Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Beton adalah sebuah bahan bangunan komposit yang terbuat dari kombinasi aggregat dan
pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari
agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air.Biasanya dipercayai bahwa beton
mengering setelah pencampuran dan peletakan. Sebenarnya, beton tidak menjadi padat karena
air menguap, tetapi semen berhidrasi, mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya
membentuk material seperti-batu. Beton digunakan untuk membuat perkerasan jalan, struktur
bangunan, fondasi, jalan, jembatan penyeberangan, struktur parkiran, dasar untuk
pagar/gerbang, dan semen dalam bata atau tembok blok. Nama lama untuk beton adalah batu
cair.
Dalam perkembangannya banyak ditemukan beton baru hasil modifikasi, seperti beton
ringan, beton semprot (eng: shotcrete), beton fiber, beton berkekuatan tinggi, beton
berkekuatan sangat tinggi, beton mampat sendiri (eng: self compacted concrete) dll. Saat ini
beton merupakan bahan bangunan yang paling banyak dipakai di dunia. Banyak penelitian
mengenai beton berkekuatan tinggi, salah satunya adalah beton campuran limbah batubara.
Batu bara adalah sumber daya alam yang dihasilkan dari proses kimia dan pergerakan
geologi dari material-material selama lebih dari puluhan sampai ratusan juta tahun. Batu bara
adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan yang mengendap
yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan
tahun (Anam, 2008). Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut, selanjutnya
berubah menjadi batu bara muda. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus
menerus, batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknyadan berubah menjadi sub-bituminous. Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga
membentuk bituminous.
Penggunaan batubara sebagai sumber energi pengganti bahan bakar minyak di satu sisi
sangat menguntungkan, namun disisi yang lain menimbulkan masalah yaitu abu batubara yang
merupakan hasil samping pembakaran batubara. Abu batubara ini terdiri dari abu dasar (bottom
ash) dan abu terbang (fly ash), berdasarkan PP. No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3), fly ash dan bottom ash dikategorikan sebagai limbah B3
karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami pelindihan secara alami
dan mencemari lingkungan.
Limbah bottom ash dan fly ash dihasilkan dari pembakaran batubara sebagai sumber
energi oleh perusahaan-perusahaan, sebagai contoh Pabrik Kertas dan juga Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU). PLTU merupakan memasok terbesar limbah abu dasar dan abu
layang, saat ini PLTU membutuhkan 87,7 juta ton batubara yang akan menghasilkan bottom
ash dan fly ash sebesar 5% dari kebutuhan jadi sekitar 4,385 juta ton limbah. Pemerintah
akan melaksanakan program 35 ribu MW, yang akan digalakkan hingga 2025 dengan
komposisi bauran energi listrik dari batubara mencapai 56,97% dari total pembangkit listrik.
Diperkirakan tahun 2019 kebutuhan batu bara PLTU meningkat menjadi 166,2 juta ton dan
menghasilkan bottom ash dan fly ash sampai dengan angka 8,31 juta ton.
Jumlah limbah dari pembakaran batu bara yang semakin meningkat adalah salah satu
permasalahan, banyak penelitian mengenai pemanfaatan limbah dari batu bara seperti
penggunaan fly ash sebagai pengganti semen dalam pembuatan beton bermutu tinggi atau
sering di sebut Beton High Volume Fly Ash ( HVFA). Perusahaan semen di Indonesia
beberapa sudah mencoba memanfaatkan fly ash sebagai bahan baku semen, namun
dikarenakan kandungan fly ash yang berubah-ubah menjadikan penelitian mengenai
pemanfaatan fly ash sebagai pengganti semen.
Abu layang atau fly ash ini merupakan salah satu limbah dari hasil pembakaran
batubara dan bottom ash adalah limbah lainnya. Bottom ash yang merupakan endapan dari
limbah pembakaran batubara memiliki struktur yang sama dengan agregat yang biasa
digunakan untuk campuran beton. Bottom ash memiliki bentuk yang berbeda-beda dan
tingkat kekasaran yang berbeda. Penelitian ini akan memanfaatan limbah bottom ash
sebagai pengganti agregat pasir dalam beton HFVA.

2. Rumusan masalah

Anda mungkin juga menyukai