Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH SUHU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK KIMIA DAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BUBUK KULIT BUAH NAGA MERAH

Ana Sarofatin1, Agung Wahyono2*


1)
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, Politeknik Negeri Jember
Email : sarofatinana@gmail.com
Staf Pengajar Program Studi Teknologi Rekayasa Pangan, Politeknik Negeri Jember
Email: agung_wahyono@polije.ac.id
*Corresponding author

ABSTRAK

Kulit buah naga merah mengandung betasianin dan aktivitas antioksidan yang tinggi. Pada
penelitian ini, kulit buah naga merah dikeringkan dengan oven pada suhu 55-75oC. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik kimia dan
aktivitas antioksidan bubuk kulit buah naga merah. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali pengulangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap kadar abu, kandungan betasianin, dan aktivitas antioksidan bubuk kulit buah naga
merah. Namun, suhu pengeringan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kadar total fenol bubuk kulit buah naga merah. Suhu pengeringan yang optimal untuk
menghasilkan bubuk kulit buah naga merah dengan karakteristik kimia dan aktivitas
antioksidan terbaik adalah pada suhu 60oC. Kondisi pengeringan tersebut menghasilkan kadar
abu sebesar 16,67%, kandungan betasianin sebesar 9,52 mg/g, aktivitas antioksidan sebesar
89,13% dan kadar total fenol sebesar 18,16 mg GAE/g.

Kata Kunci : Antioksidan, Buah Naga Merah, Pengeringan

Dragon fruit peel contains betasianin and has high antioxidant activity. In current study, the
peel was dried in an oven at a temperature of 55-75oC. This study was done to determine the
effect of drying temperature on the chemical characteristics and antioxidant activity of dragon
fruit peel powder. The design used in the study was Completely Randomized Design (CRD)
with 3 replications. The results showed that the drying temperature significantly affected
(P<0,05) the ash content, betasianin content, and antioxidant activity of red dragon fruit peel
powder. However, the drying temperature insignificantly affected the total phenol content of
the powder. The optimal drying temperature for producing red dragon fruit peel powder was
60oC. This drying temperature produced ash content of 16.67%, betasianin content of 9.52
mg/g, antioxidant activity of 89.13% and total phenol content of 18.16 mg GAE/g.

Keywords: Antioxidant, Drying, Red Dragon Fruit peel


PENDAHULUAN

Buah naga (dragon fruit) merupakan salah satu buah yang memiliki warna merah
menyala. Pada bagian ujung dari kulit buah naga membentuk seperti sirip yang agak tajam
dan berwarna hijau. Banyaknya wilayah di Indonesia yang membudidayakan buah naga ini
disebabkan karena peningkatan permintaan buah naga di beberapa kota besar di Indonesia
(Kristanto, 2014).
Kulit dari buah naga juga dapat dijadikan sebagai bahan olahan tambahan suatu
produk pangan. Kulit dari buah naga kaya akan antioksidan dan juga mengandung betasianin
yang tinggi. Kulit buah naga yang mengandung betasianin dapat dimanfaatkan sebagai
pewarna alami dan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan nilai gizi produk
(Analianasari, 2016). Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Wu et al, 2005), kelebihan
dari kulit buah naga adalah mengandung polyphenol dan antioksidan yang tinggi. Kulit buah
naga merah lebih kuat sebagai inhibitor dalam pertumbuhan sel-sel kanker dibandingkan
dengan dagingnya. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil studinya terhadap total phenolik
konten, aktivitas antioksidan dan kegiatan antipoliferative. Kulit buah naga merah itu sendiri
juga tidak mengandung toksik.
Pengeringan adalah proses mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu
bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar kandungan airnya. Air yang
dikeluarkan sampai ambang batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang
sehingga mengurangi rusaknya bahan pangan akibat aktivitas mikroba (Saptoningsih, 2012).
Prinsip pengeringan dengan metode oven yaitu dengan menguapkan air yang berasal dari
bahan pangan (Sachin et al., 2010). Pengeringan dengan metode oven memerlukan waktu
yang lama dan menyebabkan penurunan kualitas pada bahan pangan yang digunakan (Zaki et
al., 2007). Menurut Gaman dan Sherrington (1992), suhu yang digunakan dalam proses
pengeringan yang terpenting adalah tidak terlalu tinggi, karena pasti akan terjadi perubahan
pada sifat bahan. Bahan akan mengalami case handening, dimana permukaan luar akan keras
dan keriput sedangkan air tidak dapat keluar dan masih terperangkap di bagian dalam. Suhu
dan waktu yang digunakan dalam proses pengeringan memiliki pengaruh sangat nyata
terhadap aktivitas antioksidan. Dalam kondisi ini dapat disebabkan karena selama proses
pengeringan menyebabkan zat aktif yang terkandung didalam suatu bahan pangan menjadi
rusak (Winarno, 2002). Suhu pengeringan untuk sayuran dan buah-buahan menggunakan
metode oven menurut Apandi (1984) adalah 60-80oC dengan waktu pengeringan 6-16 jam.
Bila suhu yang digunakan terlalu rendah akan mempengaruhi waktu yang digunakan untuk
mengeringkan menjadi lama dan jika suhu terlalu tinggi akan memengaruhi tekstur bahan
yang menjadi kurang baik (Rans, 2006).
Sampai saat ini penelitian tentang pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik
kimia dan aktivitas antioksidan pada bubuk kulit buah naga merah masih terbatas. Maka dari
itu diperlukan penelitian tentang pengaruh suhu yang digunakan selama proses pengeringan
pada bubuk kulit buah naga merah yang ditinjau dari karakteristik kimia dan aktivitas
antioksidan.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam pembuatan bubuk kulit buah naga merah adalah kulit
buah naga merah jenis Hylocereus polyrhizus. Bahan yang digunakan dalam proses analisa
adalah metanol (Merck kGaA by Germany), DPPH (Alfa Aesar by United State), aquadest,
Folin (Merck kGaA by Germany) dan Natrium Karbonat (Merck kGaA by Germany).

Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam proses pengolahan bubuk kulit buah naga merah adalah
oven pengering (Automatic Thermo-Controller IL-70), timbangan analitik (Camry EK 3651),
termometer, ayakan 100 mesh, blender (Philips HR 2116). Alat yang digunakan dalam proses
analisa adalah tanur (Heraeus Furnace Thermoscientific M110), sentrifus (Hettich
Zentrifugen ZBA 20 D-78532), spektrofotometer (Ultrospec 2100 pro UV/Visible
Spectrophotometer Amersham Biosciences), hotplate (Wisestir MS-20D), timbangan analitik
(Adventurer Ohaus ARC 120), oven (Memmer UN30), Shaker (Thermoshake Gerhardt
Labshake), dan kulkas (Samsung Ice RS21HPUSL) dan beberapa alat untuk analisis kimia.
Cara Kerja
Pembuatan Bubuk Kulit Buah Naga Merah

Buah Naga Pengecilan ukuran tidak


Pemisahan kulit dengan daging
lebih dari 1 cm

Penggilingan atau Penghancuran Pengeringan (suhu 55oC, 60oC, 65oC, 70oC, 75oC) selama
(3menit) 10 jam. Setiap 30 menit dilakukan pengecekan suhu

Pengayakan 100 mesh Bubuk Kulit Buah Naga Merah

Ekstraksi sampel
Ekstraksi sampel dilakukan berdasarkan metode dari Que et al (2008) yang
dimodifikasi. Dilakukan pembuatan ekstraksi sampel ini untuk pengujian kandungan
antioksidan dan total fenol. 10 gram sampel dilarutkan dengan 25 ml methanol kedalam
erlenmeyer 100 ml. Lalu dimasukkan kedalam inkubator shaker selama 10 jam dengan
menggunakan kecepatan 100 rpm. Lakukan penyaringan menggunakan kertas saring dan
filtrat yang didapatkan kemudian dimasukkan kedalam botol sampel lalu simpan didalam
kulkas sampai sampel tersebut akan digunakan untuk pengujian.

Analisis Kimia
Analisis kimia bubuk kulit buah naga meliputi kadar air dengan menggunakan metode
oven (AOAC, 2005), kadar abu (AOAC, 2005), kadar betasianin menggunakan metode Tze
et al (2012).

Analisis Antioksidan dan Total Fenol


Aktivitas antioksidan bubuk kulit buah naga dianalisis berdasarkan kapasitas reduksi
DPPH berdasarkan metode Shahidi et al (2006). Sedangkan untuk kadar total fenol dianalisis
berdasarkan metode Singleton and Rossi (1965).

Analisis Statistik
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Rancangan non
faktorial dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Masing-masing percobaan
diulang sebanyak 3 kali. Untuk mengetahui perbedaan antar rerata perlakuan dilakukan
analisis varian yang dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimia
Suhu pengeringan berpengaruh significan (P<0,05) terhadap kadar abu dan kadar
betasianin bubuk kulit buah naga merah seperti disajikan pada Tabel 1.
Bubuk kulit buah naga merah yang telah mengalami proses pengeringan beratnya
menjadi berkurang. Hal ini dikarenakan kandungan air yang terdapat didalam kandungan
bubuk kulit buah naga merah keluar selama proses pengeringan. Akan tetapi pengurangan
berat tersebut tidak signifikan berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil analisis varian pada taraf 5% menunjukkan bahwa suhu
pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar abu bubuk kulit buah naga
merah. Hasil analisa kadar abu bubuk kulit buah naga merah yang telah dilakukan memiliki
kadar abu berkisar 13,55% – 16,67%.
Dalam penelitian ini, kadar abu paling rendah terdapat pada bubuk kulit buah naga
merah yang menggunakan suhu pengeringan 65oC dan 70oC sebesar 13,55%. Dan kadar abu
paling tinggi terdapat pada bubuk kulit buah naga merah yang menggunakan suhu
pengeringan 60oC sebesar 16,67%. Hal ini diduga kandungan air yang menguap selama
proses pengeringan sangat banyak sehingga mengakibatkan makin banyaknya mineral-
mineral yang tertinggal (Darmajana, 2007).
Kadar abu dari kulit buah naga merah cukup tinggi, hal ini diperkuat oleh pernyataan
Saneto (2012) yang menyatakan bahwa kadar abu kulit buah naga berkisar antara 19,1-19,5%
dan didukung oleh Daniel (2014) yang menyatakan bahwa kulit buah naga memiliki kadar
abu berkisar antara 16-21%. Namun hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Aiyuni et al
(2017) menyatakan bahwa kulit buah naga merah yang melalui proses pengeringan untuk
dijadikan teh herbal dengan penambahan jahe menghasilkan kadar abu sebesar 2,97 – 8,46%.
Berdasarkan hasil analisis varian pada taraf 5% menunjukkan bahwa suhu
pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar betasianin bubuk kulit buah
naga merah. Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa kadar
betasianin pada bubuk kulit buah naga merah berkisar 2,93% – 9,52%.
Kadar betasianin paling rendah pada bubuk kulit buah naga merah yang menggunakan
suhu pengeringan 55oC sebesar 2,93 mg/g. Dan kadar betasianin paling tinggi pada bubuk
kulit buah naga merah yang menggunakan suhu pengeringan 60oC sebesar 9,52 mg/g.
Perbedaan suhu pengeringan mempengaruhi kadar betasianin dari bubuk kulit buah
naga merah. Namun tidak berlaku pada suhu pengeringan 55oC dan 75oC. Semakin tinggi
suhu pengeringan yang digunakan maka kadar betasianin yang dihasilkan akan semakin
berkurang. Hal ini diperkuat Hayati, et al (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi
suhu pemanasan yang digunakan mengakibatkan glikosil yang terdapat pada kadar
betasianin akan menghilang dengan cara hidrolisis ikatan glikosidik. Hal ini juga
menyebabkan warna merah pada betasianin semakin menghilang dan aglikon pun menjadi
tidak stabil.
Terjadi penurunan kadar betasianin yang sangat drastis pada perlakuan P4 yaitu
bubuk kulit buah naga merah yang menggunakan suhu pengeringan 70oC. Hal ini diduga
adanya pengaruh penggunaan suhu yang terlalu tinggi. Suhu tinggi tidak hanya dari proses
pengeringan pada pembuatan bubuk kulit buah naga merah saja, namun juga suhu tinggi dari
proses ekstraksi yang digunakan. Hal ini diperkuat oleh Wulandari et al (2013) bahwa sifat
senyawa betasianin yang sangat tidak stabil terhadap suhu dan relatif rentan terhadap
perlakuan panas sehingga dikhawatirkan akan mengurangi bahkan menghilangkan senyawa
tersebut.

Tabel 1. Karakteristik kimia bubuk kulit buah naga merah yang dikeringkan dengan suhu
yang berbeda
Perlakuan** Kadar Air (%)* Kadar Abu (%)* Kadar betasianin
(mg/g)*
P1 13,17 ± 2,75a 14,34 ± 0,20c 2,93 ± 0,30d
P2 8,83 ± 2,57a 16,67 ± 0,64a 9,52 ± 0,01a
P3 12,17 ± 5,53a 13,55 ± 0,20c 8,96 ± 0,15a
P4 13,67 ± 5,35a 13,55 ± 0,40c 4,55 ± 0,14c
P5 10,33 ± 3,81a 15,27 ± 0,80b 8,14 ± 0,58b

Keterangan : *Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan pengaruh
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5%
** P1 : suhu pengeringan 55oC, P2 : suhu pengeringan 60oC, P3 : suhu pengeringan
65oC, P4 : suhu pengeringan 70oC, P5 : suhu pengeringan 75oC.

Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol


Berdasarkan hasil analisis varian uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa suhu
pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap aktivitas antioksidan
bubuk kulit buah naga merah. Pengaruh suhu pengeringan terhadap aktivitas antioksidan
bubuk kulit buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisa aktivitas antioksidan
pada bubuk kulit buah naga merah yang telah dilakukan memiliki aktivitas antioksidan
berkisar 39,31% - 89,13%.
Aktivitas antioksidan dari bubuk kulit buah naga merah tergolong tinggi. Pengeringan
pada suhu 55oC menghasilkan aktivitas antioksidan terendah sebesar 39,31%. Sedangkan
pada suhu pengeringan 60oC menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 89,13%. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Winarno (2002), yang mengatakan bahwa
suhu dan lama pengeringan bepengaruh nyata terhadap aktivitas dari antioksidan. Kondisi
tersebut dikarenakan proses pengeringan menyebabkan rusaknya zat aktif dalam bahan
pangan. Nurliyana et al (2010) menjelaskan bahwa disetiap 1 mg/ml kulit buah naga merah
terdapat 83,48±1,02% antioksidan yang dapat menghambat radikal bebas. Akan tetapi,
aktivitas antioksidan pada daging dari buah naga merah menghambat radikal bebas sangat
kecil hanya sebesar 27,45±5,03%. Fajriani (2013) yang menjelaskan bahwa kulit buah naga
super merah memiliki persentase peredaman radikal bebas DPPH sebesar 79,24%.
Sebagian besar kandungan antioksidan pada bubuk kulit buah naga merah mengalami
penurunan. Menurut Patras et al. (2009) mengatakan bahwa komponen antikosidan akan
mudah terdegradasi apabila terpapar panas. Panas dapat mempercepat reaksi oksidasi
senyawa tersebut. Proses degradasi dapat terjadi karena peningkatan laju reaksi oksidasi oleh
panas. Senyawa antioksidan yang sudah teroksidasi akan menjadi rusak dan kehilangan
kemampuan mendonorkan elektron unuk menetralkan senyawa-senyawa radikal.
Terjadi penurunan kandungan antioksidan yang sangat drastis pada perlakuan P4 yaitu
bubuk kulit buah naga merah yang menggunakan suhu pengeringan 70 oC. Hal ini diduga
adanya pengaruh penggunaan suhu yang terlalu tinggi. Suhu tinggi tidak hanya dari proses
pengeringan pada pembuatan bubuk kulit buah naga merah saja, namun juga suhu tinggi dari
proses ekstraksi yang digunakan. Hal ini diperkuat oleh Husna (2013) bahwa komponen
bioaktif aktivitas antioksidan mempunyai sifat tidak tahan panas. Sehingga ketika suatu
sampel diekstrak dalam keadaan panas maka akan menurunkan nilai aktivitas antioksidan dan
senyawa fenoliknya. Tinggi rendahnya aktivitas antioksidan tidak hanya dipengaruhi oleh
senyawa fenoliknya saja, tetapi dapat disebabkan adanya beberapa senyawa fitokimia seperti
asam askorbat, tokoferol dan pigmen yang memberikan efek sinergis.
Berdasarkan hasil analisis varian pada taraf 5% menunjukkan bahwa suhu
pengeringan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap kandungan total fenol pada
bubuk kulit buah naga merah seperti ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik kimia bubuk kulit buah naga merah yang dikeringkan dengan suhu
yang berbeda
Perlakuan** Aktivitas Antioksidan (%)* Total Fenol (mg GAE/g)*
P1 39,31 ± 4,70c 17,41 ± 0,49a
P2 89,13 ± 5,90a 18,16 ± 0,48a
b
P3 70,62 ± 4,06 15,55 ± 2,71a
c
P4 47,57 ± 2,54 18,14 ± 0,48a
P5 63,25 ± 9,78b 16,47 ± 2,27a
Keterangan : *Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan pengaruh
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5%
** P1 : suhu pengeringan 55oC, P2 : suhu pengeringan 60oC, P3 : suhu pengeringan
65oC, P4 : suhu pengeringan 70oC, P5 : suhu pengeringan 75oC.

Berdasarkan hasil analisis varian pada taraf 5% menunjukkan bahwa suhu


pengeringan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap kandungan total fenol pada
bubuk kulit buah naga merah.

KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian pengaruh suhu pengeringan terhadap karakteristik
kimia dan aktivitas antioksidan bubuk kulit buah naga merah yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa suhu pengeringan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar
abu, kandungan betasianin, dan aktivitas antioksidan bubuk kulit buah naga merah. Namun
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap Total Phenol Content (TPC) bubuk
kulit buah naga merah. Suhu pengeringan yang optimal untuk menghasilkan bubuk kulit buah
naga merah dengan karakteristik kimia dan aktivitas antioksidan terbaik adalah menggunakan
suhu pengeringan 60oC. Dengan menghasilkan kadar abu sebesar 16,67%, kandungan
betasianin sebesar 9,52 mg/g, aktivitas antioksidan sebesar 89,13% dan Total Phenol Content
(TPC) sebesar 18,16 mg GAE/g.

DAFTAR PUSTAKA

Aiyuni, R., H.P. Widayat, &amp; S. Rohaya. 2017. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Naga
(Hylocereus costaricensis). Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah
Volume 2, Nomor 3, Agustus 2017 www.jim.unsyiah.ac.id/JFP dalam Pembuatan Teh
Herbal dengan Penambahan Jahe.
Analianasari & M. Zaini. 2016. Pemanfaatan Jagung Manis Dan Kulit Buah Naga Untuk
Olahan Mie Kering Kaya Nutrisi. Bandar Lampung: Jurnal Penelitian Pertanian Terapan
Vol. 16 (2): 123-131.
AOAC. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of
Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical of Chemist, Inc.
Apandi. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung: Alumni Bandung.
Daniel, R, S. Osfar & H.D. Irfan. 2014 Kajian Kandungan Zat Makanan dan Pigmen
Antosianin Tiga Jenis Kulit Buah Naga (Hylocereus sp) sebagai Bahan Pakan Ternak.
Dalam Jurnal.
Darmajana, D.A., W. Agustina, & Wartika. 2008. Pengaruh Konsentrasi Enzim α-Amilase
Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Filtrat Bubur Buah Pisang (Bahan Pembuatan
Tepung Pisang Instan). Lampung: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II.
Fajriani, Q.H. 2013. Penentuan Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Naga Super merah
(Hylocereus costaricensis) Dan Produk Olahannya Berupa Permen Jelly. Bandung:
Skripsi, Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia.
Gaman, P.M & K.B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadja Mada
University Press.
Hayati, E.K., U.S. Budi & R. Hermawan. 2012. Konsentrasi total senyawa antosianin ekstrak
kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) : Pengaruh temperatur dan pH. Jurnal
Kimia (VI) 2 : 138-147.
Husna, Nida El., Melly Novita., Syarifah Rohaya. 2013. Kandungan Antosianin Dan
Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu Segar Dan Produk Olahannya. Fakultas Pertanian.
UGM, Yogyakarta.
Kristanto, D. 2014. Berkebun Buah Naga. Jakarta: Penebar Swadaya Group.
Nurliyana, R., I. S. Zahir, K. M. Suleiman, M. R. Aisyah, &amp; K. K. Rahim. 2010.
Antioxidant study of pulps and peels of dragon fruits: a comparative study, International
Food Research Journal, 17 : 367-365.
Patras, A., N.P. Brunton, C. Donnell, B.K. & Tiwari. 2009. Effect of Thermal Processing on
Anthocyanin Stability in Foods; Mechanisms and Kinetics of Degradation. Trends in
Food Science & Technology, doi:10.1016/j.tifs.2009.07.004.
Que, F., L. Mao, X. Fang, &amp; T. Wu,. 2008. Comparison of hot air-drying and freeze-
drying on the physicochemical properties and antioxidant activities of pumpkin
(Cucurbita moschata Duch.) flours. International Journal of Food Science and
Technology, 43,1195e1201.
Rans. 2006. Pisang Sale. http://warintek.progresio.or.id. Diakses pada 17 Desember 2017
Pukul 07:01 WIB.
Sachin, V., C. L. Jangam, Low, & A.S. Mujumdar. 2010. Drying of food, vegetables, and
fuits. Volume 1. ISBN:978-981-08-6759-1.
Saneto, B. 2012. Karakteristik kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal
AgrikaII (2) :143-149.
Saptoningsih & A. Jatnika. 2012. Membuat Olahan Buah. Agromedia.
Shahidi, F., C.M. Liyana-Pathirana, &amp; D. S. Wall. 2006. Antioxidant activity of white
and black sesame seeds and their hull fractions. Food Chemistry, 99, 478–483.
Singleton, V. L., &amp; J. J. A. Rossi. 1965. Colorimetric of total phenolics with
phosphomolybdic–phosphotungstic acid reagents. American Journal of Enology and
Viticulture, 16, 144–158.
Tze N, C. Han, Y. Yusof, C. Ling, R. Talib, F. Taip. 2012. Physicochemical and Nutritional
Properties of Spray-Dried Pitaya Fruit Powder as Natural Colorant. Food Sci Biotechnol
21: 675–82.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Wu, L.C., H.W. Hsu, Y.C. Chen, C.C. Chiu, Y.I. Lin & A. Ho . 2005. Antioxidant And
Antiproliferative Activities Of Red.
Wulandari, W.Y. &amp; Suhartatik. 2013. Pengaruh Suhu Pemanasan dan Ukuran Mesh
dalam Ekstraksi Senyawa Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.).
Surakarta: Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian 2 ) Pusat Studi Pangan dan
Kesehatan Masyarakat LPPM UNISRI Surakata.
Zaki, N, I. Idayu Muhamad & L. Md. Salleh. 2007. Drying characteristics of papaya (Carica
papaya L.) During microwave-vacuum. Int. J. Eng. Tech.4(1):15-21.

Ucapan terima kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
yang telah membiayai penelitian ini sesuai dengan kontrak penelitian Nomor:
023/SP2H/LT/DRPM/2018

Anda mungkin juga menyukai