menggunakan penghalang (restraint) hanya untuk
perlindungan keselamatan dan kepentingan terbaik bagi pasien dan atau pasien lainnya.
2. Dokter dan atau perawat harus memperhatikan aspek etik-medikolegal dan memastikan
bahwa ada indikasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan atas pemasangan
penghalang pada pasien, mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, kehormatan, dan
kebutuhan fisik dan psikologis pasien.
3. Keputusan pemasangan penghalang harus diambil sebagai pilihan dan langkah terakhir
setelah semua upaya untuk meminimalkan risiko atas keselamatan pasien dilakukan dan
segera dilepaskan dalam waktu yang sesingkat mungkin setelah kondisi atau risiko atas
keselamatan pasien terlampaui.
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan pemasangan penghalang harus senantiasa menguasai
prinsip pemasangan penghalang dan mendapatkan pelatihan yang berkesinambungan.

8
BAB III
TATA LAKSANA

1. Strategi Safe Surgical Saves Lives :


a. Sosialisasi dan promosi
Surgical safety dan anesthesia safety adalah masalah kesehatan yang serius dan harus
mendapat perhatian
b. Budayakan penggunaan checklist
Sebagai standar kendali mutu pembedahan dalam upaya surgical safety dan anesthesia
safety
c. Surgical – anesthesa vital statistic
d. Monitoring dan pendataan penting dalam identifikasi masalah patient safety dan upaya
pemecahannya serta penyusunan program selanjutnya.
2. Implementasi
Diperlukan metode yang sederhana, praktis dan mudah dikerjakan dan tidak menganggu proses
pembedahan dan anestesi serta dapat menjamin safe surgerydan safe anesthesia Metode yang
digunakan :
a. Surgical safety checklist
b. Anesthesia Safety checklist
c. Surgical safety checklist dan anesthesia safety checklist
Metode yang digunakan untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas pembedahan dan
anestesi Menurunkan unnecessary surgical and anesthesia deaths and complications
3. Pelaksanaan
Ada 3 periode terpenting :
a. Sebelum induksi ( sign in )
b. Sebelum insisi ( time out )
c. Sebelum keluar OK ( sign out )
4. Penanggung Jawab

9
Penanggung jawab secara keseluruhan bahwa pasien yang akan dilakukan pembedahan, telah
dilakukan checklist adalah : OPERATOR dibantu seorang sirkulator ( Omloop ).
Penanggungjawab kegiatan :
a. Periode sebelum induksi adalah : perawat anestesi dan bedah dibantu ahli anestesi
b. Sebelum insisi adalah : operator ahli bedah, perawat bedah dan ahli anestesi
c. Sebelum keluar dari kamar operasi adalah : perawat bedah, ahli bedah dan anestesi

BAB IV
DOKUMENTASI

Checklist Keselamatan Pembedahan menurut Who ( dlm bahasa Indonesia )


1. Sebelum Induksi Anestesi ( Sign In ) → ( Minimal perawat dan ahli anestesi )
a. Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitas, lokasi, prosedur dan informed consent?
□ Ya □ Tidak
b. Apakah tempat operasi sudah ditandai?
□ Ya □ Tidak diperlukan
c. Apakah mesin anestesi dan premedikasi sudah diperiksa dan lengkap?
□ Ya
d. Apakah pulse oksimetri sudah terpasang pada pasien dan berfungsi dengan baik?
□ Ya
e. Apakah pasien memiliki :
1) Riwayat alergi :
□ Tidak □ Ya
2) Kesulitan menjaga jalan napas atau risiko aspirasi?
□ Tidak □ Ya, dan tersedia peralatan dan bantuan
3) Risiko hilangnya darah>500 mL ( 7 mL/kg pada anak-anak )?
□ Tidak □ Ya, sudah tersedia dua akses intravena/sentral dan cairan
2. Sebelum Insisi Kulit ( Time Out ) → ( ahli bedah, ahli anestesi, dan perawat )
a. Konfirmasi semua anggota tim sudah memperkenalkan nama dan peran
b. Konfirmasi nama pasien, prosedur, dan di mana insisi akan dilakukan
c. Apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan dalam 60 menit terakhir?
d. □ Ya □ Tidak diperlukan Antisipasi keadaan kritis
Untuk ahli bedah :

10
□ Apakah terdapat keadaan kritis atau langkah yang tidak rutin?
□ Berapa lama keadaan tersebut akan berlangsung?
□ Apakah yang diantisipasi terhadap kehilangan darah?
Untuk ahli anestesi :
□ Apakah ada sesuatu yang khas terhadap pasien?
Untuk tim perawat :
□ Apakah sterilitas telah dikonfirmasi ( berdasarkan indikator alat sterilisasi )?
□ Apakah terdapat permasalahan alat atau perhatian lainnya? Apakah foto telah ditampilkan?
□ Ya □ Tidak diperlukan
3. Sebelum Pasien Meninggalkan Ruangan Operasi ( Sign Out ) → ( perawat, ahli bedah, dan ahli
anestesi )
Perawat memastikan secara verbal :
□ Nama prosedur yang dilakukan
□ Apakah instrumen. Alat habis pakai dan jumlah jarum telah terhitung?
□ Pelabelan spesimen ( baca label spesimen secara lantang, termasuk nama pasien )
□ Apakah ada permasalahan dengan pemakaian peralatan?
Untuk ahli bedah, ahli anestesi, dan perawat :
□ Apakah hal yang penting untuk pulih sadar dan perawatan pasien telah diperhatikan?

11
BAB IV
PENUTUP

Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan tehnologi
dibidang kesehatan. Kamar Operasi merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit khususnya
dalam bidang pembedahan, oleh karena itu pemakaian daftar/checklist keselamatan pasien operasi
harus dilaksanakan dalam setiap tindakan operasi yang akan dilakukan.
Dalam perkembangan pelayanan kesehatan yang dari hari ke hari semakin maju, maka
pelayanan pembedahan harus juga mengikuti perkembangan tersebut, pendokumentasian pelayanan
pasien yang dilakukan harus tersusun dengan rapi untuk mengetahui riwayat dari proses perawatan
pasien. Panduan ini dibuat bertujuan untuk memberikan acuan dalam pengelolaan dan pelayanan di
Kamar Operasi.

12

Anda mungkin juga menyukai