Hawaan Buatan PDF
Hawaan Buatan PDF
Alamat Korespondensi:
Muhammad Attar
Program Studi Teknik Arsitektur
Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar
HP: 081355707976
Email: attar.muhammad@yahoo.com
Abstrak
Kebanyakan manusia lebih sering beraktivitas di dalam ruangan, sehingga mereka sangat membutuhkan
kenyamanan di dalam ruangan guna melakukan aktivitas kegiatan dengan baik, tenang dan nyaman. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui berapa besar energi yang dibutuhkan dalam suatu ruang yang berpengkondisian
buatan untuk mendapatkan kenyamanan termal optimum yang dirasakan oleh pengguna ruang dengan
membandingkan data ruang luar dan data ruang dalam. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan alat ukur yaitu HOBO Datalogger untuk mendapatkan data fisik lingkungan termal dan melakukan
survei terhadap pengguna ruang dengan mengedarkan kuisioner untuk memperoleh data batasan kenyamanan
termal yang dirasakan oleh pengguna ruang dengan menggunakan AC. Kemudian data hasil pengukuran
dianalisis menggunakan metode analisis kuantitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
temperatur udara di dalam ruangan dengan kondisi kosong dan menggunakan ventilasi alami lebih tinggi
dibandingkan temperatur udara yang ada di luar ruangan, di mana temperatur udara di dalam ruangan 28°C
sedangkan temperatur udara di luar ruangan 27°C, sehingga untuk mendapatkan kenyamanan termal yang
optimum maka di tiap ruang kelas perkuliahan menggunakan pengkondisian udara buatan dengan memperhatikan
energi yang digunakan dalam pemakaian pengkondisian buatan. Pengukuran survei kenyamanan termal
menghasilkan suhu ruang 27.7°C (thermostat AC 23°C) untuk ruang kelas D 305, suhu ruang 26.04°C
(thermostat AC 25°C) untuk ruang D 308, suhu ruang 26.36°C (thermostat AC 25°C) untuk ruang D 309 dan
suhu ruang 26.9°C (thermostat AC 25°C) untuk ruang D 310.
Abstract
Most humans more often move indoors, so they need the comfort of indoors to conduct their activity, quiet, and
comfortable. This research aimed to investigate how much energy was needed in a lecture room conditioned by
the artificial conditioner in order to obtain the optimum thermal comfort as felt by the room users to compare the
outside and the inside room data. The technique used to collect the data of the thermal environmental physics
was HOBO Datalogger. In order to collect the data of the thermal comfort, a survey was conducted by
distributing questionnaires to the user of the air-conditioned room. Then, the data were analyzed using the
qualitative/descriptive method. The research results revealed that air temperature in the room when left empty
with the natural ventilations was higher compared to the outside room temperature, the inside room temperature
being 28°C while the outside room temperature being 27°C. Consequently, in order to get the optimum thermal
comfort in each lecture room, the artificial air conditioner was used. However, the amount of energy used to
operate the artificial air conditioners should be considered. The results of the survey on the thermal comfort
measurement using the questionnaires showed that the temperature in the lecture room D 305 was 27.7°C (the
air conditioning thermostat 23°C), tn the lecture room D 308 was 26.04°C (the air conditioning thermostat
25°C), in the lecture room D 309 was 26.36°C (the air conditioning thermostat was 25°C), and in the lecture
room D 310 was 26.9°C (the air conditioning thermostat was 25°C).
HASIL PENELITIAN
Kondisi lingkungan termal ruang luar pada pengukuran tanggal 7 – 8 Juni 2014 dapat
dilihat pada gambar 1.a. dan 1.b. Gambar tersebut memperlihatkan pada saat pengukuran hari
pertama temperatur udara luar rata-rata 27.2°C, temperatur maksimal terjadi pada pukul 10.00
– 11.00 sebesar 30.02°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 05.00 – 06.00 sebesar
25.2°C, dengan rata-rata kelembaban relatif 79.45%. Sedangkan pada hari kedua pengukuran,
temperatur udara luar rata-rata sebesar 27.2°C, temperatur maksimal terjadi pada pukul 11.00
– 13.00 sebesar 31.05°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 04.00 – 06.00 sebesar
24.9°C dengan rata-rata kelembaban relatif 79.2%. Data radiasi matahari menunjukkan bahwa
rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 243 w/m2 untuk hari pertama
dengan waktu puncak sebesar 680 w/m2 pada pukul 10.00 – 11.00. Sedangkan untuk hari
kedua rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 292 w/m2 dengan waktu
puncak 755 w/m2 pukul 10.00 – 11.00.
Kondisi lingkungan termal ruang luar pada pengukuran tanggal 14 – 15 Juni 2014
dapat dilihat pada gambar 2.a. dan 2.b. Gambar tersebut memperlihatkan pada saat
pengukuran hari pertama temperatur udara luar rata-rata 26.9°C, temperatur maksimal terjadi
pada pukul 13.00 – 14.00 sebesar 31.8°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 02.00 –
03.00 sebesar 24.3°C, dengan rata-rata kelembaban relatif 78.9%. Sedangkan pada hari kedua
pengukuran, temperatur udara luar rata-rata sebesar 27°C, temperatur maksimal terjadi pada
pukul 15.00 – 16.00 sebesar 30.7°C dan temperatur minimum terjadi pada pukul 06.00 – 07.00
sebesar 24.8°C dengan rata-rata kelembaban relatif 79%. Data radiasi matahari menunjukkan
bahwa rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 309.2 w/m2 untuk hari
pertama dengan waktu puncak sebesar 805.57 w/m2 pada pukul 13.00 – 14.00. Sedangkan
untuk hari kedua rata-rata radiasi matahari pada pukul 06.00 – 19.00 sebesar 196.7 w/m2
dengan waktu puncak 532.53 w/m2 pukul 12.00 – 13.00.
Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan
kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 305 yaitu
pada kedua data titik pengukuran (data A dan C) selama dua hari dua malam pada ruang D
305, bahwa rata-rata suhu pada ruang tersebut berkisar lebih dari 28.3°C, nilai temperatur
minimum rata-rata lebih dari 26.5°C yang terjadi di kisaran pukul 00.00 – 08.00, untuk nilai
temperatur maksimum rata-rata lebih dari 30°C yang terjadi di kisaran pukul 10.00 – 14.00.
Sedangkan hasil pengukuran kelembaban udara menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban
udara di ruang D 305 pada kedua titik pengukuran (data A dan C) selama dua hari dua malam
berkisar antara 82.2% – 83.1%, dengan nilai minimum rata-rata 65.63% dan nilai maksimum
rata-rata 90,46%.
Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan
kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 308 yaitu
pada kedua data titik pengukuran (data B dan D) selama dua hari dua malam didapatkan rata-
rata suhu pada ruang tersebut berkisar lebih dari 28°C, nilai temperatur minimum rata-rata
lebih dari 26.34°C yang terjadi di kisaran pukul 00.00 – 08.00, untuk nilai temperatur
maksimum rata-rata lebih dari 30.77°C yang terjadi di kisaran pukul 10.00 – 14.00. Sedangkan
hasil pengukuran kelembaban udara menunjukkan bahwa rata-rata kelembaban udara di ruang
D 308 pada kedua titik pengukuran (data B dan D) selama dua hari dua malam berkisar antara
82.7% – 84.4%, dengan nilai minimum rata-rata 64.04% dan nilai maksimum rata-rata 91,3%.
Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan
kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 308 yaitu
pada data E selama dua hari dua malam menunjukkan bahwa rata-rata suhu di ruang D 305
pada titik pengukuran (data E) sekitar 28.8°C, dengan nilai minimum rata-rata 28.21°C dan
nilai maksimum rata-rata 29.47°C. Sedangkan kelembaban udara rata-rata 79.4%, dengan nilai
minimum 76.97% dan maksimum 82.1%.
Kondisi lingkungan termal di dalam ruang kelas perkuliahan pada pengukuran dengan
kondisi ruang kelas tanpa penghuni dan menggunakan ventilasi alami di ruang D 308 yaitu
pada data F selama dua hari dua malam menunjukkan bahwa rata-rata suhu di ruang D 310
pada titik pengukuran (data F) sekitar 28.02°C, dengan nilai minimum rata-rata 26.46°C dan
nilai maksimum rata-rata 31.1°C. Sedangkan kelembaban udara rata-rata 83.62%, dengan nilai
minimum 62.68% dan maksimum 91.49%.
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan perbandingan kondisi lingkungan termal ruang luar
dengan kondisi lingkungan termal di dalam ruangan tanpa penghuni dengan menggunakan
ventilasi alami di mana selama dua hari dua malam pengukuran pada kondisi di dalam ruang
ini didapatkan temperatur udara luar di sekitar ruang kelas perkuliahan rata-rata sebesar
27.2°C, sedangkan temperatur udara di dalam keempat ruang perkuliahan tersebut rata-rata
sebesar 28.3°C. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ruang perkuliahan Jurusan Teknik
Arsitektur di Gedung D Fakultas Sains dan Teknologi tidak “sehat”, disebabkan kurangnya
sirkulasi udara di dalam ruangan dengan ditandai hampir tidak ada hembusan angin yang
dirasakan di dalam ruangan, dan juga banyaknya perabot yang terdapat di dalam ruangan
yang juga dapat mengeluarkan panas.
Berdasarkan pengukuran lingkungan termal di dalam ruang kelas disimpulkan bahwa
kondisi kenyamanan termal seluruh ruang kelas perkuliahan berada di luar standar zona
nyaman optimum yaitu 22,8°C - 25,8°C. Hal ini disebabkan karena temperatur dan
kelembaban udara yang cukup tinggi, tidak optimalnya sirkulasi udara di dalam ruangan. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imam (2012), bahwa Pada bangunan-
bangunan di daerah dengan iklim tropis lembab banyak mengalami kesulitan untuk memenuhi
standar yang disyaratkan sesuai zona kemyamanan. Hal ini disebabkan karena variabel yang
mempengaruhi kenyamanan termal kurang mendukung, diantaranya suhu udara, kelembaban
relatif, radiasi sinar matahari dan kecepatan udara dalam ruang. Selain itu factor lingkungan
luar juga memperngaruhi tingkat kenyamnan termal termal di dalam ruangan, sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Kurnia dkk., 2010), bahwa Faktor luar juga berpengaruh
terhadap faktor dalam ruang.
Pada survei kenyamanan termal terhadap pengguna ruang didapatkan didapatkan hasil
bahwa yang menjadi standar besaran temperatur AC yang digunakan pada ruang D 305 adalah
pada thermostat 23°C dengan suhu 27.7°C, ruang D 308 adalah pada thermostat 25°C dengan
suhu 26.04°C, ruang D 309 adalah pada thermostat 25°C dengan suhu 26.36°C, dan ruang D
310 adalah pada thermostat 25°C dengan suhu 26.9°C.
Untuk mendapat berapa energi yang dibutuhkan dalam menaikkan/menurunkan
temperatur AC di dalam sebuah ruangan terlebih dahulu kita harus menghitung beban panas
pendingin yang terdapat di dalam ruangan seperti: beban panas langit-lanit/plafond, beban
panas melalui lantai (jika ruangan berada di atas ruangan lain), beban panas penghuni, beban
panas alat-alat listrik, beban panas perabot. Selain bebas panas di atas ada juga beban panas
yang harus dihitung, yaitu beban panas yang terjadi karena adanya kemungkinan kebocoran
pada dinding dan atap ruangan. Berdasarkan penelitian (Syahrizal dkk., 2013), Makin besar
beban pendingin di dalam suatu ruangan, maka makin banyak kalor yang harus diserap oleh
evaporator, dengan demikian kerja kompresor untuk mensirkulasikan refrigeran ke sistem AC
akan semakin berat sehingga energi listrik yang dikonsumsi akan semakin banyak.
Tetapi pada penelitian ini secara umum penulis hanya menghitung beban energi yang
dibutuhkan menaikkan/menurunkan temperatur AC di dalam sebuah ruangan tanpa
menghitung beban-beban panas ruangan di atas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
∆Q = c.m.∆T,
di mana:
∆Q = penambahan energi atau pengurangan
c = kalor jenis (kalor jenis udara = 1005 joule/(kg’C)
m = massa atau berat = volume x berat jenis
(berat jenis udara = 1.2kg/m3)
∆T = perbedaan suhu (suhu akhir – suhu awal)
DAFTAR PUSTAKA
Alahuddin M. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenyamanan Termal Pada
Bangunan Hunian Tradisional Toraja. Tugas Akhir Program Pasca Sarjana
Universitas Hasanuddin Makassar.
ASHRAE. (1992). Thermal Environmental Condition for Human Occupancy (ASHRAE
Standard 55-56). ASHRAE: Atlanta US.
Hidayat, M.S. (2013). Pusat Pengembangan Bahan Ajar, UMB “Fisika Bangunan”.
Imam, E.S. (2012). Kenyamanan Termal Indoor Pada Bangunan Di Daerah Beriklim Lembab.
Indonesian Green Technology Journal. E-ISSN.2338-1787.
Lippsmeier, Georg. (1980). Bangunan Tropis. Alih Bahasa Ir. Syahmir Nasution. Erlangga,
Jakarta.
Karyono, T.H. (2007). Dari Kenyamanan Termis Hingga Pemanasan Bumi: Suatu Tinjauan
Arsitektur dan Energi. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara. Jakarta.
Kurnia R., Effendy S. & Tursilowati L. (2010). Identifikasi Kenyamanan Termal Bangunan
(Studi Kasus: Ruang Kuliah Kampus IPB Baranangsiang dan Darmaga Bogor). Jurnal
Agromet 24 (1): 14-22, 2010, ISSN: 0126-3633.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet.
Rilatupa J. (2008). Aspek Kenyamanan Termal Pada Pengkondisian Ruang Dalam. Jurnal
Sains dan Teknologi EMAS, Vol 18. No. 3, Agustus 2008.
Sugini. (2004). Pemaknaan Istilah-Istilah Kualitas Kenyamanan Thermal Ruang Dalam
Kaitan Dengan Variabel Iklim Ruang. Jurnal LOGIKA, Vol. 1, No. 2, Juli 2004, ISSN:
1410-2315.
Syahrizal I., Panjaitan S. & Yandri. (2013). Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem
Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di
Politeknik Terpikat Sambas). Jurnal ELKHA Vol. 5, No. 1, Maret 2013.
Radiasi (w/m2) Temperatur
10
15
20
25
30
35
0
5
100
200
300
400
500
600
700
800
0
(0-1)
(0-1)
(2-3)
(2-3)
(4-5)
(4-5)
(6-7)
(6-7)
(8-9)
(8-9) (10-11)
(10-11) (12-13)
(12-13) (14-15)
(14-15) (16-17)
(16-17) (18-19)
(18-19) (20-21)
(20-21) (22-23)
(22-23) (0-1)
(2-3)
Waktu/Jam
(0-1)
(2-3) (4-5)
Waktu/Jam
(4-5) (6-7)
(18-19)
(16-17) (20-21)
(18-19) (22-23)
(20-21)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
(22-23)
100
Hum.
Temp.
radiasi
Radiasi (w/m2) Temperatur (°C)
10
15
20
25
30
35
0
5
100
200
300
400
500
600
700
800
900
0
(0-1)
(0-1)
(2-3)
(2-3)
(4-5)
(4-5)
(6-7)
(6-7) (8-9)
(8-9) (10-11)
(10-11) (12-13)
(12-13) (14-15)
(14-15) (16-17)
(16-17) (18-19)
(18-19) (20-21)
(20-21) (22-23)
(22-23) (0-1)
(0-1) (2-3)
Waktu (Jam)
(2-3) (4-5)
Waktu (Jam)
(4-5) (6-7)
(12-13)
(14-15) (16-17)
Gambar 2.a. : Hasil Pengukuran Temperatur dan Kelembaban
(16-17) (18-19)
(18-19) (20-21)
(20-21) (22-23)
0
(22-23)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Hum.
Temp.
Radiasi