Anda di halaman 1dari 80

BAB III

PERENCANAAN PROYEK
1.1. Uraian Umum
Terciptanya hasil karya teknik suatu rekayasa bangunan dilatarbelakangi
adanya proses perencanaan yang kompleks, oleh karena itu sebelum pelaksanaan
pembangunan Proyek Gedung Sekolah Vokasi Undip ini mutlak perlu dibuat
perencanaannya terlebih dahulu. Perencanaan dibuat karena banyak faktor yang
harus diperhatikan serta dipertimbangkan guna memenuhi segala persyaratan yang
diperlukan bagi berdirinya suatu bangunan sesuai dengan kegunaannya.
Perencanaan merupakan pekerjaan awal yang paling menentukan dalam
keberhasilan suatu proyek.
Perencanaan arsitektur merupakan tahap awal dari perencanaan bangunan,
termasuk di dalamnya perencanaan interior, eksterior, dan utilitas. Setelah
perencanaan arsitektur disetujui oleh pihak pemilik, dilanjutkan dengan
perancangan struktur untuk menghitung kekuatan gedung.
Pembangunan Proyek Gedung Sekolah Vokasi Undip ini menggunakan
kriteria perencanaan antara lain sebagai berikut:
1. Biaya/dana
Pembangunan Proyek Gedung Sekolah Vokasi Undip dalam perencanaan,
suatu konsultan perencana harus merencanakan dana yang disediakan untuk suatu
proyek yang ditangani, sehingga dapat ditentukan beberapa alternatif perencanaan
dengan harga yang relatif murah tanpa mengabaikan kekuatan, keindahan, dan
keamanan konstruksi.
2. Kekuatan konstruksi
Pembangunan Proyek Gedung Sekolah Vokasi Undip ini konstruksinya
dihitung dengan memperhatikan kondisi tanah, tegangan dan beban yang bekerja.
Kekuatan konstruksi harus sudah teruji terhadap hal-hal yang mungkin menimpa
pada bangunan tersebut, yaitu diantaranya:
a. Penyelidikan tanah (soil investigation)
Mengetahui daya dukung tanah yang dilakukan beberapa hal diantaranya
yaitu sondir, booring, grain size, dan uji laboratorium.

47
48

b. Kekuatan beton, kolom, dan pelat lantai


Mutu beton, kolom, dan pelat lantai adalah beton K-275 yang dibuat oleh
Holcim Ready mix. Tulangan menggunakan baja ulir dan polos. Sambungan
tulangan kolom diadakan pada panjang tulangan kolom yang tidak mencukupi.
Sambungan diletakkan pada posisi dimana kolom menerima gaya momen lebih
kecil, dimana baja tulangan yang dipakai telah diuji kekuatannya. Baja tulangan ada
dua yaitu polos dan ulir. Untuk tulangan ulir dipakai D10, D13, D19, D22 dan
tulangan polos D10.
c. Kekuatan bangunan terhadap gempa
Struktur haruss direncanakan untuk menahan suatu gaya geser dasar
horizontal total akibat gempa, yang ditentukan menurut rumus sebagai berikut:
V = C1. I. W1 (3.1)
(Sumber: Standar Gempa Indonesia)
Keterangan:
Wi : Kombinasi dari beban mati dan beban hidup vertikal yang direduksi
yang bekerja di atas taraf penjepitan lateral. (ton)
C1 : Koefisien gempa dasar.
I : Faktor keutamaan.
d. Kenyamanan
Kenyamanan juga diperhitungkan dalam pembangunan proyek Proyek
Gedung Sekolah Vokasi Undip ini antara lain dengan pengaturan ventilasi udara,
pencahayaan baik dari sinar matahari maupun lampu ruangan, dan fasilitas
penunjang lainnya.
e. Perawatan bangunan
Pembangunan Proyek Gedung Sekolah Vokasi Undip tidak hanya berhenti
pada tahap penyelesaian saja, tetapi juga memperhatikan perawatannya. Hal ini
penting agar fungsi bangunan dapat bertahan dalam umur yang relative panjang.
Selain itu perawatan bangunan juga dapat membuat pengunjung museum betah
dalam ruangan. Perawatan bangunan dilakukan dengan cara pengecatan untuk
dinding-dinding bangunan dan juga kayu maupun baja tulangan yang mudah korosi.
f. Perencanaan bangunan
49

Perencanaan lokasi Proyek Gedung Sekolah Vokasi Undip disesuaikan dengan


tujuan dibangunnya bangunan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada skema Gambar
3.1 Bagan Alir Perencanaan.

Gambar 3.1. Bagan Alir Perencanaan


1.2 Tinjauan Perencanaan Proyek
Pada umumnya, dalam proses perencanaan suatu proyek pembangunan
suatu gedung terdiri dari beberapa macam perencanaan, yaitu:
1. Perencanaan arsitektur.
2. Perencanaan pembebanan.
3. Perencanaan struktur.
4. Perencanaan mekanikal, elektrikal dan sanitasi.
Keempat proses perencanaan tersebut saling berkaitan dan harus mampu
mewujudkan suatu bangunan yang kuat dan stabil. Bangunan tersebut harus
menjamin keamanan dan kenyamanan pemakainya, serta memiliki nilai estetika
yang tinggi jika dilihat dari segi arsitekturnya.

1.3 Perencanaan Arsitektur


50

Perencanaan arsitektur pada Proyek Pembangunan Gedung Sekolah Vokasi


Undip yang dikerjakan oleh konsultan perencana yaitu PT. Pola Data Consultant
Perencanaan arsitektur atau tata ruang meliputi beberapa proses perencanaan
mengenai bentuk bangunan, keindahan, bentuk dan luas suatu ruangan, fungsi atau
kegunaan suatu ruangan, hubungan antar ruangan dan lain-lain yang semuanya itu
harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan sehingga bangunan yang dikerjakan
menjadi bangunan yang kuat dan nyaman untuk digunakan. Proyek Pembangunan
Gedung Sekolah Vokasi Undip terdiri dari 5 lantai.
1.4 Perencanaan Pembebanan
Pembebanan yang direncanakan dibagi menjadi 3 jenis yaitu beban vertikal,
beban horisontal dan beban khusus, dengan uraian lebih rinci sebagai berikut:
1.4.1 Beban Vertikal
1. Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan
penghunian suatu gedung, termasuk beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah atau beban akibat air hujan pada atap.
2. Beban mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala tambahan, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati pada struktur ditentukan dengan
menggunakan berat jenis bahan bangunan berdasarkan Peraturan Pembebanan
Indonesia dan unsur-unsur yang tercantum dalam denah arsitektur dan struktur.
1.4.2 Beban Horisontal
Beban horisontal adalah beban yang bekerja dalam arah lateral dari
bangunan.

1. Beban angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dari tekanan udara. Jika ada kemungkinan
51

kecepatan angin mengakibatkan tekanan tiup yang lebih besar, maka tekanan tiup
harus dihitung menurut rumus:
𝑣2
𝑝 = 16 (𝑘𝑔/𝑚2 ) (3.2)

Keterangan:
𝑣 : Kecepatan angin dalam (𝑚/𝑑𝑒𝑡)
𝑝 : Tekanan tiup (𝑘𝑔/𝑚2 )
2. Beban gempa
Beban gempa adalah beban yang disebabkan oleh gempa.
Faktor-faktor yang digunakan untuk mengitung faktor respon gempa (C) adalah:
𝐴𝑟
𝐶𝑎 = (3.3)
𝑇

Keterangan:
Ca : Faktor respon gempa
Ar : Pembilang persamaan hiperbola faktor respon gempa
T : Waktu getar alami struktur gedung (detik)
3.4.3 Beban Khusus
Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang terjadi akibat adanya selisih suhu, susut, gaya-gaya tambahan yang
berasal dari beban hidup seperti gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal
dari beban hidup yang berasal dari mesin, serta pengaruh khusus lainnya.
3.5 Perencanaan Struktur
Pada Proyek Pembangunan Gedung Sekolah Vokasi Undip dibangun
berdasarkan gambar-gambar perencanaan, sehingga dihasilkan suatu bangunan
yang aman dan kuat serta bentuknya sesuai dengan perencanaan arsitektur.
Perencanaan struktur meliputi beberapa tahapan perencanaan, antara lain:

1. Perencanaan dimensi dari elemen-elemen penulisnya.


2. Perencanaan mutu bahan bangunan yang digunakan.
Mutu Beton yang digunakan Proyek Pembangunan Gedung Sekolah Vokasi
Undip antara lain:
52

1. Mutu beton yang dipakai untuk pondasi bore pile adalah K-300 dengan
diameter 80 cm.
2. Mutu beton yang dipakai untuk kolom, balok dan pelat lantai adalah K-275
dengan nilai slumptest 10 ± 2 m.
Perencanaan struktur suatu bangunan dapat dibagi menjadi 2 kelompok
perencanaan yaitu perencanaan struktur bawah (sub structure) dan perencanaan
struktur atas (upper structure).
3.5.1 Perencanaan Sruktur Bangunan Bawah (Sub Structure)
Struktur bawah adalah struktur yang terletak di bawah permukaan tanah dan
berfungsi untuk mendukung struktur yang berada di atasnya. Struktur bawah
merupakan bagian struktur yang mempunyai fungsi meneruskan bahan bangunan
ke dalam tanah pendukung.
Perencanaan struktur bawah harus benar-benar optimal, sehingga beban
seluruh struktur dapat ditahan oleh lapisan yang kuat agar tidak terjadi penurunan
(settlement) di luar batas ketentuan, yang dapat menyebabkan kehancuran atau
kegagalan struktur.
Struktur bawah fondasi merupakan elemen bangunan yang berfungsi
menyalurkan semua beban yang bekerja pada struktur kedalam tanah, yaitu sampai
pada kedalaman tertentu yang mampu menerima beban tanpa mengalami deformasi
yang membahayakan bangunan.
Faktor yang harus diperhatikan dalam merencanakan struktur bawah, antara
lain:
1. Fungsi bangunan atas yang akan dipakai oleh fondasi.
2. Beban yang bekerja pada bangunan.
3. Kondisi tanah di bawah bangunan.
4. Faktor ekonomi atau biaya yang akan dikeluarkan.
5. Peralatan dan teknologi yang tersedia.
6. Keadaan di sekitar lokasi bangunan.
Mengingat semua bangunan didirikan di atas tanah atau di bawah
permukaan tanah, maka perlu sekali diketahui karakteristik maupun kondisi tempat
dimana bangunan itu akan didirikan agar bisa diperkirakan rencana fondasi yang
53

akan dibuat dengan berdasarkan kondisi tanah tersebut dan struktur yang akan
didirikan, dengan demikian beban dapat disalurkan atau didukung dengan baik.
Mengetahui jenis fondasi yang akan dipergunakan harus diketahui tentang
keadaan, susunan dan sifat lapisan tanah serta daya dukungnya. Masalah-masalah
teknis yang sering dijumpai oleh ahli-ahli teknik sipil adalah dalam menentukan
daya dukung tanah dan kemungkinan penurunan yang terjadi. Oleh karena itu
diperlukan penyelidikan terhadap kondisi tanah terlebihi dahulu.
3.5.2 Perencanaan Struktur Bangunan Atas (Upper Structure)
Struktur atas suatu gedung adalah seluruh bagian struktur gedung yang
berada di atas muka tanah (SNI 2002). Struktur atas ini terdiri atas kolom, pelat,
balok, dinding geser dan tangga, yang masing-masing mempunyai peran yang dan
sangat penting. Struktur atas atau Upper Structure berfungsi menerima beban mati
beban hidup.
Pelat lantai adalah elemen struktur yang menerima beban-beban di atasnya
dan menyalurkan ke balok. Pelat lantai dapat dianggap sebagai dasar atau landasan
dari struktur yang membentuk ruang. Sedangkan balok adalah elemen struktur yang
menerima distribusi beban dan pelat lantai dan menerima beban di atasnya dan
mendistribusikan ke kolom. Kolom adalah elemen struktur yang
menumpu/menahan distribusi beban dari balok-balok dan disalurkan ke fondasi.
Sehingga kolom sangat berarti bagi struktur atas. Jika kolom runtuh maka runtuh
pula bangunan secara keseluruhan.
Masing-masing elemen struktur harus memenuhi syarat-syarat dalam proses
perencanaannya. Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya:
1. Kekuatan
Elemen struktur harus kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang
bekerja. Dalam hal ini yang ditinjau adalah beban yang bekerja dan mutu bahan
yang digunakan.
2. Kekakuan
Struktur dan elemen struktur harus aman dalam batas kekakuan dan
deformasinya seperti menahan momen lentur dan torsi.
3. Stabilitas
54

Struktur secara umum harus dapat mencapai kesetimbangan baik arah


vertikal dan horizontal sehingga dapat dikatakan aman dan nyaman, terutama dalam
menahan beban gempa.
4. Efisiensi
Syarat ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis.
Tujuan perencanaan struktur selain 3 faktor tinjauan konstruksi di atas yaitu dari
segi biaya, dimana struktur yang direncanakan bisa lebih ekonomis dalam segi
pembiayaannya.
Beberapa jenis material konstruksi pembentuk struktur bangunan,
diantaranya: struktur beton bertulang, struktur baja, dan struktur beton adalah
prategang dalam perencanaan kali ini desain perencanaan struktur yang digunakan
struktur beton bertulang.
1. Perencanaan kolom
Kolom merupakan struktur utama dari bangunan portal yang berfungsi
untuk memikul beban vertikal, beban horizontal, maupun beban momen, baik yang
berasal dari beban atap maupun beban sementara. Dimensi kolom dirancang
bervariasi menurut beban yang diterimanya. Perencanaan kolom memperhatikan
batas tegangan (kekuatan) dan kekakuan untuk menghindari deformasi yang
berlebihan dan tekuk.
Menurut SNI 03-2487-2002 pasal 10.8 berikut beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi dalam perencanaan kolom:
a. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja
pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban
terfaktor pada satu bentang terdekat dan lantai atau atap yang ditinjau.
Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen
terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
b. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban
yang tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam
harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena
sebab lainnya juga harus diperhitungkan.
55

c. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom,
ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap terjepit, selama ujung-ujung
tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.
d. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasaran
kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekangan pada
ujung kolom.
Pengecoran menggunakan sistem cor di tempat (cor insitu). Tipe, dimensi
kolom, dan diameter tulangan yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung
Sekolah Vokasi Undip sangat beragam, salah satu tipe kolom dapat dilihat pada
Gambar 3.2 Tipe Kolom K-2.

Gambar 3.2 Tipe Kolom K-2


Perencanaan kolom pada Proyek Pembangunan Gedung Sekolah Vokasi
Undip adalah adalah sebagai berikut:
a. Mutu beton : K-275
56

b. Slump : 10 + 2 cm
2. Perencanaan balok
Balok berfungsi memikul beban yang diterima oleh pelat, dan
meneruskannya ke kolom. Balok terdiri dari balok induk dan balok anak. Balok
induk berfungsi membagi pelat menjadi segmen-segmen, sehingga pelat menahan
beban dari luas yang lebih kecil. Sedangkan balok anak merupakan balok yang
menumpu pada balok induk. Pada proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta ini balok induk dan balok anak memiliki dimensi
penampang yang berbeda-beda. Terdapat 12 tipe balok pada proyek ini. Salah
satunya adalah balok tipe B01. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.3 Detail Penulangan Balok Tipe B01.

Gambar 3.3 Detail Penulangan Balok Tipe B01


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Perencanaan balok pada Proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a. Mutu beton : K-275


b. Slump : 10 + 2 cm
3. Perencanaan pelat lantai
57

Pelat lantai harus direncanakan: kaku, rata, lurus dan mempunyai ketinggian
yang sama dan tidak miring. Pada pelat lantai hanya diperhitungkan adanya beban
tetap saja yang bekerja secara tetap dalam waktu lama. Sedang beban tak terduga
seperti gempa, angin, getaran, tidak diperhitungkan.

Gambar 3.4 Detail Penulangan Pelat Lantai


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Fungsi pelat lantai dalam konstruksi antara lain:
a. Memisahkan ruangan dalam bangunan secara Horizontal.
b. Menahan beban di atasnya, seperti tulangan dinding dan sekat, dan beban
hidup.
c. Menyalurkkan beban ke balok di bawahnya.
Perencanaan pelat lantai pada Proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 3.4 Detail Penulangan
Pelat Lantai.
Perencanaan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Mutu beton : K-275
b. Slump : 10 + 2 cm
58

4. Perencanaan tangga
Tangga adalah suatu konstruksi sebagai penghubung antara lantai bawah
dengan lantai yang ada di atasnya. Tangga bukanlah konstruksi utama dalam
konstruksi struktur atas. Walaupun konstruksi tangga hanya sebagai pelengkap
namun dalam pembangunan proyek ini konstruksi tangga penting untuk dibuat
karena salah satu fungsi tangga adalah sebagai jalan akses darurat jika instalasi lift
ataupun eskalator tidak berfungsi. Perencanaan tangga pada proyek ini
menggunakan beton bertulang, dengan sistem konvensional yaitu metode cor di
tempat. Perencanaan tangga pada Proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta
3.6 Perencanaan Mekanikal Elektrikal dan Plumbing
Perencanaan mekanikal elektrikal dan plumbing pada suatu bangunan tidak
selalu sama, tergantung pada kebutuhan dan fungsi bangunan tersebut. Yang
dimaksud dengan perencanaan mekanikal dan elektrikal adalah perencanaan yang
berkaitan dengan penyediaan fasilitas-fasilitas mekanis maupun elektrik yang akan
mendukung tingkat pelayanan bangunan. Perencanaan tersebut meliputi pemilihan
alat yang akan dipasang serta penempatan alat-alat tersebut nantinya.
Pekerjaan mekanikal dan elektrikal pada Proyek Pembangunan Gedung
Museum Muhammadiyah Yogyakarta meliputi:
3.6.1 Instalasi Penerangan
Instalasi penerangan sangat penting dalam pencahayaan dalam bangunan.
Hal yang perlu diperhatikan antara lain tata letak lampu-lampu pada ruangan serta
jenis lampu yang digunakan.

3.6.2 Pekerjaaan Plumbing


59

Gambar 3.5. Denah Instalasi Plumbing


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Kebutuhan air bersih dipenuhi dari Perusahaan Air Minum (PAM). Sedangkan
untuk pembuangan air kotor dari WC dan saluran lain, disalurkan melalui pipa
tersendiri. Perencanaan pekerjaan plumbing pada Proyek Pembangunan Gedung
Museum Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 3.5 Denah
Instalasi Plumbing.
3.6.3 Penangkal Petir
Perencanaan letak penangkal petir biasanya dipasang pada ujung atap yang
tinggi yang diperkirakan sangat rawan terhadap petir. Instalasi tersebut berfungsi
untuk menjaga atau melindungi bangunan dari sambaran petir sehingga keamanan
dan kenyamanan pemakai gedung tetap terjaga. Instalasi tersebut dipasang pada
atap bangunan dan disambungkan ke dalam tanah melalui kawat khusus sesuai
dengan perencanaan.

3.6.4 Sistem Fire alarm dan Extinguisher


60

Perencanaan tata letak tanda peringatan kebakaran (fire alarm) dan alat
pemadam kebakaran haruslah ditempatkan pada tempat yang strategis atau rawan
kebakaran.
3.6.5 Tata Udara
Perencanaan tata udara yang dimaksud adalah tata letak kipas angin, AC,
serta ventilasi udara pada ruangan untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejukan
udara di dalam gedung.
BAB IV
PERALATAN DAN BAHAN
4.1 Uraian Umum
Peralatan dan bahan pada suatu proyek memiliki peranan penting yang
saling berkaitan dengan manajemen proyek. Penggunaan peralatan dan bahan yang
dipilih, serta kebutuhan kerja harus sesuai dengan standar dan kondisi tahapan
pekerjaan yang sedang berlangsung. Penempatan material yang tepat dan efisien
perlu diperhatikan untuk mempercepat dan mempermudah pekerjaan. Disamping
itu, penempatan material yang baik dan tertata rapi akan mendukung efektifitas
kerja dan keselamatan kerja.
Penyedia (supplier) bahan bangunan sebaiknya mudah ditempuh dari lokasi
proyek sehingga akan menghemat waktu dan biaya pengangkutan. Selain itu
ketersediaan bahan bangunan (stocking material) harus selalu dikontrol untuk
menghindari keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat terlambatnya pengadaan
bahan bangunan. Penempatan material harus disesuaikan dengan sifat bahan
sehingga risiko kerusakan bahan bangunan sebelum digunakan dapat dikurangi,
terutama pada bahan bangunan yang peka terhadap kondisi lingkungan seperti
semen dan baja tulangan.
Alat kerja berperan penting dalam menunjang keberhasilan suatu proyek.
Berperan membantu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sulit untuk
dikerjakan dengan tenaga manusia. Penggunaan alat kerja dapat mempercepat
waktu pelaksanaan, mempermudah pelaksanaan dan meningkatkan efektifitas suatu
pekerjaan. Oleh karena itu, perawatan dan pemeliharaan alat kerja harus diperhatian
agar kerusakan alat kerja dapat dihindari.
Bahan atau material yang digunakan harus sesuai dengan RKS (Rencana
Kerja dan Syarat-syarat Teknis) dan telah mendapat persetujuan dari Pihak
konsultan MK memeriksa bahan/material yang datang secara langsung, apakah
bahan itu sesuai dengan contoh atau tidak. Jika disetujui, maka pekerjaan dapat
dilanjutkan, namun jika tidak, maka diganti sesuai dengan permintaan konsultan
MK atau sesuai dengan RKS.

61
62

1.2. Peralatan Konstruksi


Peralatan yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung Sekolah
Vokasi Universitas Diponegoro adalah sebagai berikut:
1.2.1. Peralatan Survey dan Pengukuran
Peralatan survey dan pengukuran ini bertujuan untuk mengamati
pelaksanaan pekerjaan proyek terkait penetapan titik-titik penting dalam proses
pembangunan seperti untuk menentukan elevasi lantai dasar, elevasi kolom, serta
kerataan suatu permukaan plat lantai. Ketepatan pengukuran pada pelaksanaan
proyek dari hasil survey dan pengukuran sangat berpengaruh pada kualitas
konstruksi secara keseluruhan.

Gambar 4.1 Theodolit


(Sumber: Proyek Pembangunan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro)
Peralatan survey dan pengukuran yang digunakan pada Proyek
Pembangunan Gedung Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro adalah theodolit.
Alat ini juga digunakan agar pekerjaan dilakukan secara presisi dan tidak
melenceng dari apa yang telah direncanakan. Pekerjaan yang membutuhkan survey
dan pengukuran menggunakan theodolit salah satunya adalah pekerjaan
63

pengecoran, baik pada pengecoran fondasi ataupun plat lantai yang bertujuan untuk
memastikan ketebalan pengecoran pada fondasi ataupun plat lantai agar mencapai
elevasi yang telah direncanakan. Peralatan survey dapat dilihat pada Gambar 4.1
Theodolit.
4.2.2 Peralatan Pengecoran
Peralatan untuk membantu pengecoran meliputi:
1. Concrete mixer truck

Gambar 4.2 Concrete Mixer Truck


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Concrete mixer truck merupakan kendaraan yang mengangkut beton segar
ready mix dari batching plan menuju lokasi proyek. Kendaraan ini merupakan truk
khusus yang dilengkapi dengan mixer yang terus berputar selama perjalanan
menuju lokasi proyek, berfungsi untuk mengaduk atau mencampur campuran beton
sehingga tidak mengeras dan tetap homogen. Selain itu, truk ini juga dilengkapi
dengan tangki air yang berfungsi untuk membersihkan mixer dari sisa-sisa
campuran beton setelah dilakukan pengecoran. Sedangkan proses pengangkutan
beton ready mix dilakukan dengan memperhatikan jarak, cuaca, dan kondisi lalu
64

lintas agar campuran beton tidak setting atau mengalami pengerasan sebelum
mencapai lokasi proyek. Pembangunan proyek ini bekerjasama dengan Holcim
Ready mix dengan muatan sebesar 7 m3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.2 Concrete Mixer Truck.
2. Concrete bucket
Concrete bucket merupakan alat bantu untuk menuang beton segar dari
truck mixer menuju lokasi pengecoran. Dalam pengoperasian dibantu tower crane
denga cara dikaitkan ke tower crane, sehingga dapat mencapai lokasi pengecoran
yang telah ditentukan.
Penggunaan concrete bucket membutuhkan operator untuk membuka dan
menutup mulut bucket. Untuk beberapa kasus concrete bucket dipasang pipa tremie
pada mulut bucket sehingga mempermudah dalam pengecoran. Pada Proyek
Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan
concrete bucket dengan volume 0,8 m3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.3 Concrete Bucket.

Gambar 4.3 Concrete Bucket


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
65

3. Pipa tremie
Pipa tremie merupakan alat bantu pengecoran yang dapat mencapai lokasi
dengan luasan terbatas sehingga meminimalisir beton segar yang tercecer. Selain
itu, pipa tremie memiliki fungsi untuk mengatur tinggi jatuh beton sehingga
meminimalisir terjadinya segregasi pada beton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.4 Pipa Tremie.

Gambar 4.4 Pipa Tremie


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
4. Concrete vibrator
Concrete vibrator merupakan alat pemadat yang digunakan pada saat
pekerjaan pengecoran beton. Alat ini berfungsi untuk menggetarkan beton pada saat
pengecoran sehingga tidak terdapat rongga-rongga udara dan beton mengisi seluruh
ruangan yang ada sehingga tidak membuat beton mudah keropos akibat adanya
gelembung-gelembung udara pada saat dilakukan pekerjaan pengecoran beton.
Concrete vibrator memiliki lengan sepanjang beberapa meter sehingga bisa
menggetarkan beton di tempat yang agak jauh. Alat ini digerakkan oleh mesin
listrik. Penggunaan concrete vibrator adalah tidak diperbolehkan menggetarkan
66

pada satu tempat yang sama dalam waktu yang cukup lama dan harus lurus pada
saat menggetarkan serta tidak diperbolehkan mengenai tulangan karena akan
menyebabkan bergesernya letak tulangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.5 Concrete Vibrator.

Gambar 4.5 Concrete Vibrator


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
5. Scaffolding
Scaffolding atau juga dikenal sebagai perancah merupakan alat yang
berfungsi untuk menopang konstruksi atau pekerja yanga ada di atasnya. Biasanya
scaffolding digunakan untuk menyangga beton di atasnya setelah dilakukan
pengecoran sehingga tetap pada posisinya. Selain itu juga untuk menyangga
manusia dan material yang ada di konstruksi, seperti penggunaan perancah yang
dirakit untuk menjadi tangga sementara selama proses konstruksi.
Bagian-bagian dari Scaffolding:
67

a. Jack base
Jack base berfungsi sebagai tumpuan atau kaki dari rangkaian yang terletak
paling bawah. Digunakan untuk menopang beban-beban saat pelaksanaan
pekerjaan.
b. Main frame
Merupakan rangka utama pada rangkaian atau digunakan sebagai tubuhnya.
Ada beberapa ukuran tinggi 1,7m dan 1,9m sedangkan lebar 1,22m.
c. Ladder frame
Bagian yang berada pada atas main frame atau rangka atas dari scaffolding.
Biasa digunakan untuk menyambung agar lebih tinggi dan lebih kokoh.
Scaffolding yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta adalah jenis hollow. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.6 Scaffolding.

Gambar 4.6 Scaffolding


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)

6. Air compressor
68

Air compressor adalah alat penghasil atau penghembus udara bertekanan


tinggi yang digunakan untuk membersihkan kotoran-kotoran yang dapat
mengurangi mutu dan daya lekatan tulangan pada beton seperti, debu-debu,
potongan-potongan kawat bendrat, dan serbuk-serbuk kayu. Alat ini digunakan
setelah proses pekerjaan pembesian selesai. Air compressor sangat diperlukan
untuk menjaga agar hasil pengecoran tidak tercampur dengan sisa-sisa dari
pekerjaan maupun debu yang terdapat pada area pengecoran. Compressor
mempunyai tekanan yang berbeda-beda, tergantung dari spesifikasi BAR yang
dimilki compressor itu sendiri. Udara yang bertekanan itu biasanya digunakan
untuk mengisi angin ban, pembersihan peralatan/perkakas, gerinda udara (air
grinder), pengecatan dengan teknik spray/air brush, medis (oil free Compressor)
dan lain sebagainya.
7. Serok beton
Serok beton berfungsi untuk meratakan beton saat pengecoran dilakukan
sehingga adukan beton dapat menjangkau area cor.

Gambar 4.7 Serok Beton


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
8. Concrete trowel machine
69

Concrete trowel machine atau concrete power trowel adalah alat atau mesin
yang digunakan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan beton yang masih
dalam proses pengerasan. Penyelesaian akhir permukaan beton dapat dilakukan
dengan cara manual atau masinal. Penyelesaian secara manual menggunakan
raskam/sendok dan dilakukan dengan tangan, sedangkan secara masinal
menggunakan mesin trowel. Mesin trowel mempunyai dasar yang terdiri dari
beberapa daun pelat baja yang dapat berputar dan menghaluskan permukaan beton.
Permukaan yang diselesaikan dengan mesin trowel lebih kuat dan awet
dibandingkan dengan pekerjaan tangan. Mesin trowel ini juga digunakan untuk
meratakan, mengamplas, serta menghaluskan permukaan lantai andhesit atau
batuan keras lainnya.
Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
mesin trowel digunakan pada bagian basement karena membutuhkan tingkat
kehalusan yang tinggi dilihat dari fungsi bangunan tersebut.
4.2.3 Peralatan Pembesian
4.2.3.1 Bar cutter

Gambar 4.8 Bar cutter


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
70

Bar cutter merupakan alat untuk memotong baja tulangan agar sesuai dengan
ukuran yang diinginkan. Alat ini bekerja dengan memasukkan baja yang ingin
dipotong kedalam gigi bar cutter, kemudian pedal pengendali dipijak, kemudian
baja akan terpotong sesuai dengan ukuran yang diperlukan pada gambar.
Pemotongan baja tulangan dengan diameter tulangan besar dilakukan satu persatu,
sedangkan untuk diameter tulangan kecil dapat dilakukan secara bersamaan sesuai
dengan kapasitas alat. Penggunaan bar cutter bertujuan untuk mempersingkat
waktu pengerjaan. Batas dimensi tulangan maksimal untuk pemotongan
menggunakan bar cutter ini adalah diameter 32 mm. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4.8 Bar cutter.
4.2.3.2 Bar bender

Gambar 4.9 Bar bender


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Bar bender adalah alat yang digunakan untuk membengkokkan baja
tulangan dengan diameter yang sesuai kapasitas alat. Bar bender dapat mengatur
sudut pembengkokan tulangan dengan mudah dan rapi. Cara kerja alat ini adalah
dengan memasukkan baja yang akan dibengkokkan, lalu mengatur sudutnya sesuai
71

dengan sudut yang direncanakan dan panjang pembengkokannya. Setelah itu,


membengkokkan baja tulangan dengan menekan pedal sehingga roda pembengkok
akan berputar sesuai sudut dan pembengkokan yang diinginkan.
Bar bender yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta mempunyai batas pembengkokan maksimal baja
dengan diameter maksimal 25 mm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
4.9 Bar bender.
4.2.4 Alat Berat
Kelancaran sebuah proyek juga dipengaruhi oleh ketepatan dalam
pemilihan alat berat. Alat berat yang dipilih haruslah tepat baik jenis, fungsi,
ukuran, maupun jumlahnya. Ketepatan dalam pemilihan alat berat akan
memperlancar jalannya proyek serta menghasilkan pekerjaan yang efisien, tepat
mutu, tepat biaya, dan tepat waktu. Alat-alat berat yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Tower crane (TC)

Gambar 4.10 Tower crane


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
72

Tower crane merupakan sebuah alat berat bangunan yang digunakan untuk
mengangkat benda/material yang tidak dapat diangkat oleh manusia, secara vertikal
maupun horizontal ke tempat yang tinggi dengan ruang gerak yang terbatas.
Bagian-bagian utama tower crane adalah sebagai berikut:
a. Jib, yaitu lengan panjang yang dapat berputar 360˚ secara horizontal. Peletakan
tower crane dipilih pada titik yang dapat menjangkau semua area proyek
dengan sudut putar tower crane tersebut.
b. Ruang operator, yaitu tempat pengendali tower crane, yang dikendalikan oleh
operator.
c. Tiang menara, bagian vertikal tower crane sebagai tiang crane, dibagian
tengah terdapat tangga untuk akses naik operator.
d. Pemberat penyeimbang, untuk menyeimbangkan lengan crane (jib) ketika
mengangkat beban,
e. Fondasi, sebagai bantalan dan penyangga tiang supaya stabil dan tidak roboh.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.10 Tower crane
2. Dump truck

Gambar 4.11 Dump truck


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
73

Dump truck adalah jenis kendaraan yang digunakan untuk mengangkut bahan
material untuk keperluan konstruksi dari lokasi proyek menuju tempat pembuangan
(dispostal area). Dump truck dapat memindahkan material pada jarak menengah
sampai jarak jauh. Dump truck dilengkapi dengan bak terbuka yang dioperasikan
dengan bantuan hidrolik. Bagian belakang bak berfungsi sebagai engsel atau sumbu
putar sehingga memungkinkan material yang diangkut bisa melorot turun ke tempat
yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.11 Dump truck.
3. Backhoe

Gambar 4.12 Backhoe


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Backhoe merupakan salah satu jenis alat berat yang digunakan pada pekerjaan
tanah. Backhoe pada pelaksanaan proyek ini digunakan sebagai alat untuk
pekerjaan galian tanah untuk melakukan pembersihan material. Untuk mulai
menggali dengan menjulurkan backhoe bucket ke depan ke tempat galian, bila
bucket sudah pada posisi yang diinginkan lalu mengayun bucket ke bawah seperti
mencangkul, kemudian memutar lengan bucket ke arah alatnya sehingga
lintasannya seperti terlihat pada gambar di bawah. Setelah bucket terisi penuh
74

angkat dari tempat penggalian dan dilakukan swing, dan pembuangan material hasil
galian dapat dilakukan ke truk atau tempat yang lain. Produktivitas backhoe pada
pekerjaan penggalian proyek ini adalah menggali tanah dengan volume 40 m3
dalam waktu 1 jam dengan operator 1 orang. Backhoe melakukan pekerjaan
penggalian selama 8 jam dalam satu hari. Sehingga produktivitas backhoe dalam
satu hari adalah menggali 320 m3 tanah galian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.12 Backhoe.
4.2.5 Perkakas Pertukangan Lain
Alat-alat penunjang yang membantu pekerja dalam mengerjakan proyek
dengan fungsinya masing-masing antara lain.

Gambar 4.13 Las Listrik


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
1. Las Listrik
Alat ini digunakan untuk menyambung logam dengan menggunakan nyala
busur listrik yang diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung. Pada
bagian yang terkena busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektroda
75

menghasilkan busur listrik akan mencair pada ujungnya dan merambat terus
sampai habis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.13 Las Listrik.
2. Genset
Genset digunakan sebagai sumber listrik selain dari PLN terutama saat
listrik padam dan saat pengecoran dimalam hari.
3. Lighting
Alat ini digunakan untuk penerangan ditempatkan ditempat yang gelap
seperti basement dan penerangan pekerjaan di malam hari, misal karena pekerjaan
mengalami keterlambatan maka dilakukan pekerjaan lemburan pada malam hari
dan juga waktu pekerjaan pengecoran yang sering dilakukan pada malam hari.
Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada Gambar 4.14 Lighting.

Gambar 4.14 Lighting


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Terdapat alat pembantu penunjang pekerjaan tukang yang lain diantaranya
gergaji, palu, cangkul, tang, ember, linggis, cetok, kunci inggris, obeng, gegeb, dan
lain-lain.
76

4.2.6 Alat Penunjang Keselamatan


Alat-alat yang digunakan pekerja sebagai penunjang keselamatan pekerja
selama bekerja di lapangan. Alat-alat ini harus sesuai dengan SNI yang telah
ditetapkan pemerintah. Alat-alat penunjang keselamatan berupa tali pengaman,
helm, sepatu kerja, sarung tangan, masker, kacamata, dan sebagainya. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.15 Alat Pengaman.

Gambar 4.15 Alat Pengaman


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
4.3 Bahan Konstruksi
Bahan bangunan adalah komponen penting dalam pelaksanaan
pembangunan suatu proyek. Bahan bangunan merupakan elemen bangunan yang
perlu mendapat perhatian khusus. Bahan bangunan harus memenuhi standar mutu
bahan yang disyaratkan agar dapat menghasilkan kualitas bangunan yang
diharapkan. Material yang dipakai harus memenuhi persyaratan dari segi kualitas
seperti yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Syarat (RKS). Pengetahuan
tentang bahan-bahan, metode konstruksi, pemahaman jadwal sangat diperlukan
dalam memilih, menangani, menyimpan bahan. Pengadaan bahan yang tepat waktu
77

dapat memperlancar pelaksanaan pekerjaan agar proyek dapat selesai tepat waktu
sehingga menghemat biaya. Pengadaan mencakup pembelian peralatan, material,
perlengkapan, tenaga kerja dan jasa yang dibutuhkan dalam pembangunan dan
pelaksanaan suatu proyek. Biaya untuk bahan yang dibutuhkan pada pendirian
suatu bangunan merupakan faktor dominan dalam menentukan biaya proyek, tetapi
faktor waktu juga merupakan hal utama yang perlu diperhatikan dan dijaga dengan
cermat.
Berikut adalah bahan konstruksi yang digunakan pada Proyek
Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta:
4.3.1 Beton Ready mix

Gambar 4.16 Beton Ready mix


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Ready mix adalah beton siap pakai yang dibuat di batching plant dengan
mutu sesuai pesanan dan persyaratan yang telah disepakati. Pada Proyek
Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan mutu
beton K-275 untuk seluruh komponen beton, kecuali untuk bore pile menggunakan
mutu beton K-300. Batching plant yang digunakan merupakan batching plant yang
78

telah melakukan trial mix bersama dengan owner, kontraktor, dan konsultan.
Batching plant yang digunakan adalah Holcim. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.16 Beton Ready mix.
Pada beton ready mix ditambah campuran integral berupa Sika Viscocrete
sebagai waterproffing. Uji beton dilakukan dengan dua cara yaitu uji slump dan uji
kuat tekan beton pada 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Tinggi jatuh slump yang
diperbolehkan adalah 10 ± 2 cm. Berikut merupakan bahan yang digunakan dalam
pembuatan ready mix:
1. Semen
Semen portland memenuhi persyaratan Spesifikasi Bahan Bangunan
Bagian A SK SNI 3-04-1989-F atau sesuai SII-0013-82. Semen yang cepat
mengeras dipergunakan dimana jika hal tersebut dikuasakan tertulis secara tegas
oleh pengawas.
Jika mempergunakan semen portland pozolan (campuran semen Portland
dan bahan Pozolan) maka semen tersebut harus memenuhi ketentuan SII 0132 Mutu
dan Cara Uji Semen Portlanda Pozoland atau spesifikasi untuk semen hidraulis
campuran. Di dalam syarat pelaksanaan pekerjaan beton harus dicantumkan dengan
jelas jenis semen yang boleh dipakai dan jenis semen ini harus sesuai dengan jenis
semen yang digunakan dalam ketentuan persyaratan mutu.
2. Agregat
a. Agregat Halus (Pasir)
Agregat untuk beton harus memenuhi ketentuan dan persaratan dari SII
0052-80 “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” dan bila tidak tercakup dalam SII
0052-80, maka harus memenuhi spesifikasi untuk beton.
Mutu pasir untuk pekerjaan beton harus terdiri dari:
1) Butir-butir tajam, keras, bersih, dan tidak mengandung lumpur dan bahan-
bahan organis.
2) Agregat halus harus terdiri dari distribusi ukuran partikel-partikel seperti yang
ditentukan di pasal 3.5. dari NI-2. PBI’71
3) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian
79

yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5%,
maka agregat halus harus dicuci. Sesuai dengan PBI’71 bab 3.3. atau SII 0051-
82.
4) Ukuran butir-butir agregat halus, sisa di atas ayakan 4 mm harus minimum 2%
berat, sisa di atas ayakan 2 mm harus minimum 10% berat, sisa di atas ayakan
0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 90% berat.
5) Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua beton.
6) Penyimpanan pasir harus sedemikian rupa sehingga terlindung dari pengotoran
oleh bahan-bahan lain.
Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
agregat halus digunakan sebagai bahan campuran semen dan air untuk pengecoran
kolom praktis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.17 Agregat Halus.

Gambar 4.17 Agregat Halus


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
b. Agregat Kasar (Split)
Agregat kasar yaitu kerikil dengan besar butir lebih dari 5 mm. Kerikil yang
digunakan harus terdiri dari: butir-butir keras, bersih dan tidak berpori, tidak
80

mengandung zat-zat alkali, bersifat kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca. Ukuran agregat kasar yang digunakan sesuai dengan kebutuhan pengecoran
di lapangan. Agregat kasar yang digunakan sudah tercampur dengan olahan ready
mix yang dipesan langsung sebagai bahan pengecoran yaitu dari Holcim. Split yang
berada di lapangan digunakan sebagai bahan campuran pembuatan lantai kerja
karena pembutan lantai kerja menggunakan metode konvensional.
Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
agregat kasar digunakan sebagai bahan campuran semen dan air untuk pengecoran
kolom, balok, dan pelat lantai.
3. Air
Air kerja yang digunakan dalam proyek harus sesuai dengan SNI 03-2847-
2002 tentang “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung”,
yaitu:
a. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau
bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di
dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung
dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan.
c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama.
2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat
dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan
sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan adukan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut
harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang
dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode uji tekan untuk mortar semen hidrolis
(Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”.
81

Air kerja yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung Museum


Muhammadiyah Yogyakarta diambil dari sumur air yang berada pada lokasi proyek
tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.18 Air.

Gambar 4.18 Air


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
4.3.2 Baja Tulangan
Baja tulangan beton yang digunakan adalah baja berbentuk batang
penampang bundar yang digunakan untuk penulangan beton. Tulangan beton
merupakan bagian dari struktur beton bertulang yang berfungsi menahan gaya tarik.
Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton dibedakan menjadi dua jenis yaitu
tulangan polos dan tulangan ulir. Baja tulangan beton polos (BJTP) adalah baja
tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak bersirip dan
baja tulangan beton ulir (BJTD) adalah baja tulangan beton dengan bentuk khusus,
yang permukaannya memiliki ulir melintang dan rusuk memanjang untuk
meningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara
relatif terhadap beton.
82

Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta


tulangan polos digunakan sebagai sengkang struktur, sedangkan tulangan ulir
digunakan sebagai tulangan utama struktur. Mutu yang digunakan untuk tulangan
polos adalah U-24 dan U-40 untuk tulangan ulir sesuai dengan SII 0136-84. Tidak
semua diameter tulangan polos tersedia dipasaran, hanya diameter tertentu saja
yang tersedia. Diameter tulangan polos yang tersedia di Indonesia sesuai dengan
SNI 2052-2014 dapat dilihat pada Tabel 4.1 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Diameter Tulangan Polos (SNI 2052-2014)

Tabel 4.2 Diameter Tulangan Ulir (SNI 2052-2014)


83

Gambar 4.19 Baja Tulangan Ulir


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
84

Seperti halnya dengan tulangan polos, tidak semua tulangan ulir terjual di
pasaran, karena itu saat pendesainan suatu gedung perlu ditinjau ukuran yang
tersedia di pasaran. Diameter tulangan ulir yang tersedia di Indonesia sesuai dengan
SNI 2052-2014 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Gambar 4.20 Baja Tulangan Polos


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Pembagian tulangan yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung
Museum Muhammadiyah Yogyakarta menurut fungsinya adalah sebagai berikut:
1. Soldier pile, menggunakan tulangan ulir dengan 8 mm, 10 mm, 13 mm, dan 22
mm.
2. Kolom, menggunakan tulangan ulir dengan diameter 10 mm dan 22 mm.
3. Kolom, praktis menggunakan tulangan polos dengan diameter 6 mm dan
tulangan ulir dengan diameter 10 mm.
4. Balok, menggunakan tulangan ulir dengan diameter 10 mm, 16 mm, dan 19
mm.
5. Pelat lantai menggunakan tulangan ulir dengan diameter 10 mm dan 13 mm.
6. Tangga, menggunakan tulanggan ulir dengan diameter 10 mm dan 13 mm.
85

Bahan baja tulangan Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum


Muhammadiyah Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 4.19 Baja Tulangan Ulir
dan Gambar 4.20 Baja Tulangan Polos.
4.3.3 Kawat Bendrat
Kawat bendrat digunakan sebagai pengikat rangkaian tulangan-tulangan
antara satu tulangan dengan yang lainnya baik untuk tulangan kolom, balok, slab,
shearwall, atau pun rangkaian tulangan lainnya sehingga membentuk suatu
rangkaian rangka elemen struktur yang siap dicor. Selain itu, kawat ini juga dapat
digunakan untuk hal-hal lain, seperti pengikatan beton decking pada tulangan serta
mengikat material-material lain. Diameter kawat bendrat yang digunakan pada
Proyek Museum Muhammadiyah Yogyakarta adalah 1mm. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 4.21 Kawat Bendrat.

Gambar 4.21 Kawat Bendrat


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
4.3.4 Bekisting
Bekisting adalah cetakan sementara yang berfungsi untuk menahan beton
setelah dilakukan pengecoran hingga beton setting dan sesuai dengan bentuk yang
86

telah direncanakan. Bekisting pada balok berupa papan kayu atau multiplek
Sedangkan bekisting pada kolom yaitu bekisting sistem knock down yang dapat
digunakan berkali-kali. Penggunaan bekisting ini bertujuan untuk menghemat
material dan biaya. Bekisting tersusun dari plywood, kayu, dan rangka bekisting
dari besi yang akan dijelaskan di bawah ini:
1. Plywood
Plywood merupakan bahan yang digunakan untuk membuat bekisting. Terdapat
tiga jenis plywood yaitu:
a. Plywood Biasa
Plywood biasa tidak menggunakan pelapisan pada permukaannya, sehingga
saat digunakan sebagai bekisting akan menghasilkan permukaan yang tidak halus.
Plywood biasa hanya bisa digunakan 2 hingga 3 kali pemakaian. Plywood biasa
yang digunakan untuk bekisting memiliki ketebalan 9 mm, 12 mm, dan 15 mm.
Plywood biasa tersedia ukuran 120 cm x 240 cm dan 90 cm x 180 cm.
b. Plywood Poly Resin (Poly Film)
Polywood poly resin merupakan plywood yang dilapisi dengan cairan poly
resin, sehingga dapat membentuk permukaan yang halus saat digunakan menjadi
bekisting. Plywood poly resin dapat digunakan 4 hingga 6 kali yang digunakan utuk
bekisting memiliki ketebalan 12 mm, 15 mm, dan 18 mm tersedia ukuran 120 cm x
240 cm di pasaran.
c. Plywood Film Face
Plywood film face merupakan plywood yang dilapisi dengan lembaran
phenol formaldehyde film, sehingga dapat membentuk permukaan yang halus saat
digunakan menjadi bekisting. Plywood film face dapat digunakan 8 hingga 10 kali,
yang digunakan untuk bekisting memiliki ketebalan 12 mm, 15 mm, dan 18 mm
tersedia ukuran 120 cm x 240 cm.
87

Gambar 4.22 bekisting


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
menggunakan dua jenis plywood dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk struktur vertikal (kolom dan dinding): Plywood poly resin dengan
ukuran ketebalan 15 mm.
b. Untuk struktur horizontal (balok dan plat): Plywood biasa dengan ketebalan
9 mm.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.22 bekisting
2. Kayu
Kayu digunakan sebagai material pelengkap bekisting, yaitu sebagai
pengaku baik arah horizontal maupun vertikal. Pada Proyek Pembangunan Gedung
Museum Muhammadiyah Yogyakarta kayu digunakan sebagai pengaku pada
bekisting balok dan pelat. Dimensi kayu yang digunakan adalah 5 cm x 7 cm dan 6
cm x 12 cm.
88

3. Rangka Bekisting
Rangka bekisting pada Proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan rangka besi. Penggunaan bekisting
dengan rangka kayu memiliki kelebihan tersendiri yaitu lebih ekonomis
dibandingkan rangka besi, pada awalnya dilakukan pemesanan dahulu sesuai
dengan ukuran perencanaan.
4.3.5 Waterproofing
Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
dibutuhkan waterproofing yang bertujuan agar beberapa bagian struktur kedap air.
Berdasarkan jenisnya waterproofing dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Membrane Sheet
Membrane sheet merupakan membrane atau lembaran yang dapat terbuat
dari plastik atau aspal yang ditempel pada struktur yang membutuhkan, Membrane
sheet biasanya digunakan pada struktur dak atau atap beton.
2. Coating
Coating merupakan perlindungan rembesan dengan menggunakan bahan
polimer berbentuk bahan cat untuk menutup permukaan struktur yang dilindungi.
Umumnya digunakan untuk perlindungan dinding, bak, tangki, dan juga
dipergunakan untuk perlindungan terhadap permukaan kayu.
3. Integral
Integral merupakan bahan campuran pada beton segar yang berupa bahan
aditif berbentuk cairan ataupun bubuk kering. Cara kerja integral adalah dengan
penambahan bahan additive ke dalam campuran beton ready mix, maka akan
meningkatkan slump beton sehingga beton akan padat dan kedap air.
Waterproofing yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung
Museum Muhammadiyah Yogyakarta adalah:
1. Untuk dinding basement, GWT, dan plat lantai menggunakan additive yaitu
berupa Sika Viscocrete.
2. Untuk lantai atap dipakai membrane sheet degan sistem self adhesive berupa
Rubberized Asphalt.
3. Untuk kolam renang, kamar mandi, dan WC menggunakan tipe coating.
89

4.3.6 Waterstop
Waterstop adalah material pengisi celah pada rongga sambungan beton.
Pemasangan waterstop dilaksanakan pada setiap joint, baik pada construction,
contraction ataupun expansion joint. Waterstop berfungsi untuk menahan jalannya
air baik yang berasal dari samping, atas maupun arah lainnya agar tidak merembes
ke beton. Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah
Yogyakarta menggunakan waterstop jenis Waterstop tipe Blanded Polymer
Hydrophilic.
4.3.7 Beton Decking

Gambar 4.23 Beton Decking


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Beton decking atau tahu beton adalah beton atau spesi yang dibentuk sesuai
dengan ukuran selimut beton yang diinginkan. Biasanya berbentuk kotak-kotak
atau silinder. Dalam pembuatannya, diisikan kawat bendrat pada bagian tengah
yang nantinya dipakai sebagai pengikat pada tulangan. Beton decking berfungsi
untuk membuat selimut beton sehingga besi tulangan akan selalu diselimuti beton
yang cukup, sehingga didapatkan kekuatan maksimal dari bangunan yang dibuat.
90

Selain itu, selimut beton juga menjaga agar tulangan pada beton tidak berkarat
(korosi). Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
ukuran beton decking yang digunakan adalah 3 cm dan 5 cm. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 4.23 Beton Decking.
BAB V
PELAKSANAAN PEKERJAAN
5.1 Uraian Umum
Tahap pelaksanaan merupakan tahapan untuk mewujudkan setiap rencana
yang dibuat oleh pihak perencana. Pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang
sangat penting dan membutuhkan pengaturan serta pengawasan pekerjaan yang
baik sehingga diperoleh hasil yang baik, tepat pada waktunya, dan sesuai dengan
apa yang sudah direncanakan sebelumnya.
Tahap pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang menentukan berhasil
tidaknya suatu proyek, oleh karena itu perlu dipersiapkan segala sesuatu yang
berhubungan dengan teknis pekerjaan, rencana kerja, serta tenaga pelaksanaan
khususnya tenaga ahli yang profesional yang dapat mengatur pekerjaan dengan baik
serta dapat mengambil keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah yang
ditemui di lapangan.
Pada saat ini kemampuan dari kontraktor dalam mengimplementasikan
rencana-rencana yang telah dibuat oleh owner bersama konsultan akan diuji.
Pelaksanaan yang dilakukan secara professional dengan mengikuti peraturan-
peraturan dan spesifikasi yang ada dan menggunakan material dan peralatan yang
sudah ditetapkan akan menghasilkan konstruksi yang baik yang sesuai dengan
perencanaan. Metode pelaksanaan harus dipilih sesuai dengan kondisi lapangan,
jenis pekerjaan, waktu yang tersedia, volume pekerjaan serta biaya yang
dialokasikan.
Pelaksanaan fisik suatu proyek bisa saja timbul masalah-masalah yang tidak
terduga dan tidak dapat diatasi oleh satu pihak saja. Untuk itulah diperlukan adanya
rapat koordinasi untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah bersama. Sebagai
langkah awal dalam pelaksanaan, kontraktor harus memiliki dokumen awal
pelaksanaan, seperti berita acara, gambar-gambar detail, RKS, dan dokumen
lainnya. Di dalam tahap pelaksanaan pekerjaan di lapangan mengikuti rencana yang
telah dibuat oleh pihak perencana. Antara lain gambar rencana dan segala detailnya,
jenis material, dan dokumen lainnya. Tahap selanjutnya kontraktor mengerjakan
shop drawing sebagai gambar pelaksanaan dengan ruang lingkup serta detail yang

91
92

lebih sempit. Kemudian untuk tahap akhir, kontraktor membuat as built drawing
sebagai gambar akhir sesuai dengan yang ada di lapangan yang digunakan sebagai
laporan akhir.
Pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan pada Proyek Pembangunan
Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta berlangsung dua bulan. Pelaksanaan
yang akan penulis uraikan pada bab ini adalah pekerjaan struktur bawah dan
pekerjaan struktur atas.
5.2 Pekerjaan Struktur Bawah (Fondasi Raft)
Pekerjaan struktur bawah terdiri dari beberapa kegiatan antara lain adalah
pembuatan soldier pile, penggalian tanah, pembuatan lantai kerja, pembuatan
bekisting, penulangan, penentuan stop cor, pengecoran, dan perawatan beton.
Berikut adalah proses pelaksanaan pada struktur bawah yaitu menggunakan fondasi
raft.
5.2.1 Pembuatan Soldier pile
Soldier pile berfungsi sebagai dinding penahan tanah atau retaining wall.
sehingga mempermudah dalam pembuatan basement dan fondasi. Soldier pile yang
dipasang terdapat dua jenis yaitu soldier pile yang memiliki panjang 8 m dan
dilengkapi dengan tulangan diseluruh bagian tiang, dan soldier pile yang memiliki
panjang 6 m dan hanya dilengkapi dengan tulangan pada 1 m bagian tiang dari sisi
atas tiang. Kedua jenis soldier pile memiliki diameter 80 cm.
Metode kerja dari pembuatan soldier pile sendiri diawali dengan
pengeboran Setelah tulangan terpasang, pengecoran dilakukan dan bekisting
diangkat kembali. Pekerjaan pemasangan soldier pile dilakukan terus menerus
sampai dengan yang direncanakan dan menggunakan cara yang sama.
Penggalian Tanah
Penggalian tanah dilakukan setelah soldier pile kering dan sudah kuat
menahan beban. Di dalam dunia teknik sipil terdapat dua metode penggalian tanah,
yaitu:
1. Metode bottom-up
Metode bottom-up adalah metode pembangunan gedung yang dimulai dari
bawah menuju ke atas. Pada pekerjaan ini difokuskan pada pembangunan
93

basement. Langkah yang dilakukan yaitu melakukan penggalian tanah basement


sampai elevasi yang direncanakan, kemudian pekerjaan fondasi, dan dilanjutkan
pekerjaan kolom balok dan pelat sampai lantai atas.
2. Metode top-down
Metode Top-Down adalah cara pelaksanaan pembangunan gedung yang
memulai pembangunan dari atas ke bawah. Proses pelaksanaan metode ini diawali
dengan memasang dinding diafragma, kemudian fondasi dang king post, setelah itu
pembuatan plat lantai dasar, dan ke bawah basement bersamaan dengan galian.
Metode ini dilakukan pada kondisi dimana di sekitar proyek terdapat bangunan
yang berdekatan, sehingga dikhawatirkan akan longsor jika menggunakan metode
bottom-up.
3. Metode open-cut
Metode open-cut adalah metode penggalian tanah hingga ke dasar galian.
Metode ini digunakan untuk jumlah lantai basement maksimal 2 lantai. Metode
open-cut disarankan pada wilayah perkotaan, atau pembangunan yang berbatasan
langsung dengan bangunan sekitar. Selanjutnya pekerjaan basement dikerjakan dari
bawah ke atas.
Metode pekerjaan yang digunakan pada penggalian Proyek Pembangunan
Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta adalah metode open-cut.
Dikarenakan tanah disekelilingnya setelah dapat ditahan soldier pile sehingga tanah
dapat digali hingga ke dasar galian, dengan potensi kelongsoran ditahan oleh
soldier pile. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.2 Penggalian Tanah.
Rincian pekerjaan galian tanah adalah sebagai berikut.
1. Tenaga
Operator alat berat.
2. Alat
Backhoe (Komatsu PC 78), dump truck (rata-rata 40 unit per hari).

3. Produktivitas alat/hari
94

Backhoe mampu melayani 40 truk per harinya, dengan satu dump truck
memiliki ukuran 8 m3 sehingga backhoe dapat membuang tanah hingga sebanyak
320 m3.
4. Area yang digali
Basement, STP (Sewage Treatment Plant), GWT (Ground Water Tank),
area drop kolom, pit lift, dan sump pit.

Gambar 5.1. Penggalian Tanah


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
5.2.2 Penentuan As Pile cap
Setelah melakukan pemotongan pile dan penggalian tanah maka perlu di cek
penempatan titik as dan elevasi pile cap. Titik-titik as pile cap diperoleh dari hasil
pekerjaan pengukuran dan pematokan, yaitu marking berupa titik-titik atau garis
yang digunakan sebagai dasar penentuan letak pile cap. Penentuan as-as pile cap
dengan menggunakan alat total station, yaitu dengan menentukan letak as awal dan
kemudian dibuat as-as yang lain dengan mengikuti jarak yang telah disyaratkan
dalam perencanaan awal. Tahapan penentuan titik-titik as pile cap meliputi:
95

1. Meletakkan total station di atas titik acuan dan kemudian menembakkan ke


titik acuan lain untuk mendapatkan sudut 0˚.
2. Kemudian menembakkan ke arah garis tengah pile cap rencana dengan disertai
meteran agar sesuai jarak pada pile cap rencana sesuai gambar untuk
mendapatkan posisi tengah.
3. Setelah mendapatkan letak as pile cap kemudian menentukan elevasi
kedalaman pile cap menggunakan waterpass dan dibantu dengan alat bak ukur.
5.2.3 Pembuatan Lantai Kerja
Lantai kerja berfungsi untuk meratakan lokasi kerja sehingga
mempermudah dalam pekerjaan, dan menahan rembesan dari tanah yang berada di
bawahnya.

Gambar 5.2 Pembuatan Lantai Kerja


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)

5.2.4 Pembuatan Bekisting


Pembuatan bekesting terkait dengan bagian-bagian yang tidak dipasang
fondasi, seperti bagian pit lift yang digunakan sebagai tempat pegas lift, sumpit
96

yang berfungsi sebagai aliran air hujan dan grastape sebagai aliran air kotor.
Bekisting terbuat dari batako dikarenakan bekisting tidak akan dilakukan pelepasan
maka dipilihlah batako yang memiliki sifat cukup kuat untuk menahan beban.
Kepadatan dan komposisi adonan yang tepat juga bisa dilihat dari tampilan pori-
porinya. Batu batako yang mempunyai kualitas baik tampilan pori-porinya lebih
padat dan tertutup rapat dan tidak menimbulkan rongga-rongga di permukaan dan
laposan luarnya. Permukaan tersebut juga tampak rata dan halus.
Pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
pemasangan bekisting dilakukan setelah pemasangan tulangan inti pile cap.
Pemasangan bekisting dari pasangan batako dibuat dengan cara dipasang secara
bertumpuk dengan pasangan setengah bata dan menggunakan bahan perekat adukan
semen. Ukuran batako yang digunakan adalah 10 cm x 20 cm x 40 cm.
5.2.5 Pemasangan Tulangan Fondasi Borepile
Terdapat foot plat pada struktur fondasi borepile yang digunakan. Untuk
foot plat digunakan tulangan dengan diameter tulangan utama D25 dan tulangan
sengkang D10. Tulangan yang digunakan sebagai plat fondasi terdapat dua tipe
yaitu, D25-200 sebagai tulangan utama, dan D22-200 sebagai tulangan ekstra.
Diantara dua lapisan tulangan terdapat penumpu tulangan pada setiap meter yang
berfungsi agar kedua lapisan tulangan tidak menempel. Selain itu terdapat pula tahu
beton dikedua sisi plat pada setiap meter pekerjaan yang berfungsi sebagai
pengontrol ketebalan selimut beton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
5.6 Detail penulangan fondasi raft dan gambar 5.7 Pembesian Fondasi Raft.
Langkah-langkah pembesian pile cap adalah:
1. Menentukan daftar lengkungan besi sesuai dengan gambar rencana.
2. Membengkokkan besi yang telah disediakan dengan bar bender sesuai dengan
daftar pada poin 1.
3. Membawa tulangan yang sudah dibengkokkan ke lokasi pile cap dan
merakitnya sesuai dengan yang tertera pada shop drawing.
4. Memberi bagian bawah tulangan tahu dengan beton agar terdapat selimut beton
pada pile cap.
5.2.6 Penentuan Stop Cor
97

Area pengecoran ditentukan sehingga dapat diketahui kebutuhan volume


untuk setiap kali pengecoran. Pada tahap ini juga perlu dipasang waterstop pada
lokasi pengecoran yang berhubungan langsung dengan tanah. Selain itu dipasang
juga jarring ayam agar adukan beton tidak menyebar ke area lain. Untuk Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.3 Stop Cor menggunakan bondek.

Gambar 5.3 Stop Cor menggunakan bondek


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
5.2.7 Pengecoran
Pengecoran dilakukan dengan metode talang dengan menggunakan seng
dan scaffolding untuk membantu agar adukan beton tepat berada pada lokasi yang
akan dicor. Adukan beton yang berasal dari mixer truck diuji slump dan pembuatan
enam silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, untuk pengujian tekan pada
7, 14, 21, dan 28 hari. Mutu beton yang digunakan pada Proyek Pembangunan
Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta adalah K-300 dan K-275 dengan
tambahan bahan integral sebagai waterproffing yaitu berupa Sika Viscocrete
dengan hasil uji slump 10 ± 2 cm.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
5.4 Uji Slump dan Gambar 5.5 Sample Uji Tekan.
98

Gambar 5.4 Uji Slump


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Dilanjutkan dengan penyambungan talang pada truk ke talang yang menuju
ke lokasi pengecoran. Untuk sambungan antara area yang sudah dicor dan beton
segar diberi lem beton pada sambungannya. Sebelum dilakukan pengecoran
terlebih dahulu dilakukan pembersihan menggunakan alat air compressor yang
berfungsi untuk membersihkan lokasi yang akan dicor agar beton tidak tercampur
dengan serpihan kayu-kayu yang dapat dilihat pada Gambar 5.12 Pembersihan
Lokasi Pengecoran. Setelah dilakukan pembersihan lokasi yang akan dicor,
dilanjutkan dengan pengecoran. Pada saat pengecoran dibantu dengan vibrator
sehingga beton segar memenuhi seluruh rongga, serta serok untuk meratakan beton
ke seluruh area. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.6 Pengecoran
Fondasi.
99

Gambar 5.5 Sample Uji Tekan


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
5.2.8 Perawatan Beton
Perawatan beton atau curing bertujuan untuk menjaga supaya beton tidak
terlalu cepat kehilangan air, atau sebagai tindakan menjaga kelembaban dan suhu
beton, segera setelah proses finishing beton selesai dan waktu total setting tercapai.
Curing dilakukan agar mutu beton yang diharapkan dapat tercapai dan menjaga
supaya tidak terjadi susut yang berlebihan pada beton akibat kehilangan
kelembaban yang terlalu cepat dan tidak seragam yang akan menyebabkan retak.
Curing beton yang ada dalam spesifikasi teknis struktur yang seharusnya dilakukan
adalah menggunakan genangan air atau penyiraman air secara continue.
Pada pengecoran beton fondasi Proyek Pembangunan Gedung Museum
Muhammadiyah Yogyakarta, perawatan beton fondasi raft dilakukan dengan
penyiraman air setelah 8 jam dari pengecoran, pelat disiram dengan air agar suhu
yang terdapat pada beton terjaga sehingga mutu beton yang terbentuk dapat
maksimal. Apabila terjadi hujan maka cukup air hujan itu saja yang digunakan.
100

Gambar 5.6 Lokasi Pengecoran


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
5.3 Pekerjaan Struktur Atas
Pekerjaan struktur atas terdiri dari beberapa kegiatan antara lain adalah
persiapan, pabrikasi tulangan, pabrikasi bekesting, pengukuran, pemasangan
tulangan kolom, pemasangan bekisting, pengecoran, pembongkaran bekisting,
pengecekan, dan perawatan beton yang dilakukan pada elemen-elemen struktur atas
seperti kolom, balok, pelat lantai, dan tangga.
5.3.1 Kolom
Pada proyek pembangunan Museum Muhammadiyah memiliki 11 tipe
kolom yang membedakan adalah dimensi dan jumlah tulangan yang digunakan.
Semakin tinggi tingkatan lantai pada suatu kolom maka semakin kecil beban yang
ditumpu kolom. Selain itu tipe kolom juga dipengaruhi oleh fungsi lantai di atasnya,
dikarenakan fungsi ruangan akan mempengaruhi beban yang akan ditanggung
kolom.
Kolom yang digunakan sebagian besar berbentuk persegi panjang. Ini
berkaitan dengan penyediaan jumlah lahan parkir yang berada pada basement. Jika
101

kolom memiliki bentuk yang tipis maka semakin besar pula area yang dapat
digunakan untuk parkir. Karena jumlah perhitungan luasan lahan parkir merupakan
salah satu syarat agar memenuhi analisis dampak lingkungan. Jika analisis dampak
lingkungan telah memenuhi maka surat izin mendirikan bangunan akan didapatkan.
Berikut merupakan langkah pembuatan kolom pada Proyek Pembangunan
Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta:
1. Pekerjaan persiapan kolom
Dimulai dengan pembuatan gambar rencana penulangan dan struktur yang
disebut shop drawing atau gambar kerja, dengan persetujuan/control oleh konsultan
pengawas. Gambar tersebut mengacu pada gambar for construction yang
dikeluarkan oleh konsultan perencana.
2. Pabrikasi baja tulangan kolom
Setelah shop drawing disetujui, dilakukan perhitungan pembesian dengan
metode bar bending schedule (BBS). Dar hasil perhitungan BBS ini, dilakukan
perencanaan dan pemotongan besi dengan bar cutter.
Memotong Baja tulangan sebelumnya dengan berbagai ukuran dan
membengkokkan sedemikian rupa di stockyard, sehingga membentuk bagian per-
bagian tulangan kolom yang mudah dirakit dan efisien. Pekerjaan pembengkokan
baja tulangan diperhitungkan sedemikian rupa, agar tidak banyak sisa potongan
baja yang terbuang begitu saja, dengan demikian akan meningkatkan cost
efficiency. Pemotongan dan pembentukan (pembengkokkan) dilakukan oleh tenaga
ahli yang bertanggungjawab melakukan pemotongan sesuai ukuran dan spesifikasi
gambar rencana/shop drawing. Untuk seluruh kolom digunakan jenis tulangan yang
sama yaitu tulangan ulir D25 untuk tulangan utama, dan tulangan ulir D10 untuk
tulangan sengkang. Pengikatan antar tulangan menggunakan kawat bendrat. Besi-
besi tulangan yang telah dibentuk untuk sementara ditempatkan di tempat khusus
yang mudah dijangkau oleh tower crane. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 5.7 Pabrikasi Baja Tulangan Kolom.
102

Gambar 5.7 Pabrikasi Baja Tulangan Kolom


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
3. Pabrikasi Bekisting
Pipa bekisting yang digunakan merupakan plywood poly resin dengan
ketebalan 15 mm dengan ukuran 120 cm x 240 cm. Plywood dipotong sesuai dengan
ukuran yang akan digunakan dengan meninjau agar bekisting tersebut dapat
digunakan berulang secara maksimal.
4. Marking Pekerjaan Kolom
Surveyor menentukan posisi kolom yang akan dipasang sesuai dengan
gambar yang telah ditentukan. Penentuan posisi dibantu dengan alat Theodolit.
103

Gambar 5.8 Marking Pekerjaan Kolom


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Tahapan penentuan titik-titik as kolom meliputi:
a. Meletakkan total station di atas titik acuan.
b. Kemudian menembakkan ke arah garis tengah kolom rencana dengan disertai
meteran agar sesuai pada gambar shop drawing untuk mendapatkan posisi
tengah.
c. Marking titik-titik as kolom dari hasil bidikan total station.
d. Setelah posisi ditentukan akan di tandai menggunakan marker.
Mengontrol letak as-as ini harus dilakukan sebelum pengecoran maupun
setelah selesai pengecoran dan pembukaan bekisting untuk meminimalisasi
kesalahan yang mungkin akan terjadi, seperti letak kolom yang bergeser sehingga
menyebabkan kolom miring. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.16
Marking Pekerjaan Kolom.
104

5. Pemasangan Tulangan Kolom

Gambar 5.9 Pemasangan Tulangan Kolom


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Memasang tulangan menggunakan bantuan tower crane. Tower crane
berfungsi untuk mengangkut tulangan yang sudah dipabrikasi dari lokasi pabrikasi
ke lokasi rencana kolom, serta mempermudah dalam penyambungan tulangan
kolom. Tulangan dipasang pada lokasi yang sudah ditentukan oleh surveyor.
Pengikatan sambungan antar tulangan pada kolom menggunakan kawat. Setelah
menyambungkan tulangan kolom lalu melepaskan ikatan pada tower crane. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.9 Pemasangan Tulangan Kolom.
6. Pemasangan sepatu kolom dan beton decking
Pemasangan bekisting memerlukan sepatu kolom dan beton decking. Sepatu
kolom adalah baja tipis berbentuk L yang dipasang pada ujung-ujung kolom,
berfungsi untuk mempermudah dalam pemasangan bekisting.
Beton decking atau lebih sering disebut dengan tahu beton dipasang pada
keempat sisi kolom dengan jarak antar tahu beton adalah 1 meter. Fungsi dari tahu
beton sendiri adalah menjaga ketebalan dari selimut beton, dan meminimalisir
105

terjadinya tulangan yang keluar dari selimut beton. Ukuran beton decking yang
digunakan adalah dengan ketebalan 3 cm dan 5 cm. Pemasangan beton decking
pada tulangan kolom dibantu dengan menggunakan kawat bendrat untuk mengikat
antara beton decking dengan baja tulangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 5.10 Pemasangan Beton Decking.

Gambar 5.10 Pemasangan Beton Decking


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
7. Pemasangan bekisting kolom
Sebelum memasang bekisting, melapisi papan bekisting (coating) dengan
meggunakan mould oli agar mempermudah dalam pelepasan bekisting. Setelah itu
dilakukan pembersihan di area kolom. Tahap selanjutnya memasang panel
bekisting dengan cara manual menggunakan tenaga para tukang dan memasang
tegak dengan memperkuat oleh penyangga (adjuster) bekisting kolom. Memasang
bekisting sesuai dengan hasil surveyor dan mengikuti sepatu kolom dan memasang
tahu beton. Mengancangkan bekisting setelah posisinya sesuai dengan mur dan baut
pada pertemuan antar papan bekisting. Permukaan bekisting harus diperhatikan
agar tidak terjadi kebocoran saat pengecoran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 5.11 Pemasangan Bekesting Kolom.
106

Gambar 5.11 Pemasangan Bekisting Kolom


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
8. Lot vertikal
Lot vertikal merupakan metode pemeriksaan apakah bekesting yang
dipasang lurus atau miring. Dengan cara memberi gantungan atau unting-unting
yang digantungkan pada bekisting dilihat menggunakan theodolite sehingga
diketahui apakah kolom mengalami kemiringan atau tidak dari sejajar tidaknya
gantungan tersebut.
9. Pengecoran kolom
Setelah pemasangan bekisting kolom, maka dilanjutkan dengan
pengecoran. Mutu beton yang digunakan untuk kolom adalah K-275. Pengecoran
dilakukan dengan menggunakan alat concrete bucket dan pipa tremie yang
digantungkan pada tower crane sehingga dapat memenuhi persyaratan bahwa tinggi
jatuh adukan beton maksimal 1m. Adukan beton yang berasal dari mixer truck
dilakukan pengecoran uji slump dengan batas toleransi slump beton 10 ± 2 cm, dan
pembuatan silinder beton yang berjumlah enam untuk uji pada hari ke 7, 14, 21,
dan 28 hari. Memindahkan adukan beton ke concrete bucket secara bertahap
107

dikarenakan muatan concrete bucket pada satu kali pengangkutan adalah 0,8 m3.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.12 Beton Dituangkann dari
Concrete Bucket.

Gambar 5.12 Menuangkan Beton ke Concrete Bucket


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Operator, mengarahkan bucket ke kolom yang akan dicor. Memasukkan
pipa ke bekisting kolom agar jatuh beton tidak terlalu tinggi, untuk menghindari
segregasi beton. Pengecoran penuangan beton dilakukan per layer, pada saat
bersamaan dilakukan pemadatan menggunakan vibrator agar beton dapat mengisi
seluruh rongga pada kolom sehingga menghasilkan kolom dengan mutu baik tanpa
keropos. Dilakukan secara berulang hingga beton telah mencapai elevasi bottom
kepala kolom. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.13 Pengecoran
Kolom.
108

Gambar 5.13 Pengecoran Kolom


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
10. Lot vertikal
Setelah dilakukan pengecoran perlu dilakukan lot vertikal kembali guna
memastikan apakah kolom mengalami kemiringan atau tidak. Untuk prosedur lot
vertikal sama seperti saat sebelum dilaksanakan pengecoran. Kemiringan pada
kolom sangat dihindari karena akan berakibat pada distribusi beban yang ditahan,
serta akan berpengaruh pada kolom di tingkatan atasnya.
11. Pembongkaran bekisting
Proses pembongkaran bekisting kolom dilakukan setelah beton dianggap
mengeras. Berikut ini metode kerja pembongkaran bekisting kolom:
a. Pembongkaran bekisting kolom dilakukan setelah 8 jam dari pengecoraan
terakhir dengan tenaga orang (berbeda-beda tergantung pada setting time
beton, setiap mix design yang dibuat juga berbeda tergantung dari bahan
admixture yang digunakan). Jika pembongkaran dilakukan sebelum waktu
pengikatan pada beton menjadi sempurna (kurang dari setting time yang
disyaratkan), maka akan terjadi kerusakan/cacat pada beton tersebut. Upaya
109

dalam mencegah kerusakan yang terjadi yaitu dilakukan pembongkaran setelah


setting time yang disyaratkan, agar beton dapat mengeras terlebih dahulu.
Karena beton kolom yang digunakan tidak langsung menerima beban besar
(momen akibat beban sendiri termasuk kecil), maka pembongkaran bekisting
lebih cepat dibandingkan pembongkaran bekisting pada balok dan pelat lantai.
b. Hal pertama yang dilakukan yaitu mengendorkan semua baut dan wing nut,
kemudian melepas tie rod yang terdapat pada horizontal waller.
c. Kemudian mengendorkan dan melepas push pull prop RSSI dan kickers brace
AVI pada wedge head piece.
d. Langkah selanjutnya adalah melepas push pull prop RSSI dan kickers brace
AVI dari base plate yang secara bersamaan begisting kolom akan lepas dengan
sendirinya dari permukaan beton.
e. Kemudian mengangkat dan memindahkan bekisting kolom ke tempat yang
telah disediakan.
12. Perawatan beton
Pada saat pembongkaran bekisting selesai, maka langsung dilakukan
perawatan beton (curing), yaitu dengan menggunakan curing compound, caranya
yaitu dengan membasahi permukaan kolom dengan menggunakan roll secara
merata (naik turun). Proses ini dilakukan sebanyak 4 kali. Tujuan utama dari
perawatan beton ialah untuk menghindari:
1. Kehilangan zat cair yang banyak pada proses awal pengerasan beton yang akan
mempengaruhi proses pengikatan awal beton.
2. Penguapan air dari beton pada saat pengerasan beton pada hari pertama.
3. Perbedaan temperatur dalam beton, yang akan mengakibatkan retak-retak pada
beton.
Beton yang mengalami segregasi ringan pada permukaannya maka akan
dilakukan penambalan dengan adukan semen pada permukaan yang berlubang agar
kekuatan kolom bertambah serta akan memperbagus dari segi estetika. Jika
segregasi pada kolom parah, maka akan dilakukan grouting, yaitu menyuntikkan
cairan semen pada kolom yang berongga dengan tujuan untuk meningkatkan
110

kekuatan kolom. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.14 Keropos
pada Kolom.
5.3.2 Pelaksanaan Balok dan Pelat Lantai
Terdapat 12 tipe balok dengan dimensi dan jumlah tulangan yang berbeda.
Tipe tersebut berkaitan dengan fungsi ruangan di atas balok tersebut, dikarenakan
fungsi ruangan akan mempengaruhi beban yang akan disalurkan pada balok. Selain
itu, bentang antar kolom juga mempengaruhi dimensi balok, dikarenakan semakin
besar bentang antar kolom maka semakin besar beban yang akan didistribusikan ke
balok. Untuk pelat terdapat 3 tipe yang memiliki ketebalan dan jumlah tulangan
yang berbeda. Seperti halnya balok, fungsi ruangan di atas pelat sangat
mempengaruhi ketebalan dan jumlah tulangan pelat. Untuk membuat kolom dan
pelat monolit maka pengecoran harus dilakukan secara bersamaan, sehubungan
dengan itu maka metode kerja pembuatan balok dan pelat saling terkait. Berikut
adalah metode kerja pembuatan balok dan pelat lantai:
1. Penentuan as balok dan pelat
Penentuan as balok dan pelat lantai dilakukan dengan mengukur dari kolom atau
dinding yang telah diberi label. Tahapan penentuan elevasi balok dan pelat lantai
meliputi:
a. Pengukuran setinggi 1 m dari dasar kolom sebagai pinjaman untuk pengukuran
level bekisting balok dan diberi kode pada kolom dengan menggunakan alat
waterpass.
b. Kemudian memberikan tanda pada kolom-kolom yang lain dengan metode
yang sama.
c. Dari kode tersebut, dapat mengukur sesuai tinggi yang diinginkan sebagai
elevasi dasar bekisting balok.
d. Kemudian dari dasar bekisting balok tersebut dapat mengukur setinggi jarak
tertentu sesuai dengan tinggi balok rencana sebagai elevasi dasar bekisting
pelat lantai.
2. Pemasangan scaffolding
Berbeda dengan kolom yang dapat menumpu beban sendiri karena dapat
disalurkan melalui kolom atau tanah di bawahnya, maka balok dan plat
111

membutuhkan scaffolding untuk menahan beban sendiri arah vertikal dari adukan
beton yang akan dituangkan. Scaffolding akan dipasang hingga umur beton 14 hari.
Penentuan posisi scaffolding sangat penting, selain berkaitan agar menjaga elevasi
balok dan plat tepat, namun juga berkaitan dengan keamanan seluruh pekerja agar
beton segar pada beton tidak menjauhi pekerja yang berada di bawahnya.
Pemasangan scaffolding memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Pemasangan jack base di atas lantai sesuai dengan layout yang telah
direncanakan.
b. Setelah jack base terpasang, pekerjaan selanjutnya adalah pemasangan inner
table yang berada di atas jack base.
c. Setelah inner table terpasang di atas jack base, maka segera memasang pipe
ledger, vertical post dan vertical diagonal.
d. Setelah itu memasang u-head di atas vertical post, yang di atasnya dipasang
gelagar besi melintang balok sebagai penyangga suri-suri dari balok maupun
pelat lantai.
e. Memasangan suri-suri arah memanjang balok di atas gelagar. Suri-suri
menggunakan besi double hollow.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.15 Pemasangan Scaffolding.

Gambar 5.14 Pemasangan Scaffolding


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
3. Pemasangan bekisting
112

Gambar 5.15 Pemasangan Bekisting


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Bekisting dipasang dengan menumpu scaffolding sesuai dengan ketentuan dan
dimensi yang telah ditetapkan. Pemasangan bekisting perlu diperhatikan agar tidak
terjadi kebocoran pada saat pengecoran yang akan menimbulkan segregasi pada
balok dan plat. Bekisting balok dan plat terbuat dari plywood biasa dengan
ketebalan 9 mm dan ukuran yang dijual dipasaran 120 cm x 240 cm. Pada bekisting
balok diperkaku dengan menggunakan balok kayu berukuran 5 cm x 7 cm dan 6 cm
x 12 cm, sehingga dapat memperkuat bekisting. Mengolesi plywood untuk bekisting
dengan oli agar mempermudah pada proses pelepasan bekisting. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.16 Pemasangan Bekisting.
4. Pemasangan tulangan
Tulangan dipasang sesuai dengan desain yang sudah ditentukan. Diameter
tulangan utama pada balok terdapat dua tipe tulangan yaitu tulangan ulir D16 mm
dan D19 mm. Hal ini berkaitan dengan momen yang akan ditumpu balok. Diameter
tulangan sengkang yang digunakan adalah tuangan ulir D10 mm untuk seluruh tipe
balok.
113

Gambar 5.16 Pemasangan Tulangan Pelat Lantai dan Balok


(Sumber: Proyek Pembangunan Museum Muhammadiyah Yogyakarta)
Diameter utama pelat adalah tulangan ulir D10 mm dan D13 mm. Perbedaan
ukuran tulangan utama berkaitan dengan fungsi ruangan di atas pelat dan lokasi
tingkatan lokasi pelat. Pada lantai basement 2, basement 1, dan lantai dasar, pelat
dilengkapi dengan tulangan eksrtra berupa tulangan ulir D19 mm untuk basement
2, D13 untuk basement 1 dan lantai dasar. Pada pelat terdapat penumpu tulangan
yang berfungsi menjaga agar kedua lapisan tulangan pada pelat tidak menyatu.
Digunakan kawat sebagai pengikat antar tulangan baik balok maupun pelat. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.17 Pemasangan Tulangan Pelat Lantai
dan Balok.
5. Pemasangan beton decking
Sebagai pengontrol ketebalan selimut beton serta tidak ada tulangan yang
dari selimut beton. Tahu beton dipasang pada jarak 1m pada keempat sisi balok.

6. Pemasangan stop cor


114

Seng yang dipasang pada tepi area pengecoran digunakan menjadi pembatas
pengecoran atau lebih dikenal dengan istilah stop cor berfungsi untuk membatasi
aliran adukan beton sehingga tidak melewati batas area pengecoran karena agregat
akan berhenti di seng.
7. Pengecekan elevasi
Menentukan apakah pemasangan tulangan dan bekisting balok dan pelat
sesuai dengan perencanaan, maka diperlukan pengecekan elevasi yang dilakukan
oleh surveyor dengan menggunakan alat Theodolite.
8. Pembersihan bekisting dan tulangan
Pembersihan berguna untuk menghilangkan zat organis yang berada pada
tulangan dan bekisting yang terpasang sehingga dapat menjaga mutu beton sesuai
dengan mutu rencana.
9. Pengecoran balok dan pelat
Balok dan pelat menggunakan mutu beton K-275, untuk plat yang berada di
basement 1, dan lantai dasar diberikan bahan integral tambahan yang berupa Sika
Visocrete berfungsi sebagai waterproffing lantai tersebut. Seperti halnya fondasi
dan kolom, saat akan dilakukan pengecoran balok dilakukan uji slump dengan batas
toleransi slump beton 10 ± 2 cm, dan pembuatan enam silinder beton berdiameter
15 cm dan tinggi 30 cm untuk uji kuat tekan beton pada umur 7 hari, 14 hari, 21
hari, dan 28 hari.
Pengecoran lantai di bawah permukaan tanah menggunakan sistem talang
yang terbuat dari seng dan ditumpu oleh scaffolding. Pengecoran di atas permukaan
tanah menggunakan bantuan tower crane dengan menampung adukan beton di
concrete bucket secara bertahap. Saat pengecoran dibantu dengan alat serok untuk
meratakan adukan beton dan vibrator agar beton mengisi rongga dan meminimalisir
terjadinya keropos pada beton.
10. Pengecekan elevasi
Dilakukan pengecekan ulang terdapat elevasi dan lendutan yang terjadi
setelah pengecoran selesai dilakukan. Jika lendutan yang terjadi terlalu besar maka
perlu ditambah scaffolding.
11. Perawatan beton
115

Perawatan beton yang dilakukan setelah 8 jam adalah dengan memberi air
di atas lapisan yang dicor sehingga diharapkan suhu beton tetap konstan.
12. Pelepasan bekesting
Balok dan pelat tidak bisa menahan beban sendiri saat beton belum
mengeras, maka dibutuhkan 14 hari untuk melakukan pelepasan bekisting, namun
tetap disangga oleh scaffolding hingga 28 hari. Pembongkaran bekisting balok dan
pelat lantai dilakukan secara bertahap mulai dari tepi ke arah tengah bentang
sehingga balok dan pelat lantai tidak secara mendadak menahan berat sendiri yang
dapat mengakibatkan keretakan pada struktur. Berdasarkan waktu pembongkaran
dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Untuk cetakan samping atau yang tidak menahan momen, acuan ini boleh
dibongkar setelah bentuk beton stabil (cetakan dinding balok, cetakan dinding)
> 24 jam.
b. Untuk penyangga datar yang menahan momen: boleh dibongkar setelah beton
mencapai kekuatan penuh, dibuktikan dengan hasil uji kubus di laboratorium,
untuk beton konvensional 28 hari (beton tanpa bahan tambahan).
Tahapan pembongkaran bekisting balok dan pelat lantai meliputi:
a. Mengendorkan dan melepaskan scaffolding pada bekisting balok dan pelat
lantai.
b. Setelah melepas scaffolding kemudian melepas gelagar-gelagar arah
memanjang dan melintang.
c. Kemudian melepas bekisting balok dan pelat lantai.
13. Perbaikan beton
Beton mengalami kerusakan pada permukaannya maka akan dilakukan
penambahan pada bagian yang rusak. Jika beton berongga maka akan dilakukan
grotting yaitu air semen yang disuntikan pada bagian yang berrongga.
5.3.3 Pelaksanaan Tangga
Tangga adalah sebuah konstruksi yang dirancang untuk menghubungkan
dua tingkat vertikal yang memilik jarak satu sama lain.

1. Penentuan As Tangga
116

Tahapan penentuan as tangga meliputi:


a. Melakukan proses pemarkingan tangga dengan menentukan terlebih dahulu
ketinggian ujung-ujung tangga, yaitu titik ujung tangga bagian bawah,
pertemuan dengan bordes dan ujung atas.
b. Setelah menentukan, menarik ujung-ujung tadi dengan sipatan untuk
membentuk garis bantu.
c. Untuk marking ketinggian tiap anak tangga tinggal mengukur sesuai gambar
berapa dimensi yang disyaratkan, kemudian dengan adanya garis bantu tadi
pembuatan marking anak tangga bisa melakukanya dengan metode yang sama.
2. Pemasangan scaffolding tangga
Tangga membutuhkan scaffolding untuk menahan beban sendiri arah
vertikal dari adukan beton yang akan dituangkan. Scaffolding dipasang hingga umur
beton 14 hari. Penentuan posisi scaffolding sangat penting, selain menjaga elevasi
tangga tepat juga berkaitan dengan keamanan seluruh pekerja agar beton tidak
menjatuhi pekerja yang ada di bawahnya
3. Pemasangan bekisting
Bekisting dipasang dengan menumpu scaffolding sesuai dengan ketentuan
dan dimensi yang telah ditetapkan. Pemasangan bekisting perlu diperhatikan agar
tidak terjadi kebocoran padaa saat pengecoran yang akan menimbulkan segregasi
pada balok dan plat tangga. Bekisting tangga terbuat dari plywood dengan ketebalan
9 mm dan ukuran 120 cm x 240 cm. Diperkaku dengan menggunakan balok kayu
berukuran 5 cm x 7 cm dan 10 cm x 12 cm sehingga dapat memperkuat bekisting.
Mengolesi plywood untuk bekisting dengan oli agar memudahkan pada proses
pelepasan bekisting.
4. Pemasangan tulangan tangga
Tulangan dipasang sesuai dengan desain yang ditentukan. Tulangan yang
digunakan adalah tulangan ulir D10 mm dan D13 mm. Tulangan ulir D10 mm
berfungsi sebagai tulangan arah horizontal, sedangkan tulangan ulir D13 mm
berfungsi sebagai tulangan vertikal. Kawat bendrat digunakan sebagai pengikat
antar tulangan baik balok maupun pelat.
5. Pengecekan elevasi tangga
117

Menentukan apakah pemasangan tulangan dan bekisting tangga sesuai


dengan perencanaan, maka dilakukan pengecekan elevasi oleh surveyor
menggunakan alat theodolite. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.38
Pengecekan Elevasi Tangga.
6. Pengecoran tangga
Mutu beton tangga adalah K-275. Seperti halnya fondasi dan kolom, saat
akan pengecoran dilakukan uji slump dengan batas toleransi slump beton 10
± 2 cm dan pembuatan 6 silinder beton berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm untuk
uji kuat tekan beton pada umur 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Melakukan
pengecoran menggunakan bantuan tower crane, dengan menampung adukan beton
di concrete bucket yang menghubungkannya menggunakan pipa tremie secara
bertahap. Teknik pengecoran beton tangga harus benar-benar memperhatikan
keseimbangan besi dengan kemiringan dan tinggi tangga beton yang direncanakan.
Saat pengecoran dibantu dengan serok beton untuk meratakan adukan beton dan
concrete vibrator agar beton dapat mengisi rogga dan meminimalisir terjadinya
keropos. Setelah bekesting terisi penuh oleh beton kemudian meratakan beton
sesuai dengan elevasi yang sudah ditentukan. Pengecoran tangga menggunakan
beton ready mix yang dipesan dari Holcim.
7. Pengecekan elevasi tangga
Dilakukan pengecekan elevasi ulang terhadap elevasi dan lendutan yang
terjadi setelah pengecoran selesai dilakukan. Jika lendutan yang terjadi terlalu besar
maka perlu ditambah scaffolding.
8. Perawatan beton tangga
Perawatan dilakukan setelah minimal 8 jam dengan memberi air di atas
lapisan yang dicor sehingga diharapkan suhu beton tetap konstan.
9. Pembongkaran bekisting tangga
Dikarenakan balok dan pelat tangga tidak dapat menopang beban sendiri
saat beton belum mengeras, maka dibutuhkan minimal 14 hari untuk setelah itu
dilakukan pelepasan bekisting.
10. Perbaikan beton
118

Jika beton mengalami kerusakan pada permukaannya maka akan dilakukan


penambalan pada bagian yang rusak. Jika beton berongga maka akan dilakukan
grouting yaitu menyuntikkan air semen pada bagian yang berongga. Penambalan
dan grouting berfungsi agar kekuatan beton sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
BAB VI
PENGENDALIAN PROYEK
6.1 Uraian Umum
Pengendalian dilakukan seiring dengan pelaksanaan proyek. Pengendalian
proyek dilakukan supaya proyek tetap berjalan dalam batas waktu, biaya dan
performa yang sebelumnya telah ditetapkan dalam rencana. Pengendalian
dilakukan dengan cara berkonsentrasi pada pekerjaan ke arah tujuan, penggunaan
sumber daya secara efektif, perbaikan atau koreksi, dan pemberian imbalan atas
tercapainya tujuan. Selain dilakukan pengendalian, kesuksesan suatu pembangunan
proyek juga tergantung dari baik buruknya pengawasan pekerjaan pembangunan
proyek. Pengawasan merupakan suatu proses perbaikan terhadap pelaksanaan
kegiatan dengan pedoman pada standar dan peraturan yang berlaku dengan tujuan
hasil kegiatan tersebut sesuai dengan perencanaan proyek.
Pengendalian dan pengawasan di lingkungan proyek sangat diperlukan agar
penyimpangan dalam proyek dapat segera diselesaikan dengan baik. Proses
pengendalian proyek dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menentukan sasaran.
2. Menentukan standar dan kriteria sebagai acuan dalam rangka mencapai
sasaran.
3. Merancang sistem informasi, pemantauan, dan laporan hasil pelaksanaan
pekerjaan.
4. Mengumpulkan data informasi hasil implementasi.
5. Pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan perencanaan.
6. Mengkaji dan menganalisa hasil pekerjaan dengan standar, kriteria dan sasaran
yang telah ditentukan.
Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi unsur-unsur pengendalian
yang juga merupakan sasaran proyek yaitu:
1. Pengendalian Mutu Pekerjaan (Quality control).
2. Pengendalian Biaya Proyek (Cost Control).
3. Pengendalian Waktu Proyek (Time Control).

119
120

6.2 Pengendalian Mutu Pekerjaan


Suatu proyek harus memperoleh hasil pekerjaan struktur yang sesuai dengan
standar mutu, pengendalian mutu bahan untuk struktur dan finishing bangunan
harus sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka perlu dilakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian mutu yang
meliputi pemilihan bahan, pengujian berkala, pengawasan cara pelaksanaan
pekerjaan, perawatan dan pemeliharaan. Quality control merupakan suatu usaha
untuk mengendalikan mutu suatu konstruksi pada proyek, sehingga diharapkan
mutu bahan konstruksi dan hasil pekerjaan akan memenuhi syarat yang telah
ditetapkan. Kegiatan ini dilakukan mulai dari pengawasan mutu bahan sampai
dengan perawatan pekerjaan. Hasil pengendalian mutu akan mempengaruhi biaya
pelaksanaan.
Kegiatan pengendalian pekerjaan di lapangan antara lain dengan melakukan
pengawasan pelaksanaan pekerjaan, pengawasan mutu bahan dan pengujian di
laboratorium.
1. Pengawasan Pekerjaan di Lapangan
Kegiatan ini dilakukan oleh pengawas dan bertujuan agar hasil pekerjaan
sesuai dengan rencana dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Kualitas
pekerjaan yang tidak memenuhi syarat dapat ditolak dan diperbaiki. Semua
pekerjaan harus mendapat persetujuan dari pengawas, misalnya pekerjaan
pengecoran baru bisa dilaksanakan setelah disetujui oleh pengawas. Peranan
pengawas sangat menentukan dalam keberhasilan pengendalian mutu pekerjaan.
Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta ini
pengawasan dilakukan oleh pengawas dari PT. Catur Intireka Yogyakarta, dalam
hal ini melakukan pengawasan dengan melihat apakah kontraktor telah melakukan
pekerjaannya dengan benar sesuai spesifikasi, jika melihat kejanggalan dapat
memberi teguran kepada kontraktor.
2. Pengujian Kuat Tekan Beton
Mutu beton di lapangan cenderung bervariasi dari adukan, untuk itu
diperlukan pengawasan terhadap mutu beton agar diperoleh kuat tekan beton yang
hampir seragam dan memenuhi kuat tekan yang disyaratkan.
121

Pengawasan mutu beton dilakukan dengan cara mengambil secara acak


beberapa benda uji silinder dari beberapa adukan beton yang dibuat, sehingga
mencerminkan variasi mutu beton selama prosespembuatan beton berlangsung.
Pembuatan dan pemeriksaan benda uji mengikuti ketentuan dalam SK SNI T-15-
1991-03. Cetakan benda uji berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi
300 mm yang terbuat dari plat baja. Benda uji dibuat dan dirawat sesuai dengan
cara perawatan laboratorium, yaitu dengan direndam dalam air. Benda uji ini
mewakili kondisi sebenarnya dilapangan. Perawatan dan pemeliharaan beton di
lapangan tentunya beda dengan yang ada di laboratorium. Hasil pemeriksaan benda
uji dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah perlu diadakan perubahan dalam
campuran betonnya atau cara pelaksanaannya.
Hasil uji kuat tekan beton yang diuji memiliki kekuatan yang sesuai dengan
kuat tekan yang telah ditentukan, dengan demikian beton yang digunakan
memenuhi syarat.
3. Pengujian Slump
Pengujian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kelecekan adukan beton.
Tingkat kelecekan adukan beton berhubungan dengan tingkat kemudahan pada saat
pengerjaan.
6.3 Pengendalian Biaya
Suatu pekerjaan konstruksi, biaya proyek merupakan salah satu aspek
penting dan sangat perlu dikendalikan agar dapat sesuai dengan biaya yang telah
dianggarkan sehingga dapat menghasilkan keuntungan proyek yang maksimal.
Pengendalian biaya pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah
Yogyakarta penting dilakukan agar jumlah biaya pada pelaksanaan di lapangan
tidak melebihi biaya yang telah ditetapkan. Untuk itu dilakukan koordinasi oleh
seluruh instansi terkait. Apabila terjadi penambahan konstruksi yang belum atau
tidak direncanakan sebelumnya, maka untuk bisa mencapai sasaran proyek biaya
tetap dapat dilakukan dengan dimensi struktur yang lain sehingga jumlah biaya
yang dibutuhkan menjadi berimbang, tetapi dengan syarat harus disetujui oleh
pihak-pihak yang terkait dalam proyek. Hal ini dilakukan karena keadaan survey
122

awal dengan keadaan saat pelaksanaan sangat mungkin tidak sama dan semua pihak
harus dapat mewujudkan proyek dengan biaya yang telah dianggarkan.
6.4 Pengendalian Waktu
Pengendalian waktu merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
pelaksanaan suatu proyek. Kegiatan ini bertujuan agar seluruh pekerjaan dapat
diselesaikan dengan jangka waktu yang telah direncanakan, dan juga agar pekerjaan
terhindar dari kerugian baik kerugian waktu maupun biaya.
Pengendalian waktu pada proyek ini meliputi:
1. Perencanaan Time Schedule
Pengendalian waktu sangat penting untuk mencapai efisiensi waktu, biaya
dan tenaga dalam pelaksanaan pekerjaan. Hal ini berhubungan dengan batasan
waktu dan biaya yang telah ditentukan. Untuk itu dibuatlah time schedule, time
schedule merupakan rencana jadwal waktu yang akan dilaksanakan. Dengan
adanya time schedule maka pelaksanaan pekerjaan akan lebih mudah diperkirakan,
dan ditentukan pekerjaan mana yang lebih dahulu dikerjakan, kapan pekerjaan
dimulai, berapa lama pekerjaan itu diselesaikan. Sehingga dengan adanya time
schedule, keterlambatan pekerjaan dapat diketahui secara dini.
Hal-hal yang tercantum dalam time schedule antara lain:
a. Uraian jenis pekerjaan.
b. Satuan yang akan digunakan dalam pelaksanaan pada masing-masing jenis
pekerjaan.
c. Biaya tiap unit dan total biaya.
d. Bobot masing-masing jenis pekerjaan.
e. Waktu pelaksanaan dari masing-masing jenis pekerjaan yang menunjukkan
kapan suatu pekerjaan akan dimulai dan kapan pekerjaan itu akan selesai.
f. Batas waktu pelaksanaan pekerjaan.
g. Inventarisasi hambatan.
2. Laporan Hasil Pekerjaan
Laporan hasil pekerjaan disusun untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan
pekerjaan dan untuk mempertanggungjawabkan pekerjaan yang telah dilaksanakan.
123

Laporan ini berfungsi sebagai pengontrol apabila terjadi keterlambatan pelaksanaan


pekerjaan.
a. Laporan Harian
Laporan ini memberikan gambaran mengenai kegiatan di proyek setiap hari
yang di dalamnya berisi antara lain kegiatan fisik yang dilaksanakan pada hari itu,
daftar material yang masuk, jumlah tenaga kerja dan keadaan cuaca.
b. Laporan Mingguan
Laporan mingguan disusun berdasarkan laporan harian yang telah dibuat
selama satu minggu, isinya antara lain daftar bagian-bagian pekerjaan terhadap
keseluruhan pekerjaan dan hasil-hasil hitungan prestasi kemajuan pekerjaan dalam
satu minggu.
Setiap jangka waktu tertentu diadakan rapat koordinasi. Rapat yang dihadiri
oleh perencana, pengawas, pelaksana dan pemilik proyek ini membahas tentang
kemajuan proyek, masalah-masalah yang dihadapi di lapangan, serta
membicarakan tentang kemungkinan perubahan struktur, revisi gambar,
persetujuan mengenai material yang digunakan dan sebagainya. Pada akhir rapat
dibuat berita acara oleh pengawas proyek. Laporan harian dan mingguan pada
proyek ini dibuat untuk kepentingan pelaksana mengenai beberapa material yang
masuk, berapa material yang telah digunakan, jumlah tenaga kerja yang masuk
untuk dipertimbangkan dalam rencana penyelesaian pekerjaan hari-hari berikutnya.
c. Laporan Bulanan
Laporan bulanan merupakan kesimpulan dan evaluasi terhadap kegiatan di
lapangan selama sebulan. Laporan ini diberikan kepada owner sebagai pengontrol,
laporannya berisi:
1) Penjelasan umum.
2) Keputusan-keputusan, instruksi penting.
3) Hasil-hasil peninjauan.
4) Masalah-masalah yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan
5) Masalah-masalah yang berkaitan dengan pengadaan maupun peralatan.
6) Rencana dan target baru.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Kegiatan Kerja Praktek di PT. Muara Mitra Mandiri Yogyakarta selama 2
bulan pada Proyek Pembangunan Gedung Museum Muhammadiyah Yogyakarta
terhitung dari tanggal 20 Agustus 2018 sampai dengan 20 Oktober 2018 telah
memberikan manfaat yang banyak bagi penulis baik itu ilmu, pengalaman serta
pengetahuan tentang pelaksanaan suatu konstruksi. Selama kerja praktek penulis
mampu memahami dan mengerti bagaimana cara membandingkan ilmu dari teori
maupun ilmu di lapangan, serta mahasiswa juga mampu memahami dan mengerti
permasalahan dan kondisi yang ada di lapangan.
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama pelaksanaan kerja
praktek, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan antara lain:
1. Secara umum pekerjaan pembangunan konstruksi bangunan sipil melibatkan
beberapa pihak atau stakeholder antara pemberi tugas dan penyedia jasa yang
terikat dalam sebuah perjanjian kontrak kerja.
2. Setiap pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi melalui proses beberapa
tahapan yaitu identifikasi pekerjaan, perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pertimbangan utama adalah mutu, biaya, dan waktu.
3. Perencanaan dan strategi pengaturan waktu penjadwalan serta pengelolaan
sumber daya baik material, peralatan, dan tenaga kerja yang baik adalah kunci
utama dalam pencapaian target pelaksanaan proyek sehingga dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak.
4. Pengontrolan mutu material serta kesesuaian metode pelaksanaan pekerjaan
khususnya pekerjaan struktur sangat perlu diperhatikan. Salah satu contoh
adalah penggunaan material harus dilakukan tes uji material agar terjamin
kualitas dan keamanan hasil pembangunan. Selain itu metode pekerjaan yang
diterapkan juga mempengaruhi mutu hasil pekerjaan.
5. Segala pelaksanaan pekerjaan perlu diawasi dan dikontrol pengawas lapangan
harus memastikan segala pekerjaan sesuai dan spesifikasi acuan gambar kerja.
Disamping itu pengontrolan terhadap horizontal dan vertikal level hasil

124
125

pekerjaan juga perlu diperiksa karena akan berpengaruh dengan pekerjaan


selanjutnya dan kekuatan dari struktur itu sendiri.
6. Persiapan dalam pekerjaan fondasi, kolom, balok, pelat, dan tangga harus
direncanakan kapan waktu pemasangan bekisting dan pembesian serta
perkiraan dalam pengadaan Beton Ready mix. Sehingga pada waktu proses
pengecoran beton ready mix siap langsung terpakai.
7. Komunikasi antar pihak juga sangat penting terutama koordinasi antara
pekerjaan struktur dan Mechanical Engineer (ME).
8. Administrasi setiap kegiatan harus selalu dilakukan untuk merekam dan
mengontrol setiap proses pelaksanaan.
9. Setiap kemajuan pekerjaan yang dilaksanakan dicatat dalam laporan harian,
laporan mingguan, dan laporan bulanan.
10. Pengendalian biaya dan waktu juga harus dikontrol secara signifikan untuk
menjaga agar cash flow tetap berjalan dan kegiatan dapat berjalan tanpa adanya
pembengkakan biaya.
1.2 Saran
1. Lebih ditingkatkan kembali untuk masalah kedisiplinan mengenai keselamatan
kerja dan kebersihan lingkungan (K3L) di lokasi pekerjaan.
2. Perlunya koordinasi dengan lebih baik lagi dari pihak kontraktor dengan owner
agar pembayaran oleh pihak owner dapat berjalan lancar sehingga pekerjaan
pelaksanaan proyek tidak terhambat.
3. Perlunya pengadaaan bahan dan alat yang lebih tepat waktu sehingga
pelaksanaan pekerjaan tidak tertunda karena harus menunggu datangnya alat
dan bahan.
4. Mengambil tindakan yang tegas terhadap pihak-pihak yang kurang serius
dalam mengerjakan tugasnya masing-masing.
5. Perlunya diadakan peningkatan presensi kerja agar para pekerja benar-benar
bekerja tepat waktu sehingga pekerjaan yang diharapkan dapat diselesaikan
sesuai dengan yang direncanakan dan dapat dilaksanakan dengan lancar sesuai
Time Schedule.
126

DAFTAR PUSTAKA
Baja Tulangan Beton, 2014, SNI 2052-2014, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Bangunan Gedung, 2002, UU Nomor 28 tahun 2002, Presiden Republik Indonesia,


Jakarta.
Jasa Konstruksi, 1999, UU Nomor 18 tahun 1999, Presiden Republik Indonesia,
Jakarta.
Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, 1997, Yayasan Dana Normalisasi
Indonesia, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta.
Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, 1982, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Peraturan Beton Indonesia N1-2, 1971, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung
Siti, A, 2013, Laporan Kerja Praktek Pada Proyek Pembangunan Apartemen Dago
Suite, Bandung.
Suryono, 1983, Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi, Jakarta.
Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, 2002, SNI 03-
1726-2002, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, 2002, SNI 03-1729-
2002, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, 2002, SNI 03 – 2847
– 2002, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, 1991, SNI T 15-1991-
03, Badan Standardisasi Nasional, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai