Anda di halaman 1dari 35

POLA COMMUNITY BEHAVIORAL SETTING

(Person Centered Maps)

Penataan Pedestrian Pada Kawasan Pantai Losari Kota


Makassar

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

Rusdiahwan (60100114007)
Allamanda Chatartica. M (60100116069)
Nurihsan Ramadhan (60100116070)
Ricky Setiawan (60100116075)
Nurlinda (60100116077)
Muh. Ishaq (60100116078)
Zulkifli Nurfajrin. R (60100116079)

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2019

0
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah swt, yang telah memberikan kami kesehatan
sehingga kami bisa menyelesaikan laporan kami tentang “Pola Community
Behavioral Setting Pada Pedestrian Kawasan Pantai Losari Kota Makassar”
dengan lancar.

Dalam membuat laporan ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak
atau sumber, maka pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa tentunya. Kemudian kepada
Dosen pengampu yang telah memberikan kami arahan yang jelas sehingga
memudahkan kami

 Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari
sempurna untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata kami sampaikan Terima
Kasih.

Wassalamu’alaikum Wr Wb

04 Januari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1. Latar Belakang.........................................................................................4
1.2. Deskripsi Lokasi Pengamatan.................................................................5
1.3. Tujuan Kegiatan.......................................................................................6
BAB 2.....................................................................................................................7
KAJIAN TEORI......................................................................................................7
2.1. Setting (Tempat).......................................................................................7
2.2. Space (Ruang).......................................................................................10
2.3. Publik Space (Ruang Publik).................................................................12
2.4. Community Behaviour (Perilaku)...........................................................15
BAB 3...................................................................................................................20
HASIL ANALISIS PERILAKU MASYARAT.........................................................20
3.1. Pelaku Aktivitas......................................................................................20
3.2. Ragam Aktivitas.....................................................................................21
3.3. Sarana dan Prasarana Pendukung........................................................24
3.4. Behaviour Setting Pedestrian pada saat weekday................................26
BAB 4...................................................................................................................29
STRATEGI DESAIN............................................................................................29
4.1. Kriteria Desain........................................................................................29
4.2. Output Desain........................................................................................33
BAB 5...................................................................................................................34
KESIMPULAN.....................................................................................................34
4.3. Output Desain........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia dan lingkungan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Setiap aspek kehidupan yang dijalaninya manusia selalu berada pada sebuah
lingkungan tertentu.Lingkungan memiliki peran penting dalam mendukung pola
perilaku hingga karakter manusia. Lingkungan juga menjadi sarana manusia
dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam prosesnya, akan terlihat pola perilaku
yang berbeda–beda.

Ruang terbuka publik merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan


kota. Ruang terbuka publik merupakan lahan yang tidak terbangun dengan
penggunaan tertentu, ruang terbuka publik tidak ditempati oleh bangunan dan
dapat dirasakan apabila mempunyai pembatas disekitarnya. Ruang terbuka
mempunyai fungsi dan kualitas yang terlihat dari komposisinya (Rapuano,
1994). Masyarakat dari berbagai golongan membutuhkan ruang terbuka publik
yang mampu mengakomodasikan kebutuhan mereka sebagai tempat rekreasi
dan menyalurkan hobi. Daya tarik sebuah ruang terbuka publik adalah karena
manusia memiliki sifat sebagai mahluk sosial yang membutuhkan interaksi
sosial dengan orang lain.

Anjungan Pantai Losari merupakan salah satu ruang terbuka publik di


kota Makassar. Letaknya yang berada di pinggir pantai menjadi salah satu
penunjang bagi area publik ini karena dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat kota. Lapangan ini sering dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana
olahraga, tempat interaksi, aktivitas sosial dan kebutuhan rekreasi. Anjungan
Patai losari yang telah dirancang secara baik dan menarik oleh pemerintah kota
ternyata tidak semua desain yang dirancang tersebut digunakan secara
maksimal oleh pengguna. Banyak pengguna yang tidak mengikuti desain yang
sudah ada khususnya dalam path yang sudah dirancang. Akibatnya banyak
“jalur” baru yang dibuat oleh pengguna diluar dari rancangan arsitek.

Oleh karena itu dilakukan penelitian khususnya di area pedestrian jalan


untuk melihat sejauh mana keberhasilan suatu desain berdasarkan perilaku
penggunanya. Secara tidak sadar manusia akan meninggalkan jejak pada
setiap aktifitasnya, seperti tapak kaki di tanah atau bercak tangan di lantai. Disisi
lain, physical traces dapat mengubah perilaku manusia di lingkungan,
contohnya pada saat seseorang memasuki gedung baru tentu perilakunya akan
berbeda dengan saat ia berada di gedung sebelumnya (Zeisel, 1980)

3
1.2. Deskripsi Lokasi Pengamatan
Ruang publik adalah ruang luar yang digunakan untuk kegiatan
penduduk kota sehari-hari, antara lain untuk kegiatan berjalan kaki, sirkulasi
menuju ke suatu tempat, bersantai, parkir, kampanye, bahkan sebagai tempat
untuk berdagang. Pantai losari merupakan salah satu ruang publik yang selalu
dikunjungi wisatawan . Dimana tempat ini merupakan ruang publik yang cukup
penting bagi masyarakat kota Makassar. Pantai losari menjadi tempat
berkumpulnya warga kota Makassar di waktu-waktu senggang. Event-event
cukup besar sering dilakukan di pantai losari seperti pertunjukan musik terbuka,
kegiatan olahraga, dll. . Letak atau lokasi penelitian dibagi menjadi 4 zona yaitu
zona a,b,c dan d. Lokasi atau aktivitas yang fokus kami amati yaitu di zona d
yaitu pada bagian pedestrian.

Zona A

Zona B

Zona C Zona D

Gambar 1 Lokasi Penelitian


Sumber : google earth 2018

Pada zona D tidak terdapat tempat-tempat


yang memiliki space yang besar untuk melakukan
kegiatan selain untuk sekedar berjalan kaki atau
sekedar melewati jalan, fasilitas yang tersedia disekitar pedestrian berupa cafe
and resto dan tempat parkir. Pada pagi, sore, dan malam hari jumlah
pengunjung atau pengguna jalan berbeda. Untuk itu dilakukan penelitian

4
tentang fungsi Pantai Losari terkhusus pedestrian dalam mempengaruhi
pengunjung dan pedagang.

1.3. Tujuan Kegiatan


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keberedaan cafe and
resto, tempat duduk, dan tempat parkir terhadap pemanfaatan ruang publik,
kondisi, pola perilaku pengunjung pada pagi, siang, sore dan malam hari.

Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang menggali fenomena


perilaku masyarakat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
fenomenogis rasionalistik. Tujuannya adalah untuk menggambarkan dan
menjelaskan kompleksitas hubungan antara perilaku dengan lingkungan
dengan proses pengujian kebenaran tidak hanya diukur melalui indera tetapi
juga melalui pemaknaan hasil temuan. Untuk mengetahui pola perilaku
pengunjung dan pedagang digunakan place centered mapping, person centered
mapping.

5
BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1. Setting (Tempat)

Rapoport (1997) dalam Haryadi dan B Setiawan, setting merupakan


suatu interaksi antara manusia dan lingkungannya. Setting mencakup
lingkungan tempat komunitas berada (tanah, air, ruangan, udara, hawa,
pemandangan), dan makhluk hidup yang ada (hewan, tumbuhan, manusia).
Setting ruang jalan harus didesain sesuai dengan kebutuhan manusia dalam
melakukan aktivitasnya. Sistem setting sebagai suatu organisasi dari seting-
seting ke dalam suatu sistem yang berkaitan dengan sistem kegiatan manusia.
Ini didasari dengan adanya kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin dapat
memahami apa yang terjadi disuatu seting tanpa mengetahui apa yang terjadi di
seting-seting lain. Dengan kata lain apa yang terjadi pada suatu seting tertentu
sangat dipengaruhi oleh penggunaan setingseting lainnya.

Berdasarkan elemen pembentuknya Rapoport (1997) dalam Haryadi dan


B.Setiawan, setting dapat dibedakan yaitu:

1. Komponen fix, yaitu elemen yang pada dasarnya tetap atau


perubahannya jarang dan lambat seperti ruang, jalan, pedestrian, dan
lain-lain.
2. Komponen semi fix, yaitu elemen-elemen yang agak tetap, dapat terjadi
perubahan cukup cepat dan mudah seperti pohon, street furniture,
tempat PKL.
3. Komponen non fix, yaitu elemen-elemen yang berhubungan dengan
perilaku manusia dalam menggunakan ruang.

Aktivitas manusia sebagai wujud dari perilaku yang ditunjukkan


mempengaruhi dan dipengaruhi olah tatanan (setting) fisik yang terdapat dalam
ruang yang menjadi wadah sehingga untuk memenuhi hal tersebut dibutuhkan
adanya:

1. Kenyamanan, menyangkut keadaan lingkungan yang memberikan rasa


sesuai dengan panca indera.
2. Aksesibilitas, menyangkut kemudahan bergerak melalui dan
menggunakan lingkungan sehingga sirkulasi menjadi lancar dan tidak
menyulitkan pemakai.

6
3. Legibilitas, menyangkut kemudahan bagi pemakai untuk dapat mengenal
dan memahami elemen-elemen dan hubungannya dalam suatu
lingkungan yang menyebabkan orang tersebut arah atau jalan.
4. Kontrol, menyangkut kondisi suatu lingkungan untuk mewujudkan
personalitas, menciptakan teori dan membatasi suatu ruang.
5. Teritorialitas, menyangkut suatu pola tingkah laku yang ada
hubungannya dengan kepemilikan atau hak seseorang atau sekelompok
orang atas suatu tempat.
6. Keamanan, menyangkut rasa aman terhadap berbagai gangguan baik
dari dalam maupun dari luar.

Rapoport (1991) dalam Haryadi B setiawan (2010), mengungkap bahwa


ruang yang menjadi wadah dari aktivitas diupayakan untuk memenuhiMenurut
Sarwono (1992) dalam buku psikologi lingkungan, lingkungan juga memiliki
estetika yang dipengaruhi oleh kesukaan (preferensi) terhadap lingkungan yang
berbeda-beda, dan bahwa preferensi itu ditentukan oleh beberapa hal, yaitu:

1. Keteraturan. Semakin teratur, semakin disukai oleh manusia.


2. Tekstur, yaitu kasar lembutnya suatu pemandangan.
3. Keakraban dengan lingkungan, makin dikenal suatu lingkungan makin
disukai manusia.
4. Keluasan ruang pandang.
5. Kemajemukan rangsang.

Rapoport dalam Human Aspect of Urban Form mengungkapkan bahwa


persoalan hubungan antara manusia dan lingkungan berpokok pada tiga
pertanyaan yaitu: (1) bagaimana manusia membentuk lingkungannya?,
(2)Karakteristik manusia yang manakah, yang relevan dengan pembentukan
suatu lingkungan tertentu?, (3)bagaimana dan sejauh mana lingkungan fisik
mengatur manusia. Elemen-elemen dalam setting fisik meliputi:

 Bangunan
 Jalur pedestrian
 Jalur kendaraan/jalan
 Street furniture

2.1.1. Jalur Pedestrian


Pedestrian berasal dari kata pedos bahasa Yunani yang berarti
kaki, sehingga jalur pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau
orang yang berjalan kaki, sedangkan jalan yaitu media di atas bumi yang

7
memudahkan manusia dalam tujuan berjalan, jadi jalur pedestrian dalam
hal ini adalah pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu
titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan
kaki.

Shirvani (1985), menyatakan bahwa jalur pedestrian merupakan


fasilitas ruang terbuka publik, apabila berada diantara dua titik pusat
pemicu kegiatan, maka akan berfungsi sebagai ruang penghubung yang
mendukung kegiatan (activity support). Activity support pada dasarnya
adalah aktivitas yang mengarah pada kepentingan pergerakan. Adapun
bentuk dasar activity support adalah kegiatan penunjang yang
menghubungkan dua atau lebih pusat-pusat kegiatan umum, terletak di
ruang terbuka dan ruang tertutup.

Rapoport dalam Moudon (1987), menguraikan secara morfologis


jalur pedestrian adalah ruang linier yang digunakan untuk sirkulasi dan
kadang untuk berbagai aktivitas, ruang tersebut terbentuk oleh adanya
gedung-gedung di kiri kanannya. Jalur pedestrian sebagai fasilitas untuk
menampung pejalan kaki, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Jalur pedestrian yang dibuat terpisah dari jalur kendaraan umu


(pedestrian sidewalk), biasanya terletak bersebelahan atau berdekatan.
Pejalan kaki melakukan kegiatan berjalan kaki sebagai sarana aktivitas
yang akan menghubungkan tempat tujuan. Diperlukan fasilitas yang
aman terhadap bahaya kendaraan bermotor, permukaan rata dan terletak
di tepi jalan raya.
2. Jalur pedestrian yang digunakan sebagai tempat penyeberangan untuk
mengatasi konflik dengan moda angkutan lain, seperti penyeberangan
jalan, jembatan penyeberangan atau jalur penyeberangan bawah tanah.
3. Jalur pedestrian yang bersifat rekreatif dan biasa digunakan untuk
beristirahat, penempatannya terpisah sama sekali dan tidak terganggu
oleh kendaraan bermotor. Fasilitas lain berupa taman kota dimana
pejalan kaki dapat berhenti dan beristirahat di bangku-bangku, berteduh
dan bersantai.
4. Jalur pedestrian yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas untuk
berjalan kaki, berjualan, duduk santai sekaligus berjalan-jalan sambil
melihat etalase pertokoan. Shirvani (1985), menyatakan suatu hal
penting dalam menghadapi permasalahan jalur pedestrian adalah fungsi
dan kebutuhan selain kenyamanan psikologis juga kenyamanan fisik.
Fungsi dan kebutuhan jalur pedestrian yang memadai merupakan bagian

8
dari pemecahan desain, termasuk pertimbangan kelayakan terhadap
sirkulasi, pencapaian, informasi dan kenyamanan.

2.1.2. Street Furniture

Street furniture adalah elemen-elemen ruang pada ruang publik


yang dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna, seperti: tempat
duduk, pohon peneduh dan tempat parkir (Shirvani, 1985). Elemen-
elemen ini menjadi penting untuk menghidupkan dan meningkatkan
kualitas ruang publik.

Street furniture adalah objek atau perlengkapan yang dipasang di


jalan untuk tujuan tertentu termasuk di dalamnya kursi, trotoar, kotak pos,
kotak telepon umum,papan informasi, lampu-lampu lalu lintas, halte bis,
wc umum, air mancur dan sebagainya.

Spreiregen, (1965), menyatakan bahwa kualitas pergerakan


pejalan kaki dilihat dari cukup tidaknya jalur tepi dan lebar perkerasan,
kondisi, lindungan dari cuaca dan perlengkapan lain seperti bangku-
bangku taman. Faktor lain yang mendorong pejalan kaki memanfaatkan
jalur pedsetrian untuk berbagai kegiatan statis maupun dinamis, antara
lain menikmati cahaya matahari, terdapat ruang untuk duduk,
perlindungan dari angin dengan adanya pepohonan dan sebagainya.
Tujuan adanya tanda-tanda (elemen street furniture) di ruang jalan dapat
dikategorikan menjadi:
1. Orientasi, adalah tanda-tanda yang diletakkan di suatu lingkungan bias
berupa peta, petunjuk tempat dibeberapa lokasi penting.
2. Informasi, adalah semua informasi dalam bentuk tulisan yang ditujukan
untuk pengguna jalan.
3. Direksional, adalah tanda-tanda yang mengarahkan seperti rambu
pengarah lalu lintas.
4. Identifikasi, adalah tanda-tanda yang menginformasikan sebuah tempat
tertentu.
5. Ornamental, adalah tanda-tanda yang menambah keindahan pada
lingkungan tertentu seperti banner, umbul-umbul, pagar.

2.2. Space (Ruang)

Perkembangan kota menyebabkan adanya peningkatan intensitas


kegiatan yang membutuhkan ruang untuk mewadahinya, pemanfaatan ruang
untuk melakukan dan melaksanakan kegiatan terbatas pada luasan dimensi

9
ruang yang menyebabkan timbulnya kebutuhan akan ruang yang dapat diakses
oleh publik.

Ruang merupakan wadah atau setting yang dapat mempengaruhi pelaku


atau pengguna. Ruang sebagai salah satu komponen arsitektur menjadi sangat
penting dalam hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku karena fungsinya
sebagai wadah kegiatan manusia. Kegiatan manusia membutuhkan setting atau
wadah kegiatan yang berupa ruang.

Oleh Hariadi dalam buku Arsitektur Lingkungan dan Perilaku dijelaskan


bahwa konsepsi mengenai ruang dikembangkan melalui beberapa pendekatan
yang berbeda dan selalu mengalami perkembangan. Dimana terdapat tiga
pendekatan yaitu 1). Pendekatan ekologis; 2). Pendekatan ekonomi dan
fungsional; dan 3). Pendekatan sosial-politik.

Pendekatan ekologis menekankan pada tinjauan ruang -ruang sebagai


satu kesatuan ekosistem, dan melihat komponen-komponen ruang saling terkait
dan berpengaruh secara mekanistis. Oleh karena hubungan yang mekanistis,
system ruang dapat dimodelkan secara matematis, terutama pengaruh satu
komponen terhadap komponen lainnya. Pendekatan ini sangat efektif untuk
mengkaji dampak suatu kegiatan pembangunan secara ekologis, tetapi
cenderung mengesampingkan dimensi-dimensi sosial, ekonomi dan politis dari
ruang.

Pendekatan fungsional dan ekonomi menekankan pada ruang sebagai


wadah fungsional berbagai kegiatan. Pendekatan ini melihat faktor jarak atau
lokasi menjadi penting. Pendekatan ini menghasilkan berbagai model kuantitatif
mengenai ruang, antara lain yang terkenal adalah teori central place theory
yang dikembangkan oleh dua geographer dari Jerman yakni Walter Christaller
(1963) dan August Losch (1954). Pendekatan ini melihat bahwa proses
perkembangan pemanfaatan ruang oleh manusia didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan jarak pusat-pusat atau konsentrasi suatu kegiatan
akan berperan sebagai magnet yang berperan menyebarkan kegiatan-kegiatan
disekitarnya. Pendekatan sosial-politis, menekankan pada aspek “penguasaan”
ruang. Pendekatan ini melihat ruang tidak saja sebagai sarana produksi akan
tetapi juga sebagai sarana untuk mengakumulasi power. Konflik-konflik ruang,
dengan demikian, dilihat sebgai konflik antara kelompok-kelompok sosial.
Pendekatan ini menekankan aspek teoriti ruang, yakni mengaitkan satuan-
satuan ruang dengan satuan-satuan organisasi sosial tertentu. Dalam konsep ini
„pengendalian‟ terhadap suatu ruang oleh suatu kelompok menjadis amat

10
penting. Apabila suatu unit ruang sudah berada dalam pengendalian satu
kelompok masyarakat, berarti tertutup kemungkinan bagi kelompok masyarakat
lainuntuk ikut menikmati manfaat ruang tersebut.

Hariadi dalam buku Arsitektur Lingkungan dan Perilaku menjelaskan


bahwa beberapa isu tata ruang yang penting meliputi: 1). Kecenderungan
mekanisme pasar bebas dalam pemanfaatan ruang; 2). Proses akumulasi
penguasaan lahan yang cenderung tak terkendali; 3). Proses marginalisasi
sekelompok masyarakat karena perubahan dan akumulasi penguasaan lahan;
4).Memudarnya nilai-nilai kultur dan sistem tradisi dalam pemanfaatan ruang.

2.3. Publik Space (Ruang Publik)

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007, ruang


terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur di mana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa
bangunan.

Menurut Hakim (1991), ruang terbuka pada dasarnya merupakan suatu


wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga
lingkungan tersebut baik secara individu atau secara kelompok. Bentuk
daripada ruang terbuka ini sangat tergantung pada pola susunan massa
bangunan.

Menurut Urban Land Institute dalam Deazaskia (2008) pengertian umum


ruang publik adalah ruang-ruang yang berorientasi manusia (people oriented
speces). Ruang publik adalah suatu tempat atau ruang yang terbentuk karena
adanya kebutuhan manusia akan tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi.

2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka

Fungsi umum

Yaitu ruang terbuka sebagai tempat bersantai, bermain,


berolahraga, sebagai pembatas atau jarak bangunan, sebagai sarana
penghubung antar tempat, sebagai ruang terbuka untuk mendapat udara
segar, sebagai tempat komunikasi sosial, tempat peralihan atau
menunggu.

Fungsi ekologis

11
Yaitu ruang terbuka sebagai tempat penyerapan air hujan,
penyegaran udara, tempat untuk memelihara ekosistem, pengendali
banjir dan penghalus arsitektur pada bangunan.

2.3.2. Peraturan Ruang Terbuka Publik

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,


khususnya pada pasal 29 ayat (2) mengamanatkan bahwa proporsi 30
(tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat,
serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih
meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota,
pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam
tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.

Ayat (3) menyebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau publik


seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah
daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal
dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan
pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat. Jika proporsi tersebut
dibandingkan dengan luas wilayah Kota Medan sebesar 26.510 Ha,
maka idealnya luas Ruang Terbuka Hijau yang harus ada di Kota Medan
adalah sekitar 7.953 Ha.

2.3.3. Pembagian Ruang Publik

Berdasarkan Carmona et.al (2003), Ruang publik dapat dibagi


menurut tipe, yaitu:

1. External public space. Ruang publik jenis ini biasanya berbentuk


ruang luar yang dapat diakses oleh semua orang (publik) seperti
taman kota, alun-alun, jalur pejalan kaki, dan lain sebagainya.
2. Internal public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum
yang dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara
bebas tanpa ada batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi,
rumah sakit dan pusat pelayanan warga lainnya.
3. External and internal “quasi” public space. Ruang publik jenis ini
berupa fasilitas umum yang biasanya dikelola oleh sektor privat dan

12
ada batasan atau aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall,
diskotik, restoran dan lain sebagainya.

Berdasarkan fungsinya, ruang publik dapat dibagi menjadi


beberapa jenis (Carmona, et al : 2008, p.62), antara lain :

1. Positive space. Ruang ini berupa ruang publik yang dapat


dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif dan
biasanya dikelola oleh pemerintah. Bentuk dari ruang ini antara
lain ruang alami/semi alami, ruang publik dan ruang terbuka
publik.

2. Negative space. Ruang ini berupa ruang publik yang tidak dapat
dimanfaatkan bagi kegiatan publik secara optimal karena memiliki
fungsi yang tidak sesuai dengan kenyamanan dan keamanan
aktivitas sosial serta kondisinya yang tidak dikelola dengan baik.
Bentuk dari ruang ini antara lain ruang pergerakan, ruang servis
dan ruang-ruang yang ditinggalkan karena kurang baiknya proses
perencanaan.

3. Ambiguous space. Ruang ini adalah ruang yang dipergunakan


untuk aktivitas peralihan dari kegiatan utama warga yang biasanya
berbentuk seperti ruang bersantai di pertokoan, café, rumah
peribadatan, ruang rekreasi, dan lain sebagainya

2.3.4. Pemetaan Perilaku pada Ruang Terbuka Publik

Haryadi dan B. Setiawan (2010) juga membagi jenis-jenis perilaku


yang biasa dipetakan antara lain meliputi: pola perjalanan (trip pattern),
migrasi (migration), perilaku konsumtif (consumptive behavior), kegiatan
rumah tangga (households activities), hubungan ketetanggaan
(neighbouring) serta penggunaan berbagai fasilitas publik (misalnya:
pedestriam, lapangan terbuka dan lain-lain). Terdapat dua cara untuk
melakukan pemetaan perilaku yakni:

Pemetaan berdasarkan tempat (place-centered mapping)

Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau


sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, atau
mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat

13
tertentu. Dengan kata lain, perhatian dari teknik ini adalah satu tempat
yang spesifik, baik kecil maupun besar.

Pemetaan berdasarkan pelaku (person-centered mapping)

Berbeda dengan teknik placed-centered mapping, teknik ini


menekankan pada pergerakan manusia pada suatu periode waktu
tertentu. Dengan demikian, teknik ini akan berkaitan dengan tidak hanya
satu tempat atau lokasi akan tetapi dengan beberapa tempat atau
lokasi.apabila placed-centered mapping ini peneliti berhadapan dengan
banyak manusia, pada person-centered mapping ini peneliti berhadapan
dengan seseorang yang khusus diamati.

2.4. Community Behaviour (Perilaku)

Pengertian perilaku (behavior) menurut Parsons (1996) dalam Porteus


(1997), adalah motivasi dasar perilaku manusia dikondisikan dan diwarnai oleh
keanekaragaman subsistem seperti psikologi, culture, sosoal dan personality.

Perilaku manusia biasa dilakukan secara individu atau bahkan dilakukan


secara kelompok. Perilaku individu merupakan aktivitas atau kegiatan atau
tindakan seseorang yang dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya yang
kemudian berinterkasi dengan lingkungannya dan menggerakkan dirinya untuk
bertingkah laku.Perilaku kelompok adalah aktivitas atau kegiatan atau tindakan
beberapa orang atau sekelompok orang dalam tempat dan waktu yang sama
selain dipengaruhi oleh faktor dari dalamnya juga dipengaruhi oleh faktor dari
luar yang menggerakkan untuk bertingkah laku.

(Zeisel,1987) dalam Hariadi (2010) mendefenisiskan kegiatan/ aktivitas


sebagai apa yang dikerjakan oleh seseorang pada jarak waktu tertentu;
(Rapoport, 1986) mendefenisikan kegiatan selalu mengandung empat hal
pokok: pelaku, macam kegiatan, tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan.
Secara konseptual, sebuah kegiatan dapat terdiri dari sub-sub kegiatan yang
saling berhubungan sehingga terbentuk suatu sistem kegiatan. Kemudia setiap
sistem kegiatan selalu terdiri dari beberapa hal seperti esensinya, cara
melaksanakan kegiatan tersebut, kegiatan sampingannya, dan arti simbolis
kegiatan tersebut. Kegiatan terjadi pada setting sehingga dapat dikatakan
bahwa sistem kegiatan terjadi pada suatu system setting tertentu.

Keberadaan aktivitas pendukung tidak lepas dari tumbuhnya fungsi-


fungsi kegiatan publik yang mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota,

14
semakin dekat dengan pusat kota makin tinggi intensitas dan keberagamannya.
Bentuk actifity support adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua
atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota, misalnya open space (taman
kota, taman rekreasi, plaza, taman budaya, kawasan PKL, pedestrian ways dan
sebagainya) dan juga bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum
(Shirvani, 1985).

Para pengguna dapat melakukan berbagai aktivitas dalam ruang koridor,


yaitu mencakup aktivitas rekreasi, aktivitas sosial serta aktivitas komersial
karena keberadaan koridor dapat membangunan kehidupan sosial antara warga
kota maupun pendatang. Sebagai ruang publik kota, keberadaan koridor jalan
bersifat terbuka yaitu dapat diakses oleh siapapun sehingga memungkinkan
munculnya kompleksitas dalam penggunaan dan aktivitas yang terjadi.
Sehingga perlu dikelola dengan baik agar tidak memicu terjadinya konflik antara
kepentingan atau kebutuhan. Aktivitas yang terjadi pada koridor Urip Sumoharjo
adalah Pemakai yang lewat, Pemakai yang menempati dan dan beraktivitas di
sepanjang koridor seperti: Aktivitas Pertokoan, PKL, Parkir, Pejalan kaki,
Penggunan kendaraan.

Menurut Widley dan Scheidt (1980), dalam Weisman,(1981) kualitas


hubungan antara perilaku manusia dan lingkungan dapat dilihat dari
elemenelemen atribut lingkungan, yaitu:

1. Kenyamanan adalah keadaan lingkungan yang memberikan rasa yang


sesuai dengan panca indera
2. Aktivitas adalah perasaan adanya intensitas pada perilaku yang
terusmenerus terjadi dalam suatu lingkungan.
3. Kesesakan adalah perasaan tingkat kepadatan di dalam suatu
lingkungan, kesesakan adalah respon subjektif terhadap ruang yang
sesak sedangkan kepadatan adalah kendala keruangan.
4. Aksesibilitas adalah kemudahan bergerak melalui dan menggunakan
lingkungan, sehingga sirkulasi menjadi lancar dan tidak menyulitkan.
Kemudahan bergerak yang dimaksud adalah berkaitan dengan sirkulasi
jalan dan visual.
5. Keamanan adalah rasa aman terhadap berbagai gangguan dari dalam
maupun luar diri seseorang.

Rapoport dalam Hariadi, (2010), membagi alaman-elemen aktivitas


meliputi PKL, Parkir, Pejalan kaki, Penggunan kendaraan.

15
2.4.1. PKL

Awal mulanya muncul PKL berawal dari pedagang jalanan yang


menjalankan dagangannya secara berkeliling mencari pelanggan dan
pembeli. PKL digambarkan sebagai perwujudan pengangguran
tersembunyi.

Keramaian cenderung mengundang keberadaan PKL. Carr dkk,


(1992) mengungkapkan orang-orang yang berlalu lintas disuatu jalan dan
jalur pejalan kaki merupakan salah satu faktor yang membawa para
pedagang kaki lima dating dan melakukan aktivitasnya dilokasi tersebut,
meskipun lebar jalur pejalan kaki dan sikap pedagang lokal merupakan
faktor-faktor penyebab lainnya.

Hatmoko (1999), PKL dapat dilihat sebagai bagian dari sektor


informal, yang mempunyai sejumnlah ciri sebagai berikut:

1. Kegiatan tidak terorganisasi secara baik.


2. Pola kegiatan tidak teratur.
3. Teknologi yang digunakan bersifat primitif.
4. Modal dan perputaran usaha relatif kecil.
5. Produksi dan jasa pada umumnya dikonsumsi oleh kalangan
menengah kebawah.

Karakteristik PKL:

1. Lokasi berjualan yaitu di pusat pertokoan, perkantoran, wisata atau


fasilitas kota lainnya dan pemukiman.
2. Sistem usaha (legalitas) yaitu legal (ada ijin melakukan usaha di
suatu tempat) dan liar (usaha berjualan dilakukan di tempat yang
tidak diperuntukkan bagi mereka).
3. Kelembagaan usaha yaitu formal, informal, bebas atau tanpa
lembaga.
4. Jenis yaitu barang dan jasa.

Permasalahan yang biasa ditemukan dari keberadaan PKL adalah:

1. Upaya mereka dalam menempatkan diri di lokasi yang strategis,


yaitu dekat dengan pelanggan tetapi perlu cukup jauh dari kontrol
pengusa ilegal. Hal ini terkait dengan tingkat mobilitas dan tingkat
kemenetapan dari pedagang kaki lima.

16
2. Upaya mereka mengatasi keterbatasan modal usaha dalam
menciptakan wadah atau sarana usaha. Tingkat kompleksitas
desain dari wujud sarana usaha yang terjadi biasa dikaitkan dengan
tingkat permodalan yang dimiliki, misalnya ada tidaknya
sponsor/tempat jualan.

2.4.2. Parkir

Berdasarkan pengertian dari sumber wikipedia, parkir adalah


keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena
ditinggalkan oleh pengemudinya. Fasilitas parkir dapat dianggap seperti
suatu terminal yang paling sederhana. Oleh karena itu konsep fasilitas
parkir dapat mengikuti konsep kapasitas terminal.

Penetuan sudut parkir yang akan digunakan umunya ditentukan


oleh:
a. Lebar jalan
b. Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan
c. Karakteristik kecepatan
d. Dimensi kendaraan
e. Sifat peruntukan lahan dan peranan jalan yang bersangkutan.

Beberapa permasalahan yang timbul dengan adanya parkir di


pinggir jalan:

a. Angka kecelakaan lalu-lintas tinggi, khususnya kecelakaan terhadap


kendaraan yang keluar dari tempat parkir karena gangguan jarak
pandang yang terbatas ataupun kecelakaan yang terjadi dengan
pejalan kaki yang keluar tanpa memperhatikan situasi lalu lintas.
b. Menurunnya kapasitas jalan karena lebar efektif berkurang,
sehingga bila kelancaran arus lebih dipentingkan dari parkir
dilakukan pembatasan atau pelarangan parkir. Pelarangan parkir
biasanya diprotes oleh pemilik bangunan atau usaha di sekitar jalan
yang dilarang parkir tersebut.
2.4.3. Pejalan Kaki

Menurut Rapoport (1986), pejalan kaki adalah pengguna jalan


yang melakukan kegiatan atau aktivitas diwarnai dengan perilaku sosial.
Aktivitas tersebut dikelompokkan kepada aktivitas dinamis yaitu berjalan
(walking) serta aktivitas statis yaitu duduk (sitting), berdiri (standing),

17
berjongkok (squatting), merebahkan diri, makan dan minum ( eating),
bermain, mengerjakan sesuatu.

Spreiregen (1965), karakteristik pejalan kaki dibatasi oleh


kecepatan dan jarak tempuh. Hubungan pejalan kaki dengan unsur lain
dalam ruang jalan (Setiadji,1999), dapat dikelompokkan:

1. Hubungan pejalan kaki dengan kendaraan


Hubungan antara pejalan kaki dengan kendaraan ini dapat dikenali
dari hubungan antara jalur pedestrian dengan jalur kendaraan.
2. Hubungan pejalan kaki dengan lokasi parkir kendaraan.
Lokasi parkir merupakan salah satu lokasi awal pergerakan pejalan
kaki. Sebaran lokasi parkir merupakan titik-titik masuk pejalan kaki ke
jalur pedestrian utama. Lokasi parkir umumnya dipengaruhi oleh
efektifitas jarak tempuh dan waktu pencapaian ke tempat tujuan.
Lokasi parkir yang dekat dengan tujuan cenderung memperpendek
pergerakan pejalan kaki. Namun pada waktu-waktu tertentu lokasi
parkir dekat dengan tempat tujuan, pengunjung akan memilih lokasi
parkir lain, pada kondis demikian akan memperpanjang pergerakan
pejalan kaku dari lokasi parkir ke tempat tujuan.
3. Hubungan pejalan kaki dengan bangunan
Bangunan merupakan tujuan utama satau salah satu tujuan pejalan
kaki. Bangunan pertokoan merupakan salah satu daya tarik
pengunjung, yang akan mempengaruhi intensitas pejalan kaki di
sekitar bangunan tersebut. Pada kawasan perdagangan yang
terdapat ruang pedestrian melingkupi pertokoan, ruang pedestrian
tersebut meru[akan salah satu penentu keberhasilan pertokoan
tersebut.

18
BAB 3
HASIL ANALISIS PERILAKU MASYARAT

3.1. Pelaku Aktivitas

Pengguna/pelaku kegiatan pada pedestrian jalan sekitar anjungan Pantai


Losari ini dapat dikelompokkan atas dua bagian, yaitu pengguna yang bersifat
khusus dan bersifat umum, antra lain:

Pengguna Bersifat umum

Adalah pengguna yang datang baik remaja yang berasal dari daera
sekitar (Jl. Penghibur Makassar) maupun berasal dari daera lain dikota
Makassar, untuk melakukan kegiatan yang bersifat kreasi, rekreasi, maupun
olahraga. Pengguna ini meliputi:

1. Remaja/pemuda yang berada di sekitar area 'elanggang Remaja, seperti:


 Pelajar
 Mahasiswa-Mahasiswi
 Anggota komunitas yang memiliki kegiatan rutin.
2. Masyarakat yang hanya sekedar berkunjung untuk makan dan membeli
minum
3. Wisatawan yang berkunjung ke anjungan.

Pengguna Bersifat Khusus

Adalah pengguna domestik maupun mancanegara yang mempunyai


tujuan untuk menghadiri suatu acara atau pun kegiatan yang diadakan oleh
pengelolah.

Pengguna Berdasarkan Usia

Adalah pengguna dilihat berdasarkan usianya yang datang berkunjung


baik untuk rekreasi, maupun kegiatan lainnya. Pengguna yang biasanya melalui
pedestrian dapat di kategorikan:

1. Lansia
2. Dewasa
3. Remaja
4. Anak-anak
5. Bayi

19
3.2. Ragam Aktivitas

Keberadaan suatu fasilitas umum seperti jalur pedestrian dapat merubah


perilaku dari penggunanya. Perilaku yang dilakukan oleh pengguna jalur
pedestrian tidak hanya berdampak terhadap penggunaan jalur pedestrian saja,
tetapi juga kondisi yang ada di sekitar jalur pedestrian seperti jalan, bangunan,
fungsi kawasan, dan lain-lain.

Dari beragam daya tarik dan fasilitas yang ditawarkan, maka bentuk-
bentuk aktivitas di taman pedestrian Segmen 1 yaitu aktivitas bersantai,
rekreasi, bermain, berjualan, dan berjalan. Aktivitas pada pedestrian di kawasan
Anjungan Pantai Losari dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Aktivitas Bersantai

Aktivitas ini meliputi kegiatan mengobrol antara pengunjung satu


dengan pengunjung lain; menikmati suasana dan pemandangan di
Anjungan dan keindahan Pantai Losari.

Gambar 2 aktivitas pengguna bersantai


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

b. Aktivitas Rekreasi

Aktivitas ini meliputi kegiatan memfoto, kegiatan mencari hiburan


pedestrian atau sekedar berbelanja serta makan di pinggir pedestrian.

Gambar 3 pengunjung yang sedang makan

20
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
c. Aktivitas Bersepeda

Aktivitas ini meliputi kegiatan bersepeda pada pedestrian. Umumnya


dilakukan anak-anak karena tidak terdapat jalur khusus sepeda sehingga
anak-anak sering bersepeda pada tempat ini.

d. Aktivitas berjalan

Di taman ini, banyak pengunjung datang untuk berjalan dengan


menuju lokasi/ tempat lain atau sekedar untuk menyeberang jalan.

Gambar 4 aktivitas berjalan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Semantara itu perilaku masyarakat dalam penggunaan jalur pedestrian di


Kawasan Anjungan Pantai Losari. dapat dilihat dalam 3 sesi yaitu sebagai
berikut :

a. Kondisi pagi hari

Rata-rata pengunjung jalur pedestrian saat pagi hari di Kawasan


Anjungan Pantai Losari. menggunakan sepeda motor sebagai kendaraan
awal dengan lokasi asal yaitu rumah atau tempat tinggal mereka. Sedangkan
rata-rata kegiatan yang akan dilakukan masyarakat setelah berjalan kaki
adalah langsung menuju ke anjungan untuk menikmati angina dan udara
yang ada di pantai di pagi hari. Rata-rata jarak yang ditempuh pejalan kaki
dalam menggunakan jalur pedestrian berkisar antara 20 hingga 10 meter
dengan waktu tempuh antara 1 hingga 5 menit.

b. Kondisi siang hari

Rata-rata pengunjung jalur pedestrian saat siang hari di Kawasan


Anjungan Pantai Losari. menggunakan menggunakan kendaraan roda dua

21
hingga roda empat, untuk angkutan umum tidak diperbolehkan melalui jalan
penghibur.

c. Kondisi malam hari

Rata-rata pengunjung jalur pedestrian saat malam hari di Kawasan


Anjungan Pantai Losari. menggunakan sepeda motor meskipun beberapa
pengunjung juga mmenggunakan mobil namun untuk jalur pedestrian hanya
kendaraan motor yang diperbolehkan untuk parkir. Sedangkan rata-rata
tujuan masyarakat berjalan kaki adalah belanja atau pulang dikarenakan di
kawasan pedestrian hari terdapat banyak PKL selain toko komersial yang
bersifat formal. Rata-rata jarak yang ditempuh pejalan kaki dalam
menggunakan jalur pedestrian berkisar antara 100 hingga 200 meter dengan
waktu tempuh antara 1 hingga 10 menit.

Akibat perilaku pengguna tetap dalam menempati jalur pedestrian, maka


pejalan kaki sebagai kelompok pengguna tidak tetap terlihat kurang nyaman dan
aman berada di jalur pedestrian sepanjang Kawasan Anjungan Pantai Losari.
Rasa kurang nyaman dan aman dari pejalan kaki terlihat menghindari tanaman-
tanaman pot yang letaknya sangat mengganggu terletak pada tengah
pedestrian sehingga menyisakan sedikit ruang bagi pejalan kaki selain itu anak-
anak yang bersepeda pada jalur pedestrian yang sangat mengganggu dan
membuat pejalan kaki merasa tidak aman karena harus menghindari sepeda
yang lewat, ada pula beberapa orang berjalan agak ke tengah jalan karena
terhalang gangguan yang menutupi lebar jalur pedestrian sepenuhnya seperti
tangga dan teras toko atau café yang ada disekitar pedestrian. Keadaan
tersebut sebagian besar dapat terlihat pada semua sesi penelitian yaitu pagi,
siang dan malam.

Gambar 5 Kondisi tangga cafe terlalu kedepan

22
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Dari gambar tersebut dapat dilihat kondisi ini dapat membuat pejalan kaki
berjalan di ruang jalur pedestrian yang tersisa karena adanya parkir kendaraan
bermotor, hal ini mengurangi tingkat kenyamanan dalam berjalan kaki.

Berbagai hambatan yang mengurangi tingkat kenyamanan dan


keamanan pergerakan pejalan kaki di jalur pedestrian Kawasan Anjungan
Pantai Losari. didominasi oleh keberadaan tanaman pot yang kurang kondusif
dan letak koridor pertokoan dan café yang melebihi ukuran yang seharusnya.
Hambatan tersebut mempunyai beragam penempatan.

3.3. Sarana dan Prasarana Pendukung

Tinjauan terhadap sarana pedestrian memperlihatkan bahwa


pedestrian di ruas jalan ini tidak dilengkapi oleh pagar pengaman, sedangkan
tempat duduk dan sarana jalur hijau telah tersedia namun kondisinya belum
memenuhi standart dari peraturan pemerintah secara menyeluruh seperti jenis
pohon.

Pohon diletakkan pada pinggir bahu jalan dengan lebar 1 meter yang
seharusnya menurut peraturan adalah minimal 1,5 meter. Peletakan pohon
sebenarnya adalah pada jalur amenitas. Perbedaan ketinggian antara jalur
amenitas dengan pedestrian adalah 0,15 meter. Hasil observasi di lapangan
masih ditemukan tumpukan sampah di bawah pohon bahkan ada pohon yang
sudah mati, tersisa pokoknya saja.

Sarana lain yang menjadi tinjauan adalah lampu penerangan.


Penerangan di jalur pedestrian ini mengandalkan dari lampu toko–toko di
sepanjang jalur tersebut serta dari lampu jalan yang berjarak 30 meter dengan
tinggi 4 meter dan diletakkan pada jalur bahu jalan serta materialnya tahan lama
dan mudah dalam perawatan akan tetapi kabel-kabel dan tiang listrik yang
terdapat di sepanjang pedestrian masih kurang diperhatikan dengan kondisi
yang semraut.

Tempat sampah telah disediakan dengan jarak setiap 35 meter dan


mudah dijangkau tangan untuk memasukkan sampah tetapi kondisinya sudah
tidak layak untuk digunakan selain itu belum dipisahkan antara sampah plastic
atau organic dan anorganik. Para pedagang disepanjang jalan ini
menyediakan tempat sampah seadanya di depan toko masing-masing.
Keberadaan tempat sampah masih belum mampu mengatasi masalah sampah.

23
Sampah masih banyak ditemukan diluar tempat sampah bahkan di bawah
pokok pohon.

Gambar 6 permasalahan sampah


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sepanjang ruas jalan Penghibur terdapat beberapa perambuan seperti


dilarang parkir, atau parkir khusus roda dua untuk papan informasi juga
tersedia.

Prasarana pedestrian seharusnya dimanfaatkan oleh pejalan kaki


termasuk para difable akan tetapi kenyataannya jalur pedestrian menjadi multi
fungsi. Lebar pedestrian tidak sepenuhnya menjadi jalur efektif untuk pejalan
kaki.

Untuk pedestrian di jalan Penghibur zona bagian depan gedung dan


zona pejalan kaki memiliki ukuran yang variatif sedang zona untuk tanaman
memiliki ukuran yang sama disepanjang ruas pedestrian. Untuk sisi sebelah
kiri pedestrian zona depan gedung umumnya berukuran 80 centimeter,
namun zona ini dimanfaatkan oleh pemilik toko untuk meletakkan meja dan
kursi untuk tempat makan.

Lebar pejalan kaki yang berada didepan Zona A anjungan hanya


berukuran 3,5 meter bahkan ada yang hanya berukuran 2 meter sed sebelah kiri
dimulai dari depan Hotel Medan adalah 2 meter, selanjutnya untuk ukuran
pedestrian pada zona C depan anjungan ukurannya lebih besar yaitu 4.5 meter.

Perbedaan ketinggian dengan jalur kendaraan bermotor untuk


pedestrian jalan Penghibur adalah 0,35 meter. Material pedestrian adalah
paving yang berbentuk melingkar dengan ukuran diameter yang berbeda-beda.
Marka penyeberangan tidak terdapat pada ruas jalan ini menyebabkan
pejalan kaki kesulitan dalam menyeberang.

24
Gambar 7 paving blok dan pengunjung yang menyebrang jalan
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

3.4. Behaviour Setting Pedestrian pada saat weekday

Survey langsung pada lokasi pedestrian Anjungan Pantai Losari dengan


tujuan untuk menganalisis pelaku dan aktifitas yang digunakan menghasilkan
data sebagai berikut

Pagi Pukul 06:00 – 10:00

Pengguna
No Aktivitas yang
Gender Fasilitas publik
. Usia dilakukan
Pria Wanita
1 Lansia 0 0

Dewasa 10 4 -Jalan-jalan
-Mengambil
Gambar
-Olahraga
Remaja 2 4 Jalan-jalan
Menyebrang
Mengambil gambar
Anak- 3 0 Jalan-jalan
anak
Bayi 0 0

25
Siang Pukul 11:00 – 14:00

Pengguna
No Aktivitas yang
Gender Fasilitas publik
. Usia dilakukan
Pria Wanita
2 Lansia 1 0 Menyebrang

Dewasa 30 18 -Jalan-jalan
-Duduk
-Jalan Santai
-Membeli
-Istirahat
-makan
Remaja 23 11 Makan
Duduk

Anak- 9 4 -Jalan-jalan
anak
Bayi 1 1

Sore Pukul 15:00 – 17:00

Pengguna
No Aktivitas yang
Gender Fasilitas publik
. Usia dilakukan
Pria Wanita
3 Lansia 3 2
Dewasa 30 18 -Jalan-jalan
-Duduk
-Jalan Santai
-Membeli
-Istirahat
-makan
Remaja 23 11 Makan
Duduk
Anak- 9 4 -Jalan-jalan
anak
Bayi 1 1

26
Malam pukul 19:00 – 22:00

Pengguna
No Aktivitas yang
Gender Fasilitas publik
. Usia dilakukan
Pria Wanita
4 Lansia 0 0
Dewasa 39 18 -Jalan-jalan
-Duduk
-Jalan Santai
-Membeli
-Istirahat
-makan
Remaja 63 54 -Jalan-jalan
-Duduk
-Membeli
-Mengambil
Gambar
-makan
Anak- 6 3 Makan
anak Jalan-jalan
bersepeda
Bayi 0 0

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pedestrian pada kawasan


Anjungan Pantai Losari Semakin banyak pada saat malam hari dengan aktifitas
kebanyakan berjalan kaki dan makan di café, namun ada pula beberapa anak
melakukanaktivitas bersepeda pada area pedestrian. Pengguna yang paling
banayak adalah remaja, kemudian dewasa, anak-anak, dan beberapa
pengguna lansia yang hanya sekitar 6 orang, dan bayi 2 orang.

BAB 4
STRATEGI DESAIN

4.1. Kriteria Desain

Agar pengguna pedestrian lebih leluasa, aman serta nyaman dalam


mengerjakan aktivitas didalamnya oleh karena itu kriteria desain yang akan
diterapkan yaitu:

27
1. Perancangan jalur pedestrian yang aman dan nyaman
 Nyaman dengan penambahan tanaman perdu untuk memberikan udara
segar bagi pejalan kaki.
 Aman dengan memperjelas pemisahan jalur kendaraan bermotor
dengan pejalan kaki melalui pengaturan street furniture serta
pengaturan beda ketinggian / elevasi pada jalan dan pedestrian

Gambar 8 Perletakan Street view


(Sumber: Analisis Pribadi)

2. Pengaturan beda ketinggian pada jalan dan pedestrian agar terdapat


pembeda jelas antara jalur pedestrian dengan ruang jalan.

Gambar 9 Level Ketinggian Pedestrian


(Sumber: Analisis Pribadi)
Fasilitas Prasarana Ruang Pejalan Kaki
Yang termasuk dalam sarana ruang pejalan kaki adalah drainase,
jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk, pagar pengaman, tempat
sampah, marka dan perambuan, papan informasi (signage), halte/shelter
bus dan lapak tunggu, serta telepon umum. Persyaratan teknis
penyediaan sarana ruang pejalan kaki diatur dalam Keputusan Menteri
Perhubungan tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan: KM 65 Tahun 1993.

 Drainase

28
Drainase terletak berdampingan atau dibawah dari ruang pejalan
kaki. Drainase berfungsi sebagai penampung dan jalur aliran air pada
ruang pejalan kaki. Keberadaan drainase akan dapat mencegah
terjadinya banjir dan genangangenangan air pada saat hujan. Dimensi
minimal adalah lebar 50
centimeter dan tinggi 50 centimeter.

Gambar 10 Drainase pedestrian


(Sumber: Analisis Pribadi)
 Jalur hijau
Jalur hijau diletakan pada jalur amenitas dengan lebar 150
centimeter dan bahan yang digunakan adalah tanaman peneduh.

Gambar 11 fasilitas jalur hijau


(Sumber: www.google.com)

 Lampu Penerangan
Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenitas. Terletak
setiap 10 meter dengan tinggi 4 meter, dan bahan yang digunakan
adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal & beton cetak.

29
Gambar 12 lampu pedestrian
(Sumber: http//www.google.com)

 Tempat Duduk
Tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10
meter dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150 centimeter dan
bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti
metal dan beton cetak.

Gambar 13 tempat duduk pedestrian


(Sumber:Analisis Pribadi)

 Pagar pengaman
Pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas. Pada titik
tertentu yang berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi

30
90 centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metal/beton yang
tahan terhadap cuaca, kerusakan, dan murah pemeliharaan.

Gambar 14 tempat sampah


(Sumber: Sumber: http//www.google.com)

 Tempat Sampah
Tempat sampah diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap
20 meter dengan besaran yang sesuai dengan pembagian yang jelas
untuk sampah organic dan anorganik

Gambar 15 tempat sampah


(Sumber: Analisis Pribadi)

4.2. Output Desain

31
BAB 5
KESIMPULAN

Perkembangan pedestrian jalan penghibur Makassar yang sebagian


besar dipengaruhi oleh keberadaan Universitas Diponegoro memunculkan

32
ketidakteraturan dalam pemanfaatan jalur pedestrian di koridor tersebut. Bentuk
perilaku masyarakat dalam penggunaan jalur pedestrian didominasi oleh pejalan
kaki. Perilaku masyarakat yang menggunakan jalur pedestrian cenderung untuk
kegiatan komersial

Rata-rata tujuan masyarakat berjalan kaki adalah belanja atau sekedar


makan dan minum di café-café yang tersedia. Pola perilaku yang terjadi di lokasi
kawasan pantai losari, khususnya Zona D (pedestrian) masih ada yang
menyimpang dari fungsi yang telah disediakan, seperti digunakannya sebagai
area bersepeda anak dan teras pertokoan yang melebihi pedestrian jalan, halini
terjadi karena hal ini yang kemudian dilakukan desain ulang untuk menghasilkan
pedestrian yang nyaman dan aman bagi penggunanya.

4.3. Output Desain

33
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/13175718/KAJIAN_TEORI_PHYSICAL_TRACES_PA
DA_RUANG_TERBUKA_PUBLIK_Studi_Kasus_Lapangan_Merdeka_Medan_

http://e-journal.uajy.ac.id/435/3/2MTA01539.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66915/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y

34

Anda mungkin juga menyukai