ABSTRAK: Waduk Bade di Klego, Boyolali dibangun dengan tujuan sebagai tempat
untuk penampungan air yang dapat menjadi sumber air untuk sawah masyarakat sekitar,
khususnya warga desa Bade. Namun, banyaknya kegiatan yang terjadi di Kawasan waduk
menjadikan waduk tidak hanya sebagai sumber air, namun sebagai Place yang memiliki
makna bagi masyarakat sekitar. Waduk Bade yang muncul dari aktivitas para pemancing
dan pedagang kaki lima dengan setting lansekap air sehingga menarik banyak
pengunjung lain untuk beraktivitas di Kawasan tersebut dan membetuk suatu place.Dalam
penelitian ini tebentuknya waduk sebagai place dan tempat berkumpul masyarakat
menjadi hal yang penting untuk dikaji. Rekomendasi yang sebaiknya dilakukan untuk
kedepannya adalah dapat dilakukan penataan dan perancangan ulang terhadap kawasan
waduk bade
PENDAHULUAN
Ruang publik merupakan salah satu bagian penting dari suatu Kawasan seperti dalam
lingkup perkotaan, ruang publik memiliki peran sebagai pusat aktivitas, interkasi dan
komunikasi bagi masyarakat baik secara formal maupun informal, individu maupun
kelompok (Rachma Sari et al., 2015). Ruang publik merupakan ruang yang bisa diakses
oleh siapa saja. Seperti semua usia: tua maupun muda, semua golongan: kaya maupun
orang biasa, semua gender: perempuan maupun laki-laki dan sebagainya. Aktivitas
yang terjadi pun beragam berdasarkan perilaku penggunanya.
Begitu pula pada Kawasan Waduk Bade yang berada di Wates Timur, Bade, Klego,
Boyolali. lokasinya berada di sebelah utara Kab Boyolali yang berjarak kuran lebih 50
KM dari pusat kota Boyolali. Secara historis Waduk Bade diresmikan oleh Presiden
Indonesia kedua yaitu H.M. Soeharto pada tanggal 18 Mei 1991, dengan fungsi sebagai
penampung debit air untuk keperluan irigasi pada saat musim kemara (Solo Raya,
2016). Namun, sejak para pemancing dan pedagang kaki lima berdatangan dan
beraktivitas di Kawasan waduk Bade, menjadikan waduk Bade tidak hanya berfungsi
sebagai sumber air masyarakat, tetapi juga sebagai place dan kawasan ekonomi bagi
masyarakat Desa Bade, Klego. Pengunjung melakukan berbagai macam aktivitas,
mulai dari olahraga, berjualan, bersantai, bermain, memancing dan aktivitas lainnya.
KAJIAN PUSTAKA
Placemaking
Placemaking adalah salah satu metode dalam proses peningkatan kualitas suatu ruang
atau lingkungan. Penghuni, komunitas maupun Kawasan disekitar penerapan
placemaking akan ikut berkembang. Ruang dalam suatu wilayah atau kota yang
sebelumnya tidak bersifat produktif dan digunakan untuk berkegiatan dirubah dan
dikembangkan menjadi tempat yang didalamnya terdapat aktivitas penghuni maupun
komunitas tertentu, sehingga ruang menjadi memiliki makna dan nilai bangi
penggunanya serta meningkatkan kualitas lingkungan tersebut. Placemaking juga
sering ditandai dengan tempat yang digunakan secara bersama dan bersifat publik atau
sering juga disebut shared place, dengan proses terbentuknya yang berasal dari
komunitas atau bentuk kolektif kolaboratif, juga dalam penggunannya membuat ruang
memiliki nilai kebersamaan (shared value) yang baik, serta memberikan kebebasan
bagi pengguna untuk memunculkan pola penggunaan ruang yang kreatif, menambah
identitas fisik, budaya dan social dari lingkungan tersebut begitu juga dengan
keberlanjutannya.(Savitri, 2021).
Menurut (Project for Public Space (PPS), 2022) dalam mencapai keberhasilan
terbentuknya suatu tempat perlu adanya empat aspek penting yaitu:
1. Access & linkage yang berkaitan dengan kemudahan aksesibilitas dan
hubungan suatu tempat dengan lingkungannya baik secara fisik maupun visual.
2. Comfort & image, yaitu aspek kenyamanan dan adanya citra yang baik dari
suatu tempat untuk dapat beraktivitas didalamnya, baik dari segi kebersihan,
keamanan dan ketersediaan fasilitas dalam tempat tersebut.
3. Users & activities berkaitan dengan pengguna dan kegitan yang dilakukan
dalam suatu tempat yang dapat didukung oleh tempat tersebut sehingga
aktivitas dapat dialkukan secara berulang.
4. Sociability berkaitan dengan tempat yang dapat mendorong penggunanya untuk
saling berinteraksi dan beraktivitas dalam bentuk social.
Menurut (Gehl, 1989) dalam (Suharthadana & Rachma Marcillia, 2021), Aktikfitas ruang
publik dibagi menjadi tiga jenis aktifitas yaitu;
1. Necessary activities merupakan aktifitas dilakukan sehari-hari dalam setiap
kondisi tanpa mempedulikan lingkungan fisik sekitarnya. Masyarakat wajib
melakukan kegiatan tersebut;
2. Optional activities merupakan aktivitas ini biasanya berhubungan dengan
berjalan-jalan untuk menghirup udara segar, berdiri menikmati hidup, rekreasi
atau duduk dan berjemur. Selain itu, berbagai kegiatan opsional juga akan
terjadi karena tempat dan situasi sekarang mengundang orang untuk berhenti,
duduk, makan, bermain, dan sebagainya;
3. Social activities adalah segala kegiatan yang bergantung pada keberadaan orang
lain di ruang publik. Kegiatan sosial mencakup anak-anak bermain, menyapa
dan bercakap-cakap, berbagai jenis kegiatan komunal, dan terakhir - sebagai
kegiatan sosial yang paling luas - kontak pasif, yaitu hanya melihat dan
mendengar orang lain.
METODE
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan
dengan mengamati secara langsung fisik kawasan waduk Bade yang belokasi di Wates
Timur, Bade, Klego, Boyolali. Proses observasi dilakukan pada titik-titik fokus
kegiatan pada jam yang berbeda-beda untuk melihat dinamika konsentrasi aktivitas
yang terjadi di kawasan waduk Bade. Data diperkuat dengan foto, catatan visual,
pemetaan, wawancara, kuisioner dan studi literatur. Hasil dari observasi diproyeksikan
ke dalam peta berdasarkan aktifitas pengguna sebagai data pendukung untuk
menganalisis implementasi nyata dari variabel penelitian yang sudah dikumpulkan
sebagai alasan dibalik terciptanya placemaking di kawasan waduk Bade.
Elemen Semi-fixed
Elemen semi fixed di Kawasan tersebut tediri dari Pedagang kaki lima (PKL) dan
parkir kendaraan. PKL yang datang hampir setiap harinya dapat berpindah-pindah
tempat dan begitu pula parkir di Waduk bade yang bersifat semi tetap karena area parkir
yang digunakan adalah bahu jalan yang fungsi aslinya tidak sebagai ruang parkir.
Elemen Non-fixed
Elemen tidak tetap adalah pengunjung yang berktivitas di dalam Kawasan tersebut.
Pengunjung Sangatlah beragam mulai dari laki-laki dan perempuan,tua maupun muda
dan berasal dari daerah yang beragam.
Gambar 5. Diagram Profil Pengunjung Waduk Bade.
Sumber: Penulis, 2022
Gambar 6.
Diagram
Aktivitas
Pengunjung
Waduk Bade.
Sumber: Penulis,
2022
Necessary Activities
Kegiatan utama yang ada di waduk Bade yaitu adalah Kuliner atau PKL yang berjualan
di wilayah tersebut, hampur setiap harinya selalu ada PKL yang berjuan mulai dari jam
06.00-18.00 WIB. Berjualannya PKl juga menjadi salah satu faktor penarik
pengunjung untuk mengunjungi waduk Bade, dan juga terciptanya waduk tersebut
sebagai place. Kegiatan tersebut sering dilakukan di titik 3 atau area Pintu jalan
penyeberangan.
Optional Activities
Untuk Kegiatan lain yang sering dilakukan di waduk Bade adalah Berfoto-menikmati
View (71,4%), Berolahraga (38,1%), Kuliner (23,8%), nongkrong atau duduk-duduk
(19%) dan memancing(4.8%). Untuk kegiatan Berfoto-menikmati view dan nongkrong
atau duduk-duduk sering dilakukan di titik 1,3 dan 5 yaitu di area taman-wisata Waduk
Bade, Pintu masuk jalan penyeberangan, dan di jalan penyeberangannya. Sedangkan
untuk kegiatan Berolahraga sering dilakukan di jalan penyeberangan (titik 5), kuliner
di pintu jalan Penyeberangan (titik 3), sedangkan untuk kegiatan memancing dilakukan
di tepi waduk(titik 4).
Diluar tiga kategori diatas terdapat juga aktivitas lalulintas kendaraan di jalan bawah
(titik 6) dan memarkir kendaraan di area parkir atau bahu jalan (titik 2).
Gambar 12. Aksesibilitas dan lokasi waduk dengan fasilitas publik sekitarnya.
Sumber: google earth, 2022
Gambar 13. Jalan penyeberangan yang ditutup khusus untuk pejalan kaki dan PKL.
Sumber: Penulis, 2022
Sociability
Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner, luasnya kawasan waduk Bade dan dibuka
setiap hari untuk umum membuat waduk tersebut juga menjadi tempat untuk
berkumpul, baik bersifat non formal seperti bertemu teman, hingga kegiatan yang
bersifat formal seperti acara pertemuan pendidik kecamatan.
KESIMPULAN
Dari data dan pembahasan bisa ditarik kesimpulan diantaranya yaitu:
1. Elemen yang ada di kawasan waduk Bade cukup lengkap baik, dari elemen
tetap, semi tetap dan non-tetap.
2. Necessary activities yang ada di kawasan waduk bade adalah kegian PKL
berjualan, Optional activities terdiri dari memancing, duduk-duduk, kuliner
berolahraga, kuliner, dan kegiatan dominan adalah berfoto-menikmati view.
Sedangkan untuk social activities adalah perkumpulan pendidik kecamatan.
Serta kegiatan diluar tiga kategori tersebut adalah, parkir dan lalu lintas
kendaraan.
Area yang sering digunakan adalah area jalan penyeberangan.
3. Access & linkage: Mudahnya akses menuju waduk Bade menjadi faktor
penting yang membuat pengunjung berdatangan ke Kawasan tersebut.
Comfort & image: View menjadi unsur penting dalam variabel ini.
Users & activities: kegiatan PKL dan jalan Penyeberangan yang dikhususkan
untuk penjalan kaki menjadi factor penarik bagi pengunjung.
Sociability: luasnya kawasan waduk Bade dan dibuka setiap hari untuk umum
membuat waduk tersebut juga menjadi tempat untuk berkumpul, baik bersifat
non formal.
Rekomendasi yang sebaiknya dilakukan untuk kedepannya adalah dapat dilakukan
penataan dan perancangan ulang terhadap kawasan waduk bade berdasarkan titik-titik
keramaian dan jenis kegiatannya, seperti parkir yang perlu diwadahi, dan begitu pula
kegiatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Faiqotul Muna, C., & Nursanty, E. (2021). “PLACEMAKING” & KEHIDUPAN DI RUANG TEPIAN
DANAU: STUDI TENTANG “LAND-WATERSCAPE” (PLACEMAKING & LAKESIDE LIVING:
LAND-WATERSCAPE STUDY). Jurnal Arsitektur ALUR, 4.
Project for Public Space (PPS). (2022). What Makes a Successful Place?
https://www.pps.org/article/grplacefeat
Rachma Sari, S., Hadi Wahyono, dan, & Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, M. (2015).
KINERJA PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PURWOREJO SEBAGAI RUANG PUBLIK. In
Jurnal Teknik PWK (Vol. 4, Issue 1). http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk
Rahmayanti, Y. D., & Pinasti, V. indah S. (2018). DAMPAK KEBERADAAN OBJEK WISATA
WADUK SERMO TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SREMO,
KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.
Savitri, M. A. (2021, June). Placemaking, do we know where we’re heading to?
https://binus.ac.id/bandung/2021/06/placemaking-do-we-know-where-were-heading-
to/
Suharthadana, M., & Rachma Marcillia, S. (2021). Prosiding Seminar Nasional Desain dan
Arsitektur (SENADA) p-ISSN. In Online) SENADA (Vol. 4). http://senada.idbbali.ac.id
Victorya, P., Utomo, R. P., Yudana, G., Studi, P., Wilayah, P., Kota, D., & Arsitektur, J. (2016).
PLACEMAKING RUANG JALAN KORIDOR KOMERSIAL KOTA SURAKARTA. Arsitektura,
14(2).